Bab 7

pacarku juniorku

BAB TUJUH

Amber terjaga dari tidurnya sejak subuh. Sekarang matanya terbuka lebar dan enggan menutup kembali. Sambil berbaring, ditatapnya langit-langit kamar. Kepalanya terasa penuh dan berat. Masalah kemarin seperti baru saja terjadi. Tidur pun nggak mampu menghapus beban di hatinya. Amber nggak tahu harus berbuat apa. Nggak mudah baginya untuk menerima kembali seorang ayah yang sudah 

meninggalkannya, apalagi untuk memaafkannya. Dua puluh tahun bukan waktu yang singkat.

Lampu di luar kamar menyala. Sepertinya Mama juga sudah terbangun. Amber menendang selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan keluar dari kamar tidur menuju arah cahaya. Ternyata lampu dapur yang menyala. Amber mengintip Mama dari balik dinding. Dilihatnya Mama duduk di meja makan sambil memegang gelas berisi air. Mata Mama menerawang. Kerut-kerut pertanda usia yang terus bertambah mulai tampak di wajah Mama. Tampak lingkaran hitam di bagian bawah mata Mama. Sepertinya Mama nggak tidur semalaman.

Amber bersandar di dinding sambil terus menatap Mama. Dua puluh tahun, pasti waktu yang sangat berat bagi Mama, pikir Amber. Mama berjuang seorang diri membesarkan aku. Mama berusaha tegar menghadapi gunjingan para tetangga. Mama menekan rasa sakit dan kecewa karena pengkhianatan Papa Joe. Dan Mama terus berusaha menjadi ibu yang baik buat aku. Penderitaan Mama jauh lebih berat dibandingkan apa yang aku rasakan.

Amber menghela napas. Apa yang harus aku lakukan? batinnya. Apa aku harus memaafkan laki-laki itu dan menerimanya kembali? Apa aku bisa melakukan itu? 

Memanggil laki-laki yang telah meninggalkan aku selama ini sebagai Papa, apa aku bisa? Tapi kalau aku nggak bisa, aku akan terus membuat Mama mengalami kepedihan ini. Kalau di rumah ini ada seorang kepala rumah tangga, mungkin Mama nggak perlu bekerja lagi.

Kata-kata Sehun kemarin terngiang kembali di telinga Amber, “amber, lo tau... sebenarnya lo itu sangat beruntung karena masih dikasih kesempatan sama Tuhan untuk bertemu bokap lo dan mempersatukan lagi keluarga lo...”

Amber menatap wajah Mama. Ia bertekad akan membuat Mama bahagia. Mungkin Sehun benar, aku beruntung masih diberi kesempatan untuk mempersatukan lagi keluargaku. Aku hanya perlu belajar untuk menerima laki-laki itu sebagai ayahku dan memberinya kesempatan untuk membayar utangnya selama ini kepada kami, utang berbentuk kewajiban dan tanggung jawab mengurus anak istri.

Amber menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia memejamkan mata, lalu menghitung satu sampai sepuluh. Ditariknya napas dalam-dalam sekali lagi. Ia membuka mata dan tersenyum. Ajaib, beban yang memadati pikirannya seakan lenyap begitu saja. Amber merasa lebih ringan. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.

Lalu dia berjalan mendekati Mama yang masih duduk termangu di meja makan.

“Ma...,” panggil Amber pelan.

Mama terkejut. “Kamu sudah bangun, Amb? Ini kan masih subuh? Bukannya hari ini hari Minggu? Biasanya kalau hari Minggu kamu selalu bangun siang.”

“Mama sendiri juga sudah bangun,” sahut amber.

“Ng... ini, Mama cuma mau ambil air minum.”

Amber menarik kursi dan duduk di depan Mama. “Tidur Mama nyenyak?”

“Iya. Kamu sendiri gimana?”

“Nggak begitu nyenyak. Tapi paling nggak lingkaran hitam di mataku nggak sehitam di mata Mama.”

“Ah, masa? Tapi Mama tidur nyenyak kok.” Mama meraba bagian bawah matanya sambil tersenyum.

Amber membalas senyuman itu tapi dia tahu mama berbohong.

“Ma, aku mau ketemu sama laki-laki itu,” kata Amber pelan. “Ajak dia makan malam di sini. Aku mau mendengar penjelasan langsung dari mulutnya. Setelah itu baru aku akan mencoba memikirkan apakah aku akan memaafkannya atau nggak.”

Mama terpana. “Sungguh, Amb? Kamu mau bertemu dengan papamu?”

“Aku belum mengakuinya sebagai papaku, tapi aku akan memberinya kesempatan bicara.”

Mama mengangguk. “Iya, Mama tau. Mama mengerti, Amb.”

“Ya udah, aku mau tidur lagi,” kata amber, lalu meninggalkan Mama yang masih tersenyum lega.

Amber kembali ke kamarnya dan bersandar di balik pintu sambil berharap semoga keputusannya ini benar-benar tepat.

