0.8

Fidélité
Please Subscribe to read the full chapter

♬ LeeHi - Breathe

 

 

Malam hari, tiga tahun lalu saat ia kelas satu SMP. Baekhyun tengah sibuk sendiri di dalam gudang rumahnya ditemani sebuah senter membongkar-bongkar kotak kardus, lemari-lemari berisi deretan benda-benda usang, mainan usang, bahkan raket badminton kecilnya. Ia jadi teringat kenangan masa kecilnya memecahkan hadiah ulang tahun yang ia berikan pada Sehyun. Sebuah snowball yang pecah tak sengaja terpukul oleh raket kecil itu hingga terlempar.

Tidak ada cara mencari alamat rumah gadis itu di sana, tidak ada cara untuk mengetahui hal itu sama sekali bagaimana pun caranya. Saat ia kabur dari rumah untuk take off ke Seoul setahun lalu ia tahu alamat rumahnya setelah membongkar file Kaneko yang berhubungan dengan alamat saat mereka masih tinggal di Seoul namun, tetap saja yang ia lakukan sia-sia walau pada akhirnya ia tahu alamat rumahnya. Dan sekarang ia tidak bisa lagi menggunakan cara itu karena ayahnya sudah menghapus segala hal yang berhubungan dengan tempat tinggal mereka di Seoul.

Bermodal sebuah memori masa kecil, ia nekat-nekatan pergi ke gudang rumahnya untuk mencari benda yang mungkin mustahil untuk ditemukan. Ia mencari-cari dan membongkar beberapa kardus yang ada di sana. Mencoba menemukan benda yang menjadi satu-satunya harapan Baekhyun.

Di kardus pertama yang ia buka, yang ia temukan adalah boneka-boneka yang rusak dan hancur milik adiknya. Membuatnya memekik terkejut sanking seramnya wujud boneka-boneka itu. Mulai dari beruang, Barbie, hingga animatronik yang bagian tubuhnya rusak tak terawat. Entah kenapa ibunya masih sanggup menyimpan sampah ini di dalam gudang mereka. Saat ia menutup kembali kardus itu, ia meletakkan senter yang ia pegang untuk mengangkat kardus tadi ke bawah, sehingga ia bisa melihat isi dari kardus yang berada ditumpukan bawahnya.

Sial, itu cuma tumpukan mainannya juga. Ia sempat mengerang jengkel, namun terhenti untuk menutup kotak kardus itu saat senter yang ia pegang malah tergelincir masuk ke dalam sana. Erangan jengkelnya makin kentara jelas.

Kini ia berusaha meraih benda itu dengan susah payah. Yang mana itu malah membuang waktu dan energinya. Sambil berusaha mendapatkan senter itu, Baekhyun merogoh saku celana untuk menemukan smartphone tipisnya. Membuka kunci layar, ia mendapati angka 00.01. Ia makin kesal lalu kembali mengantongi benda itu.

Akhirnya, saat ia berhasil meraih senternya, Baekhyun malah menemukan sesuatu yang menarik tersangkut di pergelangan tangannya. Sebuah tas yang sangat kecil dan ia yakin itu adalah tasnya saat ia taman kanak-kanak dulu. Melihat stiker-stiker Avengers di sana ia makin yakin kalau itu adalah tasnya saat ia TK.

Baekhyun kemudian berjongkok, lantai kayunya menimbulkan suara derit sedikit saat ia mulai menggeser tumpukan kardus yang menghalanginya. Ia tersenyum lebar saat menemukan beberapa buku tulis di sana. Membalik halamannya satu persatu dengan sebuah perasaan yang tidak dapat ia jelaskan sendiri. Kemudian ia beralih pada kantong resleting yang lain, barangkali benda yang ia cari ada di sana.

Dan ia benar-benar menemukan benda itu di dalam tasnya.

Sebuah surat di hari Ibu.

