1. Niat baik tidak selalu berakhir baik

Being The Tyrant Girlfriend
Please Subscribe to read the full chapter

"Lempar kepalanya! Lempar perutnya! Lemparrrrr!!!"

Aku merapat ke dinding. Terpojok. Rasanya sekujur tubuh merasakan dinginnya lantai dan tembok yang cuma bisa menjadi tempat perlindunganku. Kusilangkan tangan sebagai tameng di depan kepala, memohon agar mereka berhenti menjadikanku sasaran segala jenis bola.

Karena sorakan ramai satu kelas, suaraku kalah kuat untuk mereka turuti. Jangankan dituruti, mendengarnya saja mereka rasa itu cuma akan menambah kotoran di telinga.

Bola berada di tangan beberapa murid laki-laki termasuk perempuan, yang lainnya menyemangati aksi yang akan mereka langsungkan. Salah satu dari mereka memberi komando, aku langsung menguatkan pejaman mata termasuk kepalan tangan untuk melindungi kepala, bola-bola besar yang berada di tangan mereka kini melayang ke arahku.

Lemparan penuh tenaga itu membuat tubuhku menjerit kesakitan, aku tak mengeluarkan suara namun berlagak menahan sakit dengan hanya diam. Namun demi kepuasan mereka agar segera menyelesaikan hal ini, aku langsung menjatuhkan diri, semoga mereka tahu kalau aku telah kalah dan bosan dengan kegiatan bully di les kosong kali ini.

Mereka kembali mengeluarkan sorak ramai karena telah merasa berhasil. Dengan kompak mereka berteriak panik berlarian ke sana kemari seakan-akan telah terjadi gempa akibat tubuh besarku jatuh, dan setelah itu tertawa beramai-ramai.

Sorakan atas keberhasilan makin semarak, sementara bintang-bintang yang mengitar di atas kepalaku membuat tubuhku susah untuk tetap fokus pada penglihatan yang mulai tak dapat menentukan titik fokus.

Bola yang memantul dari tubuhku kembali lagi ke tangan mereka dan sorakan penyemangat itu muncul kembali. Aku pikir hanya dengan jatuh belum cukup, jadi hanya dapat kembali memegangi kepala dan meringkuk di pojok lapangan sambil berdoa pada Tuhan semoga mereka semua diberkati. Aku tetap mendoakan mereka namun bukan demi kebaikan, hanya demi mereka mendapat balasan darinya dengan lebih setimpal.

"Lempar! Lempar lagi kepala atau perut buntalnya itu! Dia belum menangis!!!"

Seruan yang berasal dari teman sekelasku di jam pelajaran olahraga makin menjadi, bahkan mereka terus saling mengomandoi satu sama lain. Aku bersiap-siap untuk lemparan kesekian kali dalam beberapa minggu di les pelajaran olahraga ini.

Ya, les olahraga. Akui, diriku memang patut jadi sasaran bola mereka kala guru kami lebih memilih menjalankan aksi flirtationnya pada guru cantik yang lewat. Alhasil dia lebih sering membiarkan kelas kosong.

Dan saat ini, mau dengan kondisi pusing atau tidak, bagiku yang memiliki berat badan hampir delapan puluh kilogram, berjalan saja sulit. Mau bergerak pun sulit. Apalagi mengelak. Kalau menangis, mereka malah makin senang, jadi aku paling menghindari hal tersebut.

Aku cinta damai. Menemukan kalau hal yang mereka lakukan padaku adalah salah besar. Beberapa kali kucoba jelaskan agar mereka berhenti dan berpikir apa rugi dan untung bagi mereka mengerjai dan memukulku selain untuk tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan air mata. Dan setiap kali hal itu terjadi, aku selalu berakhir dikerjai lagi dan mereka akan diskors. Yang mana itu hanya menambah rasa benci mereka padaku di saat akulah satu-satunya orang yang harus membenci mereka.

Sebagai siswi SMP obesitas sepertiku, boleh kubilang kalau kehidupan sekolah yang kulakukan tidak berjalan dengan penuh bunga dan pelangi. Hidupku memang agak serba salah. Kelas dua SMP di Ilsan, yang katanya diklaim punya slogan membentuk jiwa, jasmani, dan budi pekerti yang baik untuk anak muridnya—itu salah besar.

Tiga tahun sekolah di lima SMP yang berbeda dengan kasus kepindahan yang selalu sama, membuat mentalku cukup sengsara sehingga memilih kembali melanjutkan sekolah SMA atau tidak.

Dan aku memilih untuk tidak melanjutkannya. Jawaban tepat bagiku untuk saat itu. Ibu bahkan terang-terangan ingin aku menjalani homeschooling saja. Karena di sekolah mana pun bakatku sama sekali tak berkembang. Aku sampai tidak tahu hal apa yang menjalani kelebihanku selain makan dan lemak.

