2. Hal menyebalkan itu bisa jadi menyenangkan

Being The Tyrant Girlfriend
Please Subscribe to read the full chapter

"Hanbin, aku minta maaf," seluruh nafasku bergantung pada kata maaf yang memang kurencanakan untuk keluar berulang-ulang kali untuk Hanbin sebelum dia akan melangkah menjumpai Miss Taeyeon atas insiden sejam lalu.

Aku memohon padanya, aku tak tenang selama masih berpikiran jika sosok perempuan di kanvas itu adalah aku.

Kami sudah akan berganti les lagi, Hanbin masih setia menyempurnakan gambarnya sementara aku, di sinilah aku, berada di sebelahnya dengan jarak setengah meter seakan meminta agar diberi kesempatan hidup. Yang damai dan layak. Karena aku tidak mau siapa pun membenci kehadiranku di hari pertamaku sekolah.

Pemuda itu tak memberi sinyal akan meresponku namun sudut bibirnya sebelah nampak terangkat. Oh! Itu sinyalnya!

"Ya," dia lalu menoleh ke arahku. Mendapat sambutan atas sikap ramahnya aku malah tertegun.

"Kau memaafkanku 'kan?"

Dia mengangguk. "Begitulah," dan di sinilah aku pikir bahwa kali ini aku tidak salah menilai orang.

"Terima kasih." betapa baiknya pemuda pendiam ini. Senyumannya tampan berlesung pula. Bagiku sudah cukup untuk tahu bila saat ini Hanbin dan aku tak terikat masalah apa pun. Mungkin kami tidak perlu berteman, namun setidaknya aku tahu Hanbin pasti akan menilaiku sebagai orang yang selalu memiliki maksud yang baik.

"Hanbin, ayo ikut dengan saya," Miss Taeyeon mendekap beberapa lembar kerjanya, bersiap meninggalkan kami. "Dan tolong, Jinhwan, Dean, jangan ribut. Tunggu guru les berikutnya datang."

Hanbin pun segera keluar dari kelas mengikuti Miss Taeyeon yang tak jadi mau menunggunya hingga jam makan siang. Keriuhan langsung terdengar di kelas dan aku satu-satunya yang diam di kursi. Geming seperti orang yang tak tahu caranya berkomunikasi. Yang penting aku melakukan semua dengan baik.

"Kau bicara dengan si tyrant?"

Aku menoleh ke arah kiriku, oke, tatapan itu mengatakan seolah-olah aku orang aneh. Tapi aku berusaha yang terbaik agar dapat label anak baik di sekolah ini, bukan yang aneh satu.

"Tyrant?" ulangku lebih aneh lagi. Ah, pemuda pendiam yang membawa rokok tadi maksudnya? "He's a nice boy if I can say... He's quiet too," aku menjawab sambil memanggutkan kepala. Mengingat bagaimana tadi sepanjang les kami dia tidak sesibuk beberapa murid laki-laki di belakang. Dia mudah menerima permintaan maaf, dan oke, tatapannya waktu aku menjatuhkan kotak rokoknya itu sungguh patut kudapatkan. Tapi mengenai gambarnya, kukira itu sebuah lelucon jika kita melihat dari sisi baik Hanbin.

Tapi... tatapan aneh gadis ini tak kunjung hilang.

"Apa kau bilang dia nice boy? Quiet boy?" gadis itu memutar jari telunjuk di sebelah kepala, memberi gestur seakan otakku baling, alias—gila. Wait, aku benarkan soal pendapatku mengenai pemuda Hanbin itu?

"Jadi..."

"Oke, Bae Minwoo, kau harus tahu banyak hal sebagai murid SMA," desisannya meremehkanku. Aku tak mengerti ketika dia bicara seolah-olah aku sudah menjadi anak sekolahan selama ini dan seakan aku orang yang ketinggalan informasi. Kenapa dia tidak langsung memberitahukannya saja dan tidak membiarkan soal mengenai Hanbin menjadi berbelit-belit. "By the way, aku Bora." dia mengulurkan tangan, dengan senang hati pula aku menerimanya. Yes, satu teman. Tapi... kacamatanya itu, apa aku bisa yakin dia bukan target kejahilan?

"Jangan pedulikan kacamataku, aku memiliki penglihatan yang benar-benar buruk jika aku tak memakainya," dia sadar aku memerhatikan kacamatanya.

"Um, well, gambar yang bagus," aku ingin agak berbasa-basi, tidak enak kalau aku jadi orang barbar yang ngotot mau tahu kenapa dia mengatakan Hanbin adalah seorang raja zalim karena kau tahu... itu berarti permintaan maaf tadi tak berarti apa pun.

"Yah, kau bisa bilang aku seniman sekolah, dan ow—apa itu setan bertanduk?" dia melihat ke arah gambar di kanvasku. Malu, buru-buru aku menggeser kaki kanvasnya dan dia berakhir dengan tertawa keras-keras. "Serius, Minwoo? Hal paling membahagiakan bisa jadi iblis? Apa kau penganut aliran iluminati dan semacamnya?"

