Bab 7a + 8

pacarku juniorku

Di taman itu, di dekat kolam ikan... ada Tia yang duduk di samping Sehun, sambil menyuapi makanan ke mulut cowok itu. Mereka berdua tertawa renyah. Siapa pun yang melihat mereka saat ini pasti merasa mereka adalah sepasang 

kekasih. 

Sehun yang memakai sweter abu-abu bahkan sesekali mengambil sendok dari tangan Tia dan berpura-pura hendak menyuapi Tia yang buru-buru menghindar sambil tertawa. Jantung amber berdetak kencang. otaknya terasa terbakar. 

Amber nggak bisa menahan diri lebih lama lagi.

“Jadi ini ceritanya?” tanya Amber ketus. Darahnya mendidih dan emosinya meluap.

“amber...,” Sehun dan Tia terkejut. Mereka baru menyadari kehadiran Amber di taman itu.

“Jadi ini yang selama ini lo sembunyiin dari gue, Ti? Jadi ini yang bikin elo nggak punya waktu lagi buat ngumpul sama teman-teman lo sendiri? Sejak kapan Sehun jadi tante lo yang perlu lo jenguk hari ini karena sakit? Sejak kapan lo jadi pembohong?” cecar Amber.

Tia bangkit dari duduknya dan buru-buru mendekati Amber. “Sori, Amb. Gue sama sekali nggak bermaksud...”

“Nggak bermaksud bohongin gue? Begitu?” bentak Amber. “Gue benar-benar nggak nyangka lo bisa sejahat ini, Ti. Selama ini gue percaya sama alasan-alasan yang lo ucapkan. Tapi setelah melihat ini semua, gue nggak akan pernah percaya sama elo lagi! Nggak akan pernah!”

“amb, jangan emosi dulu... Biar gue jelasin.” Sehun yang berusaha berdiri menenangkan Amber. Bibirnya yang kering dan wajahnya yang pucat terlihat jelas. Tapi sayang, saat ini Amber benar-benar kecewa, marah, dan sakit hati, sehingga dia nggak peduli kalau lawan bicaranya itu masih sakit.

“Lo sama brengseknya, Hun! Kata-kata lo di jembatan itu semuanya cuma omong kosong! Lo sama aja kayak laki-laki brengsek lainnya! Lo benar-benar busuk! Gue benci sama elo!” maki Amber kesal.

“amber... ini nggak seperti yang elo sangka. Gue sama Tia nggak ada hubungan apa-apa...,” Sehun berusaha membela diri.

“Lo pikir gue percaya? Lo benar-benar brengsek, Hun! Lo berdua pembohong...penipu!”

“Lo kenapa sih, amb? Apa salah gue? Apa urusan lo sama hubungan gue dan Sehun? Bukannya lo sendiri pernah bilang kalo lo nggak suka sama Sehun? Jadi kalaupun gue 

mau pedekate sama Sehun, ini hak gue dan lo nggak berhak marah-marah atau ngelarang gue dong!” Tia balik membentak Amber.

“Lo bohong dan lo masih nanya apa kesalahan lo?”

“Gue memang selalu ngarang alasan bohong sama kalian, dan gue punya alasan untuk itu. Lagian, apa peduli kalian! Kalian cuma ngurusin masalah dan perasaan kalian. Apa kalian ada yang peduli sama gue? Belakangan ini, setiap kalian ngobrol, yang diomongin cuma tentang amber dan sehun. Amber dan Sehun. Kalian nggak pernah sekali pun nanyain tentang gue, gimana keadaan di rumah gue, gimana perasaan gue. Kalian nggak pernah peduli sama gue lagi. Kalau sekarang gue dekat sama Sehun, apa gue salah? Apa mentang-mentang Sehun suka sama elo jadi gue nggak berhak dekat sama Sehun?!” seru Tia.

“Kalo lo nggak cerita, mana ada yang bisa ngerti perasaan lo!” balas Amber.

“Lo memang egois, Amb! Lo selalu mau menang sendiri! Lo pikir semua orang bisa

nerima sifat lo itu. Lo salah! Semua orang cuma kasihan sama masa lalu lo! Bagi mereka, lo tuh cuma cewek penakut yang sok jago!”

“Cukup!” bentak Sehun tiba-tiba.

Tia terdiam. Amber tak bicara.

“Ti, sekali lagi lo bicara macam-macam tentang amber, gue nggak akan maafin lo,” ancam sehun.

Tia terpana. Dia sama sekali nggak nyangka Sehun bakal bersikap seketus itu padanya.

“Jadi itu pandangan lo tentang gue selama ini, Ti?” Amber berkata pelan. “Oke! Semua cukup sampai di sini. Mulai hari ini anggap aja kita nggak pernah saling mengenal atau bersahabat.”

