Bab 6

pacarku juniorku

BAB ENAM

KISAH Krystal dan Kai memang berakhir hari itu. Tapi kisah baru antara Krystal dan L baru aja dimulai. Krystal memang nggak langsung menjadikan L sebagai pacarnya. Krystal bilang dia masih butuh waktu untuk mengobati luka di hatinya. Lagi pula dia takut jika dia hanya memanfaatkan L sebagai perlarian sesaat. Tapi L bersikeras untuk menunggu sampai Krystal benar-benar bisa melupakan Kai dan membuka hati untuk menerima dirinya. L baik banget ya!

Sekarang ini sudah tepat satu minggu mahasiswa di kampus Amber menghadapi ujian semester. Akhirnya masa ujian pun berlalu. Ekspresi lega mulai muncul di sela-sela wajah kusut yang sejak kemarin bertebaran di mana-mana. 

Apalagi bagi Amber dan teman-temannya, yang tahun ini bakal meninggalkan bangku kuliah, masa-masa ujian jadi masa-masa yang paling menyiksa. Semua dosen terus menerus mengejar hasil skripsi. Mahasiswa tingkat akhir dibuat nggak punya waktu untuk memikirkan masalah lain selain belajar dan menyusun skripsi.

Amber yang udah nggak sibuk lagi di HIMA karena udah menyerahkan jabatannya pada adik tingkat mulai berkonsentrasi pada ujian, skripsi, dan sidang untuk lulus dengan nilai yang baik dan dapat pekerjaan yang baik pula.

Amber juga kini lebih tenang. Sehun nggak pernah “mengganggunya” lagi. Memang, pernah beberapa kali cowok itu berpapasan dengannya. Sehun paling hanya 

tersenyum, tapi Amber tak pernah membalasnya. Amber juga kadang-kadang merasa Sehun memerhatikannya dari jauh, itu pun tetap tak dipedulikan oleh Amber.

Siang itu, amber, Krystal dan Luna duduk-duduk di pinggir lapangan sambil menikmati segelas es cendol. Mereka membutuhkan sesuatu yang dapat mendinginkan otak mereka yang udah panas gara-gara disuruh mikir terus selama seminggu ini.

“Gimana ujian tadi?” tanya Krystal mengawali percakapan. “Pada bisa nggak?”

“Please deh, Krys” sahut Luna. “Gue baru aja mau mendinginkan otak gue. Jadi jangan sebut-sebut kata „ujian"  lagi di depan gue. Kepala gue udah mau meledak!”

Krystal tersenyum dan kembali menikmati es cendolnya.

“Eh iya, Tia mana?” tanya Amber.

“Udah pulang duluan,” jawab Luna. “Dia bilang sih mau nganter nyokapnya ke salon.”

“Tuh anak kayaknya udah nggak pernah lagi ya, ngumpul bareng kita,” ujar Amber.

“Sepertinya Tia agak sibuk akhir-akhir ini,” sambung Krystal.

“Tapi kok gue malah merasa dia lagi menghindar dari kita,” Amber sok menganalisis. “Feeling gue mengatakan dia sedang menyembunyikan sesuatu dari kita.

“Ah, itu pasti cuma perasaan lo doang,” celetuk Krystal. “Tia  nggak mungkin menghindari kita. Kita kan sahabatnya.”

“Kan gue cuma feeling,” Amber membela diri.

“Nanti malam gue coba telepon dia deh,” kata krystal. “Siapa tau dia lagi ada masalah.”

Amber dan Luna mengangguk bersamaan.

“Hei, biar otak kita jadi fresh lagi, gimana kalo habis ini kita ke Mall, kita nonton?” usul Krystal.

Amber dan Luna tidak langsung menjawab. Mereka mengira-ngira, berapa sisa uang di dompet mereka.

“Gue yang bayarin!” cetus Krystal.

“Setuju banget!” teriak amber dan Luna berbarengan. Kalau ditraktir, mereka tak perlu berpikir dua kali.

 

                                        @(^-^)@

 

Siang itu Mall yang mereka kunjungi nggak terlalu ramai. Amber, Luna, dan Krystal menaiki eskalator menuju bioskop yang ada di lantai atas. Mereka mau nonton.

“Mau nonton apa nih?” tanya Krystal sesampainya mereka di bioskop.

“rudy habibie aja deh. Gue belum nonton tuh,” usul Luna.

“Nggak ah!” Amber nggak setuju. “jailangkung aja. lebih tegang.”

“rudy habibie aja. Bukannya ngilangin stres, jailangkung malah bikin gue tambah stres nanti,” Luna bersikeras.

“jailangkung aja. Semakin tegang semakin bagus. Biar otak gue yang kusut gara-gara ujian bisa fresh lagi!”

“Stop!” Krystal menghentikan perdebatan amber dan luna “Biar gue yang nentuin mau nonton apa.”

Amber dan Luna diam dan manyun.

“Kita nonton Dealova aja,” putus Krystal.

