Initiated
Carmen FantasyDua minggu kemudian, Jongin sedang menduduki kursi di teras penthousenya ketika Soojung memanggil dari dalam.
“Jongin, masuklah. Makan malam sudah siap.”
“Sebentar,” Jongin menjawab tanpa menoleh dari laptop di hadapannya.
Karena Jongin tidak juga masuk setelah dipanggil berkali-kali, Soojung memutuskan untuk membawa makanan ke luar. Ditaruhnya nampan di atas meja kaca tempat Jongin bekerja dengan kasar, menimbulkan suara keras. Jongin berjengit, melirik Soojung, lalu lanjut bekerja. Detik berikutnya, earbud Jongin dilepas dari telinga secara paksa. Jongin menoleh, melihat Soojung sedang melipat tangan,
“So, this is how you treat your girlfriend when she misses you?” cecarnya.
Berpacaran dengan Soojung membuat Jongin mengetahui banyak hal baru tentang Soojung, salah satunya adalah dia benar-benar jengkel jika sudah mencecar dalam bahasa Inggris. Namun, dia belum menyumpah, jadi Jongin mengabaikannya.
“Akhir pekan ini kita baru bisa bertemu sekarang, tapi kamu malah tidak memedulikanku,” lanjutnya.
“Aku sedang mengerjakan sesuatu.” Jongin memasang earbud lagi, kali ini hanya sebelah.
“Mengerjakan apa?” tanya Soojung lagi.
“Rahasia.”
Darah Soojung mendidih. Tapi, dia memilih untuk tidak mengeluarkan kemarahannya. Sebaliknya, dia menggunakan cara lain untuk mengumpan Jongin.
“Aku memasak ayam goreng,” katanya. “Dan saus keju kesukaanmu.”
“Mmm.” Jongin terlihat tidak tertarik.
Soojung menyerngit. Jika ayam goreng tidak dapat memikat Jongin, pasti ada yang aneh.
“Apa yang kamu kerjakan?” Kali ini, Soojung mendekat untuk mengintip layar laptop Jongin.
Jongin buru-buru menutup layar laptopnya. “Tidak ada.”
“Pembohong.” Soojung menjewer telinga Jongin.
“Hentikan!” ringis Jongin sambil berusaha menepis tangan Soojung.
“Kamu mau main rahasia-rahasiaan sekarang, ya?” Soojung mengencangkan jewerannya.
“Baik, baik, nanti akan kuperlihatkan padamu,” teriak Jongin. “Tapi, kita makan dulu. Dan lepaskan tanganmu.”
Jongin menyingkirkan laptop, lalu menggigit ayam dengan lahap. Soojung menggelengkan kepala menyaksikannya.
“Bagaimana Chanwoo?” tanya Jongin.
“Dia sudah diperbolehkan beristirahat di rumah oleh dokter. Walaupun masih harus berjalan dengan bantuan kruk.”
“Dimana dia sekarang?”
“Rumah,” jawab Soojung. “Tidur. Ibu susunya dulu menjaganya.”
“Ibu susunya?”
Soojung mengangguk. “Aku masih sering bertukar kabar dengannya. Dia langsung menawarkan diri begitu tahu Chanwoo sakit.”
“Bagus kalau begitu. Aku jadi bisa menghabiskan waktu denganmu.”
“Hei, kamu sendiri bahkan tidak memerhatikanku daritadi!” seru Soojung.
“Sudah kubilang, aku sedang mengerjakan sesuatu,” balas Jongin. “Percayalah, nanti ketika aku memperlihatkannya kepadamu, kamu akan menangis.”
“Coba saja kalau bisa,” tantang Soojung, lalu bersin.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Jongin.
“Ya,” jawabnya, lalu bersin lagi. Hidungnya memerah ketika diusap.
“Dingin, ya? Masuklah ke dalam. Ada obat pilek di lemari dapur.”
Soojung pun membereskan piring makan malam dan masuk ke dalam penthouse. Saat dia kembali, Jongin berada di seberang kolam renang, berdiri menghadap malam di balik pagar pembatas. Soojung menghampiri, berdiri di sampingnya.
“Kenapa kamu keluar lagi?” tanya Jongin.
“Karena kamu ada di luar.”
“Cuacanya terlalu dingin untukmu.”
“Kamu sendiri ada disini.”
“Aku tidak sakit.”
“Aku juga tidak sakit,” sahut Soojung. “Bersin-bersin saja bukan berarti aku sakit.”
Mungkin Soojung memang tidak sakit, tapi jelas dia kedinginan. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri yang hanya dibalut pakaian tipis. Apa yang dia pikirkan? Sudah tahu sekarang memasuki musim gugur, batin Jongin.
Jongin menarik Soojung ke dalam dekapannya, lalu menggunakan kardigan panjangnya untuk membungkus tubuh Soojung. Kardigan rajutan itu cukup lebar dan mudah ditarik sehingga pas untuk mereka berdua.
Begitu berada di pelukan Jongin, Soojung merasa tenang. Berhari-hari belakangan ini, mereka berdua tidak banyak memiliki waktu bersama. Di sekolah, mereka jarang bertemu kecuali pada jam istirahat. Saat jam istirahat pun mereka bergabung dengan Sehun dan Seulgi. Pulang sekolah, Soojung menjaga Chanwoo di rumah sakit, sementara Jongin pergi entah kemana.