Amber lalu berbalik dan berlari meninggalkan taman itu. Sehun berusaha mengejar, tapi baru setengah jalan, mendadak penglihatannya berkunang-kunang. Sehun berpegangan erat pada pintu kaca yang ada di sampingnya untuk menahan tubuhnya. Tia yang melihatnya buru-buru menangkap tubuh Sehun dan membantunya berjalan menuju kursi. Dia nggak bisa menyembunyikan rasa cemas 

di wajahnya.

Tia menatap wajah Sehun yang pucat, dan tanpa dia sadari tangannya bergerak membelai rambut Sehun dengan penuh kasih sayang.

 

BAB DELAPAN

DUA minggu telah berlalu. Sampai hari ini Amber selalu menghindar dari Tia dan sehun. Krystal dan Luna yang nggak mengerti apa yang telah terjadi hanya berusaha 

menempatkan diri sebagai sahabat yang baik buat Amber maupun Tia yang enggan bertegur sapa.

“amb, besok mau ikut belajar bersama di rumah gue nggak?” tanya Luna.

Amber, Krystal, dan Luna duduk di kelas, menghabiskan sisa jam istirahat mereka.

“Tia ikut?” tanya Amber to the point.

“Mmm... dia sih udah bilang oke,” jawab Luna jujur. Luna nggak mau bohong lagi sama amber. Waktu itu dia dan krystal udah pernah bohong dan berusaha mempertemukan Amber dengan Tia. Mereka berharap dengan begitu masalah di antara amber dan Tia bisa selesai, tapi nyatanya keduanya malah marah besar dan pergi begitu aja tanpa bicara.

“Kalau ada Tia, gue nggak ikutan,” kata amber. “Gue udah bilang sama kalian, gue nggak mau bicara lagi sama dia.”

"Amb, lo kenapa sih?” tanya Krystal kesal. “Kalian berdua kayak anak kecil, tau! Kalau memang ada masalah, ya dibicarain dong, jangan bersikap seperti ini!”

“Gue nggak ada masalah, tapi dia yang bermasalah,” jawab Amber.

“Iya, tapi apa masalahnya?” tanya Krystal lagi. “Kita udah temenan selama tiga tahun. Sebentar lagi kita bakal lulus kuliah dan pisah. Apa lo mau kita terus-terusan seperti ini? Apa persahabatan kita berempat sama sekali nggak ada artinya buat elo?”

“Lo jangan bicara seperti ini ke gue, tapi ke Tia,” sahut Amber. “Lo tanyain ke Tia, apa selama tiga tahun ini dia berteman dengan gue karena kasihan dengan masa lalu gue.”

“Siapa yang bilang gitu?” tanya Luna. “Lo pasti salah dengar. Ini pasti cuma salah paham.”

Amber tertawa. “Kalian juga nggak percaya, kan?”

“amb, apa masalah lo dengan Tia ada hubungannya dengan Sehun?” tanya Krystal.

“Jangan sebut-sebut nama bajingan itu di depan gue!” bentak Amber.

Krystal dan Luna terdiam.

“Sori, Krys. Gue nggak bermaksud ngebentak elo,” kata Amber, nyesel karena nggak bisa menahan emosinya. “Gue ke WC dulu ya.”

Amber bangkit dari duduknya dan keluar kelas menyusuri koridor menuju WC.

Saat amber berjalan sendirian, ada yang memanggilnya dari arah belakang.

“amber!”

Amber menoleh, tapi begitu melihat sosok orang yang memanggilnya, dia langsung buang muka dan kembali berjalan.

“amber, tunggu!” Sehun menahan tangan Amber.

“Lepasin, brengsek!” seru Amber. “Gue nggak kenal sama lo, jadi jangan panggil-panggil nama gue seenak jidat lo!”

"Amb, kasih gue kesempatan untuk ngejelasin semuanya,” mohon Sehun. “Gue sama Tia nggak ada hubungan apa-apa. Dia memang baik sama gue. Belakangan ini dia sering ke rumah gue, nelepon gue, ngobrol sama gue, nanyain tentang masa kecil gue, tapi cuma sebatas itu, nggak pernah lebih. Gue nggak punya perasaan khusus sama dia.”

“Lo pikir gue percaya sama elo?” tanya Amber ketus. “Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri, gimana mesranya elo sama dia, dan lo bilang elo nggak ada hubungan apa-apa sama dia? Lo pikir gue percaya sama kata-kata lo itu?”

Amber membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Sehun.

“amber!” panggil sehun.“Lo cemburu, ya?”

Amber berhenti dan membalikkan badannya, menatap Sehun yang tersenyum di hadapannya. “Dasar cowok nggak punya malu. Cemburu gara-gara elo cuma buang-buang tenaga. Pikir pakai otak, apa kelebihan lo yang bisa bikin gue cemburu gara-gara elo?”