“HAH?!” seru amber dan Luna bersamaan.

“Iya... berhubung gue lagi kasmaran, gue mau nonton yang cinta-cintaan aja. Bukan jailangkung. bukan Rudy habibie.”

“Hah? Lo lagi kasmaran, Krys? Jadi, lo udah nerima L nih?” goda Luna.

Krystal cuma senyam-senyum.

“Demi temen yang lagi kasmaran, gue ngalah deh,” ujar Luna.

“Tapi, Krys. lo tau kan, gue nggak suka cerita-cerita roman kayak gitu,” tambah amber.

“Biarin. Kan gue yang traktir, jadi gue yang nentuin mau nonton apa,” kata Krystal, lalu berjalan dengan cueknya menuju loket untuk membeli tiket.

“Yah... alamat tidur di bioskop deh gue,” dumel Amber.

Luna cuma nyengir mendengar ucapan sobatnya itu.

“lun, gue keluar dulu ya sebentar. Krystal masih lama ini beli tiketnya,” ujar amber.

Luna yang sedang melihat-lihat poster film yang akan ditayangkan bertanya tanpa menoleh, “Ngapain?”

“Mau beli crepes dulu. Lo mau?”

“Nggak deh!”

“Ya udah.” Amber keluar dari bioskop menuju counter crepes yang ada di depan bioskop.

Amber memesan satu hot crepes untuk dirinya sendiri. Sambil menunggu pesanannya dibuat, ia mengedarkan pandang ke sekelilingnya. Tiba-tiba tatapannya terhenti pada sepasang pria dan wanita yang duduk di restoran yang nggak jauh dari tempatnya berdiri. Amber merasa sosok perempuan setengah baya yang tengah dilihatnya itu mirip sekali dengan Mama. Amber berusaha menegaskan pandangannya. Perlahan dia berjalan mendekati restoran itu. Sosok perempuan itu semakin jelas, dan sekarang dia mengenali perempuan itu. Ya, itu memang Mama!

Mama sedang duduk bersama seorang pria yang sama sekali nggak Amber kenal. 

Mama tampak begitu ceria. Beberapa kali dia tertawa sambil menatap pria yang duduk di hadapannya. Sudah lama amber nggak pernah melihat wajah Mama seceria 

itu. Wajah Mama saat ini mirip dengan wajah Krystal setiap kali berbicara dengan L.

Amber nggak berani memercayai apa yang dia lihat. Tangan laki-laki itu menggenggam tangan Mama, sedangkan Mama hanya diam, tersenyum, dan menatap laki-laki itu dengan lembut. Mama benar-benar seperti anak ABG yang 

sedang dilanda asmara. Amber yakin, Mama pasti punya hubungan khusus dengan laki-laki itu. Atau jangan-jangan... itu laki-laki yang sama dengan laki-laki yang sering mengantar Mama pulang ke rumah.

Amber benar-benar nggak tahan melihatnya. Dia nggak suka melihat Mama bertingkah seperti itu. Dia nggak akan rela mamanya disakiti lagi seperti ketika Papa Joe menyakiti Mama.

Amber berjalan cepat memasuki restoran itu.

“Mama!” tegur Amber keras.

Mama amber terlonjak kaget, “amber...”

“Siapa laki-laki ini, Ma? Punya hubungan apa dia sama Mama sampai Mama membiarkan dia megang-megang tangan Mama?” cecar Amber.

Seluruh mata yang ada di restoran itu memandang mereka. Tapi amber nggak peduli.

“Tenang dulu, amb. Biar Mama jelasin ke kamu.” Mama bangkit berdiri dan berusaha menenangkan Amber. Ia menarik tangan Amber untuk duduk di sebelahnya. 

Namun dengan kasar Amber menepisnya.

“amber... kamu jangan salah paham,” kata Mama.

“Salah paham? Aku salah paham? Ma, tingkah laku Mama sama laki-laki ini udah aku lihat jelas, dan Mama masih bilang aku salah paham?”

“Bukan begitu, Amb...”

Amber menepis tangan Mama yang berusaha memegang bahunya, lalu ia mendekati laki-laki itu. “Gue kasih tau ya, jangan coba-coba deketin nyokap gue, atau lo akan menyesal!”

“amber!” hardik Mama. “Jangan bicara nggak sopan sama orang tua!”

“Orang tua?” tanya Amber sambil tertawa. “Dia akan amber anggap sebagai orang tua kalau tingkah lakunya benar-benar mencerminkan orang tua. Bukan seperti playboy

yang lagi cari mangsa!”

PLAK! Tangan Mama melayang ke pipi Amber sambil berkata tajam, “Jangan bicara sekasar itu pada papamu!”

Amber terperangah. Dia nggak percaya pada apa yang didengarnya.

“Ap-apa maksud Mama?”

Wajah Mama berubah pucat. Air mata menggenang di pelupuk matanya.

“amb, kita bicara pelan-pelan. Ada banyak hal yang harus Mama jelaskan ke kamu.”