Dulu, saat berada di taman kanak-kanak, guru mereka pernah menyuruh untuk membawa selembar kertas dan amplop khusus dari rumah. Menuliskan ucapan dan ungkapan terima kasih pada ibu di hari yang spesial itu. Mereka hanya perlu menuliskan nama dan beberapa hal yang berhubungan dengan alamat rumah mereka di bagian depan amplop itu. Jika tidak tahu alamat rumahnya, mereka juga tidak perlu menuliskannya. Tapi, Baekhyun menuliskan alamat rumahnya pada amplop yang tidak akan tersentuh oleh ibunya itu.

Suara kekehan parau dari tenggorokannya yang kering keluar begitu saja. Masa lalu yang cerah dan suram berkumpul menjadi satu. Masa lalu yang terlalu melekat pada ingatannya dan mampu mengubah dirinya. Mengubah ia seakan akan selama ini dirinya adalah sosok yang lain. Baekhyun yang merasa dirinya tidak seberuntung Sehyun, yang selalu bisa menghabiskan waktu bersama ibunya walau gadis itu tidak punya ayah. Ya, itu dalam ingatan Baekhyun kalau gadis itu sama sekali tidak punya ayah.

Lagi-lagi ia terkekeh tak percaya pada kenyataan. Kenyataan dirinya yang masih memiliki keluarga yang lengkap. Rumah yang terlalu besar dan ramai oleh pembantu rumah tangga yang sering mondar mandir membersihkan ini itu, ramai oleh suara Kara menyanyi dan kadang menyetel lagu K-Pop lalu mulai menari tidak jelas dengan musik itu, ramai oleh ia yang selalu menghancurkan benda-benda, ramai oleh suara telepon untuk ibunya dan ia mulai bersiap-siap berdandan dengan cantik setelah telepon itu lalu pergi bersama dengan ayahnya. Dan ramai, oleh suara sepatu neneknya yang harus turun dan menghampiri kamar Baekhyun lalu menasehati dirinya.

Ia hampir merasa lucu, tidak sanggup lagi tertawa bahagia seperti dulu dalam keadaan apa pun sekarang. Sambil membaca surat hari ibu itu, dia bahkan tidak meneteskan air mata. Ia hanya butuh tertawa sekarang.

Bagaimana itu rasanya tertawa bahagia bersama orang yang ia sayangi dan menyayanginya, ia hanya mengalami itu sepuluh tahun yang lalu. Ia tahu siapa-siapa saja yang menyanginya di rumah ini tanpa mereka harus memasang sebuah senyuman palsu padanya. Siapa-siapa saja orang jahat yang berperan dalam kematian neneknya saat ia masih berumur 6 tahun. Ia mengetahui banyak hal dibandingkan mereka. Karenanya, ia tidak menyayangi siapapun di rumah tersebut.

Membuang-buang waktu. Sangat membuang waktunya.

Sekarang yang lebih mengasyikkan bagi Baekhyun mungkin... tertawa dengan dirinya sendiri dan masa lalu.

Dengan begini, lengkap sudah. Dengan adanya alamat rumahnya saat di Seoul itu, Baekhyun hanya perlu menghitung mundur satu angka dari nomor rumahnya, maka itu adalah alamat rumah Sehyun.

Setiap hari ulang tahun gadis itu yang berada tepat seminggu sebelum tanggal ulang tahunnya di bulan Mei, ia akan mengirim sebuah snowball yang berbeda-beda dalamnya. Ia menabung untuk membayar biaya pengiriman itu karena ayahnya tidak mungkin memberikannya uang untuk hal seperti ini.

Dan terhitung sudah tiga tahun berlalu, Baekhyun sama sekali tidak pernah menerima balasan apapun darinya. Baekhyun yakin ia tidak salah alamat. Kalaupun ia salah ia sudah memesankan kalau ada orang yang menerima paket itu harap memberikan pada tetangganya yang bernama Jeon Sehyun. Mereka pasti kenal. Tidak mungkin sampai tersasar jauh 'kan?

Tiap malam sehari setelah ia mengirim paket itu, ia hampir tidak dapat tidur dengan nyenyak, karena dirinya terus gelisah sendiri. Baekhyun yang kini berumur 15 tahun itu harus mengirim kado snowball ke-3 untuk Sehyun. Dan ini adalah bulan Maret, dua bulan lagi tidaklah lama. Dua bulan bagi Baekhyun sama sekali tidak ada apa-apanya.