 

@(^-^)@

 

Sore harinya, Amber gelisah. Ia mondar-mandir di kamarnya kayak setrikaan. Jarum jam sudah menunjuk angka 6. Mama sudah menyuruh Oom Frans datang untuk makan malam. Kalau begitu, sebentar lagi laki-laki itu tiba. Amber benar-benar cemas. Dia nggak tahu bagaimana caranya menenangkan diri. 

Mama sudah memasak makanan istimewa untuk malam ini. Sedangkana amber sejak pagi sampai sekarang masih mengurung diri di kamar.

Telapak tangan Amber mulai basah karena keringat. Baru kali ini ia merasa secemas ini. Waktu pertama kali berkenalan dengan Papa Joe dulu, amber santai saja. Kali ini entah kenapa Amber merasa kesulitan mengontrol debar jantung, keringat, dan rasa takut yang menyesakkan dadanya. Gila, ada apa pada diriku? rutuk Amber. Aku mau 

ketemu sama papaku sendiri, buat apa aku takut begini? Amner mengacak-acak rambutnya kesal. Dia semakin frustrasi.

Terdengar suara deru mobil di depan rumah. Amber menajamkan pendengarannya. 

Lalu ada suara pintu yang dibuka. Laki-laki itu pasti sudah datang.

Amber bangkit lalu berjalan menuju pintu kamarnya. Tapi sesaat kemudian dia berhenti. Nggak, aku nggak boleh keluar duluan, kata Amber pada dirinya sendiri. Aku nggak boleh menunjukkan bahwa aku menunggu kedatangannya. Aku harus menunggu Mama memanggilku keluar.

Ketukan halus terdengar dari luar. “amber, Oom Frans sudah datang.”

“Aku tau,” jawab Amber. “Sebentar lagi aku keluar.”

“Mama tunggu ya,” sahut Mama lembut.

Amber nggak menjawab lagi. Jantungnya berdegup semakin kencang dan liar. 

Ditatapnya jaket hitam milik Sehun  yang sudah terlipat rapi di meja belajarnya. Amber berjalan mendekati jaket itu dan mengambilnya.

“Gue lakukan ini semua gara-gara elo, Hun,” kata Amber sambil menatap jaket itu lekat-lekat. “Kalau sampai hasilnya malah buruk, elo orang pertama yang bakal gue damprat.”

Amber meletakkan kembali jaket itu ke meja belajarnya dan berjalan keluar dari kamar.

 

@(^-^)@

 

Oom Frans sudah duduk bersama Mama di meja makan. Meja makan yang selama ini hanya terdiri atas dua kursi, hari ini sudah ditambahkan Mama dengan kursi plastik yang diambil dari gudang. Amber ingat, kursi itu sebenarnya kursi yang dipakai Papa Joe sewaktu Papa Joe masih menikah dengan Mama.

Amber duduk di tempatnya yang biasa. Suasana terasa berbeda. Atmosfer tegang memenuhi ruangan. Amber menatap laki-laki yang duduk di hadapannya. Waktu di 

restoran kemarin Amber nggak sempat memerhatikan wajahnya dengan mendetail karena keburu terbakar emosi.

Oom Frans bertubuh tegap. Lebih tinggi sedikit daripada Mama, mungkin sekitar 165 cm. Alisnya tebal. Rambutnya masih banyak yang hitam. Penampilannya rapi dan bersih. Hidungnya nggak mancung tapi juga nggak terlalu pesek. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Wajahnya kelihatan ramah dan lembut. Nggak kayak bapaknya Luna yang tampangnya rada sangar.

“amber, ini Papa... eh, Oom Frans,” Mama mengawali pembicaraan dengan memperkenalkan laki-laki yang ada di hadapan Amber.

“Aku udah tau namanya kok, Ma,” jawab Amber ketus.

“Apa kabar, Amber?” tanya laki-laki itu. Kelihatan banget dia berusaha ramah pada amber.

“Kabarku?” Amber malah balik bertanya. “Kabarku waktu umur berapa yang mau Oom tanyakan? Waktu aku masih bayi, waktu aku pertama kali masuk SD, atau kabarku waktu aku masuk rumah sakit gara-gara usus buntu?”

“amber!” tegur Mama. “Jaga ucapanmu!”

Oom Frans tersenyum. “Nggak apa-apa, biarkan dia mengeluarkan semua kemarahannya padaku. Bagaimanapun aku memang sudah bersalah padanya.”

“Bukan hanya padaku, tapi juga pada Mama!” bentak Amber. “Oom ke mana aja waktu Mama melahirkanku, waktu aku pertama kali belajar berjalan, waktu aku menangis karena jatuh dari sepeda, waktu Mama jatuh sakit karena terlalu lelah bekerja?!”

Amner meluapkan emosinya. “Apa Oom tau betapa sakitnya diejek sebagai anak haram, apa Oom tau betapa sedihnya melihat Mama menanggung semua beban rumah tangga, apa Oom tau betapa merananya tidak memiliki ayah?”