“Aku merindukanmu,” gumam Soojung. “Kamu kemana saja selama ini?”
“Maaf sudah membuatmu cemas,” kata Jongin. “Aku sedang menyiapkan sesuatu untukmu.”
Soojung mendongak. “Menyiapkan apa?”
“Sesuatu.”
Soojung merengut, lalu membenamkan wajahnya lagi di dada Jongin. Dia dapat mendengar Jongin tertawa kecil. Selang beberapa waktu, Soojung merasakan Jongin memasangkan earbud di kedua telinganya. Tak lama kemudian terdengar alunan musik lembut, diikuti suara nyanyian seseorang.
Suara Baekhyun.
Awalnya, Soojung ingin langsung bertanya, tapi memilih untuk diam dan mendengarkan lagunya.
Benar kata Jongin. Saat lagu selesai, mata Soojung berair karena tersentuh. Jongin menuliskan lagu seindah ini untuknya?
“Aku menuliskannya untukmu,” kata Jongin. “Maaf bukan aku yang menyanyi. Aku tidak bisa merusak lagu ini dengan suaraku.”
“Aku mencintaimu,” kata Soojung tiba-tiba. Dia mundur agar bisa menatap Jongin. “Aku mencintaimu, Kim Jongin.”
Jongin terlihat kebingungan karena pernyataan Soojung yang tiba-tiba itu. Tapi, belum sempat dia berkata apa-apa, Soojung sudah berjinjit dan membenamkan bibirnya di bibir Jongin. Terkejut, tubuh Jongin refleks mundur karena hamburan pelukan dari Soojung. Kakinya mendarat di bagian licin di pinggir kolam renang. Sayangnya Jongin tidak dapat menjaga keseimbangan, sehingga mau tak mau dirinya dan Soojung terpeleset ke dalam kolam.
Soojung menjerit. Kolam itu cukup dalam. Kaki Jongin dapat mencapai dasar tanpa tenggelam, tapi tidak bagi Soojung. Gadis itu menggoyangkan kakinya dengan panik.
“Hei, tenanglah,” kata Jongin, tangannya menjaga Soojung agar tidak tenggelam.
“How can you be so reckless?” seru Soojung kesal.
“Hei, kamu juga mengagetkanku,” balas Jongin tidak mau kalah.
“Jadi, kau menyalahkan pacarmu yang hanya ingin menyatakan perasaannya padamu?” Soojung melotot. “Kim Jongin, kau—“
Jongin menyela dengan menciumnya. Soojung memberontak, tapi sepertinya dia sadar jika dia melepaskan Jongin, dia akan tenggelam. Jadi, dia hanya diam, membiarkan Jongin melakukan apa yang ingin dilakukannya.
Jongin berhenti ketika dirasakannya bibir Soojung bergetar. Dia menarik diri, mendapati Soojung tengah menatapnya kosong. Uap air keluar dari hidung dan mulutnya saat dia bernapas lemah.
“Kenapa?” tanya Jongin.
“D—dingin.” Suara Soojung lirih.
Jongin membawa mereka keluar kolam. Dia menyambar handuk dari jemuran terdekat lalu membalutnya pada tubuh Soojung yang menggigil. Dituntunnya tubuh Soojung ke dalam penthouse, menuju kamarnya. Jongin membuka lemari, mengeluarkan bajunya yang dia pikir akan muat pada Soojung, lalu duduk di tempat tidur sembari menunggu Soojung berganti pakaian di kamar mandi.
Saat diperiksa, iPodnya yang basah tidak mau menyala. Jongin mendesah kecewa lalu menaruhnya di nakas. Setidaknya dia juga menyimpan lagunya di laptop.
Soojung keluar dari kamar mandi, berpakaian dengan jumper hangat kebesaran dan celana longgar milik Jongin. Wajahnya terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat dia duduk disamping Jongin, Jongin dapat merasakan panas dari tangan mereka yang bersentuhan.
“Jongin,” katanya pelan. “Bolehkah aku tinggal untuk malam ini?”
“Tentu saja.” Jongin menyeka rambut Soojung yang menutupi wajah, tak sengaja menyentuh pipinya yang juga panas. “Kamu benar tidak apa-apa?”
Soojung membalas dengan tersenyum lemah. “Hanya kelelahan.”
“Istirahatlah, kalau begitu.”
Jongin menarik selimut untuk mereka berdua. Tangan Jongin melingkari tubuh Soojung, sementara gadis itu menyandarkan kepala di dadanya. Dibutuhkan waktu yang tidak lama bagi Soojung untuk terlelap ditemani napas kasarnya. Jongin sendiri tidak bisa tidur. Dia terus mengawasi Soojung yang tidak tenang dalam tidurnya.
Kening Soojung berkerut. Bola matanya bergerak-gerak gelisah dibalik kelopaknya. Memasuki tengah malam, suhu tubuhnya semakin panas. Yang membuat Jongin cemas, Soojung mulai mengigau.
“Kembalilah… kita mulai dari awal… hanya itu… aku tidak minta banyak…”
“TIDAK! KAU TIDAK BOLEH PERGI LAGI!”
“Hentikan… hentikan…”
Semakin malam waktu, demam Soojung terus meningkat. Teriakannya se
Comments