“Apa maksud Mama?” Amber nggak memedulikan kata-kata Mama. “Siapa yang Mama sebut papaku?”

“amber... kamu duduk dulu, Sayang,” pinta Mama penuh permohonan. Sementara laki-laki yang bersama Mama tampak kikuk. Dia mau bicara, tapi tak jadi.

Amber menggeleng. Dia nggak perlu penjelasan Mama. Kata-kata singkat Mama tadi udah menjelaskan status laki-laki yang sekarang berdiri di sebelah Mama. Laki-laki bertubuh tegap dan berjambang tipis itu adalah laki-laki yang sudah meninggalkan dirinya dan Mama. Laki-laki itulah yang telah membuat mereka menderita selama ini. Laki-laki itulah yang telah membuat Amber terlahir di dunia ini tanpa mengenal kasih sayang seorang ayah.

Amber berbalik dan keluar dari restoran tanpa memedulikan teriakan Mama. Dia berlari cepat menuruni eskalator. Dia nggak peduli dengan crepes pesanannya, Krystal,

serta Luna yang tengah menunggunya di bioskop. Amber terus berlari dan berlari.

 

                                         @(^-^)@

 

Bagi Amber ini seperti mimpi buruk. Bahkan langit yang sedang mendung seakan turut memahami sakit hatinya ini. Amber menyusuri trotoar dan berjalan tanpa tujuan. Dia 

nggak mau pulang ke rumah karena dia sama sekali nggak mau ketemu Mama. 

Hatinya sakit dan marah. Amber belum siap menghadapi semua kejadian ini. Amber nggak percaya, laki-laki yang udah meninggalkannya selama 20 tahun tiba-tiba muncul di hadapannya dan duduk mesra bersama mamanya. Amber nggak tahu harus gimana. Dia marah, sedih, kecewa, bahkan benci dengan semua yang harus dia hadapi ini. Dia nggak mau mendengar penjelasan apa pun, dia nggak mau 

mendengar permohonan maaf dari mulut laki-laki itu apalagi menerimanya sebagai papanya. Amber benci mamanya, juga laki-laki brengsek itu. Amber ingin semua yang ada 

di dunia ini menghilang. Amber nggak mau lagi menghadapi masalah-masalah yang menyesakkan dadanya ini. Amber lelah... sangat lelah.

“amber!”

Amber mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menoleh sejenak. Ada dua cowok berjaket hitam yang berboncengan di sepeda motor. Amber menghentikan langkah. Sepeda motor itu berhenti. Cowok yang duduk di boncengan turun lalu melepaskan helm yang dipakainya.

Cowok itu... Sehun!

“Halo, Amb!” sapa Sehun sambil menenteng helm di tangan kanannya. “Kita jodoh banget ya, di jalanan segede ini aja kita masih bisa ketemu.” amber nggak membalas sapaan Sehun. Dia malah membuang muka lalu meneruskan 

langkahnya. Tapi Sehun buru-buru menahannya.

“Eits, jangan pergi dulu. Lo mau ke mana, Amb? Sendirian ya? Gue temenin ya?”

“Please, Hun. Jangan halangi jalan gue,” kata Amber, tapi kali ini sama sekali nggak ada nada kasar seperti biasanya.

Sehun mengernyitkan kening. Dia merasa ada yang aneh pada gadis yang sedang berdiri di hadapannya ini. Tapi dia memilih diam dan menyingkir dari hadapan amber.

Amber kembali berjalan tanpa menoleh lagi ke belakang. Sehun menatap Amber dan semakin yakin pasti amber sedang ada masalah.

"Kyung, lo baik aja duluan,” kata Sehun pada Kyungsoo yang masih duduk di atas motor.

Kyungsok membuka helmnya. “Lo mau ke mana sih? Mau ngejar tuh cewek?”

“Itu urusan gue,” jawab Sehun singkat sambil menyerahkan helmnya pada Kyungsoo dan langsung berlari mengejar Amber.

“Dasar bego. Cewek kayak gitu kok dikejar,” rutuk Kyungsoo pelan. Dia memang nggak benar-benar setuju dengan pilihan hati Sehun, tapi sebagai teman, Kyungsoo tahu Sehun benar-benar udah jatuh cinta pada cewek galak itu.

Sehun berlari mengejar Amber yang tengah menaiki jembatan penyeberangan. Jaket hitam melindungi tubuhnya dari udara yang mulai dingin karena akan turun hujan. 

Langit mulai menghitam dan sesekali terdengar suara guntur bergemuruh.

Amber berjalan tanpa peduli pada orang-orang di sekelilingnya yang mulai berlari-lari takut kehujanan. Mendekati ujung jembatan, Amber memperlambat langkahnya dan mendekati pagar jembatan. Kepalanya ditengadahkan menatap langit. Sesaat kemudian ia kembali menatap jalan raya yang terhampar di bawah jembatan.

Sehun yang sudah sampai di atas jembatan berusaha mencari sosok Amber. 