Oom Frans terdiam. Senyum di bibirnya lenyap. Mama menundukkan kepala, dan Amber tahu Mama sedang menangis.

“Maaf, Amber,” kata Oom Frans lirih.

“Maaf?” tanya Amber. “Apa kata maaf bisa menghilangan semua penderitaan yang aku dan Mama alami selama ini? Apa satu kata maaf bisa membuat masa kecilku yang menyedihkan menjadi lebih baik?”

Oom Frans nggak menjawab.

“Sejak kecil aku harus menahan rasa sedih dan marah setiap kali mendengar orang-orang menghinaku. Aku harus menahan diri saat aku mendengar mereka menggunjingkan Mama. Aku hanya bisa menangis, tapi nggak bisa melakukan apa pun. Seitap kali orang menanyakan di mana papaku, aku cuma bisa diam. Kalau teman-temanku dengan bangganya menceritakan pekerjaan papanya, aku cuma bisa menghindar supaya mereka nggak menanyakannya padaku. Dan sekarang Oom hanya bisa mengatakan maaf?”

“Lalu apa yang harus Oom lakukan untuk menebus semua kesalahan Oom?” tanya Oom Frans pelan.

Amber diam. Matanya menatap laki-laki di depannya itu.

“Jelaskan padaku alasan Oom meninggalkan kami.”

“Oom nggak pernah berniat meninggalkan kalian. Oom mencintai mamamu dengan tulus. Sewaktu Oom mengetahui kehamilan mamamu, jujur saja, Oom sempat merasa ragu. Oom takut keluarga Oom tidak bisa menerima semua ini. Kami masih terlalu muda. Oom belum punya pekerjaan yang jelas. Oom bingung dengan apa akan menghidupi kalian kelak. Tapi akhirnya Oom memutuskan untuk kembali ke China dan bicara dengan orangtua Oom, tanpa pamit pada mamamu. Mungkin itu yang membuat mamamu salah paham dan mengira Oom tidak mau 

bertanggung jawab,” jawab Oom Frans.

“Saat Oom kembali ke Korea. mamamu sudah pergi. Oom sudah berusaha mencari, tapi tidak dapat menemukan kalian,” lanjut Oom Frans.

“Dan setelah itu Oom menyerah dan berhenti mencari?” tanya Amner ketus.

“Tidak. Oom terus mencari kalian sampai akhirnya Oom mendapat kabar tentang pabrik tempat mamamu bekerja.”

“Lalu kenapa Oom menikah dengan orang lain?”

“Oom terpaksa. Oom tidak mungkin terus sendirian karena orangtua Oom sangat menginginkan seorang cucu.”

“Aku kan cucu mereka...!”

“Amb, waktu itu Oom sama sekali tidak mengetahui keberadaan kalian dan Oom terpaksa menuruti keinginan mereka.”

“Dan kalian hidup bahagia sementara aku dan Mama berjuang menahan derita.”

Melihat Amber semakin emosi dan Oom Frans semakin terdesak, mama Amber menyela, “amber, jangan terus menyudutkan Oom Frans. Dia telah kehilangan anak 

dan istrinya, dia juga telah menyesali semua kesalahannya. Apa kamu tidak bisa memaafkannya?”

“Biar saja, Ma. Anggap saja itu ganjaran dari Tuhan.”

“amber...,” Mama berkata memelas.

“Sudah, Maya, biarkan Amber menumpahkan kemarahannya. Aku terima,” ujar 

Oom Frans pada mama Amber.

Amber terdiam sejenak. Tapi tak lama kemudian, ia melontarkan pertanyaan lagi pada Oom Frans, “Terus, dengan apa Oom akan membayar semua penderitaan aku 

dan Mama selama ini?”

“Oom akan membayar dengan seluruh sisa hidup Oom,” jawab Oom Frans dengan tegas dan tanpa ragu.

Amber terdiam lagi. Kebimbangan menyelimuti dirinya. Ditatapnya laki-laki di depannya. Pantaskah laki-laki ini menerima maaf darinya? Tapi kalau dia nggak memaafkannya, bagaimana perasaan Mama? Amber jelas tahu, Mama telah memaafkan Oom Frans dan mau menerimanya kembali. Apa Amber juga harus seperti Mama?

“Makanannya udah dingin,” kata Amber akhirnya. “Lebih baik kita makan karena aku udah lapar. Dan sebaiknya Oom jangan terlalu lama di rumah ini. Aku nggak mau tetangga menyebarkan gosip nggak enak tentang Mama. Kalau memang Oom mau tinggal di rumah ini, nikahi Mama dulu secara resmi.”Oom Frans nggak menjawab. Ia berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Amber. Sesaat kemudian dia pun mengerti. Amber memang belum benar-benar memaafkannya, tapi Amber bersedia memberinya kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah dia lakukan.

Oom Frans hanya diam dan memandang Amber sambil menyunggingkan senyum kelegaan. Mama juga tersenyum. Air mata haru mengalir dari sudut matanya. 