Ya, lemak. Aku membenci hal itu. Membenci hal itu sampai ke akar-akarnya. Lemak berlebih akibat mencintai makanan tak sehat membuatku sadar jika ingin berhenti jadi korban bully aku harus berhenti makan. Bukan aku yang memilih jalan itu, ibu yang stres memiliki anak dengan kelebihan berat badan sepertiku. Bukan aku yang salah karena aku sendiri punya ayah yang gendut.

Dibarengi dengan niat yang berapi-api termasuk membulatkan tekad dengan menjadikan tubuh seksi Suzy Miss A sebagai role modelku, dua tahun kemudian aku muncul dengan sosok baru. Benar-benar sosok yang baru.

Kerja keras ibu membuahkan hasil saat ia menunjukan padaku foto before after diriku dua tahun yang lalu dan sekarang. Ia bahkan meneteskan air mata terharu sambil membanggakan betapa cantiknya aku sekarang menyerupai model-model brand fashion Korea Selatan. Aku tahu itu cuma komplimen ibu.

Terkadang, sering kali aku merasa iri kalau anak sekolah berseragam SMA berbagai sekolah lewat di depan rumahku dengan teman-teman atau pacar mereka. Ingin rasanya menjalani kehidupan sekolah yang normal. Akan tetapi, terdapat lima puluh persen rasa percaya diri akibat tubuh yang baru yang merupakan anugerah dari kerja keras dan work out yang kujalani, dan lima puluh persen mengenai rasa takut mental korban bullyku masih bersarang dalam hati.

Sehingga suatu saat menjelang tahun ajaran baru, aku terpikirkan sesuatu tentang bagaimana caranya agar aku dapat sekolah tanpa memiliki satu pun orang yang berani menyentuhku dengan niat menyakiti. Tapi saat kuusulkan pada ibu agar aku punya pengawal ia bilang lebih baik uangnya adalah untuk ia pergi liburan ke pantai atau nyalon.

Padahal, ada baiknya jika aku memiliki bodyguard layaknya puteri kerajaan Joseon, atau memiliki kekasih bak ksatria baja hitam, atau bisa pula jika aku memiliki kekasih seorang...

Tunggu...

Bukankah lebih ada baiknya lagi jika aku memiliki pacar seorang tyrant?! Sejenis bad boy, dll. Otomatis setiap orang takkan pernah berani berada dalam radius lima meter dariku, menjadi segan dan akan membiarkan aku dalam kedamaianku sebab jika aku lewat mereka akan berpikir: Oh don't mess up with her! Black knight is her boyfriend. We wouldn't dare to touch you, Minwoo.'. Setelah itu mereka pergi dan aku kembali melenggang ke dalam sekolah.

Bukankah ini hebat?! Aku bisa sekolah dengan bebas dan normal tanpa perlu takut kalau akan ada orang yang akan mengintai diriku agar mereka bisa memuaskan hasrat kejam mereka ketika membully!

Kau pintar, Minwoo. Kau cerdas! Gunakan apa yang kau miliki sekarang dan bulatkan tekad untuk menjalani lembar baru kehidupan sekolahmu yang sempat suram.

Oke, aku terlalu bersemangat.

Tapi... aku membahas pacar? Oh, that's it! Aku benci ketika harus memikirkan hal ini karena aku punya pikiran kalau selamanya takkan pernah ada yang mau denganku selama belum ada orang asing lewat lalu mengakui kalau wajahku mirip dengan Suzy.

Aku belum pernah menerima sepucuk surat berwarna pink yang berada secara misterius dalam loker bukuku di sekolah, atau note singkat yang terjatuh dari buku tulis berisi janjian ketemuan di rooftop sekolah. Pria membenci gadis gemuk, walaupun aku tak gemuk namun aku tahu wajahku masih layaknya bumi langit dengan Bae Suzy! Aku sama seperti gadis dalam drama yang cuma jadi bahan tertawaan atau jadi orang sampingan.

Tapi, cukup tahu saja, bagiku pacaran adalah kencan, teleponan, makan siang bersama, berpegangan tangan, dan hal lovey-dovey lainnya. Tak lupa, terakhir. Cinta.

Walaupun memiliki kekasih seorang tyrant, dia mungkin berpengaruh buruk bagi orang lain, namun tentu saja dia pasti berpengaruh baik bagiku karena tujuan utamaku di sini menyukainya adalah demi perlindungan. Urusan cinta bisa kita belakangi, aku hanya mau memiliki benefit dari menjadikan seorang tyrant pacar.

Sekarang aku mempertanyakan mengenai aliran pasifismeku? Aku takkan melupakan itu. Dengan hidup tentram dan damai tanpa mau menuai keburukan aku berarti sudah menjalaninya. Baik, urusan menjadikan tyrant sebagai kekasih aku sudah menjelaskan alasan paling spesifik di atas sana. 

