4. Teman? Uh, entahlah.

Being The Tyrant Girlfriend
Please Subscribe to read the full chapter

Rasanya bahagia sekali, ksatria baru jadian langsung mengajakku kencan. Ada SMS darinya saat aku pulang sekolah tadi. Dan sekarang aku sibuk memilih-milih pakaian dibantu oleh ibu di dalam kamarku. Ia sudah tahu dan malah senang aku punya pacar, bahkan ia memilihkan sebuah dress berwarna putih tanpa lengan yang memiliki kerah berwarna hijau. Ini dress favoritku sedunia. Hadiah paling spesial dari ibu sejak berat badanku menginjak normal.

"Jadi, kemana Hanbin akan mengajakmu, sayang?" tanya ibu sambil memasangkan resleting bajuku. Setelah selesai, aku lantas berputar agar dress selutut ini mengembang. Sungguh bahagia sekali aku saat ini.

"Ke bioskop. Dan dia yang menjemputku nanti." jawabku lalu memasang sepatu yang membuatku nampak lebih tinggi 3 senti. Warnanya putih dengan tali sepatu, cerah sekali karena belum pernah kupakai untuk keluar-keluar.

"Baiklah. Semoga berhasil!" ibu mengantarku hingga pintu depan, rupanya Hanbin sudah datang. Dia membawa sepeda motor yang mungkin akan terus mengantar jemputku pulang dan pergi sekolah.

Naik ke motornya, aku lalu melambai pada ibu, setelah itu, aku dan Hanbin melaju pergi dari kompleks rumahku.

Kenapa dia tidak memujiku, padahal ini dressku yang terbaik.

"Apa aku..."

"Ya, kau terlihat cantik." Hanbin dan ilmunya membaca pikiranku. Itu membuatku tersipu dan aku yakin warna pipiku merah persis seperti dalam drama ketika seorang pacar memuji pacarnya di malam kencan. Senangnya. Walau terdengar menggelikan tapi aku senang untuk bisa jadi menggelikan karena tidak akan ada orang yang tahu apa isi kepalaku saat ini. Hihihi.

Aku terus saja menyeringai seperti idiot sambil memeluk pinggang Hanbin. Dapat kurasakan tubuhnya yang kekar ini di dalam rengkuhan lenganku yang kelihatannya akan meleleh begitu saja. Oh, jangan biarkan aku melepas pelukan ini.

Tubuhnya yang wangi penuh kemaskulinan. Begini rasanya punya pacar. Sesaat aku jadi lupa kalau pemuda ini adalah orang yang paling ditakuti di seluruh sekolah. Sesaat aku jadi lupa kalau dia adalah sosok bad boy dan aku adalah bad girlnya.

Ya Tuhan, kau baik sekali...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

"AAAAAKHH...!!!" aku terbangun dari mimpiku dengan kejutan luar biasa. Rasanya lenganku sakit sekali dan tenyata saat aku menoleh Jaewoo sedang menggigitnya! Apa yang Setan Kecil ini lakukan pagi-pagi di dalam kamarku?! Ini jam enam, ya ampun! "Jaewoo! Apa kau sudah gila? Kenapa kau menggigit lenganku, Setan Kecil! Enyah kau!"

"Kakak tidak mau bangun! Ibu suruh kau bangun!" ia menjulurkan lidahnya padaku sebagai tanda kemenangannya untuk menghancurkan dan menyingkirkan kakaknya sendiri. Astaga. Begitu aku bergerak, ia langsung berlari secepat kilat sambil terkikik yang mana bagiku kikikan itu mengerikan namun bagi orang lain mungkin menggemaskan.

"Iblis hijau Minwoo akan bangkit dari tempat tidurnya!" kepalanya menyembul dari pintu kamarku. Aku harus bersiap-siap untuk lari pagi sebelum aku mandi dan berangkat sekolah. Menguap, aku berdiri dari kasur sambil meregangkan tubuhku juga, berniat menutup pintu kamar, si Setan Kecil masih geming di sana.

"Oh! Tidak! Aku jenderal Hitotsu akan menyiapkan 10.000 pasukan yang berasal dari arwah para pahlawan perang dunia 1 dan 2! Aku akan melumpuhkanmu! Bersiaplah!" tiba-tiba saja, dia mendobrak pintunya dan berlari ke arahku, dia membuat sebuah tinju dan berakting seakan-akan sedang mengumpulkan cakra di kepalan kecilnya itu. Ah, pagi yang tak pernah berbeda dari biasanya.

Aku menghela nafas lelah, menerima tinju yang melayang ke perutku.

"Tidak mempan?!" serunya kaget.

"Aku tidak sempat untuk masuk karakter iblis pagi-pagi begini, Jaewoo." ucapku kembali menguap, sudah berada di ambang pintu kamarku untuk menguncinya sehingga ia bisa keluar dan aku akan ganti pakaian.