Meskipun Amber belum bersedia mengakui Oom Frans sebagai ayahnya, tapi paling nggak, amber mau menerima Oom Frans sebagai bagian dari keluarga mereka. Bagi mama Amber. itu sudah merupakan hal yang sangat membahagiakannya. Itu sudah lebih dari cukup.

 

@(^-^)@

 

Esok harinya, Luna dan Krystal menunggu Amber di depan kelas. Mereka udah pengin banget mendengarkan cerita Amber tentang kejadian Sabtu kemarin.

Begitu amber muncul dari ujung koridor, Krystal dan Luna langsung berlari ke arahnya.

“amber, ayo buruan jalannya!” seru Luna langsung menarik tangan Amber menuju kelas.

“Apaan sih?” tanya Amber heran. Tapi dia menurut juga. Dipercepatnya langkah kakinya mengikuti Luna. Krystal berjalan di sebelahnya dengan tersenyum.

Sesampainya di kelas, Luna membantu amber melepas tasnya lalu menekan pundak Amber agar segera duduk. Asli, Amber heran banget melihat tingkah dua sobatnya.

“Ada apa sih?” tanya Amber.

“Mestinya kami yang nanya... ada apa sih kemarin?” tanya Luna.

Mendengar pertanyaan Luna, Amber mulai mengerti kenapa sobat-sobatnya ini menunggunya di depan koridor.

“Kemarin... ng... oh ya, soal kemarin, gue mau bilang sori nih. Gue udah nyusahin kalian berdua,” kata Amber. “Tapi sekarang masalah gue udah selesai kok.”

“Nah itu yang mau kami tanyain. Masalah apa sih?” tanya Krystal. “Cerita dong, Amber!”

“Mmm... kemarin gue ngeliat nyokap gue makan berdua sama laki-laki yang nggak gue kenal.”

“So what?” tanya Luna heran.

Krystal langsung memelototi Luna dan menyuruhnya diam.

“Laki-laki itu ternyata... bokap kandung gue.”

“HAH?!” seru Luna kaget tanpa bisa menahan diri.

Krystal kembali memelototi Luna. Luna membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan.

“Nyokap gue udah cukup lama berhubungan lagi dengan dia, dan selama ini nyokap gue menutupiya dari gue. Nyokap takut gue nggak mau menerima kehadiran laki-laki itu.”

“Jadi kemarin itu lo ribut sama nyokap lo?” tanya Krystal pelan.

Amber mengangguk.

“Jadi... karena itu juga lo ninggalin kami berdua di mal?”

Amber kembali mengangguk sambil menjawab, “Gue benar-benar marah dan kaget. Laki-laki itu, namanya Oom Frans, setelah dua puluh tahun ninggalin gue dan Nyokap, tiba-tiba muncul di depan gue dan bermesraan dengan nyokap gue. Gue benar-benar marah dan nggak tau harus bagaimana. Saat itu gue cuma pengin sendiri dulu sehingga gue ninggalin kalian begitu aja. Maaf ya.”

“Trus sekarang gimana?” tanya Krystal lagi.

“Gue tau nyokap gue udah memaafkan dan bersedia menerima Oom Frans kembali. Dan gue juga udah bicara dengan laki-laki itu. Dia minta maaf sama gue meskipun nggak semudah itu bagi gue untuk bisa memaafkannya. Dia cerita, sebenarnya dia nggak bermaksud ninggalin gue dan nyokap gue. Tapi kesalahpahaman yang terjadi antara dia dan nyokap gue membuat semuanya jadi begini.”

“Jadi... elo nggak mau menerima dia?” tanya Krystal

“Jujur aja, gue belum bisa memaafkan dia,” jawab Amber. “Tapi gue tau, laki-laki itu mungkin bisa membahagiakan nyokap gue. Kalau mereka bersatu lagi, nyokap gue nggak perlu bekerja keras untuk membiayai hidup gue. Dia bisa istirahat dan menikmati hidup. Gue pengin ngeliat nyokap gue bahagia.”

“Elo melakukan semua ini untuk nyokap lo, Amb?” tanya Luna.

Amber mengangguk. “Ada yang bilang ke gue bahwa gue tuh sebenarnya beruntung karena dikasih kesempatan untuk mempersatukan keluarga gue kembali. Gue cuma nggak mau menyia-nyiakan keberuntungan gue itu. Gue rasa ini semua bagian dari rencana Tuhan. Dia membuat gue nggak punya ayah dari kecil agar gue tumbuh jadi perempuan yang tegar dan kuat. Dan sekarang, saat gue dirasaNya 

udah cukup kuat dan tegar, Dia mengembalikan sosok ayah itu lagi ke gue. Dan Dia pasti punya rencana tersendiri di balik semua kejadian ini. Mungkin aja Dia pengin gue belajar memaafkan, dan nanti seiring berjalannya waktu, gue bisa memaafkan Oom Frans dan menerimanya dengan tulus. Who knows.”