Pandangannya sampai pada seorang cewek yang sedang berdiri memegangi pagar jembatan sambil menatap ke bawah. Jantungnya berdetak kencang. Apa Amber mau 

bunuh diri?

“amber..!” panggil Sehun sambil berlari menghampiri amber lalu menarik tangannya menjauhi sisi jembatan. “Apa-apaan si lo? Seberat apa pun masalah yang lo hadapi, lo nggak boleh berpikiran sempit apalagi kalau sampai bunuh diri. Itu dosa, amb!” hardik sehun.

Amber menatap Sehun yang menggenggam pergelangan tangannya kuat-kuat. Lalu ia tertawa. “Lo pikir gue cewek bego? Siapa yang mau bunuh diri? Gue masih sangat 

menghargai hidup gue.” sehun terpana. Ternyata dugaannya salah. Dilepasnya tangan amber dengan perasaan lega. Amber masih tertawa lalu kembali berjalan mendekati sisi jembatan. Sehun mengikutinya dan berusaha menjajari langkah Amber.

“Lo nggak mau pulang, amb?” tanya Sehun. “Udah mau hujan lho.”

“Jangan peduliin gue deh. Gue nggak butuh perhatian lo,” jawab Amber ketus. Sehun diam. Tapi dia sama sekali nggak beranjak dari tempatnya. Gemuruh guntur terdengar semakin kencang.

“hun, apa sih yang elo suka dari gue?” tanya Amber tiba-tiba.

Mau nggak mau Sehun kaget juga mendengar pertanyaan itu. Kemudian ia menjawab, “Awalnya ya karena wajah lo yang imut itu. Bisa dibilang, gue jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi lama-kelamaan, gue jatuh cinta sama seluruh diri lo.”

Hening sejenak di antara mereka. Hingga akhirnya Amber bertanya, “Sampai kapan lo akan menyukai gue?”

“Gue nggak tau sampai kapan,” jawab Sehun. “Karena kalau gue bilang sampai selamanya, jelas banget itu gombal.”

Amber diam. Sehun menatap cewek yang berdiri di sampingnya dengan sejuta tanya. 

Dia tahu amber tengah dilanda masalah.

“amber, kalau elo lagi punya masalah, cerita aja ke gue. Mungkin gue nggak bisa bantu, tapi paling nggak dengan menceritakannya pada orang lain, bisa meringankan beban yang mengimpit dada lo,” kata Sehun pelan.

Amber tetap diam. Matanya menerawang jauh ke depan. Tapi sesaat kemudian, ia berkata lirih, “Gue marah sama nyokap gue. Gue benar-benar marah sama dia...”

Sehun menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. “Mmm... boleh gue tau alasannya?”

Lagi-lagi Amber diam. Namun kemudian ia kembali menjawab, “Gue merasa ditipu nyokap gue, hun."

Sehun diam. Dia sama sekali nggak menanggapi kata-kata Amber.

Amber menarik napas, lalu kembali melanjutkan ceritanya, “Gue lahir tanpa pernah tau siapa ayah kandung gue. Nyokap gue nggak pernah mau menceritakan asal-usul 

gue sebenarnya. Gue besar tanpa pernah tau siapa ayah kandung gue. Yang gue tau, gue cuma anak haram. Anak di luar nikah. Saat nyokap gue menikah lagi dengan 

Papa Joe, gue pikir gue akan memiliki seorang ayah yang bisa gue banggakan, tapi ternyata Papa Joe juga meninggalkan nyokap gue dan selingkuh dengan wanita 

lain.

“Gue kembali kehilangan seorang ayah. Gue emang nggak pernah layak punya ayah...”

Amber menghentikan ceritanya.

“Sori, Amb, Kalau tentang masa lalu lo itu, gue udah tau,” kata Sehun pelan.

“Wajar kalau lo tau karena ini bukan cerita baru. Semua orang juga tau kalau gue cuma anak haram.”

“Jadi cuma itu masalahnya?” Sehun bertanya kembali.

Amber menggeleng. “Masalahnya, laki-laki itu sekarang muncul.”

“Laki-laki itu?”

“Ya, laki-laki yang udah ninggalin gue dan nyokap gue begitu aja. Laki-laki yang udah membuat gue disebut anak haram.”

“Maksud lo, bokap kandung lo?”

“Dia bukan bokap gue!” bentak Amber. “Gue nggak akan pernah mengakui dia sebagai bokap gue. Gue nggak akan membiarkan dia kembali ke nyokap gue setelah dua puluh tahun dia meninggalkan gue dan nyokap gue tanpa kabar berita. Gue nggak akan pernah memaafkan dia! Laki-laki itu nggak layak gue panggil Papa. Dari dulu gue nggak punya bokap dan sampai kapan pun gue nggak akan punya bokap!”

Sehun terpana. Dia nggak menyangka Amber akan seemosional ini.

“amb, lo tau nggak... Sebenarnya... lo tuh beruntung banget.”