Bicara tentang rupa diriku yang menjadi pertanyaan, let's stalk ig @skuukzky.

Uhuh, aku bercanda. Jika kalian melihatku aku hanya anak perumahan biasa. Terlalu biasa. Hobiku tak lain dan tidak bukan adalah makan. Aku melakukan segala sesuatu bukan dengan kata hebat namun dengan kata yang selalu cukup bagiku baik dalam hal mencerna pelajaran atau kalau diajak bicara agar bagaimana aku bisa nyambung.

Karena tak pernah menekuni hobi lain jadi kelebihanku selain makan selalu kupertanyakan. Tapi selama tidak menjadi masalah aku fine-fine saja. That's it. Karena hidupku terpusat pada menekuni hal yang tidak merugikan orang lain dan selama itu tidak berpengaruh bagi siapa pun, untuk itu aku memiliki pola pikir sebagai orang yang santai namun mudah gelisah jika itu bicara soal bully membully dan rentetan kalimat yang berarti cuma untuk menyakitiku.

Aku biasanya mendekam dalam rumah layaknya kelelawar, tak banyak kegiatan yang mau kuikuti semenjak SMP dan homeschooling ini selain gym dan taekwondo.

Jangan salah paham mengenai arti mengikuti kegiatan bela diri itu bagiku. Walau pandai taekwondo namun itu bukan untuk membela diri karena siapa yang mau menyakiti orang lain sehingga belajar meninju dan menendang? Aku melakukannya karena tidak memiliki kepandaian lagi dibidang olahraga manapun untuk tetap menuntaskan goal ibu agar aku memiliki otot dan menyudahi titel lembek yang berhenti tersemat sejak aku sudah jadi sosok baru. 

Ini adalah malam di mana aku akan menyiapkan mental sepenuhnya untuk mendapat tanda centang pada urutan absensi di kelas. Malam yang seperti malam lainnya karena aku hanya keluar malam untuk membeli snack dengan Setan Kecilku.

"Minwoo? Kau sudah siap?"

Ketukan pada pintu kamarku membuat aku yang sedang memasukan buku kosong ke dalam tas menoleh. Ibu masuk dengan senyuman diikuti sang Setan Kecil alias adikku yang sekarang juga baru akan masuk SMP kelas satu. Panjang umur dia, baru kubicarakan dia sudah muncul.

Jangan salah, dia kupanggil Setan Kecil karena keahlian gaibnya yang dapat dengan gesit dalam bergerak termasuk mengambil sesuatu. Dia juga baik dalam membuatku kesal bahkan dalam hal meniru karakter superhero karena dia mempraktekkan jurus-jurus dan kekuatannya itu padaku.

"Keluarkan dia atau dia pasti bakalan nyuri pensilku lagi!" omelku geram sambil memberi gestur mengusir sosok mahluk yang kuanggap berasal dari alam lain. Sang Setan Kecil malah menjulurkan lidahnya padaku, bersembunyi di belakang sosok malaikat dengan seringaian mengerikan.

"Jaewoo!" aku menjerit, dia dan ibu yang sudah berada di hadapanku membuatku buru-buru mengemas segala sesuatu yang berhubungan dengan nama benda-benda yang mudah ditilap masuk ke dalam tas.

Namun sial, dia sudah keburu berlari pergi setelah merampas sebuah glue stick.

"Bae Jaewooooooo!!!"

Lihat saja dia. Aku menggerutu sebal. Ba

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Min, ini tu dibukukan ga ya? Pingin baca sampe tamat
Tikakyu #2
Min?? Okay kah???
Tikakyu #3
Chapter 13: Ga akan udate lagi kan iniㅠㅠㅠㅠ

난 괜찮아 (안괜찮아)
보고싶지 않아 (너무 보고싶어)
Tikakyu #4
Chapter 13: Ahhhh sayang bgt aff sekarang g ada yg updateㅠㅠㅠㅠㅠㅠ
Miss you author-nim 🤍🤍🤍
crunchymiki
#5
Chapter 13: 4000words ga berasa ah weee, bentar kali isss :(((
Note : jinhwan bisa ga si gausa suka ikut campur kaya nasi campur, nyebelin kali kau
Tikakyu #6
Chapter 13: Ihh serius deh, makin cinta ma bobby... ♡u Authornim
Felchey
#7
Chapter 13: Sis, mana mau tengok English version ya?
Tikakyu #8
Chapter 12: Gak tau mau ngomen apa yg jelas sangat sukaaaaa...

Siip lahh
Tikakyu #9
Chapter 11: Ya ampun... Ada kalimat 'apa salah dan dosaku?!' Dan otamatis kata sayang muncul di kepala sambil nyanyi pula.. aigooya
Tikakyu #10
Chapter 10: Ya ampun... hanbin-bobby bener2 gemesin.. ♡♡♡♡
(Emotikon lucu apa ya??)