Revealed
Carmen FantasyJongin mematut dirinya di cermin ruang tengah kabin. Untuk kesempatan ini, dia berpenampilan rapi. Setelan jas yang dia pinjam berwarna biru gelap, sudah disetrika dan mengeluarkan wangi menyenangkan. Rambutnya diatur oleh minyak sehingga poni tebalnya sekarang berdiri.
“Wah, anak baru,” refleksi seorang konselor bergabung dengannya di cermin. “Sudah siap mencuri hati para gadis, kelihatannya.”
“Hanya satu orang.” Baekhyun datang dan menepuk pundak Jongin. Setelan jasnya berwarna putih.
“Baekhyun,” Konselor itu mengangguk padanya. “Kau mau menikah dengan siapa?”
Baekhyun cemberut. “Ini Ibuku yang memilihkan. Mungkin dia kira acara inaugurasi semacam resepsi pernikahan.”
Si konselor terkekeh. “Berarti kamu harus rela menjadi pusat perhatian.”
“Yah, semoga saja dalam artian yang bagus.”
“Semoga beruntung,” Dia tersenyum. “Aku duluan, ya. Harus menjemput seseorang di Kabin Jazz.”
“Jongin, ikutlah dengan dia. Kabin Jazz dan Klasik, kan, bersisian.” Baekhyun menyarankan.
“Baiklah, ayo.” Si konselor itu mengajak Jongin keluar.
“Have a nice date, kalian berdua!” seru Baekhyun dari kejauhan, yang malah terdengar seakan Jongin dan konselor itu berkencan berdua.
Saat mereka sudah berjalan bersama di jalan setapak perkemahan, si konselor berkata. “Biar kutebak. Kau pasti tidak akan menjemput Jung Soojung, kan?”
“Kenapa kalian semua sepertinya menganggap berpasangan dengan Soojung itu tabu?” tanya Jongin heran.
Lawan bicaranya terbengong-bengong selama beberapa saat, lalu berkata. “Jadi, kau benar-benar pergi bersama Soojung?”
“Ya. Ada masalah?”
“Tidak, kok,” katanya cepat-cepat karena Jongin sudah terlihat sinis. “Aku Luhan, omong-omong.”
“Jongin.” Kata Jongin singkat.
“Bukannya kami tidak suka Soojung,” sambung Luhan. “Tapi, semua orang tahu Soojung itu galaknya minta ampun. Lambat laun jadi muncul stereotype bahwa hubunganmu tidak akan tenang jika pacarmu adalah Soojung.”
“Siapapun yang pertama membuatnya itu terlalu berlebihan.”
“Man, kau terdengar seperti pacar protektif.” Komentar Luhan.
Mereka sampai di depan Kabin Jazz dan Klasik yang bersisian. Luhan mengangkat satu telapak tangan, bermaksud mengucapkan sampai nanti. Jongin hanya mengangguk. Kata-kata Luhan tadi sudah membuatnya terganggu.
Jongin memasuki teras Kabin Klasik. Dia menekan bel. Suara seorang laki-laki kemudian berbicara di interkom.
“Sebutkan namamu dan keperluanmu.”
Berasa orang penting saja, pikir Jongin.
“Kim Jongin dari Kabin Rock, mau menjemput Jung Soojung.”
“Tunggu sebentar,” kata orang itu, lalu berteriak sinis tanpa mematikan interkom terlebih dahulu. “Soojungie! Pangeranmu sudah datang, nih.”
Terdengar suara mau muntah dari dalam. Jongin mau tak mau tersenyum geli.
Pintu kemudian terbuka. Soojung mengenakan gaun putih panjang yang hampir menyapu lantai. Rambutnya diberi cat sementara berwarna cokelat.
“Hai.” Dia menyapa.
“Hai.” Balas Jongin sambil tersenyum.
“Ya, ya, kalian berdua terlihat menggemaskan.” Pemilik suara yang sama seperti suara di interkom itu berdiri di belakang Soojung. Dan dia merengut, terlihat tidak niat mengatakan yang barusan.
“Ini Myungsoo,” kata Soojung pada Jongin. “Kepala konselor kabinku dan konduktor orkestra. Maklumkan saja kalau sepanjang bulan ini dia sensitif terus. Cinta matinya memilih untuk tidak datang tahun ini.”
“Demi Tuhan, Soojung, perlukah mengatakannya ketika aku sedang gloomy seperti ini?” kata Myungsoo dramatis.
“Ah, masa bodoh. Pergi saja, yuk.” Soojung menggamit lengan Jongin dan menariknya pergi.
“Awas saja, Jung Soojung, akan kubuat tahun ini sebagai musim panas paling menderita yang pernah kau lewati!”
“Dan kau sakit jiwa!” Soojung membalas. “Ugh, mengganggu saja—Tunggu dulu. Kamu pakai parfum berapa semprot, sih?”
Jongin mengangkat alis, merasa tidak ada yang salah dengan dirinya. “Hanya dua. Memangnya kenapa?”
“Bohong,” kata Soojung. “Kamu pasti menyemprotkan pewangi pakaian juga pada jasmu.”
“Ngg—ya, itu juga.”
“Pantas saja!” seru Soojung. “Baunya menyengat sekali, kau tahu? Jadikan ini pelajaran bagimu. Perempuan suka laki-laki wangi, tapi bukan berarti terlalu wangi! Bikin mual, tahu. Aku nggak akan mau berdansa denganmu nanti. Bisa-bisa aku pingsan duluan.”
Jongin yang merasa harga dirinya diinjak-injak membalas dengan berani. “Aku juga nggak mau. Bisa-bisa aku tersandung gaunmu yang kepanjangan itu. Warnanya putih, lagi.”
Soojung melotot. “Dasar tidak mengerti dress code. Acara ini adalah inaugurasi. Acara peresmian kegiatan kamp. Bukan prom dimana kau bisa melihatku melompat-lompat mengikuti dentuman musik yang dimainkan DJ dari Kabin Elektronik sambil mengenakan dress diatas lutut!”
“Ya ampun, ini kesekian kalinya kau memarahiku,” gumam Jongin. “Oke, untuk malam ini, kita berdamai dulu. Terserah kalau kau mau melanjutkan marahnya besok pagi. Asal jangan sekarang, setuju?”
“Terserahlah.”
“Ternyata yang lebih sensitif malam ini itu kamu dibanding Myungsoo,” komentar Jongin, lalu mengangkat ujung belakang gaun Soojung. “Sini, kuangkat agar tidak kotor.”
Please Subscribe to read the full chapter
Comments