“BERUNTUNG?!”

“Iya, beruntung,” jawab Sehun, “karena lo masih dikasih kesempatan sama Tuhan untuk bertemu bokap lo dan mempersatukan lagi keluarga lo.”

Kali ini amber terdiam.

“Apa lo pernah berpikir, Amb, betapa beruntungnya hidup lo? Meskipun elo nggak tau siapa bokap kandung lo, lo selalu dihujani kasih sayang berlimpah dari nyokap lo. Nggak seperti gue, yang dari lahir nggak pernah sekali pun mengenal orangtua gue sebenarnya.”

Amber terkejut. Dia menoleh dan menatap Sehun yang tersenyum di sebelahnya.

“Orangtua gue yang sekarang ini sebenarnya bukan orangtua kandung gue. 

Mereka mengadopsi gue dari panti asuhan waktu gue masih bayi. Pertama kali gue mengetahui kenyataan itu, gue hampir gila. Gue marah sama semua orang, gue marah sama Tuhan, gue juga marah sama diri gue sendiri. Gue bertanya-tanya untuk apa orangtua kandung gue melahirkan gue kalau akhirnya mereka membuang gue ke panti asuhan.”

Sehun menghentikan ceritanya sesaat dan menarik napas dalam-dalam.

“Tapi akta-kata nyokap angkat gue membuat gue sadar akan arti kehidupan. Waktu itu, sambil nangis nyokap gue bilang, dia berterima kasih karena orangtua kandung gue telah melahirkan gue ke dunia ini dan menitipkan gue ke panti asuhan. Kalau itu nggak terjadi, nyokap gue nggak akan pernah bertemu dan mengadopsi gue sebagai anaknya. Maka nyokap gue nggak pernah memiliki seorang anak laki-laki yang begitu dia sayangi seperti dia menyayangi gue. Katakata itu yang akhirnya menyadarkan gue untuk menerima semua kenyataan ini sebagai bagian dari kehidupan gue. Gue mulai belajar bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan yang pastinya indah buat gue pada waktunya,” lanjut Sehun.

“hun, apa lo bisa memaafkan orangtua yang udah membuang elo itu?” tanya Amber lirih.

“Gue nggak tau. Tapi kalau suatu hari nanti Tuhan ngizinin gue untuk bertemu dengan mereka, gue akan mengucapkan terima kasih pada mereka,” jawab Sehun.

“Terima kasih?”

“Iya, terima kasih karena mereka tetap membiarkan gue lahir ke dunia ini, terima kasih karena gue dititipkan ke panti asuhan dan bukan dibuang ke jalanan, terima kasih karena mereka telah membuat gue bertemu dengan orangtua angkat yang luar biasa baiknya, terima kasih karena mereka membuat gue memiliki kehidupan yang layak, dan terima kasih karena mereka memberi gue kesempatan 

untuk menghirup udara hari ini.” amber terpana. Setiap kata yang keluar dari mulut Sehun seakan menusuk hatinya. 

Direnunginya setiap kata itu satu demi satu.

“Apa menurut lo perginya bokap kandung gue dan perceraian nyokap gue dengan Papa Joe juga merupakan bagian dari rencana Tuhan?”

“Ya,” jawab Sehun mantap.

“Kenapa?” tanya Amber lagi.

“Karena menurut gue, tanpa semua itu nggak akan ada amber dengan sifatnya yang keras tapi tegar, nggak akan ada amber yang jagoan tapi berhati lembut, nggak akan ada amber yang berdiri di samping jembatan bersama gue hari ini, dan nggak akan ada amber yang membuat gue jatuh cinta dan tergila-gila...”

Amber terdiam. Tanpa ia sadari, pipinya memerah dan jatunya mendadak berdebar keras. Ada rasa hangat yang tiba-tiba mengalir di dalam dirinya.

Titik-titik air turun dari langit. Udara dingin terasa semakin menusuk. Tapi Amber tetap berdiri di tempatnya sambil memandang lurus ke depan. Air hujan turun semakin deras. Tapi Bia bergeming. Sehun pun tetap berdiri di sebelah Amber tanpa suara. 

Dilepasnya jaket yang melekat di tubuhnya dan disampirkannya di pundak Amber untuk melindungi gadis itu dari hujan yang turun dengan derasnya serta angin 

yang bertiup kencang.

Amber melirik Sehun yang masih berdiri di sebelahnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada melawan rasa dingin yang kian menusuk. Amber tersenyum lalu menegadahkan kepalanya, menantang langit dengan kedua mata terpejam. 

Dibiarkannya air hujan membasahi wajah dan membersihkan air mata yang tanpa ia sadari mengalir dari sudut matanya.

 

@(^-^)@

 

Amber turun dari taksi tepat di depan rumahnya. Rambut dan sebagian bajunya yang nggak tertutup jaket basah kuyup karena hujan. Sehun-lah yang mengantarnya naik taksi, dan Sehun juga yang membayar taksinya.

