Blackmailed

Carmen Fantasy
Please Subscribe to read the full chapter

“Jongin, ayo!”

Baekhyun dan yang lain melambai dari tempat mereka berdiri di depan kabin. Jongin melepaskan diri dari Soojung untuk bergabung dengan teman-temannya. Mereka berlima berdiri berdampingan, saling merangkul pundak satu sama lain, sementara seseorang staf memegang kamera dalam posisi membidik. Yixing berdiri di tengah, tangannya memegang trofi kemenangan mereka.

Setelah sesi foto dengan rock alternatif selesai, sisa pekemah Rock lainnya bergabung. Kira-kira lima perempuan menarik Baekhyun ketengah sambil terkikik-kikik. Kata Luhan, pekemah yang akan debut selalu ditempatkan di tengah saat foto bersama, dan pekemah yang lain akan berpose mengarahkan telunjuk padanya. Baekhyun pasti sudah tahu mengingat dia sudah berkemah selama tiga tahun, tapi entah kenapa tampangnya kaget saat semua orang mulai berpose. Ekspresi kagetnya itu tertangkap oleh kamera.

“Ekspresi macam apa itu?” seru Luhan. “Ulang!”

Akhirnya, Baekhyun menampakkan ekspresi pura-pura kaget berupa menutup mulut dengan dua tangan, yang menurut mereka sok imut.

“Jadi, aku harus bagaimana?” tanya Baekhyun frustasi.

Perkumpulan itu menyebar menjadi beberapa perkumpulan kecil, saling mengucapkan selamat tinggal atau sampai bertemu tahun depan. Jongin mendatangi Baekhyun yang baru saja selesai berfoto dengan seorang junior camper perempuan.

“Dia kira aku tidak akan datang tahun depan,” Baekhyun menjelaskan tanpa diminta. “Makanya dia meminta foto sekarang agar tidak menyesal belakangan.”

“Tapi, kau memang tidak akan datang tahun depan, kan?”

Baekhyun mengangguk. “Sayangnya begitu. Aku tidak mungkin bisa membagi waktu. Aku juga ragu SM akan memperbolehkanku.”

“Sangat disesalkan, hyung. Padahal kau salah satu alasan aku betah disini.”

“Ah, Jongin.” Baekhyun pura-pura tersipu. Jongin mendengus jijik, menyesal sudah berkata seperti itu. “Kau tidak bersama Soojung?”

Jongin pun mengitarkan pandangan ke sekitar, mencari-cari Soojung. Dia menemukannya sedang berpelukan dengan Jinri di dekat perkumpulan anak Klasik.

“Kami memiliki banyak waktu untuk bersama,” kata Jongin. “Biarkan dia bersama temannya untuk saat ini.”

“Kau beruntung sekali telah mendapatkannya,” kata Baekhyun tiba-tiba. “Soojung itu sulit diraih. Kenyataan bahwa kau sudah memenangkan hatinya itu bisa dibilang pencapaian besar. Belum lagi hampir setengah populasi laki-laki di kamp ini iri padamu sekarang.”

“Salah sendiri menyia-nyiakan kesempatan,” gumam Jongin.

“Bersyukurlah sedikit. Kalau mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan, kau tidak akan bersamanya.” Baekhyun meremas pundaknya. “Well, hari semakin siang, aku harus segera kembali ke Seoul untuk melanjutkan persiapan debutku. Sampai jumpa, Jongin.”

Jongin menatap tangan yang diulurkan padanya. Dia tiba-tiba teringat sesuatu yang diharapkannya dari Baekhyun yang belum sempat diungkapkan.

“Hyung, aku boleh minta tolong?”

“Kapanpun kau mau, Jongin.”

Jongin berbisik di telinganya. Baekhyun menyeringai, lalu mengangguk antusias.

--

Dalam perjalanan pulang, mereka menyempatkan diri untuk mengunjungi ibu Soojung.