“Jangan menipu diri sendiri, amb,” kata Sehun sambil tetap tersenyum. “Akui aja kalau elo memang udah jatuh cinta sama gue dan elo cemburu karena gue dekat 

sama Tia. Iya, kan?”

Amber tertawa mengejek. “Lebih baik gue jatuh cinta sama monyet daripada sama elo!”

Amber membalikkan badannya dan berjalan cepat tanpa memedulikan Sehun yang memanggil namanya berulang kali.

 

@(^-^)@

 

Satu hari lagi telah berlalu.

Amber melempar selimut yang menutup tubuhnya. Disambarnya handuk yang tergantung di belakang pintu kamar, lalu bergegas menuju kamar mandi buat siap-siap ke kampus.

Selesai mandi, amber membawa ranselnya menuju ruang makan. Mama sudah menunggu dengan segelas kopi panas.

“Pagi, Ma,” sapa Amber.

“Pagi, Sayang,” sahut Mama. “Gimana tidur kamu semalam?”

“Mimpi buruk,” jawab Amber. “Aku mimpi ketemu monster serem. Dia ngejar-ngejar aku sambil bawa bunga. Aku kabur sampai-sampai aku kecebur got, tapi makhluk itu sama sekali nggak mau berhenti ngejar aku.”

Mama tertawa. “Untung monsternya bawa bunga, itu tandanya monsternya baik hati.”

“Ih, Mama... Mau bawa bunga kek, mau bawa cokelat kek, yang namanya monster ya tetap aja nakutin.”

“Monsternya cowok atau cewek?”

“Mana aku tau...,” jawab Amber. “Memangnya aku sempat wawancara sama tu monster? Mama nih ada-ada aja.”

Mama kembali tertawa. Amber mengambil setangkup roti tawar yang sudah diolesi selai kacang oleh Mama dan melahapnya.

“amb, nanti malam papamu mau makan malam bersama di sini. Boleh, kan?” tanya Mama.

“Terserah.”

“Kok terserah sih, amb?” tanya Mama. “Papamu udah kangen sama kamu. Sejak makan malam waktu itu, kamu nggak pernah bicara lagi sama dia. Setiap dia datang, kamu ngumpet di dalam kamar. Kasihan kan dia.”

“Aku tuh lagi banyak tugas dan ujian, Ma. Dua bulan lagi kan aku udah mau ujian skripsi dan sidang.”

“Mama ngerti. Tapi paling tidak, kamu kan bisa menyempatkan diri untuk sekadar menyapa papamu sebentar.”

“Ma, jujur sama aku,” kata amber menghentikan kegiatan makannya, “apa Mama nggak takut kalau ternyata dia nggak sebaik yang Mama kira? Apa Mama nggak takut kalau suatu hari nanti dia ninggalin kita lagi? Apa Mama nggak takut kalau nanti dia selingkuh kayak Oom Joe?”

Mama diam. Sesaat kemudian ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia berkata, “Kadang-kadang rasa takut itu muncul, amb. Mama tidak ingin kecewa dan sakit hati lagi. Tapi Mama belajar percaya dan pasrah. Kegagalan bukan berarti kita berhenti untuk berusaha, kan?”

“Kenapa Mama mau memaafkan dia?”

“Entahlah, Mama juga tidak tau. Mungkin karena dia ayah kandungmu.”

“Lalu kapan Mama mau menikah dengannya?”

Mama tertawa. “Sudahlah, jangan bicarakan itu lagi. Habiskan sarapanmu, lalu cepat berangkat kampus.”

Amber menurut. Dia menghabiskan rotinya lalu meneguk susu cokelat di hadapannya tanpa sisa.

“Ya udah. Aku berangkat dulu ya, Ma,” pamit Amber sambil menyambar tas ransel di sebelahnya lalu bangkit dan bergegas keluar.

Mama ikut berdiri dan mengantar putri semata wayangnya itu ke depan.

“Jangan pulang terlalu sore, ya!” pesan Mama sambil membukakan pintu buat Amber.

“Iya, aku tau,” jawab amber lalu segera keluar dari rumah. Namun sesaat kemudian langkahnya terhenti. Pemandangan di depannya membuat mulutnya terbuka lebar karena terkejut.

Mama amber yang heran melihat tingkah putrinya segera mendekati Amber sambil bertanya, “Ada apa sih?”

Tapi pertanyaan mama nggak perlu Amber jawab. Pemandangan yang terhampar di hadapannya merupakan jawaban yang membuat Mama terpesona.

Di depan pagar rumah mereka, terpajang buket bunga berukuran besar, berisi beraneka mawar, dan spanduk bertulisan: ”AMBER, I‟M SORRY!”