Sebelum turun, tak lupa amber mengucapkan terima kasih pada Sehun, yang dibalas dengan senyum manis cowok itu.

Hujan udah reda. Amber membuka pagar dan masuk ke rumah tanpa suara.

“amber!” pekik Luna begitu dilihatnya Amber masuk dalam keadaan basah.

Mama dan Krystal yang juga berada di ruang tamu bersama Luna tampak sama terkejutnya dengan Luna.

“amber!” seru Mama yang langsung berlari menghampiri Amber dengan mata berkaca-kaca. Krystal dan Luna mengikuti di belakang mama Amber dengan wajah cemas.

Mama langsung memeluk amber dengan erat dan menangis kencang. Amber terpana. 

Dia nggak mengira semua akan menunggunya seperti ini. Dia juga sama sekali nggak mengira Mama akan mengkhawatirkannya seperti ini.

“Kamu ke mana, Amb?” tanya Mama di sela isak tangisnya. “Kamu benar-benar udah bikin Mama khawatir. Jangan hokum Mama dengan cara seperti ini, Amb. Mama 

nggak bisa kehilangan kamu. Cuma kamu yang Mama miliki." Amber hanya diam dan menunggu sampai tangis Mama mereda. Lalu perlahan dilepasnya pelukan Mama.

“Boleh aku mandi sekarang?” tanya Amber tanpa ekspresi. Entah kenapa, walaupun emosinya telah mereda, masih ada yang mengganjal dalam hatinya. Saat ini Amber masih ingin menyendiri dulu.

Mata Mama yang merah menatap Amber. Dari mata itu terpancar kepedihan. Amber nggak berani memandang Mama. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Krystal dan Luna.

“krys, Lun, sori udah bikin kalian cemas. Makasih banyak, tapi gue rasa sekarang lebih baik kalian pulang karena gue mau sendiri dulu,” kata Amber.

Krystal dan Luna nggak menjawab, tapi mereka mengerti permintaan Amber.

“Ya udah. Yang penting kami tau elo baik-baik aja. Sampai ketemu di sekolah, Amb,” pamit Krystal. “Kami permisi dulu, Tante.”

Mama menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih berulang-ulang kepada Krystal dan Luna. Sepeninggal mereka, Amber bergegas mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.

Amber menatap wajahnya di depan cermin yang terpasang di balik pintu kamar mandi. Dia baru menyadari bahwa di badannya masih menempel jaket Sehun. Amber melepas jaket itu dan menggenggamnya erat. Di hatinya menjalar perasaan hangat. Kalau saja tadi Sehun nggak ada, Amber yakin dia nggak akan tahu bagaimana caranya menghadapi kejadian ini.

 

@(^-^)@

 

Amber berbaring di tempat tidurnya. Dia masih belum bicara dengan Mama. Tadi sehabis mandi dia langsung masuk kamar dan mengunci diri. Dan yang membuat Amber heran, sampai sekarang Mama belum berusaha memanggilnya dan bicara dengannya. Sebenarnya Amber nggak mau seperti ini, tapi gengsinya membuat dia bertahan untuk nggak bicara duluan sama Mama.

Tiba-tiba terdengar ketukan halus di pintu kamarnya. “amber, boleh mama bicara sama kamu?”

“Sebentar,” jawab Amber, lalu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar.

Wajah Mama muncul dari balik pintu. Amber membiarkan Mama masuk ke kamar. 

Amber duduk di atas tempat tidur dan menarik guling ke dalam pelukannya, sedangkan Mama duduk di sebelahnya.

“amb, apa kamu masih marah sama Mama?” tanya Mama pelan, mengawali pembicaraan.

Amber diam saja.

“Mama minta maaf, Amb,” kata Mama. “Mama nggak bermaksud menampar kamu. Kamu tau Mama sayang sama kamu." Amber tetap bungkam.

Mama menghela napas panjang lalu berkata, “Kalau kamu nggak mau Mama berhubungan dengan Oom Frans, ayah kandungmu, Mama janji nggak akan menemuinya lagi.”

Kali ini Amber menatap mamanya.

“Jadi namanya Frans?” tanya Amber.

Mama mengangguk.

“Apa dia laki-laki yang sering mengantar Mama pulang kerja?” Sekali lagi Mama mengangguk.

“Sejak kapan dia kembali? Untuk apa dia datang lagi setelah sekian lama dia ninggalin kita?”

“Mama bertemu dia lagi tiga bulan yang lalu. Dia menghubungi Mama dan memohon untuk bertemu dengan Mama. Awalnya Mama menolak, tapi dia terus memaksa. Akhirnya Mama setuju. Dari pertemuan itulah Mama tau alasan dia meninggalkan Mama waktu itu.”

“Jadi apa alasannya? Apa alasan yang udah membuat dia meninggalkan kita selama dua puluh tahun?”

“amb, sebenarnya... bukan dia yang meninggalkan Mama, tapi Mama yang meninggalkan dia.”

“Maksud Mama?”