Aku tidak yakin harus menjawab Bora kalau ini hanyalah hasil dari ketidakkreatifanku dalam berkarya. "Aku hanya tidak tahu harus menggambar apa, karena hal yang paling kuinginkan adalah bisa makan banyak tanpa harus jadi gemuk," akuku padanya. Bora kelihatan tertarik dengan menarik kursinya mendekat.

"Apa yang dikatakan Jinhwan benar?" dia berbisik padaku. Tapi karena itu masa lalu yang penting kurasa aku tidak perlu membeberkannya pada Bora.

"Tidak." sangkal itu Minwoo. Kau bukan dan tidak akan pernah menjadi sosok buntal itu lagi jadi tidak perlu orang lain tahu kalau dulu kau adalah korban bully. Kau adalah Minwoo yang baru, fresh from the oven. "Semua orang ingin bisa begitu,"

Bora tersenyum, manggut-manggut kepala. "Kau benar. Banyak orang pasti beranggapan kalau itu adalah hal yang paling membahagiakan," Bora kelihatan terkesan dengan apa yang kukatakan, selama baik-baik saja kurasa tidak ada yang perlu dipermasalahkan. "Kau pindahan mana?"

Nah, yang satu ini. Dari semua pertanyaan tentu dia menanyakan itu, kurasa aku tidak bisa menyangkalnya. Tapi ada baiknya lagi kalau dia tidak perlu tahu. Bora terlihat seperti orang yang memiliki tingkat kekepoan tinggi. Mungkin aku bisa menjawab kalau aku pindahan luar negeri tapi... itu bisa dicurigai bila ia tahu cara ngomong Bahasa Inggrisku yang agak belepotan.

Namun, di saat aku masih memikirkan sangkalan apa yang tepat untuk pertanyaan Bora, dia sudah menjawab duluan, "Ah, I see. Kau pasti berasal dari luar kota makanya kau kurang tahu mengenai Hanbin." hm, boleh, boleh. Sebaiknya kubiarkan saja dia berpikiran begitu.

"Kau mengatakan seakan-akan dia orang yang berbahaya... Apa benar?" kalau begitu ini pasti menarik.

"Ya, Minwoo. Dari tahun pertama dia selalu hampir kena drop out dari sekolah akibat perkelahian dengan murid sekolah lain,"

Dan kalau begitu... pasti dia adalah murid bermasalah dan murid yang pandai berkelahi! Satu poin yang harus dimiliki calon ksatria, baik, mari kita dengarkan pendapat dan fakta lainnya mengenai pemuda Hanbin. Jika dalam hari pertama aku sudah dapat calon pelindungku, maka itu adalah takdir dan balasan Tuhan atas kebaikan yang tercatat dalam buku catatannya yang berjudul Kumpulan Kebaikan Bae Minwoo.

"Apa dia selalu menang dalam perkelahian itu?" tanyaku dengan sepenuhnya sadar kalau seharusnya bukan pertanyaan itu yang kuajukan dari sekian banyak rentetan pertanyaan. Bora nampak diam saja, dia lalu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, aku sama sekali tak mengerti gerak gerik gadis ini.

"Dia menang atau tidak itu urusannya, Minwoo. Kenapa? Kau mau mencoba melawannya jika nanti dia menghampirimu setelah kejadian tadi?"

Aku memilih diam. Tahu sebentar lagi Bora akan menjawab pertanyaannya itu berdasarkan asumsinya sendiri.

"Oke, kuanggap itu sebagai jawaban tidak. Karena siapa pun akan mati di tangannya, jika macam-macam."

Uh, aku kurang mengerti yang satu ini. Apa itu berarti Hanbin sebenarnya membenciku?

"Jadi dia mungkin akan menghajarku setelah kejadian tadi maksudmu?" tapi tadi dia mau memaafkanku. Bora doesn't make any sense. Dia mungkin berusaha menjebakku yang mau berteman dengan Hanbin yang ternyata sosok yang kucari. Tidak usah menjadi pacar, jadi teman dari aliansi kejahatannya sudah cukup bagiku.

"Mungkin. Saranku hanya, jauhi saja dia, dia itu bukan murid sekolahan biasa,"

Bora terdengar menyebutkan secara tak langsung kalau Hanbin adalah mahluk luar angkasa. Dia agak aneh karena perkataannya sulit dicerna padahal aku gak telmi-telmi amat. Atau jangan-jangan... Ah! I got it... Bora menyukai Hanbin, jadi dia tidak mau aku dekat dengannya. Dengan ini kusimpulkan bahwa dari awal inti pembicaraan kami adalah: nol.

Bora, kau hanya perlu bilang kau menyukainya. Aku memiliki respect yan tinggi jika berhubungan dengan hal itu.

"Kau juga menjauhinya atau aku saja? Kasihan kalau dia tidak ada yang berteman dengan Hanbin, bukan?"