Selama tiga tahun terakhir, begitu banyak kemungkinan yang muncul dalam otaknya yang makin menjadi untuk membuat sebuah pemikiran dan firasat tak berarti pada ayahnya. Si Bogeum yang baik itu di mata Baekhyun entah kenapa terlihat seperti hyena. Nyatanya ia berfikir apa ayahnya tahu apa yang ia lakukan di belakangnya tiga tahun terakhir ini.

Dan ayahnya terbukti ikut campur tangan dalam urusannya kali ini.

Jadi demi bukti kalau setiap paket yang ia kirim berhasil sampai, Baekhyun berencana mengirim snowball lagi ke alamat yang sama, terhitung hari itu adalah tanggal 18 Maret. Hari di mana Baekhyun membuktikan hal itu termasuk hari di mana ia melihat foto profil Sehun dengan gadis yang ia akui sebagai korban bully-nya.

Fakta yang didapatnya, kalau snowball yang ia kirim bahkan tidak pernah sampai ke Korea. Hadiahnya itu tidak akan pernah sampai ke sana kalau bukan karena seseorang yang sanggup membayar petugas untuk menyerahkan hadiah itu. Mungkin, selama ini hadiah itu berakhir di dalam tong sampah 'kan?

Terbukti juga ketika ia menguntit orang bayaran Bogeum. Pria itu hanya tinggal memasukkan hal apa yang paling berharga buatnya ke dalam tempat sampah. Dengan itu ia kembali berlalu dan pastinya untuk melapor pada ayahnya kalau ia telah berhasil menjalankan tugas kotornya itu dengan baik.

Ini tidak boleh terjadi, dan ini tidak akan terjadi lagi pada saat ulang tahun gadis itu yang ke-16 nanti. Atau pada yang ke-17 nanti... atau 18... atau 19... atau bahkan 20.

.

.

.

Karena bukannya, Byun Baekhyun itu selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan cara apapun dan bagaimana pun caranya. Ia tidak akan membiarkan satu ekor serangga pun berusaha menghalanginya lebih dari ini.

.

.

.

Di hari Rabu yang sama sekali bukan menjadi awal yang baik bagi Sehyun untuk dapat melangkahkan kaki ke gerbang sekolah lebih jauh. Dilihatnya pagi ini Chanyeol sedang menunggu kehadirannya di sana. Dia bercengkrama dengan si Belo dan menyadari aura lain saat orang yang mereka tunggu mau berlalu begitu saja, Chanyeol buru-buru menarik tas punggung krem gadis tersebut hingga ia hampir terjungkal ke belakang.

'Kau pikir kau mau ke mana?' dia bertanya tanpa peduli kalau Sehyun sedang memasang wajah pasrah karena hampir menyerahkan seluruh pagi yang cerah ini padanya.

'Kau yakin tidak ada yang salah dengan pertanyaanmu?'

'Masalah kemarin,' Chanyeol berdehem, melirik Dyo yang hanya menaikkan sebelah alisnya. Saat kembali menatap Sehyun yang terang-terangan membuang nafas putus asa, ia berdehem lagi. Play it cool, Chanyeol. 'Tidak usah dipikirkan,'

'Apa?' Sehyun langsung membalas. Tatapannya pada Chanyeol benar-benar tidak akan pernah berubah selama perisainya masih berusaha dimasuki pemuda tak tahu adat ini. Bayangkan saja, ketika ia menyebut masalah kemarin seakan-akan Chanyeol pikir dirinya memikirkan segala tetek bengek flashdisk itu. Tidak sama sekali.

'Jadi, silahkan pulang sekolah ikut denganku.'

'Pulang sekolah?'

'Silahkan pulang sekolah ikut denganku.' ulang Chanyeol lalu bersedekap. Memasang senyuman licik di bibirnya saat tahu pasti gadis yang tidak akan pernah mau setuju atas apa yang ia katakan ini sedang merangkai kata-kata untuk dijadikan bidak kemenangannya lagi.

'Lalu jika aku tidak mau?' walau terdengar menantang, namun saat itu Sehyun hanya mau memastikan resikonya.