“Mama masih seumuran kamu sewaktu Mama mengandung kamu. Tapi saat itu Mama sudah lulus SMA dan bekerja membantu kakekmu menjaga warung. Waktu Mama mengatakan pada papamu bahwa Mama hamil, dia diam. Dia tidak merespons kata-kata Mama. Mama marah. Tapi dia tetap diam, seakan tidak peduli pada apa yang Mama katakan. Saat itu Mama berpikir dia tidak mau bertanggung 

jawab. Kemudian selama hampir satu bulan lebih dia menghilang.

“Nenek dan kakekmu yang akhirnya mengetahui kehamilan Mama membawa Mama meninggalkan rumah dan pindah ke Amerika agar orang-orang tidak mengetahui kehamilan Mama. Mama menetap di sana sampai Mama melahirkan 

kamu. Mama membenci papamu dan tidak mau mendengar kabar apa pun tentang dia. Mama bahkan tidak pernah menganggap dia sebagai papamu...” Mama berhenti bicara.

“Tapi ternyata selama ini Mama salah,” lanjut Mama. “Papamu tak pernah bermaksud meninggalkan Mama. Dia diam karena saat itu dia kaget dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia menghilang selama sebulan karena dia kembali ke 

China menemui orangtuanya dan bersiap-siap ke Korea untuk melamar Mama. Tapi saat kembali ke Korea, dia tidak menemukan Mama karena Mama telah pindah ke Amerika tanpa memberitahu siapa pun. Dia berusaha mencari Mama tapi tidak berhasil. Sampai akhirnya tiga bulan yang lalu dia tahu dari teman sekolah Mama di mana tempat Mama bekerja.”

Amber mengernyitkan kening. “Mama lagi ngarang cerita apa sih? Rasanya yang Mama ceritakan ini kayak sinetron aja.”

“Ini bukan karangan, Amb. Ini kenyataan!” bentak Mama.

Amber diam tanpa tahu harus menjawab apa.

“Selama ini mama tidak mau bercerita tentang ayah kandungmu karena Mama marah dan membencinya. Mama mengira dia meninggalkan Mama dan tidak mau bertanggung jawab. Mama mengikuti perintah Kakek dan Nenek untuk pindah ke Amerika karena Mama ingin melupakan dia dan melahirkan kamu dengan tenang. 

Mama sama sekali tidak tau bahwa ternyata pikiran Mama salah. Mama tidak tau bahwa ternyata selama ini dia terus mencari Mama, mencari kita berdua.”

“Dia... apa dia belum menikah sampai sekarang?” tanya Amber ragu.

“Sudah.”

amber terkejut. “Tapi katanya dia terus mencari Mama. Kalau dia menikah, itu berarti dia nggak mengharapkan kita lagi.”

“Dia terpaksa menikahi gadis itu karena orangtuanya memaksa. Laki-laki seusianya jelas harus menikah, apalagi dia telah memiliki karier yang jelas. Kita tidak bisa menyalahkannya,” bela Mama. “Tapi sayangnya, istri dan anaknya telah meninggal dua tahun yang lalu.”

“Meninggal?”

“Ya, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Anaknya sempat koma selama duaminggu sebelum akhirnya meninggal.”

Amber memeluk guling erat-erat.

“amb, papamu ingin... bertemu denganmu. Dia selalu meminta Mama untuk mempertemukan dia dengan kamu, tapi Mama menolaknya karena Mama tau kamu tidak akan bisa menerimanya begitu saja. Mama tau kamu sangat membenci dia. Tapi bisakah kamu memberinya satu kali kesempatan untuk menjelaskan semuanya padamu?” kata Mama lembut.

“Aku nggak tau, Ma. Aku nggak tau apa aku bisa bicara baik-baik dengannya meskipun semua ini bukan murni kesalahannya. Dia udah ninggalin aku selama dua puluh tahun tahun. Aku nggak tau apa aku bisa memaafkan dia.”

“Kalau begitu apa kamu mau memaafkan Mama? Keegoisan Mama yang membuat kamu tidak pernah mengenal ayah kandungmu. Kalau waktu itu Mama percaya pada ayahmu dan sabar menunggunya kembali, kamu tidak akan pernah 

disebut anak haram,” kata Mama pelan. Air mata mengalir di pipinya.

Amber melepas guling di tangannya dan memeluk Mama dengan erat. “Mama nggak salah. Nggak ada yang harus aku maafin dari Mama. Mama sama sekali nggak salah.”

Mama menangis dan membalas pelukan Amber dengan. hangat.