“Siapa yang melakukan ini semua?” tanya Mama heran sekaligus takjub. “Ini benar-benar luar biasa.”

Amber nggak menjawab. Matanya menatap spanduk yang terikat di pagar rumahnya. Kata-kata di spanduk itu membuat dia tahu siapa pelakunya. Tapi Amber memilih bungkam. Dia berjalan ke arah pagar dan berhenti tepat di depan spanduk. 

Dalam sekali tarikan, keras, Amber mencopot spanduk yang ternyata nggak terikat kuat di pagar. Lalu Amber menggulung dan menjejalkannya ke dalam tas ranselnya.

“Ma, tolong buang bunga-bunga ini ke tong sampah,” pinta Amber. “Kalau perlu dibakar aja. Aku nggak mau saat aku pulang nanti bunga-bunga ini masih ada di halaman.”

“Tapi, Amb...”

“Tolong, Ma,” mohon Amber.

Mama akhirnya mengangguk pasrah. “Iya, nanti Mama rapikan sebelum berangkat kerja.”

“Makasih, Ma. Aku berangkat dulu ya,” pamit amber.

Amber membuka pintu pagar dan bergegas ke kampus. Ada seseorang yang harus dia temui sekarang juga.

 

@(^-^)@

 

Amber melangkah dengan cepat menyusuri koridor sekolah menuju kelas Sehun. 

Ranselnya masih nangkring dengan manis di punggungnya, tapi gulungan spanduk udah pindah ke dalam genggaman tangannya.

Mata Amber mencari sosok Sehun di dalam kelas yang udah lumayan ramai pagi itu. 

Begitu matanya menemukan Sehun yang lagi duduk di meja bersama beberapa temannya, Amber langsung memanggilnya.

“SEHUN!”

Cowok itu terkejut mendengar teriakan itu. Dia menoleh ke asal suara dan mendapati Amber sedang berdiri di depan pintu kelasnya. Sehun tersenyum lalu berdiri dan berjalan mendekati Amber.

“Ada apa, amb, pagi-pagi udah cari gue?” tanya sehun manis.

“Nggak usah sok innocent deh!” bentak Amber tanpa memedulikan tatapan anak-anak tingkat satu yang mengarah padanya. “Apa maksud lo dengan semua ini?” Amber menunjukkan gulungan spanduk di tangannya, tepat di depan hidung Sehun.

“Ini...,” Sehun mengambil gulungan spanduk dari tangan Amber sambil tersenyum, 

“adalah wujud permintaan maaf gue ke elo.”

“Lo pikir gue cewek gampangan yang langsung klepek-klepek kalau dikasih bunga?”

“amber, kenapa sih elo selalu menganggap negatif semua hal yang gue lakukan buat elo?” tanya Sehun pelan. “Gue melakukan semua itu dengan tulus, sama sekali nggak ada maksud apa-apa. Gue cuma mau minta maaf sama elo.”

“Trus, lo pikir dengan begitu gue bakal maafin elo?”

“Paling nggak, gue udah usaha, kan?”

“Lo salah!” bentak Amber. “Gue bukan cewek gampangan yang seneng dirayu sama bunga. Lo mau kasih gue seratus mawar kek, gue nggak akan peduli. Asal lo tau, hun, gue paling benci cowok gombal kayak elo!”

Amber membalikkan badannya dan segera berlalu dari kelas Sehun.

“Tunggu, Amb!” tahan Sehun. “Gue cuma mau minta maaf sama elo, dan bukan membuat elo semakin membenci gue.”

Amber menatap kedua bola mata Sehun dengan tajam dan tanpa suara. Sorot matanya seakan ingin menusuk lawan bicaranya. Sehun perlahan melepaskan tangannya dari 

lengan Amber.

“amb, please, maafin gue,” Sehun memohon dengan wajah memelas. Jujur, dia benar-benar tertekan menghadapi gadis keras kepala ini. Dia nggak tahu bagaimana lagi caranya meluluhkan hati Amber. Dia tersiksa menghadapi sikap ketus Amber. Dia nggak mau gadis ini sampai benar-benar membencinya. Dia takut kehilangan Amber.

Tapi Amber tetap cuek. Dia nggak peduli dengan usaha-usaha Sehun untuk meluluhkan hatinya. Dia nggak peduli dengan permohonan maaf sehun. Dia juga nggak peduli dengan wajah memelas di depannya itu. Amber telanjur sakit hati, dan dia nggak mau itu terulang untuk kedua kailnya. Baginya, membuka hatinya untuk Sehun adalah sebuah kesalahan.

