0.6

Fidélité
Please Subscribe to read the full chapter

♬ Baechigi ft. Punch - Fly With The Wind

 

 

Waktu itu, satu hari sebelum pembagian hasil kelulusan seluruh siswa SMP. Saat pulang ke rumah, Sehyun membuka sepatu dan kaus kaki sekolahnya diganti menggunakan sebuah sandal rumah. Saat lewat di depan toko, pintu tokonya itu tertutup rapat-rapat. Padahal sore-sore begini biasanya ibunya sedang berada di sana dan ia akan mandi setelah itu ikut membantu pekerjaan wanita itu.

Saat ia melangkah masuk ke dalam rumah itu persis berjalan seperti seekor kucing, sama sekali tidak menimbulkan suara. Kakinya menapaki tangga tetapi, sebelum sampai ke lantai atas, ia menyadari pintu kamar ibunya yang berada di bawah terbuka sedikit. Membuat ia kembali turun dan mengintip dari tangga ke dalam kamar itu.

Namun akhirnya ia kembali turun dan mendatangi kamar ibunya, ia membuka lebih lebar pintu kamar itu untuk masuk ke dalam hanya untuk mendapati Seoljin yang terkejut ketika melihat ia masuk ke dalam sana. Sehyun berjalan semakin dekat, Seoljin mendekap sesuatu dalam pelukannya semakin erat semakin ia mendekat ke arahnya.

'Ini hari ulang tahun dia 'kan?' tanya Sehyun seakan tahu apa yang sedang didekap wanita itu dalam kedua tangannya. 'Tenang,' ucap Sehyun tersenyum lembut namun tatapan matanya masih begitu tak dapat dijelaskan entah itu iba atau cemas. 'Aku tidak keberatan kalau kau merayakan ulang tahunnya,'

'Ayahmu,' mulai Seoljin dengan mata berkaca-kaca, 'Dia menghilang.'

Sehyun mengangguk-anggukan kepala. 'Rupanya itu alasan kenapa sejak sebulan yang lalu ia tidak mendatangiku lagi...' ucap Sehyun dan Seoljin mundur beberapa langkah dan terduduk di atas kasurnya dengan tangan bergetar memeluk bingkai photo itu erat-erat. Ia lalu menangis tanpa suara, bahunya jadi naik turun tak karuan. 'Baru sadar... Kau sama sepertiku... Masih menangisi orang yang sama bertahun-tahun...' Seoljin mendongakkan kepala, tidak percaya pada nada bicara mengolok yang anaknya keluarkan barusan. Sebenarnya ia tidak mengolok hanya saja, ironis sekali kenyataannya, bukan? 'Ibu tahu...' Sehyun kembali mengarahkan bola matanya pada bingkai photo yang ia tahu photo itu adalah photo lama ayah dan ibunya. 'Ada seorang laki-laki yang sering mendatangiku dan memberikanku uang, ia rutin memberikanku setiap akhir bulan. Dia tidak menyebutkan siapa dia... Kenapa ia memberiku uang... Tapi aku hanya menerimanya. Makanya aku tidak pernah meminta uang jajan atau uang sekolah pada ibu...' ia kembali diam untuk mengarahkan tatapan pada Seoljin yang menatapinya sejak ia mulai bicara. 'Tapi entah kenapa ibu tidak pernah bertanya seakan-akan ibu tahu kalau aku selama ini menerima uang itu...'

'Sayang, i-itu...'

'Ibu merindukan ayah, tapi selalu melarang ia datang, ibu membenci ayah, tapi selalu diam-diam ingin tau kabarnya,' Sehyun kembali menaikkan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum terlihat begitu menyedihkan. 'Kita sama.' lanjutnya lalu mendekati wanita itu dan tangannya sudah bersiap untuk melingkar di leher ibunya. Ia memeluk Seoljin sambil menepuki bahunya, sehingga ia akhirnya menangis dengan suara di sana.

'Ibu yang menyuruhnya begitu... Itu adalah rasa bersalahnya padamu...'

Sehyun mengangguk di bahunya. 'Aku tahu lebih banyak dari apa yang ibu kira, kukatakan padamu... aku diam, bukan berarti aku tidak tahu apa-apa,'

.

.

.

Bahkan pada akhirnya aku akan tahu sesuatu yang ibu tidak akan pernah bayangkan sama sekali.

.

.

.

Sulli akhirnya mengantar Sehyun pulang pada jam delapan malam. Mereka berbelanja dan hari ini Sehyun mendapat sebuah baju baru yang ia janjikan pada Sulli untuk memakainya di hari pernikahan mereka yang terhitung kurang dari satu bulan lagi.