"Ah, sial. Baiklah." beraninya ia mengumpat. Namun bagian terbaiknya ia sudah menyerah dan berjalan dengan lemas keluar kamarku. Tentu aku langsung mengunci pintu kamarku. Berharap episode Jenderal Hitotsu tak bersambung pulang sekolahku nanti.

***

Aku gelisah sekali ketika aku harus berpisah dengan Jaewoo. Dia tidak bisa menemaniku hingga gerbang sekolah melainkan aku yang harus menemaninya hingga gerbang sekolahnya karena kami sampai ke sekolahnya duluan dari pada sekolahku.

Dia mendoakan semoga hari keduaku menyenangkan tapi aku hanya bisa mengaminkannya dalam hati. Ya, semoga.

Perjalananku masuk ke area sekolah biasa-biasa saja. Aku hanya menatap lurus ke depan tak berani melirik kanan kiri atau aku akan bertemu dengan mata orang lain. Aku paling menghindari hal itu.

Sebelum masuk kelas, aku punya waktu sepuluh menit untuk bersiap-siap di toilet. Mengendap-endap ke sana sebagai bentuk waspada terhadap Jinhwan karena mungkin dia akan mengunciku. Pemuda itu adalah salah satu orang yang kehadirannya wajib terdeteksi radar tak amanku.

Sampai di dalam, rupanya aku tidak sendirian. Ini malah bagus. Pikirku lalu berdiri di depan cermin. Di sebelahku dua orang gadis yang sedang menggosip sambil menyisir rambut dan memoleskan benda yang aku tidak tahu apa namanya pada wajah mereka.

Tak menyiakan waktu, aku langsung melepas tas punggungku, mengeluarkan sebuah dompet kecil berisi alat make up ibu. Aku sudah meminjamnya karena aku tidak mau menanggung dosa dengan membawa dompet ini diam-diam. Aku hanya bilang padanya aku butuh eyeliner, dan dia nampak setuju-setuju saja.

Baiklah, bagaimana cara memakai benda ini? Aku terbengong memandangi benda bernama eyeliner di tanganku, aku sama sekali tidak memiliki ide kecuali aku harus minta tolong pada kedua gadis di sebelahku.

"Permisi," aku menghentikan suara tertawa mereka, digantikan dengan tatapan bingung dari keduanya.

"Ya?" salah satu dari mereka menyahut.

"Aku butuh bantuan untuk... memakai ini," tuturku perlahan.

"Oh..." yang satu lagi mengangguk, dia pun melangkah ke arahku. "Boleh." katanya sambil tersenyum.

"Tolong, ya." ucapku sambil menyerahkan eyelinerku padanya.

"Gapapa. Kau anak kelas satu, ya?" tanyanya sambil membuka tutup eyelinernya.

"Bukan, aku murid pindahan. Jadi sekarang aku berada di kelas 3–2."

"Oh? Kau sekelas dengan Hanbin? Pejamkan matamu."

"Ya." aku menjawab pelan, mulai merasakan sesuatu membias kelopak mataku. Kurasa pembicaraan kami akan mengarah pada Hanbin.

"Kau mau model apa? Kubuat model smooth, ya?"

"Aku tidak tahu kalau memakai eyeliner ada jenisnya." gumamku pelan dan mereka berdua terkekeh.

"Temanku sekelas dengan Hanbin selama 2 tahun ini dan akan menjadi 3 tahun. Aku turut prihatin padanya." temannya yang satu lagi bersuara. Aku tidak tahu harus berkomentar tentang apa mengenai orang yang membicarakan pacarku.

"Apa dia melakukan kejahatan pada penghuni sekolah?" tanyaku saat temannya sudah berpindah pada kelopak mataku yang satu lagi.

"Tentu saja. Bukan hanya penghuni sekolah ini. Dia itu hanya anak liar di mata guru. Tapi herannya, ada saja yang mau berteman dengan orang kejam sepertinya."

Bagaimana ini? Sebagai pacar haruskah aku membela pacarku? Tentu saja. Namun gadis ini sedang membantuku, mana mungkin aku berkata-kata tanpa kucerna lebih dulu.

"Nah, selesai. Tunggu sebentar, jangan buka matamu."

"Oke." jawabku sambil mengangguk.

"Tapi, semoga saja kelas tiga ini dia tidak makin parah. Kuharap sekolah tidak meluluskan anak seperti dia."

Aku membuka mataku. Mereka berdua nampak kebingungan.

"Kau terlihat sedih." ucap Soyou—aku baru sempat membaca name-tagnya.

"Ya, aku harap aku akan baik-baik saja." kataku sepenuhnya serius. Mungkinkah Hanbin membawa pengaruh buruknya untukku juga? Tentu aku bisa mengatasi itu. Tapi seburuk apa? Biasanya, anak seperti Hanbin pasti punya alasan kenapa menjadi sosok kejam seperti ini. Sebagai pacarnya, tentu saja aku serius ingin tahu. Tapi... tidak. Aku tidak perlu tahu. Itu tidak berguna untuk keselamatanku. Yang patut kupikirkan sekarang hanyalah Junhoe dan aliansi kejahatan Hanbin.

