BAB 1
pacarku juniorkumakasih buat temen-temen yang udah ngasih saran cast cowok. Setelah aku baca-bqca lagi aku udah nentuin cast ya.
Makasih ya yang udah nyempetin baca dan subscribe. Maaf ya kalo bacanya agak kesusahan soalnya aku edit pake HP. gomawoooo... Kecupsmuah
BAB SATU
Chanyeol berdiri di samping amber sambil menyisir rambutnya yang berdiri kayak duri landak dengan jari-jarinya.
“Am, pokoknya kalo anak-anak baru itu udah pada datang, lo mesti ngeluarin
seluruh kemampuan lo buat bikin mereka takut,” ujarnya bak perwira yang sedang
memerintah anak buahnya.
“Iya, gue tahu,” respons Amber singkat. Cewek bertubuh mungil itu berdiri tegak
sambil celingak-celinguk memerhatikan gerbang sekolah.
Udara pagi itu masih terasa agak lembap. Jalanan masih basah bekas diguyur
hujan subuh tadi. Tapi beberapa anak yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Universitas SeoulCity udah pada kumpul di sekolah sejak jam 06.00 dengan semangat ‟45. Nggak ada seorang pun yang pasang tampang lemas. Apalagi Amber Josephine Liu, yang lebih beken dengan panggilan “Amber". Cewek mungil berambut pendek yang udah hampir setahun ini memegang jabatan presiden HIMA (Himpunan Mahasiswa). Dia udah tiba di sekolah sejak jam 05.30, waktu hujan masih dengan riangnya menyiram tanah seoul dan gerbang kampus belum dibuka oleh Mr Hoo, si penjaga kampus.
Hari ini adalah hari pertama masa orientasi buat mahasiswa baru yang untuk pertama kali mengenakan baju bebas setelah lulus SMA. Masa orientasi ini sebenarnya diciptakan untuk mengakrabkan para dosen dengan mahasiswa baru, kakakkakak kelas dengan junior-juniornya, juga sarana untuk memperkenalkan mahasiswa baru pada lingkungan kampus dan program-program kampus. Tapi bagi beberapa anggota HIMA, terkadang masa orientasi disalahgunakan. Di balik tujuan baik penyelenggaraan masa orientasi ini sering kali ada maksud terselubung, yaitu balas dendam.
Sudah menjadi tradisi turun-temurun bahwa selama masa orientasi yang diadakan tiga hari ini, para anggota HIMA punya wewenang untuk “mengatur” adik-adik tingkat mereka yang baru. Katanya sih biar para mahasiswa baru itu punya mental kuat untuk menghadapi kerasnya dunia kerja kelak, juga biar mereka bisa menanggalkan sifat manja yang masih mereka bawa dari lingkungan SMP dan SMA. Tapi sebenarnya tetap saja balas dendam menjadi tujuan utama para senior ini. Apalagi buat yang sudah duduk di tingkat 3, kali ini kan merupakan masa orientasi terakhir buat mereka. Kapan lagi punya kesempatan bentak-bentak dan ngerjain orang tanpa perlu takut dibalas?
“Eh, Chan, anak-anak udah pada siap di posisi masing-masing?” tanya Amber. Chanyeol menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Lo tenang aja, semua udah stand by di tempat masing-masing.” Amber manggut-manggut. Kepalanya masih sibuk bergerak dan matanya terus memantau gerbang sekolah tanpa berkedip.
“Itu mangsa kita udah datang!” seru Amber senang. Bibirnya merekah memperlihatkan gigi kelinci yang nangkring di gusinya.
“Mana... mana...?” Chanyeol maju beberapa langkah sambil melihat ke arah gerbang sekolah. “Iya... benar. Mereka udah datang.”
“Siapa aja yang bertugas menjaga gerbang dan memeriksa kelengkapan atribut anak-anak baru itu?” tanya Amber.