Ia menutup pintu kamar lalu mengunci pintu itu. Meletakkan paper bag yang ia bawa di atas kasur. Perlahan ia mengambil sebuah kotak sepatu dan menyimpan kembali sepatu cantik berwarna biru laut yang dipakainya seharian ini kembali ke kotaknya. Ia membuka lemari pakaian, masuk ke dalam dan menutupnya sedemikian rupa agar tidak ada celah cahaya masuk ke dalam sana.

Apa yang baru dikatakannya tadi siang pada adik Baekhyun?

Ia tidak salah 'kan?

Apa yang ia lakukan benar, bukan?

Hal apa yang telah ia lakukan pada Baekhyun? Apa ia juga menjadi seseorang sepertinya? Apa ia masih begitu mengingatnya? Tapi, jika Baekhyun mengingatnya, jika ia mengingatnya dengan baik seharusnya hanya dengan sekilas ia melihat fotonya saja Baekhyun langsung tahu. Tapi kenapa ia terus bertanya? Apa ia bertanya karena ia ragu? Ia tidak ingat namanya lagi? Apa hanya ia yang tidak normal di sini?

Berbagai macam pemikiran terus menghantui kepala Sehyun malam itu. Ia kembali menangis di dalam sana tanpa tahu kalau suara tangisannya yang hanya berselang lima atau bahkan sepuluh menit itu mampu terdengar oleh tetangga rumahnya yang baru.

'Ibu,' Chanyeol menggaruk kepala dan lengannya yang memang gatal-gatal sambil menuruni tangga rumahnya perlahan. Udara dan hawa di kamar barunya belum bisa langsung beradaptasi dengan kulitnya yang mudah stress dengan lingkungan baru.

'Ah, kau beruntung, ibu sudah selesai memasak makan malam. Sebentar lagi ayahmu pulang. Ayo duduk,'

Karena ia tidak mendengar jawaban dari Chanyeol, ia lalu berbalik dari tempat cuci piring untuk melihat anaknya itu malah beralih menyalakan televisi. Tetap ia menggaruk-garuk bahkan hingga ke bagian 'ehem'-nya.

'Apa hanya perasaanku saja atau memang aku mendengar suara tangisan di kamarku?' tanya Chanyeol pada diri sendiri dan balas menatap Mina yang berjalan ke arahnya. Chanyeol yang tahu maksud ibunya itu menghampirinya itu langsung meletakkan remote televisi yang ia genggam erat di belakang punggungnya.

'Berikan.' Mina mengulurkan tangan. Dari wajahnya terlihat ia masih berusaha memasang wajah baik.

'Aku baru menyalakannya.' protes Chanyeol makin menggenggam remote di belakang punggungnya semakin erat.

'Mudah saja,' tantang Mina kali ini berjalan ke arah televisi.

'Yak! Yak!! Yak!!!'

Chanyeol berteriak geram saat Mina akhirnya mencabut kabel televisi itu dari saklarnya. Ia terpaksa memutar bola mata sebal dan beranjak dari atas sofa, melempar remote itu kemanapun.

'Kau melemparnya ke kolong sofa!' bentak Mina tapi anaknya hanya berlalu masuk ke dapur seperti tidak ada kejadian. Ia pun menarik sebuah kursi meja makan untuknya dan duduk di sana dengan tak nyaman. Chanyeol mulai menatapi satu persatu hidangan yang ada di sana. Kemudian dengan usil tangan kanannya mengambil sebuah telur dadar gulung dan langsung melahap makanan itu bulat-bulat.

'CHANYEOL!'

Tiba-tiba saja Mina membentak dari arah belakang. Membuat ia tersedak telur dadarnya dan apa yang sudah ia kunyah bercampur liur itu sekarang muncrat kemana-mana. Suara langkah kaki ibunya makin terdengar menyeramkan bak suara langkah kaki titan dari arah belakang masuk ke telinga Chanyeol. Chanyeol yang tidak berani menoleh ke belakang itu memilih kabur dari meja makan menghindari sambitan tangan ibunya saat mengetahui makanan muntahan mulutnya sudah merusak makan malam yang di atas meja makan mereka. Rasa jijik langsung mencuat dan ibu Chanyeol yang geram meneriakan nama anaknya yang kurang ajar itu.

'CHANYEOOOOOL...!!!'

'Mati aku. Tadi itu hampir saja.' ucap Chanyeol yang berhasil mengunci pintu kamarnya lega. Ia lalu berjalan ke arah tempat tidurnya sambil memeluk dirinya yang merinding membayangkan kalau tadi ibunya sempat menangkap dirinya. Ia mungkin akan bernasib sama seperti telur dadar yang ia lepehkan itu. Ia mungkin bos atau so called leader di antara teman-teman sekolahnya, tapi ketahuilah, jika di rumah ia pasti akan mati kutu jika ibunya sudah menggeramkan namanya atau dibentak seperti tadi.