Krystal dan Luna menatap Amber heran.

“Lo makan apa semalem, Amb?” tanya luna.

“Makan apa?” amber malah balik bertanya dengan heran. “Gue nggak makan apa-apa. Memangnya kenapa?”

“Kata-kata lo tadi itu loh! Ajaib, dan bikin elo nggak seperti Amber yang biasanya,” 

jawab Luna.

“Kata-kata gue yang mana?”

“Kata-kata lo tentang rencana Tuhan,” jawab Krystal. “Selama ini yang kami tau, elo bukan orang yang bijak menilai cinta dan kehidupan, amb. Prinsip hidup lo tuh „lo 

nggak tubuh orang lain‟. Lo pantang bergantung pada orang lain apalagi pada makhluk adam. Loe merasa yakin elo pasti bisa membahagiakan nyokap lo tanpa bantuan dan kehadiran orang lain. Dan gue tau, elo sangat membenci bokap kandung lo. Tapi sekarang, elo malah menerima kehadirannya dan berkata seakan lo mau belajar untuk memaafkannya. Ini benar-benar ajaib. Apa yang bisa bikin elo berubah seperti ini dalam semalam?”

Wajah Amber bersemu merah. Dia menundukkan kepalanya. Sesaat bayangan Sehun melintas di matanya. Jantungnya berdebar cepat. Lalu ia berkata lirih, “Mungkin... memang nggak semua laki-laki sejahat yang gue kira.”

 

@(^-^)@

 

Amber melangkahkan kakinya menyusuri koridor sekolah menuju area kelas satu. 

Tujuannya udah jelas, mau mencari Sehun. Dia pengin ngucapin terima kasih sekaligus mengembalikan jaket Sehun.

Setelah berhasil mencari-cari alasan untuk pisah dari Krystal dan Luna, Amber bergegas menuju kelas 1 D.

Sesampainya di depan pintu kelas Sehun, amber celingak-celinguk mencari sosok Sehun. Nihil. Nggak ada sehun di ruang kelas itu. Amber kembali mengedarkan pandangannya ke sekitar koridor kelas satu, siapa tahu Sehun lagi ngobrol sama teman-temannya di luar kelas. Tapi lagi-lagi hasilnya nihil. Atau jangan-jangan Sehun lagi ke kantin? Mmm... atau di lapangan? Atau di WC, ya?

Amber melihat ke sekelilingnya. Mau nanya tapi nggak enak. Sekarang aja udah banyak yang merhatiin dia, apalagi kalau dia menanyakan Sehun. Anak-anak kan udah tahu bahwa Sehun ngejar-ngejar Amber. Kalau ketahuan Amber yang nyari Sehun, bisa-bisa muncul gosip baru.

Amber jadi bingung sendiri. Mana sebentar lagi bel masuk berbunyi.

“Cari Sehun, ya?” tanya seorang cowok tiba-tiba, membuat Amber terlonjak kaget.

“Eh, iya. Lo tau di mana dia?”

“Dia nggak masuk hari ini,” jawab cowok itu ketus. “Sakit.”

“Sakit?” tanya Amber lagi. “Sakit apa?”

“Mana gue tau.”

“Siapa sih lo?” tanya Amber keki. Lagian nih cowok sok galak gitu, bikin kesal aja.

“Gue Kyungsoo... temen dekatnya Sehun,” lagi-lagi Kyungsoo menjawabnya dengan ketus.

Jelas Amber kesal diketusin Kyungsoo. “Lo ada masalah apa sih sama gue, sampai nada suara lo jutek begitu?”

“Nggak ada. Gue cuma kasian sama Sehun. Jatuh cinta kok sama cewek kayak elo...”

“Heh, apa maksud lo?!” Amber mulai emosi.

“sehun itu bego. Banyak cewek yang suka sama dia, tapi dia tolak. Eh, dia malah ngejar-ngejar cewek kayak elo.”

“Cewek kayak gue... apa maksud lo?”

“Yah... cewek yang kasar dan sok jual mahal.”

“Brengsek! Lo pikir lo siapa bisa ngatain gue kayak gitu!” maki Amber.

Kyungsoo malah menanggapi amber dengan tawa.

“Ngapain lo ketawa?”

“Gue pantang ribut sama cewek.”

“Heh, denger ya...” Dering bel menahan gerakan Amber yang udah siap-siap melayangkan tinjunya ke muka kyungsoo.

“Sana balik ke kelas lo, kakak kelasku yang manis,” ejek Kyungsoo lalu berjalan masuk ke kelasnya.

Amber udah pengin menjambak rambut cowok itu, tapi nggak jadi begitu dilihatnya Mr Han dosen kimia tingkat satu, sedang berjalan ke arahnya. Amber hanya bisa menggeram marah lalu berjalan kembali menuju kelasnya sendiri.