“Mmm... Rome, Leon, Sharon, danik... sama satu lagi... si Victor" Amber tersenyum puas. Lima orang yang baru saja disebut Chanyeol adalah anak buah kesayangannya. Soalnya selain bertampang sangar, mereka juga tegas, bermulut pedas, dan pantang disogok. Amber yakin lima orang itu akan melaksanakan tugas mereka dengan sangat baik.
@(^-^)@
“Woi, jalannya lelet banget sih? Keturunan siput semua, ya?!” Danik meneriaki segerombolan anak yang berjalan kaki ke arah gerbang sekolah.
Penampilan anak-anak itu terlihat sangat unik. Mereka memakai topi yang terbuat dari batok kelapa yang dibelah menjadi dua dengan warna yang berbedabeda. Di atas batok kelapa itu ditempeli bulu-bulu ayam yang disusun berjajar sehingga membentuk kipas. Selain itu mereka juga mengenakan kalung dari jengkol dan pada kalung itu digantung karton putih yang bertuliskan nama julukan mereka.
Buat siswa perempuan, rambut mereka dikucir kecil-kecil dan diikat pita berwarna senada dengan topi mereka. Tas yang menggantung di punggung terbuat dari sarung bantal yang nggak tahu gimana caranya bisa disulap jadi ransel. Benar-benar pemandangan yang begitu menarik perhatian. Lucu banget!
“Woi, anak siput! Kalau dalam hitungan ketiga kalian belum juga sampai di hadapan saya, saya suruh kalian lompat kodok dari situ!” ancam Leon.
“Satu...!” Leon mulai menghitung.
Gerombolan anak-anak itu bergegas berlari menuju kakak-kakak tingkat mereka dengan wajah ketakutan.
“Tiga...! Cepat lompat kodok semuanya!” bentak Leon.
Para mahasiswa baru itu pada bengong. Perasaan tadi baru hitungan kesatu, kok sekarang udah tiga. Duanya dikemanain? Bukannya tetap berlari, mereka malah berhenti dan pasang tampang blo‟on.
“Kalian ngerti lompat kodok nggak sih? Cepat lompat kodok dari situ!” Rome ikut bentak-bentak.
Suara dan tampang Rome yang nyeremin bikin anak-anak baru itu langsung jongkok dan mulai melompat kayak kodok. Mereka meletakkan kedua tangan di
belakang kepala dan mulai melompat dengan kedua kaki.
“Semuanya lompat sambil ikutin nyanyian saya ya! Harus yang keras!” perintah Sharon yang berdiri di depan barisan anak-anak yang mulai melompat. Sharon memimpin barisan sambil bernyanyi, “Kodok ngorek kodok ngorek... ngorek di
pinggir kali. Teot tet blung teot tet blung... teot teot tet blung.”
Anak-anak yang melompat di belakangnya ikut bernyanyi mengikuti Sharon.
Warga yang tinggal di sekitar gedung kampus serentak keluar dari rumah masingmasing karena mendengar keramaian yang terasa sangat aneh. Para pengguna jalan
juga berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan itu. Sebagian besar dari mereka tersenyum dan berusaha mengulum tawa, tapi ada juga sekelompok ibu-ibu
yang mengumpat karena merasa kegiatan ini konyol dan nggak ada gunanya.
Namun apa mau dikata, ini kan tradisi turun-temurun. Lagi pula tradisi ini, walaupun kelihatannya agak kejam, nggak pernah sampai menimbulkan korban
jiwa kok. Malah biasanya membawa keuntungan tersendiri. Misalnya, pernah ada orangtua mahasiswa yang datang ke kampus untuk berterima kasih, karena anak mereka
yang pemalu dan pendiam, setelah digojlok lewat program orientasi selama tiga hari, anak itu malah bisa lebih terbuka dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru.
Dan efek positif yang lain, selesai masa orientasi, anak-anak baru bisa langsung akrab dengan kakak tingkat. Malah terkadang ada yang terlibat cinlok alias cinta lokasi.
Makanya sampai sekarang, di saat tradisi orientasi mulai dihapus di beberapa kampus, Universitas SeoulCity tetap mempertahankannya.