"Anggap saja dia tidak ada. Mungkin itu yang akan membuatmu bisa bertahan selama setahun ke depan dengannya." Hyorin memberiku sarannya, aku tahu dia ingin yang baik-baik untuk murid baru sepertiku tapi aku hanya bisa mengiyakannya dalam hati.

"Baiklah, kami berdua dari kelas 3–3. Kau bisa bergabung dengan kami jam makan siang nanti jika kau mau. Sampai jumpa, Minwoo."

"Ya, terima kasih Soyou atas bantuannya!" seruku.

"Anytime!" balas Soyou dan mereka berdua sudah sepenuhnya keluar dari kamar mandi. Aku pun berakhir tersenyum, mengecek bagaimana hasil eyelinerku. Kurasakan seketika senyumanku pudar. Yang sedang kutatap saat ini adalah benar-benar diriku? Aku bahkan harus bertanya siapa orang yang sedang kutatap ini. Dia... adalah aku. Aku persis seperti seorang bad girl yang kulihat dan kubayangkan itu. Aku... aku adalah bagian dari mereka. Ini mustahil. Ini juga aneh karena ini seperti bukan diriku.

Tak mau merasa asing pada diri sendiri, aku buru-buru memasukkan eyelinernya ke dalam dompet dan memasukkannya lagi ke dalam tas. Aku sama sekali belum memendekkan roknya, tapi itu bisa kulakukan besok. Satu lagi, aku tidak lupa juga untuk mengeluarkan bajuku. Sebagai sentuhan terakhir, aku memakai sebuah kalung silver dengan bandul kecil berbentuk kepala tengkorak. Aku tidak percaya menemukan benda macam ini saat kemarin malam aku pergi beli snack dengan Jaewoo.

Tapi, Hanbin tidak ada. Aku tak perlu melakukannya sekarang. Aku pun kembali memasukkan bajuku dan melepas kalungnya. Tapi... eyeliner ini. Aku tidak pandai menghilangkannya. Ugh, biarkan sajalah.

Saat aku melenggang keluar kamar mandi, rasa aneh dan janggal terus mengelilingiku. Aku bahkan terpaksa berjalan lagi tanpa mau menoleh ke kanan dan kiri.

Baiklah, kelasku tidak jauh, aku pasti bisa sampai ke sana dalam tiga hari ini dengan selamat.

Masuk ke dalam kelas yang sudah ramai, perhatian sebuah grup dengan Bora di dalamnya teralihkan. Saat mendapat tatapan mata dari Bora, dia hanya memutar bola mata lalu kembali pada perbincangan grupnya. Aku pun menelan ludahku susah payah. Apakah hanya Bobby... satu-satunya orang yang tak berada di dalam lingkaran musuh?

"Yo, Minwoo. Pagi—wow..." Bobby menyapaku. Dia pasti menyadari betapa berbedanya aku terlihat dari ia yang tiba-tiba berkata 'wow' segala.

"Pagi, Bobby." aku membalas sapaannya. Tapi apa ini? Di name-tag pemuda ini aku bukan melihat tulisan Bobby melainkan Kim Jiwon. Apa Bobby adalah nama keren atau dia dilahirkan di luar negeri?

"Kau kelihatan berbeda. Sungguh."

"Memang." jawabku lalu duduk. "Hanya mencoba sesuatu yang... baru." imbuhku lagi.

"Tapi hal baru ini keren. Kau tidak terlihat manis lagi tetapi kau terlihat seperti..." kenapa ia berhenti? Apa karena eyeliner ini... aku terlihat

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Min, ini tu dibukukan ga ya? Pingin baca sampe tamat
Tikakyu #2
Min?? Okay kah???
Tikakyu #3
Chapter 13: Ga akan udate lagi kan iniㅠㅠㅠㅠ

난 괜찮아 (안괜찮아)
보고싶지 않아 (너무 보고싶어)
Tikakyu #4
Chapter 13: Ahhhh sayang bgt aff sekarang g ada yg updateㅠㅠㅠㅠㅠㅠ
Miss you author-nim 🤍🤍🤍
crunchymiki
#5
Chapter 13: 4000words ga berasa ah weee, bentar kali isss :(((
Note : jinhwan bisa ga si gausa suka ikut campur kaya nasi campur, nyebelin kali kau
Tikakyu #6
Chapter 13: Ihh serius deh, makin cinta ma bobby... ♡u Authornim
Felchey
#7
Chapter 13: Sis, mana mau tengok English version ya?
Tikakyu #8
Chapter 12: Gak tau mau ngomen apa yg jelas sangat sukaaaaa...

Siip lahh
Tikakyu #9
Chapter 11: Ya ampun... Ada kalimat 'apa salah dan dosaku?!' Dan otamatis kata sayang muncul di kepala sambil nyanyi pula.. aigooya
Tikakyu #10
Chapter 10: Ya ampun... hanbin-bobby bener2 gemesin.. ♡♡♡♡
(Emotikon lucu apa ya??)