 

@(^-^)@

 

Hari ini Sehun nggak masuk lagi. Amber nggak sengaja mendengar hal itu dari cewek-cewek kelas satu yang lagi pada ngerumpi di WC. Ada perasaan nggak enak dalam 

dirinya. Apa iya Sehun sakit? Jangan-jangan Sehun sakit karena kehujanan sewaktu menemaninya di jembatan hari itu. Udara dingin dan air hujan pasti membuatnya demam dan masuk angin. Perasaan amber makin nggak enak.

Akhirnya dia putuskan untuk menahan gengsinya, menurunkan emosinya, dan menemui Kyungsoo untuk menanyakan alamat rumah Sehun. Bagaimanapun Kyungsoo kan teman dekat Sehun, jadi dia pasti tahu di mana rumah .

Amber berjalan menuju kelas Kyungsoo.

“amber!” panggil seseorang dari arah belakangnya. Amber membalikkan badannya.

“Eh, elo, Lun. Ada apa?”

“Lo mau ke mana?” tanya Luna.

“Mmm... itu... mau ke WC,” Amber berbohong. Dia nggak mau Luna atau siapa pun juga tahu bahwa ia ingin mencari alamat rumah Sehun.

“Kok ke arah sini?” tanya Luna heran. “WC kan di ujung sana.”

“WC di sana penuh. Gue udah kebelet banget, jadi gue mau ke WC anak tingkat satu aja. Siapa tau sepi.”

“Gue temenin, ya?” tawar Luna.

“Nggak... nggak usah!” amber buru-buru menjawab. “Gue pengin buang air besar, Lun. Kan nggak enak kalau ditungguin.”

luna tersenyum geli. “Ooo... ya udah. Eh, tapi pulang sekolah lo bisa nemenin gue nggak, Amb?”

“Ke mana?”

“Ke toko buku sebentar. Gue mau cari buku Da Vinci Code.”

“Mmm... kayaknya kalau hari ini gue juga nggak bisa. Gue ada urusan penting,”  kata amber. “Lo coba ajak Krystal aja.”

“krystal nggak bisa, dia ada janji sama L.”

“Tia?”

“Tia juga nggak bisa. Katanya dia mau jenguk tantenya yang sakit.”

“Tapi, Lun, sori banget. Hari ini gue benar-benar nggak bisa.”

“Yah... ya udahlah. Nggak apa-apa kok,” kata Luna, walaupun sedikit kecewa. “Sana cepat ke WC. Bentar lagi udah bel. Gue ke kelas duluan ya.”

Amber mengangguk lalu kembali berjalan menuju kelas Kyungsoo. Dari jauh Amber melihat cowok itu berdiri di depan ruang kelasnya. Amber mempercepat langkahnya 

mendekati Kyungsoo.

“soo, gue mau minta tolong sama elo,” ujar Amber to the point.

Kyungsoo menoleh ke arah Amber. “Mau apa lagi lo?”

“Gue mau minta tolong,” Amber mengulangi kata-katanya.

“Minta tolong? Sama gue?”

“Iya... gue mau minta alamat rumah Sehun.”

“Buat apa?”

“Itu urusan gue. Gue cuma minta tolong lo catatin alamat rumah Sehun buat gue. Itu aja.”

“Lo pikir gue bakal mau ngasih tau?”

“Nggak ada untungnya lo ngerahasiain alamat Sehun dari gue.”

“Nggak ada untungnya juga gue ngasih tau alamat Sehun ke elo.”

Amber terdiam. Nih cowok asli keras kepala banget. Amber benar-benar heran kenapa Sehun mau berteman sama orang model gini.

“soo, gue nggak peduli sama penilaian lo tentang gue. Tapi kali ini aja gue mohon, tolong kasih tau alamat rumah Sehun," pinta amber. “Untuk sekali ini aja.”

Kyungsoo menatap amber sejenak lalu tertawa terbahak-bahak. Amber sampai kesal melihatnya. Pengin banget rasanya dia melayangkan bogem mentah ke muka Kyungsoo.

“Jago juga si Sehun. Akhirnya dia berhasil nundukin hati cewek jutek ini,” ujar Kyungsoo di sela tawanya.

Amber dongkol banget mendengarnya, tapi dia berusaha menahan diri. “Terserah lo mau ngomong apa. Lo bisa kasih tau alamat Sehun sekarang?”

"Taman Han Shin blok HA nomor 28,” jawab Kyungsoo akhirnya, lalu kembali tertawa.

Amber mencatat alamat itu baik-baik di otaknya, lalu tanpa mengucapkan terima kasih amber berlalu dari hadapan Kyungsoo. Dia benar-benar berharap mulut Kyungsoo robek 

gara-gara kebanyakan ketawa. Dasar cowok brengsek!

 

@(^-^)@

 

Taksi berhenti tepat di depan sebuah rumah yang lumayan besar. Amber mengeluarkan uang dan memberikannya pada si sopir taksi.

“Mau ditungguin nggak, Non?” tanya sopir taksi ramah.

Amber berpikir sejenak. Boleh juga tuh. Dia kan belum tahu daerah sini, takutnya nanti malah susah dapat kendaraan buat pulang. Lagi pula dia nggak berniat berlama-lama di rumah Sehun.