 

@(^-^)@

 

Malam itu Amber duduk di ruang tamu sambil membaca catatan untuk ujian besok. Mama sedang sibuk di dapur membersihkan piring-piring bekas makan malam. Sebenarnya Amber mau ikut bantuin sih, tapi batal gara-gara Oom Frans udah duluan turun tangan membantu Mama membereskan meja makan. Amber malas kalau harus nimbrung di tengah-tengah mereka. Meskipun Oom Frans ayah kandungnya, Amber tetap belum bisa menerima kehadiran laki-laki itu. Amber masih merasa asing dan belum sepenuhnya memaafkan dia.

Amber pengin segera masuk kamar setelah makan malam tadi dan menghindar dari laki-laki itu. Tapi Amber ingat percakapannya tadi pagi dengan Mama: Amber nggak mau 

mengecewakan Mama. Jadi dia terpaksa duduk manis di ruang tamu, meskipun nggak ngobrol dengan Oom Frans seperti permintaan Mama. Paling tidak, dia nggak mengunci diri di kamarnya.

Amber membalik halaman buku catatannya dan mulai mempelajari materi buat ulangan besok. Mulutnya komat kamit menghafalkan rumus dan bola matanya berputar-putar. Dia nggak sadar Oom Frans sudah berdiri di dekatnya.

“Besok ada ulangan ya, Amber?” suara Oom Frans mengagetkan Amber.

“Iya,” jawab Amber sekadarnya.

Oom Frans duduk di dekat Amber sambil tersenyum. Amber menatap laki-laki itu kesal. Pede banget dia, duduk dekat-dekat tanpa permisi dulu, rutuk Amber dalam hati.

“Katanya tadi pagi ada kiriman bunga ya di halaman?” tanya Oom Frans.

“Itu bukan urusan Oom,” jawab amber keki. Sejak kapan laki-laki ini mulai berani ikut campur dalam masalahnya?

“Pasti cowok yang mengirim mawar itu sangat menyukai kamu...” Oom Frans seakan nggak peduli dengan kekesalan yang tersirat di wajah Amber.

“Udah aku bilang, ini bukan urusan Oom!”

“Kamu memang cantik seperti mamamu, wajar saja kalau banyak cowok yang jatuh hati padamu.”

“Laki-laki semua sama aja,” sindir Amber. “Cuma manis di mulut, tapi hatinya lebih busuk daripada sampah.”

“Tidak semua laki-laki seburuk yang kamu pikirkan, Amb.”

“Tapi semua laki-laki yang hadir dalam hidupku malah membuat dugaanku semakin tepat.”

Oom Frans menghela napas, lalu berkata lebmut, “Apa yang Oom lakukan dulu memang tidak layak untuk mendapatkan maaf. Oom telah membuat hidupmu menderita, dan Oom pula yang telah membuatmu selalu berpikir negatif tentang 

laki-laki.”

Amber cuma diam. Kali ini dia nggak bereaksi dengan ucapan Oom Frans.

“Kalau dulu Oom berpamitan dengan mamamu sebelum berangkat ke China dan mengatakan kesediaan Oom untuk bertanggung jawab, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Kita pasti akan menjadi keluarga yang harmonis dan 

bahagia. Dan mungkin kamu tidak akan bersikap dingin pada laki-laki,” lanjut Oom Frans. “Tapi apalah guna sebuah penyesalan. Yang sudah terjadi tak mungkin dapat diulang kembali. Saat ini Oom hanya berusaha memperbaiki semua kesalahan Oom dulu dan memperjuangkan kebahagiaan yang sangat Oom inginkan saat ini, yaitu membahagiakan kamu dan mamamu.”

“Membahagiakan aku dan Mama?”

“Benar, itulah tujuan hidup Oom saat ini,” jawab Oom Frans. “amber, saat kamu mencintai seseorang dengan tulus, maka bagimu yang terpenting adalah melihat orang yang kamu cintai itu bahagia. Dan itulah yang Oom rasakan saat ini.”

Amber menatap laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki yang sejak dulu begitu dibencinya. Entah kenapa untaian kata yang keluar dari mulut lelaki itu mengusik hatinya. Amber berusaha mencari kejujuran dan ketulusan di wajah Oom Frans. Apa kata-kata yang keluar dari mulutnya berasal dari hati? Dan Amber menemukan jawabannya. Oom Frans nggak akan menipu. Tatapannya yang lembut 

dan penuh kasih membuat hati Amber terasa hangat dan nyaman.

“Boleh aku bertanya satu hal?” tanya Amber pelan.

Oom Frans mengangguk sambil tersenyum.

“Jika seseorang yang Oom percaya dan cintai mengkhianati Oom, apa yang akan Oom lakukan?”

“Tentu saja Oom akan marah,” jawab Oom Frans. “Tapi dalam cinta selalu ada maaf yang tiada batasnya. Dan itu pula yang akan Oom lakukan.”