“Nyanyinya yang keras dong! Mana suaranya!” bentak Danik. “Yang udah sampai di hadapan kakak yang rambutnya jabrik itu langsung berdiri dan buat barisan.”
Rome, yang tahu bahwa dirinyalah yang dimaksud Danik, langsung mengambil posisi dan mengatur beberapa anak yang sudah sampai di hadapannya.
“Kalian yang baru datang, langsung lompat kodok dan ikutan nyanyi!” seru Rome kepada sekelompok anak yang baru saja tiba.
“Hei! Kamu ngapain lompat kayak gitu?” tegur Victor dengan mata melotot ke arah seorang cowok yang sedang asyik melompat dengan kedua tangan terjulur ke depan, bukan di belakang kepala.
“Saya, Kak?” tanya cowok itu dengan tampang heran.
“Iya, kamu!” Victor membaca karton nama yang menggantung di leher anak baru itu. “KATRO, ke sini kamu!” ujar Victor ketus.
“Lho, salah saya apa, Kak?” tanya cowok itu.
“Berdiri kamu, dan ikut saya!” perintah Victor.
Cowok itu menurut dan mengikuti Victor keluar dari kelompoknya.
“Kamu nggak tau cara lompat kodok, ya?” tanya Victor berusaha sabar begitu berhadapan dengan mahasiswa baru itu.
“Tau, Kak. Bahkan saya pernah melakukan observasi khusus pada kodok-kodok yang sering numpang nginep di kolam ikan rumah saya.”
“Saya nggak minta kamu melucu! Kamu mau sok jagoan, ya?” Victor mulai kehilangan kesabaran.
“Saya kan cuma melakukan observasi aja, Kak. Kok dibilang sok jagoan sih? Emang sih saya kurang kerjaan. Tapi saya sama sekali nggak ada maksud untuk sok jagoan kok. Nah, kebetulan tadi saya disuruh lompat kodok, ya saya terapkan aja hasil observasi saya itu. Soalnya, menurut hasil observasi saya, kodok tuh melompat dengan menggunakan keempat kakinya. Kedua kaki depannya bukan ditaruh di
belakang kepala kayak teman-teman saya. Mereka salah, kak. Yang benar ya kedua tangan kita juga harus digunakan untuk melompat supaya mirip kodok. Makanya saya melompat seperti itu. Kan disuruhnya lompat kodok,” cowok itu menjelaskan dengan tampang serius.
Victor menarik napas panjang. Dia agak bingung. Sebenarnya nih cowok memang bermaksud melawan atau memang agak tulalit. Soalnya kalau dilihat dari tampang innocent-nya, cowok ini tampaknya sama sekali nggak ada niat untuk memberontak. Victor berpikir sejenak, dan ia merasa ada baiknya kalau nih anak aneh langsung diserahkan aja ke Amber daripada dia salah mengambil keputusan.
“Kamu ikut saya!” perintah Victor.
“Ke mana, Kak? Saya jangan diapa-apain, ya. Nanti mama saya marah kalau saya melakukan hal yang berlawanan dengan agama. Lagi pula kalo boleh jujur, saya masih suka sama cewek, Kak,” kata cowok itu dengan tampang memelas.
Victor melotot memandang cowok aneh yang berdiri di hadapannya. “Lo pikir gue cowok apaan?”
“Iih, Kakak... Gitu aja kok marah sih?” Victor benar-benar nggak tahan. Tangannya terkepal menahan marah. Dia
langsung berbalik lagi dan berjalan menuju pos yang ditempati Amber dan Chanyeol selaku dewan pengadilan yang bertugas mengatur mahasiswa aneh yang suka
melanggar aturan.
Si cowok aneh itu berjalan di belakang Victor, tetap dengan wajah tanpa dosa.
“amb, ada pasien buat lo nih! Namanya Katro!” ujar Victor kesal ketika sudah sampai di pos Amber.
Comments