“Boleh deh, Bang.”

“Oke deh, Non. Saya tunggu di warung situ ya,” kata si sopir taksi senang, sambil menunjuk warung yang berada nggak jauh dari rumah Sehun.

Amber mengangguk lalu turun dari taksi. Kini ia berdiri di depan pagar tinggi yang membentengi rumah bergaya Mediterania itu. Rumah Sehun ini didominasi warna cokelat bata yang memberi kesan natural, klasik, tapi simpel.

Dua kali Amber menekan bel yang ada di sisi kiri pagar, sampai akhirnya seorang perempuan keluar dari dalam rumah dan mendekatinya.

“Cari siapa ya, Mbak?” sapa perempuan itu.

“Apa benar ini rumah Sehun?” tanya Amber sopan.

“Ooh... cari Den Sehun. Ada kok. Den Sehun-nya lagi di kamar, masih nggak enak badan,” jawab perempuan itu sopan. Dia langsung buru-buru membukakan pintu 

dan mempersilakan Amber masuk.

Amber masuk melewati pagar sambil bertanya, “Kalau boleh tau, Mbak siapa?”

“Oh... saya mah cuma pembantu di sini. Nama saya Sani.”

“Eh, saya Amber. Teman sekolah Sehun,” ujar Amber sok ramah sambil mengulurkan tangan.

Sani tersenyum senang menyambut uluran tangan Amber.

Amber mengikuti langkah Sani masuk ke rumah yang bagian dalamnya tampak jauh lebih megah.

“sehun sakit apa sih, Mbak?” tanya Amber.

“Demam,” jawab Sani. “Udah dua hari. Waktu itu Den Sehun pulang malam-malam dalam keadaan basah kuyup. Tuan sama Nyonya sampai marah-marah. Tapi Den Sehun diam aja, nggak mau jawab. Eh tau-tau besoknya badan Den Sehun panas gitu.” Jadi benar dugaan Amber. Sehun sakit gara-gara menemaninya hujan-hujanan. Amber jadi merasa bersalah.

“Sekarang keadaannya gimana?”

“Udah lebih baik sih. Panasnya udah turun, tapi sama Nyonya belum boleh sekolah dulu.”

Syukurlah, Amber mendesah lega.

“Siapa yang datang, San?” seseorang bertanya dari arah belakang Amber.

Amber dan Sani sama-sama membalikkan badan. Sesosok perempuan setengah baya berjalan menuruni anak tangga. Rambut panjangnya yang ikal dan cokelat dibiarkan tergerai. Kulitnya yang agak gelap tapi bersih dan mulus dibalut blazer hitam.

“Nyonya...,” ujar Sani, “ini temannya Den Sehun.”

Amber menoleh ke arah Sani. Nyonya? Berarti itu mamanya Sehun!

“Siang, Tante,” Amber mengucapkan salam dengan sopan.

“Oh, temannya Sehun ya?” tanya mama Sehun sambil menuruni sisa anak tangga dan berjalan mendekati Amber.

“Iya, Tante, nama saya Amber.”

“Oh... Amber mau jenguk Sehun ya? Sehunnya masih nggak enak badan, makanya Tante belum mengizinkannya masuk sekolah,” kata mama Sehun ramah.

Amber hanya tersenyum. Diam-diam ia mengamati wajah perempuan setengah baya yang berdiri di hadapannya itu. Wajahnya sama sekali nggak mirip sama wajah sehun yang lebih berkesan oriental. Kulit Sehun putih dan matanya agak sipit, beda banget sama mamanya. Mugkin memang benar bahwa Sehun anak angkat.

“Kalau begitu kamu langsung ke taman belakang aja. Kebetulan di sana juga lagi ada temannya Sehun. Mungkin kamu kenal.”

Temannya? Jangan-jangan Kyungsoo lagi! Yieks! Mampus gue kalau sampai ketemu Kyungsoo di sini. Kalau dia sampai macam-macam lagi, bisa benar-benar ribut gue 

sama dia, Amber ngedumel dalam hati.

“Nah, Tante pergi dulu ya. Silakan aja langsung ke belakang...”

“Iya, Tante. Saya permisi dulu ya,” pamit Amber sebelum berjalan menuju arah yang ditunjukkan mama Sehun.

Amber mengangguk lalu buru-buru berjalan menuju taman belakang. Setelah melewati ruang makan, Amber membuka pintu kaca yang mengarah ke taman. Saat itulah Amber berhenti. Pemandangan yang dilihatnya membuat darahnya bergolak hebat.