“Seperti Mama memaafkan Oom?”

“Mungkin seperti itu.”

Amber teringat percakapannya dengan Mama tadi pagi tentang alasan Mama memaafkan Oom Frans. Sekarang bia baru mengerti alasan itu. Alasan yang sederhana tapi memiliki kekuatan yang begitu dahsyat sehingga Mama dengan mudah melupakan sakit hatinya dan menerima laki-laki ini kembali. Alasan itu adalah cinta.

Amber bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Oom Frans tanpa sepatah kata pun. Oom Frans hanya diam. Dia menatap punggung amber sambil tersenyum. Dia sadar, kesalahannya terlalu besar dan nggak mudah untuk membuat Amber mau memaafkannya. Dia telah menelantarkan anaknya selama bertahun-tahun. 

Terlalu muluk rasanya jika dia mengharapkan Amber dengan tersenyum lebar langsung menerimanya kembali. Meskipun sesungguhnya hatinya nggak dapat menahan rasa rindu untuk dapat memeluk anak yang terus dicarinya selama ini.

Tiba-tiba Amber menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Oom Frans. 

Matanya beradu dengan tatapan hangat lelaki itu.

Lalu Amber berkata, “Jangan pulang malam-malam. Bahaya, Oom...”

Suara Amber yang lembut membuat Oom Frans terbelalak kaget. Dia mengangguk pelan sebagai jawaban.

Amber masih berdiri di tempatnya sambil menatap Oom Frans, lalu kembali berkata, “Aku mau tidur dulu karena besok ada ujian...”

Lagi-lagi Oom Frans hanya mengangguk.

Amber membalikkan badannya dan kembali berjalan. Tapi baru beberapa langkah, dia kembali berhenti dan berbalik menatap ayahnya lagi.

“Aku memang sangat membenci Oom,” katanya pelan. Lalu dia menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan, “Tapi aku juga sangat merindukan Papa...”

Oom Frans terdiam. Jantungnya berdetak kencang dan darahnya seakan bergolak. Perasaan bahagia perlahan meluap dalam dirinya. Senyum tersungging di bibirnya dan air mata menggenangi pelupuk matanya. Lelaki itu tak bisa menahan haru yang membungkus hatinya. Lidahnya terasa kelu dan tubuhnya terasa kaku. Saat ini ia terlalu bahagia.

Sama seperti amber. Rasa lega memasuki kalbunya. Kehangatan dan kebahagiaan menyelimuti dirinya. Dia sama sekali nggak menyangka, lidahnya mampu 

memanggil laki-laki itu “Papa”. Dan panggilan itu telah menyembuhkan begitu banyak koreng yang membuat cacat hatinya. Amber nggak bisa memungkiri, jauh di lubuk hatinya dia merindukan laki-laki itu. Laki-laki yang mulai detik ini dan selamanya akan dipanggilnya Papa.

 

@(^-^)@

 

“amber...” Suara Mama terdengar dari balik pintu kamar Amber. “Kamu sudah tidur, Sayang?”

Amber menutup catatan matematikanya dan berjalan membukakan pintu.

“Ada apa, Ma?” tanyanya begitu pintu kamarnya terbuka. “Aku masih belajar buat ulangan besok.”

Mama tersenyum. “Papamu sudah pulang.”

“Aku tau,” sahut Amber. “Aku dengar suara mobilnya.

“Papamu nggak mau mengganggu kamu,” kata Mama. “Dia takut kamu sudah tidur.”

Amber menganggukan kepala.

Mama diam. Amber juga diam.

“amb...” Mama buka suara. “Makasih, ya.”

“Makasih buat apa, Ma?”

“Makasih karena kamu sudah memaafkan papamu.”

Amber diam. Dia menyandarkan tubuhnya di pintu kamar.

“Ma, apa sekarang Mama bahagia?” tanya Amber kemudian.

“Mama bahagia,” jawab Mama mantap. “Mama bahagia karena Mama memiliki putri seperti kamu.”

“Aku juga bahagia, Ma,” sahut Amber. “Mama nggak perlu bilang makasih sama aku karena memang sudah wajib hukumnya seorang anak mengakui ayahnya.”

Mama tersenyum lalu merengkuh tubuh Amber ke dalam pelukannya. “Mama sayang kamu, Amb, dan Mama bangga padamu.”

Amber membalas pelukan Mama. “Ma, di pesta pernikahan Mama dan Papa nanti, aku jadi pengiring pengantin wanitanya, ya?”

Mama tertawa. “Iya, Sayang.”

Amber ikut tertawa. Rasanya belum pernah ia merasa begitu bahagia seperti hari ini. Begitu hebatkah kekuatan cinta dan maaf?

Dering telepon membuat pelukan ibu dan anak itu terlepas.