 

 

Selamat lebaran semuanyaaaaaah.... Selamat lebar-an yaaaah.. tp ttp jangan lupa komen dan saran.. kecupsmuah

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sapsaptl
#1
Chapter 16: HAHAHAHAHAHA gua udah baca ini berulang kali. Dari yg asli sampe yg re-write. Dulu awal baca itu diganti versi Cakka-Oik idola cilik, terus baca yg asli, terus baca yg ini. HAHAHAHA.
Meskipun gua udah tau endingnya gimana, gua tetep ngotot baca hahaha. Gua ingetnya ceweknya namanya Bia. Kalo yg cowok lupa gua. Udah lama bgt xD
Gua gatau mau komen apalagi, soalnya udah berkali-kali baca. Tapi gua salut sama authornya. Karena mau re-write novel ini. Gua ada rekomendasi novel sih, karakternya cocok sama Amber. Dan authornya juga ga bakal kecewa kalo baca. Hahaha. Kalo mau bisa DM gua aja. Ntar juga gua kasih tau rencananya hehe. Kalo mau sih, kalo nggak juga gapapa hahaha.
Dan mau dikomen apalagi? Ceritanya...gua bener-bener hampir apal. Tapi...tetep bikin senyum senyum sih bacanya versi hunber. Makasih ya♡♡♡
sapsaptl
#2
Chapter 1: yaampun ini novel dari jaman gua smp. dan ternyata ada yg repost versi amber. gua baca dulu yak, baru nemu. ntar gua komen jd satu aja gapapa kan? ♡♡♡ suka bgt sama nih novel. dulu bacanya barengan sama novel fairish hahaha. gua dikit2 inget lah ya wkwk
Channoides
#3
Chapter 16: hoalaah dh end, bartau. maaf lupa ngesubsc. soalnya kn biasanya baca yg subsc only, kirain udah taunya blm. :Vv
ngakakss lh sama endingnya. Luna yah emang. mau mati masal yg ngejenguk org fluburung ckckck..
dan akhirnya hunber cieeeeeeh.. gw ikut seneng hun. yey!!
tengkyuu dh buat ff ini :3
krisber22 #4
Chapter 16: Hahaha kok agak maksa nih ending.a
Berasa ada yang kurang gituhh..
Tapi apa yahhh..
Hehehe..

Siip thor maaf kalo selama koment ada kata" yg kurang menyenangkan..
Ditunggu new ff.a kalo bisa bahasa.a dibenerin lagi ia dibuat baku juga gx pp
kalo mau sih kalo gx juga gxpp..
ajol_fxonee
#5
Chapter 16: Wkwkwkwkwkw... Flu burung emang terlalu ganjil...
Hadeeeeehhh luna luna... Ini semua thanks to luna
Btw, makasih udah nyelesaiin cerita ni and gak bikin gantung... Tapi pas endingnya kok ada nama egi sih... Apa itu seharusnya sehun yah... Heheheeh #typo
Sjt0057 #6
Cringey af
ajol_fxonee
#7
Chapter 15: Flu burung????
Nih si sehun... Sakit mulu...
Sakit hati iyah....
Amber jga gengsinya tingkat dewa....
Hahahahaha... Ngaku aja knapa sih... Klo suka bilang suka..kaleeeee
krisber22 #8
Chapter 15: Yeahh kok mau end sihh padahal seru lhi ff.a
Tapi gx papa selama ada yg baru mah okelahh..

New ff amber x jin bts boleh gx thor
.
Hehehe
ajol_fxonee
#9
Chapter 14: Waduuuhhh... Disini sebenarnya amber yg jadi sumber konfliknya... Dia terlalu keras dan selalu mengutamakan pikiran tanpa perasaan... Takut terluka tapi justru malah membuat org lain terluka dan dirinya sendiri merasakan penyesalan...
Emang sosok sehun yg paling cocok menjadi pendampingnya karna walaupun lebih muda darinya tapi lebih dewasa dalam pemikiran.. Dan tentunya lebih bijak, tipe pria idaman dan bisalah jadi pemimpin dalam keluarga ecieciecie..... Amber udah jelas banget cemburu tapi gak mau ngaku... Ahahahaha...
Channoides
#10
Chapter 14: baru nemu ini, baru baca, baru selese :V
rada ooc sih ya, Ambernya galak haha.. tp gaapa. terus rada ngebingunain sama statusnya Amber. dia disini anak kuliahan kn, tp untuk konflik yg kaya gini enaknya klo Amber itu anak SMA aja. soalnya terkesan bgt konflik usia remaja, kalo kuliah, apa lg semester akhir itu lebih berat. semacam cinlok di parkiran gara" kerja sama ngempesin ban dosen pembimbing wkkkk~ eh salah. pokoknya kalo anak kuliahan semester akhir biasanya otaknya agak dewasaanlh, mereka cenderung dewasa buat maafin org, kalopun marah gak ampe langsung meledak" apalagi sama hal kecil doang. tp ini hanya pendapat. mungkin gw terlalu baper baca ffnya sampai terllu mentingin hal" di dunia nyata :V kalo di sastra apa si yg ga mingkin *eaaaa
oke sip. thanks ficnya. btw ceritanya mengharukan sekali. apa lagi yg akhir" ini. itu tag ada chanyeol tp dia munculnya di chap 1 doang? gaada konflik sama Amber apa nih *ngarep. wkwkwk