Bora menghela nafas panjang. "Kau saja yang menjauhinya, aku sudah cukup bahagia bisa duduk dengan radius dua meter darinya."

Oke, aku mulai tidak tahu mengarah ke mana pembicaraan kami berlangsung. Apa yang sedang dia coba sampaikan mengenai pemuda Hanbin aku tak mengerti sama sekali. Intinya apakah dia bisa diajak berteman dan apa dia benar-benar orang kejam itu, Bora?

"Dia benar-benar berbahaya?" tanyaku mau langsung ke poinnya.

"Ya." Bora mengangguk sekali, menunjukkan padaku kepastiannya.

"Dia seorang bad boy yang ditakuti?"

"Nah, itu kau tahu. Ya, itu dia." Bora mengangguk-angguk lagi. Aku mendapatkan jawaban yang cukup memuaskan tapi satu hal.

Tunggu, ini benar-benar di luar dugaan. Walau pendapat awalku mengenai Hanbin salah, setidaknya aku cukup memastikan apa Hanbin bisa diajak berteman. Masalah dia membenciku atau tidak hanya Tuhan yang tahu.

"Sepertinya jika jadi teman dekat Hanbin tidak akan ada yang berani mengganggu temannya itu." kali ini aku yang manggut-manggut kepala, membuat pendapat sendiri. Tapi siapa sangka kalau Bora setuju dengan pendapatku?

"Ya, begitulah. Kau tahu Jinhwan? Dia teman Hanbin." Bora memelankan suaranya. Aku yang mendapat informasi baru masih manggut-manggut memasang telinga menyimaknya serius. "Aku tidak tahu sih, ada banyak teman Hanbin di sekolah ini, tapi mereka itu bisa saling membully satu sama lain."

Tidak mungkin. Itu sama saja dengan aku tidak bisa menjadi teman Hanbin!

"Lalu..." ini mungkin akan mengagetkan Bora. "...apa dia single?"

"Aku tidak salah dengar pertanyaanmu?"

"Tidak, kau tidak salah dengar. Aku tanya apa dia single?"

Bora menatapku dalam-dalam. Dia menghela nafasnya panjang-panjang lagi. "Kau menyukai... dia?"

"Tidak. Aku tidak menyukainya."

"Baik, Minwoo, kalau kau mau jadilah pacarnya karena selama ini Hanbin tidak pernah menggandeng lengan perempuan. Karena kau tahu kenapa? Dia itu berbahaya. Ber. Ba. Ha. Ya."

"Itu keren." aku memekik senang. Tapi tiba-tiba Bora menjauhkan kursinya dariku. Maksudku berkata keren di sini karena Hanbin itu benaran single dan berbahaya pastilah dalam artian jika macam-macam dengannya seperti yang Bora katakan padaku.

"Itu gila. Jika kau jadian dengannya, percayalah tidak akan ada yang mendekatimu, bahkan aku sekali pun."

Itu terdengar seperti peringatan tapi aku anggap itu sebagai informasi emas! Dia berkata seolah jika aku menyatakan cinta pada Hanbin, pemuda itu akan menerimaku.

Kau tahu apa? Aku akan benar-benar menjalani hidup normalku di sekolah. Aku tidak peduli Bora atau siapa pun tak mau menjadi temanku karena itu akan semakin bagus. Memang mereka mau membantuku jika aku dibully? Gak 'kan? Tentu saja tidak.

Tidak ada yang akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah kudapatkan 3 tahun berturut-turut di SMP.

"Terima kasih." ak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Min, ini tu dibukukan ga ya? Pingin baca sampe tamat
Tikakyu #2
Min?? Okay kah???
Tikakyu #3
Chapter 13: Ga akan udate lagi kan iniㅠㅠㅠㅠ

난 괜찮아 (안괜찮아)
보고싶지 않아 (너무 보고싶어)
Tikakyu #4
Chapter 13: Ahhhh sayang bgt aff sekarang g ada yg updateㅠㅠㅠㅠㅠㅠ
Miss you author-nim 🤍🤍🤍
crunchymiki
#5
Chapter 13: 4000words ga berasa ah weee, bentar kali isss :(((
Note : jinhwan bisa ga si gausa suka ikut campur kaya nasi campur, nyebelin kali kau
Tikakyu #6
Chapter 13: Ihh serius deh, makin cinta ma bobby... ♡u Authornim
Felchey
#7
Chapter 13: Sis, mana mau tengok English version ya?
Tikakyu #8
Chapter 12: Gak tau mau ngomen apa yg jelas sangat sukaaaaa...

Siip lahh
Tikakyu #9
Chapter 11: Ya ampun... Ada kalimat 'apa salah dan dosaku?!' Dan otamatis kata sayang muncul di kepala sambil nyanyi pula.. aigooya
Tikakyu #10
Chapter 10: Ya ampun... hanbin-bobby bener2 gemesin.. ♡♡♡♡
(Emotikon lucu apa ya??)