“Mama angkat telepon dulu, ya.”

Amber mengangguk lalu menutup pintu kamarnya begitu Mama pergi. Ia menghela napas panjang lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Matanya menatap langit-langit kamar. Rasanya nggak percaya, dia dan Mama bisa tertawa seperti tadi. 

Hatinya kini terasa seringan kapas.

“amber!” suara Mama memanggil Amber.

Amber terlonjak kaget dan langsung bangkit dari tidurnya.

“Telepon, Amb! Dari Krystal” ujar Mama. “Katanya penting!”

“Iya, Ma!” sahut Amber lalu bergegas keluar dari kamar.

Mama menyerahkan gagang telepon kepada amber lalu menghilang ke kamarnya.

“Halo,” sapa Amber.

“Sori, Amb. gue ganggu malam-malam gini.”

“Nggak apa-apa, krys,” kata Amber. “Gue juga belum tidur kok.”

“Gue cuma mau menyampaikan kabar buruk.”

“Kabar buruk?” tanya Amber heran. “Kabar buruk apa?”

“Bokapnya Tia meninggal.”

“MENINGGAL?!” pekik Amber.

“Iya, baru aja.”

“Kenapa?”

“Gue juga nggak tau,” jawab Krystal. “Terakhir kali gue jenguk bokapnya di rumah sakit, bokapnya masih bisa ngomong. Mungkin memang penyakitnya udah 

benar-benar parah.”

“Bokapnya Tia masuk rumah sakit, kok lo nggak kasih tau gue?”

“Bukannya lo lagi musuhan sama Tia?” Krystal malah balik bertanya dengan nada sinis. “Bukannya lo nggak mau denger gue dan Luna nyebut nama Tia?”

Amber terdiam. Krystal benar. Selama ini dia yang melarang Krystal dan Luna membicarakan Tia. Dia yang marah-marah waktu Krystal dan Luna mempertemukannya dengan Tia. Dia yang menutup telinganya rapat-rapat setiap kali Krystal dan Luna menyebut nama Tia. Jadi wajar saja kalau kedua 

temannya ini tidak memberitahunya kabar tentang papanya Tia.

“krys, boleh gue tau bokapnya Tia disemayamkan di mana?”

“Sekarang masih di rumah sakit,” jawab Krystal. “Besok baru dipindah ke rumah duka. Gue belum tau bakal dimakamkan di mana.”

Penyesalan masih merasuki hati amber. Dia nggak tahu harus berkata apa. Sampai telepon ditutup, amber nggak banyak bicara. Perasaannya saat ini benar-benar kacau.

Amber berjalan gontai menuju kamar Mama, lalu mengetuk pintunya pelan.

Pintu terbuka dan wajah Mama muncul dari baliknya.

“Ada apa, Amb?” tya Mama.

“Aku boleh ke rumah sakit, Ma? Sekarang.”

“Ke rumah sakit?” Mama bertanya heran. “Ada apa?”

“Papanya Tia meninggal.”

“Meninggal?”

Amber mengangguk. “Boleh ya, Ma?”

“Apa nggak bisa ditunda besok saja, Amb. Ini sudah malam.”

“Nggak bisa, Ma. Perasaanku nggak tenang.”

Mama menatap Amber dalam-dalam. Ia ragu memberikan izin untuk Amber. Ini sudah malam, berbahaya bagi anak perempuan pergi sendirian

“Please, Ma,” mohon Amber. “Aku nggak akan lama. Aku cuma mau ketemu dan bicara sama Tia sebentar saja.”

Mama menghela napas. “Baiklah, tapi biar papamu yang mengantar kamu.”

“Jangan, Ma,” tolak Amber segera. “Kasihan Papa. Dia baru aja pulang, masa harus balik lagi ke sini dan mengantar aku ke rumah sakit. Papa pasti capek.”

“Papamu pasti bersedia,” tegas Mama, “karena ini untuk putrinya.”

Amber nggak membantah lagi. Mama langsung berjalan menuju meja telepon dan menghubungi nomor handphone Papa.

