Helped
Carmen Fantasy“Soojung!”
Yang dipanggil menoleh. Soojung mendapati Victoria, resepsionis gedung apartemennya, sedang berlari menyeberangi lobi menujunya.
“Ada apa, eonni?” tanya Soojung
“Ini,” Victoria menyodorkan kotak bersampul cokelat padanya. “Tadi ada kurir yang mengirimkan. Katanya ditujukan pada Keluarga Kim.”
Soojung tahu Keluarga Kim yang dimaksud itu yang mana. Siapa lagi kalau bukan keluarga pemilik Kim Corporation yang mendirikan gedung apartemen ini dan puluhan gedung apartemen serta hotel lainnya yang menyebar ke seluruh penjuru Korea Selatan. Keluarga itu tinggal di penthouse teratas dari gedung ini.
“Lalu?” tanya Soojung kemudian.
“Kamu yang antar, ya?” pinta Victoria dengan wajah memelas. “Aku harus menjemput keluargaku yang tiba-tiba datang dari Qingdao hari ini di bandara. Semua teman-temanku tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka.”
Soojung menerima paket itu. “Baiklah.”
Victoria tersenyum puas, lalu merogoh saku blazernya dan mengeluarkan sebuah kartu. “Ini kartu akses ke penthouse mereka. Kamu tempelkan saja di layar lantai.” Ujarnya, karena lift apartemen mereka menggunakan layar sentuh untuk memilih lantai.
“Siap, eonni.” Kata Soojung.
“Terima kasih, ya,” kata Victoria lalu berlalu meninggalkannya, tapi berbalik lagi dan berseru. “Kamu berikan langsung ke orangnya, ya, Soojung!”
Soojung mengacungkan jempol. Setelah Victoria menghilang dari pandangan, Soojung melangkah menuju lift. Sesuai perintah Victoria, dia menempelkan kartu akses tersebut ke layar lantai. Pintu lift langsung menutup dan mengantar Soojung ke lantai paling atas.
Bunyi ting pelan menyadarkan Soojung dari lamunannya. Pintu lift sudah terbuka, memperlihatkan ruang depan dari sebuah apartemen besar namun arsitekturnya minimalis. Soojung melangkah masuk dengan ragu-ragu. Apartemen itu sunyi senyap. Tidak ada tanda-tanda sedang ada orang.
“Halo?” kata Soojung. Tidak ada jawaban.
Mungkin memang tidak ada orang, pikirnya. Soojung berniat untuk kembali lagi nanti, tapi dia baru ingat dia ada janji dengan Jongin untuk mengerjakan makalah malam ini, sehingga dia tidak punya waktu lagi. Belum lagi dia harus menjemput Chanwoo di rumah Junhoe.
Aku harus apa, batin Soojung putus asa. Jika dia menelusuri ruangan-ruangan apartemen ini, itu sama saja tidak sopan. Jika dia diam saja, urusannya tidak akan selesai-selesai.
Saat Soojung sedang berpikir, tiba-tiba ada suara salakkan. Soojung menunduk. Seekor toy poodle berdiri di ujung kakinya, menatap Soojung dengan mata bulatnya. Melihat itu, Soojung refleks tersenyum dan berlutut.
“Hei,” Soojung membelai kepalanya. “Tolong bantu aku, ya? Antarkan aku ke majikanmu.”
Anjing itu menyalak sekali lagi lalu melangkah menjauh. Soojung mengikutinya sampai ke sebuah pintu geser kaca. Anjing itu berhenti didepan sana dan menyalak pada apa yang berada di belakang kaca itu. Sambil terbingung-bingung, Soojung menggeser pintunya dan masuk.
Di sana ada sebuah kolam renang outdoor. Tiba-tiba sebuah sosok melompat dari dasar kolam. Sosok laki-laki bertelanjang dada yang sekujur tubuhnya basah, membelakanginya. Mata Soojung melebar. Dia sampai menjatuhkan paket dari tangannya.
Dan saat orang itu berbalik badan, Soojung menjerit.
--
“Teriakanmu bikin aku kaget.” Kata Jongin sambil mengeringkan tubuhnya dengan handuk.
“Kamu tuh yang ngagetin!” seru Soojung kesal.
“Lagipula kenapa kamu tiba-tiba ada disini?”
“Mau mengantar paket.” Soojung mengulurkan paket itu pada Jongin.
Jongin menerimanya. “Sejak kapan kamu menjadi kurir?”
Soojung menatap Jongin sengit. “Jangan mulai.”
“Galak banget, sih.”
“Memang,” seloroh Soojung. “Kenapa kamu tidak pernah bilang kamu anggota Keluarga Kim yang itu?”
“Lalu, aku harus mengenalkan diri dengan ‘Hai, namaku Jongin, ayahku CEO Kim Corporation’, begitu? Bisa-bisa aku kena timpuk massa karena dikira sombong.”
“Ya tidak begitu juga,” jawab Soojung. “Aku hanya penasaran. Di sekolah juga tidak ada yang tahu, kan?”
Terdengar bunyi ting dari lift.
“Kamu mau tahu alasannya?” tanya Jongin, membuat Soojung mengangguk. Jongin mengedikkan dagu pada lift. “Dia salah satu alasannya.”
Dari balik pintu lift, keluar seorang laki-laki yang kira-kira berumur akhir belasan tahun. Rambutnya cokelatnya ditata dengan penuh gaya. Apa saja yang dikenakannya dari ujung kepala sampai ujung kaki bermerek. Jongin melirik Soojung, tapi gadis itu hanya menatap laki-laki itu kosong, tidak ada tanda-tanda dia mengenalinya.
“Yo!” sapa laki-laki itu pada Jongin, lalu menyerngit saat melihat Soojung. “Siapa?”
“Teman sekolah.” Jawab Jongin pendek.
Laki-laki itu melempar pandangan curiga begitu melihat Jongin yang hanya memakai celana renang. “Kalian nggak…“
Jongin melotot. “Hyung, jangan berpikiran aneh-aneh!”
Dia terkekeh. “Ya sudah, aku ke kamar dulu.”
Begitu laki-laki itu menutup pintu kamarnya, Soojung bertanya. “Maksudnya apa?”
“Kamu serius tidak tahu itu siapa?”
Soojung menelengkan kepala. “Aku saja baru bertemunya hari ini.”
“Jangan bercanda.” Jongin mendesis.
“Buat apa aku bercanda?” seru Soojung, mulai jengkel. “Kalau kamu mau memberitahu, cepat katakan. Jangan setengah-setengah begitu.”
Jong
Comments