Abunya disemayamkan di krematorium, didalam rak di barisan tengah. Selain pelat nama bertuliskan LEE SOOJIN dan tempat penyimpanan abu, disana juga ada potretnya sebelum dia meninggal. Dengan kunci yang dia dapatkan dari petugas, Soojung membuka pintu rak untuk menempatkan trofi kemenangan kabinnya di sana.

“Eomma,” bisik Soojung. Keningnya menempel pada pintu kaca rak. “Soojung berhasil. Impian eomma sudah tercapai.”

“Dia cantik,” kata Jongin. “Dan sangat mirip denganmu.”

Soojung menyandarkan kepala di bahu Jongin. “Aku sangat ingin menjadi seperti dirinya. Dia pantang menyerah dan tidak pernah putus asa. Kerja kerasnya selalu membuahkan hasil, terutama dalam meraih mimpinya menjadi pemain biola paling berpengaruh di negeri ini. Dia bekerja hampir tanpa istirahat. Tur, konser, wawancara. Tapi, dia selalu berusaha untuk menyisihkan waktunya untuk menemuiku, walaupun hanya sebentar.”

“Dia terdengar seperti wanita yang hebat. Andai aku bisa mengenalnya secara langsung.”

Mata Soojung terpejam. Seketika itu juga ribuan memori masa lalu berkelebat di pikirannya.

“Aku merindukannya, Jongin. Sangat,” dia bergumam. “Aku bahkan rindu dimarahinya ketika aku mengacaukan permainan biolaku.”

“Dia tidak pernah benar-benar pergi, Jung. Mungkin kamu tidak bisa melihat atau mendengarnya, tapi dia selalu ada disini. Tuhan mungkin memilikinya di sisinya, tapi kamu memilikinya di hatimu. Bertahanlah. Pasti ada saat nanti dimana kamu akan melihat ke belakang dan tersenyum tanpa ada beban di pundakmu sama sekali.”

--

Pada hari pertama sekolah, Jongin terbangun dengan aroma daging, mentega dan roti hangus.

Sambil menyisir rambut dengan tangan, Jongin melangkah menuju tempat dimana aroma-aroma itu berasal. Dapur. Soojung berdiri memunggunginya dalam balutan seragam sekolah, sedang menggoreng daging. Nampaknya Soojung terlalu sibuk menggoreng sehingga tidak sadar mesin pemanggang roti telah mati dan empat roti hangus muncul dari celah-celahnya.

Jongin mendekat untuk memeluknya dari belakang.

Soojung berjengit sedikit. “Kamu menakutiku.”

Jongin tertawa lalu mengecup pelipisnya. “Kamu datang lebih awal.”

“Aku masih asisten rumah tanggamu, bukan?”

“Baru kali ini kamu membuatkanku sarapan.”

“Aku punya banyak waktu luang. Chanwoo masih di rumah Junhoe dan belum masuk sekolah, jadi aku tidak perlu mengantarnya,” jawab Soojung. “Dan, berdasarkan pengamatanku, tubuhmu baru berisi setelah diberi asupan yang cukup di kamp. Sebelumnya tubuhmu kurus sekali, dan aku tidak akan membiarkannya terulang lagi.”

Jongin tersenyum, mengecupnya lagi. “Thanks, Jung,” gumamnya. “Omong-omong, rotinya gosong.”

“Apa?” seru Soojung, menepis lengan-lengan Jongin dari tubuhnya agar bisa berbalik menghadap tempat mesin pemanggang berada. Dia membulatkan mata, menoleh lagi untuk menatap sinis Jongin. “Kenapa tidak bilang daritadi?”

“What’s the point? Daritadi memang sudah gosong.”

Soojung merengut, mendorong dadanya dengan jengkel. “Mandi sana.”

--

Langkah menuju sekolah tidak pernah seringan ini sebelumnya.