'Aku tidak akan memaksa.'

Wow, itu di luar dugaan.

'Tapi,' ah ternyata masih ada tapinya. 'Sayang sekali kau tidak bisa untuk tidak ikut,'

Menaikkan sebelah alis sudah cukup bagi Chanyeol kalau Sehyun tengah bertanya kenapa padanya secara tak langsung.

'Karena,' karena Chanyeol telah memanipulasi segala sesuatu, tentu itu akan berakhir dengan kata berhasil. 'Aku akan mewawancarai—'

'Jeon Sehyun.'

Bahu ditepuk tak ramah. Membuat trio yang sibuk melakukan negosiasi sepihak itu menoleh kaget. Perempuan berambut pirang ikal kini sedang tersenyum lebar pada gadis yang baru saja disebut namanya.

'Tidak sopan memotong pembicaraan orang lain,' ucap Dyo tak dapat gubrisan sama sekali.

'Ayo, ke kelas.' ajak si Pirang dengan mata bercahaya hendak menarik tas Sehyun beserta empunya pergi.

'Y-ya.' ditarik paksa dengan tas, kemudian tubuhnya diputar 180 derajat hingga menghadap jalan masuk sekolah, tak dapat membuat Sehyun berkutik apalagi saat pergelangan tangannya sudah ikut-ikutan ditarik.

Mendelik pada kedua orang yang baru selangkah berlalu, suara bass Chanyeol berdenging di telinga Sehyun. 'Diam di tempat.' ucapnya mengancam.

Masih tak digubris, Chanyeol mengambil langkah untuk bertindak, satu langkah kakinya ia langsung bisa mengejar tapak sepatu keduanya.

'Kubilang—' tangan panjangnya terulur meraih pergelangan tangan Sehyun, namun saat itu juga si Pirang yang ikut-ikutan tertarik ke belakang melancarkan sebuah jurus dengan melayangkan sebuah silatan pada pergelangan tangan Chanyeol yang otomatis—

'AKKH.'

'Hey, playboy sekolah,' mulai si Pirang berkacak pinggang, mengangkat dagu bak centeng sekolah. 'Aku sudah muak karena kau begitu rakus akan populasi di sekolah ini,'

'Popularitas.'

Mengarahkan manik mata pada Dyo, si Pirang tetap pada posenya lalu berdehem, 'Benar. Popularitas.'

'Gila kau, ya.' Chanyeol yang memegangi pergelangan tangannya langsung terkekeh takjub. 'Apa urusanmu di sini?'

'Dia.' tunjuk si Pirang pada Sehyun. Yang masih berdiri tanpa niat memulai harinya lebih jauh dengan sebuah face palm saat 'dia' yang dimaksud si Pirang adalah memang dirinya. Dia yang tidak tahu sejak kapan jadi item bak acara pelelangan antara dua orang tak dikenal. Tapi, baik, dia kenal Chanyeol tapi alangkah baiknya jika ia agak menolak fakta kalau dalam hatinya ia tidak pernah kenal yang namanya Park Chanyeol.

'Aku juga punya urusan dengan dia,'

'Benar itu?' si Pirang melirik Sehyun.

'Gak, sama sekali ga ada.'

'Bagus.' ucap si Pirang sambil mengangguk-anggukan kepala puas.

'Aku juga tak punya urusan denganmu,' ucap Sehyun memandangi si Pirang.

'Kau adalah urusanku mulai sekarang,' balasnya. 'Siapa yang tak kenal perwakilan keamanan sekolah yang diangkat secara kukus oleh ketua dewan sekolah kita,' akunya lalu tertawa sok cantik menempelkan punggung tangan di depan mulutnya.

'Khusus?'

Melirik Dyo lagi, dia berdehem. 'Ya, secara khusus.'

'Aku beri kau waktu untuk enyah dari sini,'

'Eeee tunggutunggutunggutunggu,' si Pirang membentuk perisai diri, menyilangkan tangan di depan dada. Tak takut Chanyeol yang mengepalkan tangan itu melangkah maju. 'Demi keterbitan sekolah kita—'

'Tertib.'