 

 

 

Siapa yang membuat amber bergejolak hebat.. Jan lupa komen yaa laykuh.. kecupsmuah

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sapsaptl
#1
Chapter 16: HAHAHAHAHAHA gua udah baca ini berulang kali. Dari yg asli sampe yg re-write. Dulu awal baca itu diganti versi Cakka-Oik idola cilik, terus baca yg asli, terus baca yg ini. HAHAHAHA.
Meskipun gua udah tau endingnya gimana, gua tetep ngotot baca hahaha. Gua ingetnya ceweknya namanya Bia. Kalo yg cowok lupa gua. Udah lama bgt xD
Gua gatau mau komen apalagi, soalnya udah berkali-kali baca. Tapi gua salut sama authornya. Karena mau re-write novel ini. Gua ada rekomendasi novel sih, karakternya cocok sama Amber. Dan authornya juga ga bakal kecewa kalo baca. Hahaha. Kalo mau bisa DM gua aja. Ntar juga gua kasih tau rencananya hehe. Kalo mau sih, kalo nggak juga gapapa hahaha.
Dan mau dikomen apalagi? Ceritanya...gua bener-bener hampir apal. Tapi...tetep bikin senyum senyum sih bacanya versi hunber. Makasih ya♡♡♡
sapsaptl
#2
Chapter 1: yaampun ini novel dari jaman gua smp. dan ternyata ada yg repost versi amber. gua baca dulu yak, baru nemu. ntar gua komen jd satu aja gapapa kan? ♡♡♡ suka bgt sama nih novel. dulu bacanya barengan sama novel fairish hahaha. gua dikit2 inget lah ya wkwk
Channoides
#3
Chapter 16: hoalaah dh end, bartau. maaf lupa ngesubsc. soalnya kn biasanya baca yg subsc only, kirain udah taunya blm. :Vv
ngakakss lh sama endingnya. Luna yah emang. mau mati masal yg ngejenguk org fluburung ckckck..
dan akhirnya hunber cieeeeeeh.. gw ikut seneng hun. yey!!
tengkyuu dh buat ff ini :3
krisber22 #4
Chapter 16: Hahaha kok agak maksa nih ending.a
Berasa ada yang kurang gituhh..
Tapi apa yahhh..
Hehehe..

Siip thor maaf kalo selama koment ada kata" yg kurang menyenangkan..
Ditunggu new ff.a kalo bisa bahasa.a dibenerin lagi ia dibuat baku juga gx pp
kalo mau sih kalo gx juga gxpp..
ajol_fxonee
#5
Chapter 16: Wkwkwkwkwkw... Flu burung emang terlalu ganjil...
Hadeeeeehhh luna luna... Ini semua thanks to luna
Btw, makasih udah nyelesaiin cerita ni and gak bikin gantung... Tapi pas endingnya kok ada nama egi sih... Apa itu seharusnya sehun yah... Heheheeh #typo
Sjt0057 #6
Cringey af
ajol_fxonee
#7
Chapter 15: Flu burung????
Nih si sehun... Sakit mulu...
Sakit hati iyah....
Amber jga gengsinya tingkat dewa....
Hahahahaha... Ngaku aja knapa sih... Klo suka bilang suka..kaleeeee
krisber22 #8
Chapter 15: Yeahh kok mau end sihh padahal seru lhi ff.a
Tapi gx papa selama ada yg baru mah okelahh..

New ff amber x jin bts boleh gx thor
.
Hehehe
ajol_fxonee
#9
Chapter 14: Waduuuhhh... Disini sebenarnya amber yg jadi sumber konfliknya... Dia terlalu keras dan selalu mengutamakan pikiran tanpa perasaan... Takut terluka tapi justru malah membuat org lain terluka dan dirinya sendiri merasakan penyesalan...
Emang sosok sehun yg paling cocok menjadi pendampingnya karna walaupun lebih muda darinya tapi lebih dewasa dalam pemikiran.. Dan tentunya lebih bijak, tipe pria idaman dan bisalah jadi pemimpin dalam keluarga ecieciecie..... Amber udah jelas banget cemburu tapi gak mau ngaku... Ahahahaha...
Channoides
#10
Chapter 14: baru nemu ini, baru baca, baru selese :V
rada ooc sih ya, Ambernya galak haha.. tp gaapa. terus rada ngebingunain sama statusnya Amber. dia disini anak kuliahan kn, tp untuk konflik yg kaya gini enaknya klo Amber itu anak SMA aja. soalnya terkesan bgt konflik usia remaja, kalo kuliah, apa lg semester akhir itu lebih berat. semacam cinlok di parkiran gara" kerja sama ngempesin ban dosen pembimbing wkkkk~ eh salah. pokoknya kalo anak kuliahan semester akhir biasanya otaknya agak dewasaanlh, mereka cenderung dewasa buat maafin org, kalopun marah gak ampe langsung meledak" apalagi sama hal kecil doang. tp ini hanya pendapat. mungkin gw terlalu baper baca ffnya sampai terllu mentingin hal" di dunia nyata :V kalo di sastra apa si yg ga mingkin *eaaaa
oke sip. thanks ficnya. btw ceritanya mengharukan sekali. apa lagi yg akhir" ini. itu tag ada chanyeol tp dia munculnya di chap 1 doang? gaada konflik sama Amber apa nih *ngarep. wkwkwk