Jemari Jongin terjalin dengan jemari Soojung. Jongin dengan lembut mengayunkan tangan mereka seraya berjalan. Sesekali menoleh untuk melempar senyum pada Soojung.

“Kenapa kamu terus tersenyum?” tanya Soojung pada akhirnya.

“Aku senang akhirnya bisa melakukan ini bersamamu setiap hari.”

“Aku tidak yakin itu memungkinkan.” Soojung terlihat ragu. “Aku kan masih harus mengantar Chanwoo sekolah.”

“Berarti aku harus bangun lebih pagi agar bisa menemanimu mengantarnya.”

Soojung refleks tersenyum. Senang rasanya memiliki Jongin di kehidupannya. Belum pernah Soojung merasa seringan ini selama lima tahun belakangan.

“Kamu punya mantan?” tanya Jongin tiba-tiba.

“Hah?” sahut Soojung kaget.

“Tidak ada, ya?”

Soojung menggeleng. “Memangnya kenapa?”

Jongin tersenyum gembira. “Tadinya aku bertanya-tanya nama panggilan apa yang digunakan mantanmu untuk memanggilmu.”

“Kamu mau memanggilku dengan nama panggilan?”

“That would be cute, kan?” Jongin terkekeh sendiri. “Tapi, aku tidak tahu harus memanggilmu dengan sebutan apa.”

“Tidak usah repot-repot mencari. Ucapan sayang saja menurutku udah cukup.”

“Baiklah, sayang.” Jongin mengelus rambutnya lembut.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hasna_ #1
Chapter 24: selama itu kah dua tahun? ngerasa baru kemarin Nemu cerita ini eh tiba2 udah ending aja,...
huhuhu...
ini antara senang dan menangis..
terima kasih mbaknya sudah memposting ceritanya dan membiarkan kami para readers untuk membaca secara gratis...
hehehe...
hanjeyoo #2
Chapter 24: waaah happy ending!!! sukaaa banget sama chapter ini, jongin manis banget ke soojung :333
aku makasih banget loh sama kamu karena udah nulis cerita sebagus ini. rasanya waktu yang lama aku tunggu untuk setiap updatenya itu worth it karena ceritanya nggak mengecewakan. suka banget deh pokoknya, ff ini masuk salah satu list ff favorit aku :333
eraldd #3
Chapter 24: Aku baca ff ini pas ff ini baru nyampe part 5 atau 6 kalo gak salah. Aku kagum sama ff ini. Aku suka sama karakternya jongin disini, karena aku suka cowok yang kayak gitu omgg haha aku juga suka karakter soojung di sini.. aku juga gak nyangka aku nunggu ff ini kelar memakan waktu yang lama. Aku maklum kalo soal writer's block. Ya kalo udh kayak gitu kan tetep aja gak bisa di paksa... tapi sekarang udah tamat hmm sedih tapi namanya juga cerita pasti ada akhirannya.. :):):)
hasna_ #4
Chapter 23: semua sudut serba manis disini sudah mabok, tidak tahan lagi huhuhu...
why this always so fluffy..
i'm dying now..
hanjeyoo #5
Chapter 23: like finally ya, jongin! so proud of you!
sedih deh cerita ini bakalan tamat :(
hasna_ #6
Chapter 22: sebentar ini gimana ya ampun bingung huhuhu...
tetep ya Kim Jongin tuh heuuu gimana gak baper digituin huhuhuhuhu..
hanjeyoo #7
Chapter 22: haaa itu ayahnya masih hidup kaan?? :(((
anneeeyyyy
#8
I just found this and I was surprised to see that it's in Bahasa Indonesia. I'm actually pretty glad to know that. I've been learning the language for the past months. This will be a big help for me. ❤
coordynoona
#9
Chapter 21: JONGIN SAYANG BGT SAMA KAMU HUHU
hasna_ #10
Chapter 21: tolongin ini pusing banget yang baca huhuhu mau peluk satu satu