'Ah, ya ya. Demi ketertiban sekolah kita, aku tak tahan melihat kau mulai mengintimasi salah satu murid sekolah ini,'

'Intimidasi maksudmu?' Dyo menaikkan sebelah alis, terus mengoreksi si Pirang yang ngomong belepotan.

'Aku tidak mengintimidasi siapa pun.' geram Chanyeol.

'Katakan itu pada dewan kesiswaan. Selamat pagi dan selamat tinggal.' tak lupa membungkuk, si Pirang buru-buru menarik Sehyun pergi setelah sebelah tangannya melambai-lambai manis.

Hendak mengambil langkah lagi, Chanyeol terhenti begitu melihat Dyo sudah tidak ada di sebelahnya, melainkan mengambil langkah seribu lebih dulu. Mengerang kesal, ia menendang angin dan bergegas mengenyahkan diri sendiri dari sana.

'Yak, Do Kyungsoo!'

***

Jam makan siang. Jam di mana setiap murid harus mengisi kekosongan di perut setelah rela membakar lemak dengan duduk seharian di dalam kelas.

Mereka juga mengisi makan siang berkabut ini dengan yang namanya gosip.

Melihat Chanyeol dan Dyo pagi-pagi sudah bertigaan dengan Sehyun mereka mulai berasumsi sendiri-sendiri. Yah, saat yang katanya 'perwakilan keamanan' sekolah itu datang, persepsi mereka sampai pada Sehyun memang sudah jadi target bully asal-asalan Chanyeol dan geng F4-F4-annya.

Duduk sendirian, tray berisi lauk yang berbeda dari hari kemarin membuat Sehyun dapat merasakan secercah kebahagiaan di sekolah. Tak mengindahkan empat orang yang katanya punya peragat di sekolah itu mengulang hari-hari yang sama di sebelah meja makannya.

Saat jam makan siang mau berlalu, tidak banyak kejadian selain Sehun yang ikut-ikutan nagih tugas kemarin saat dia cabut dari sekolah dengan alasan sakit perut. Dari 25 siswa yang berada di kelas mereka, tanyakan pada Tuhannya kenapa harus dia yang ditagih?

Tak mau membiarkan Sehun melancarkan idenya untuk memenuhi undangan diri sendiri ke rumahnya, Sehyun hanya diam. Mengangkat tray dan meninggalkan bayangannya di sana.

Tidak ada pengganggu, detik terasa berlalu lebih cepat dari biasanya. Tidak ada hama atau pun hawa tak labut di sekitar. Rasanya pagi yang suram tergantikan oleh sore yang jauh lebih bersahabat yang berarti, menyambut ulang dirinya. Tapi tidak kalau ia akan pulang bersama Chanyeol lagi.

Alasan tugas selesai lebih awal terlaksana. Memaksa gurunya membubarkan Sehyun lima menit lebih awal sebelum bel pulang. Dan di sinilah dia, berjalan pulang sendirian setelah sempat buru-buru memasukkan semua buku dari loker ke dalam tasnya.

Saat sampai di rumah dan membuka sepatunya pun, dia rasa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweethyunee
#1
Chapter 14: TT
Sweethyunee
#2
Chapter 13: Pertemuan mereka berdua bikin mewek TT
Sweethyunee
#3
Chapter 12: Baekhyun benar2 putus asa sampai bohong gitu
Sweethyunee
#4
Chapter 11: Sehun disini menghibur banget wkwk
Sweethyunee
#5
Chapter 10: Uwah udah nggak sabar mereka ketemu :-)
Sweethyunee
#6
Chapter 7: Chat nya dyo sama sulli kok lucu ya hehe
Sweethyunee
#7
Chapter 8: Sehyun sama Baekhyun sama2 menderita TT
Sweethyunee
#8
Chapter 9: Wah bentar lagi mungkinkah??
Sweethyunee
#9
Chapter 6: Kyak nya ntar chanyeol suka sama sehyun??
Sweethyunee
#10
Chapter 5: Sehyun juga merindukan baekhyun sebenarnya. Duh pengen cepet2 baca chap pas baekhyun ketemu lagi sama sehyun TT