 

 

 

Hampir selesai ini FFnya. Aku mau re-write novel lagi ada yang mau baca ga yaaaa?!!!!!!! Sekalian tentuin siapa cast cowok2nya.. kecupsmuah

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sapsaptl
#1
Chapter 16: HAHAHAHAHAHA gua udah baca ini berulang kali. Dari yg asli sampe yg re-write. Dulu awal baca itu diganti versi Cakka-Oik idola cilik, terus baca yg asli, terus baca yg ini. HAHAHAHA.
Meskipun gua udah tau endingnya gimana, gua tetep ngotot baca hahaha. Gua ingetnya ceweknya namanya Bia. Kalo yg cowok lupa gua. Udah lama bgt xD
Gua gatau mau komen apalagi, soalnya udah berkali-kali baca. Tapi gua salut sama authornya. Karena mau re-write novel ini. Gua ada rekomendasi novel sih, karakternya cocok sama Amber. Dan authornya juga ga bakal kecewa kalo baca. Hahaha. Kalo mau bisa DM gua aja. Ntar juga gua kasih tau rencananya hehe. Kalo mau sih, kalo nggak juga gapapa hahaha.
Dan mau dikomen apalagi? Ceritanya...gua bener-bener hampir apal. Tapi...tetep bikin senyum senyum sih bacanya versi hunber. Makasih ya♡♡♡
sapsaptl
#2
Chapter 1: yaampun ini novel dari jaman gua smp. dan ternyata ada yg repost versi amber. gua baca dulu yak, baru nemu. ntar gua komen jd satu aja gapapa kan? ♡♡♡ suka bgt sama nih novel. dulu bacanya barengan sama novel fairish hahaha. gua dikit2 inget lah ya wkwk
Channoides
#3
Chapter 16: hoalaah dh end, bartau. maaf lupa ngesubsc. soalnya kn biasanya baca yg subsc only, kirain udah taunya blm. :Vv
ngakakss lh sama endingnya. Luna yah emang. mau mati masal yg ngejenguk org fluburung ckckck..
dan akhirnya hunber cieeeeeeh.. gw ikut seneng hun. yey!!
tengkyuu dh buat ff ini :3
krisber22 #4
Chapter 16: Hahaha kok agak maksa nih ending.a
Berasa ada yang kurang gituhh..
Tapi apa yahhh..
Hehehe..

Siip thor maaf kalo selama koment ada kata" yg kurang menyenangkan..
Ditunggu new ff.a kalo bisa bahasa.a dibenerin lagi ia dibuat baku juga gx pp
kalo mau sih kalo gx juga gxpp..
ajol_fxonee
#5
Chapter 16: Wkwkwkwkwkw... Flu burung emang terlalu ganjil...
Hadeeeeehhh luna luna... Ini semua thanks to luna
Btw, makasih udah nyelesaiin cerita ni and gak bikin gantung... Tapi pas endingnya kok ada nama egi sih... Apa itu seharusnya sehun yah... Heheheeh #typo
Sjt0057 #6
Cringey af
ajol_fxonee
#7
Chapter 15: Flu burung????
Nih si sehun... Sakit mulu...
Sakit hati iyah....
Amber jga gengsinya tingkat dewa....
Hahahahaha... Ngaku aja knapa sih... Klo suka bilang suka..kaleeeee
krisber22 #8
Chapter 15: Yeahh kok mau end sihh padahal seru lhi ff.a
Tapi gx papa selama ada yg baru mah okelahh..

New ff amber x jin bts boleh gx thor
.
Hehehe
ajol_fxonee
#9
Chapter 14: Waduuuhhh... Disini sebenarnya amber yg jadi sumber konfliknya... Dia terlalu keras dan selalu mengutamakan pikiran tanpa perasaan... Takut terluka tapi justru malah membuat org lain terluka dan dirinya sendiri merasakan penyesalan...
Emang sosok sehun yg paling cocok menjadi pendampingnya karna walaupun lebih muda darinya tapi lebih dewasa dalam pemikiran.. Dan tentunya lebih bijak, tipe pria idaman dan bisalah jadi pemimpin dalam keluarga ecieciecie..... Amber udah jelas banget cemburu tapi gak mau ngaku... Ahahahaha...
Channoides
#10
Chapter 14: baru nemu ini, baru baca, baru selese :V
rada ooc sih ya, Ambernya galak haha.. tp gaapa. terus rada ngebingunain sama statusnya Amber. dia disini anak kuliahan kn, tp untuk konflik yg kaya gini enaknya klo Amber itu anak SMA aja. soalnya terkesan bgt konflik usia remaja, kalo kuliah, apa lg semester akhir itu lebih berat. semacam cinlok di parkiran gara" kerja sama ngempesin ban dosen pembimbing wkkkk~ eh salah. pokoknya kalo anak kuliahan semester akhir biasanya otaknya agak dewasaanlh, mereka cenderung dewasa buat maafin org, kalopun marah gak ampe langsung meledak" apalagi sama hal kecil doang. tp ini hanya pendapat. mungkin gw terlalu baper baca ffnya sampai terllu mentingin hal" di dunia nyata :V kalo di sastra apa si yg ga mingkin *eaaaa
oke sip. thanks ficnya. btw ceritanya mengharukan sekali. apa lagi yg akhir" ini. itu tag ada chanyeol tp dia munculnya di chap 1 doang? gaada konflik sama Amber apa nih *ngarep. wkwkwk