Ia langsung menjatuhkan dirinya ke atas kasur, dan suara tangisan yang tadi ia dengar belum juga reda. Ia pun memilih bangkit untuk menghampiri dan membuka kaca jendelanya. Ditatapnya lekat-lekat kaca jendela yang berada di seberang sana. Ia makin mendengar dengan jelas suara tangisan anak perempuan itu.

'Yuhu~' panggil Chanyeol yang mulai timbul niatnya untuk menjahili. Tidak ada yang menyahut karena gadis itu masih menangis, ia lalu mencari ide. Membongkar meja belajarnya yang masih berantakan mencari beberapa benda kecil yang bisa ia gunakan untuk dilempar. Akhirnya ia menemukan sebuah toples kecil batu-batu aquarium yang entah darimana bisa nyasar ke dalam kardusnya yang berisi koleksi mobil-mobilan hotwheels.

Ia lalu kembali berdiri di balik ambang jendela kamarnya.

'Halo?' Chanyeol memanggil sekali sebelum ia kemudian mengambil satu kerikil dari dalam toples kaca yang dipegangnya.

Saat itu pula sesuatu masuk melalui jendela kaca Sehyun. Ia mengangkat kepalanya yang bersembunyi dibalik kedua lututnya yang tertekuk, kemudian membuka pintu lemarinya perlahan. Saat sebelah tangannya merangkak ke luar, telapak tangan itu langsung disambut oleh sebuah batu kerikil yang terasa menusuk dan percayalah, itu lebih dari menyakitkan.

'AKH!' ia langsung meringis kesakitan dan terjatuh memegangi telapak tangannya yang berdenyut nyeri. Ia mengepalkan telapak tangannya itu lalu menggenggam kerikil itu ingin tahu siapa orang gila yang peduli dengan ia menangis atau tidak.

Sementara saat Chanyeol mendengar suara teriakan orang kesakitan dari seberang sana, ia langsung bersembunyi di balik tembok. Suara tangisannya berhenti. Batinnya lega lalu berniat mengintip untuk meminta maaf.

'M-maaf aku hanya—'

TAK!

Batu kerikil yang tadi ia lempar sekarang kembali terlempar padanya. Dan bagian terparah benda itu kembali tepat mengenai kening Chanyeol. Ia langsung mengusap bagian yang mendapat kekerasan itu namun saat ingin memprotes, jendela dan kain horden tetangganya itu sudah tertutup. Ia pun bersungut-sungut kesal.

'Sialan.'

***

Jam makan siang yang sama di hari Senin ini, jam istirahat, Sehyun kembali duduk di kursi yang memang selalu untuknya itu.

Hari ini pun sama dengan diisinya ketiga orang yang selalu menolehkan kepala pada Sehyun yang mulai makan dengan tenang. Mereka sempat mempertanyakan kehadiran Kyungsoo yang tidak biasanya telat untuk makan siang di kantin. Rupanya pemuda itu bertemu dengan seseorang yang tidak terduga dalam perjalanannya ke kantin.

'Hey!' Sulli memanggil seseorang, sementara tunangannya sedang berbicara kepada seorang guru.

Dyo sempat clingak clinguk dan saat melihat wanita cantik melambai memberi isyarat untuk menghampirinya, ia mencoba memastikan dengan menunjuk dirinya sendiri dengan mata belonya yang melebar kebingungan. Sulli mengangguk, Dyo pun segera berjalan menghampirinya penuh semangat. Sepertinya ia pernah melihat wanita ini di sampul majalah fashion Korea.

'Dia ada dikelas satu A,' ucap Minho tiba-tiba menghampiri Sulli dari belakang dan Sulli hanya mengangguk mengerti.

'Sebaiknya kita tanya dulu salah satu murid di sini,' ujar wanita itu.

'Kau memilihnya secara acak? Bukannya kalau lebih baik kita kekelasnya menanyai temannya?' protes Minho dibalas gelengan keras kepala oleh wanita yang balas menatapnya jengkel.

'Kalau dia benar korban bully, semua murid pasti tahu, aku memastikan aja, kok.' cibirnya lalu melipat tangan di depan dada penuh percaya diri, kembali menghadap ke arah depan dan Dyo sudah ada di sana membuat ia memekik terkejut. 'Astaga!'

'Maaf.' Dyo menyengir melihat Sulli mengusap dadanya.

'Tidak apa-apa adik kecil,' Sulli tersenyum manis, namun pemuda di depannya memasang wajah tersinggung. 'Ow, maafkan aku.' ucap Sulli sadar tampang tak enak yang diberikan Dyo, sementara Minho hanya terkikik di sebelahnya. 'Jadi...' ia segera mengubah suasana, melirik name tag Dyo. 'Do Kyung... Soo... apa kau mengenal siswi bernama Jeon Sehyun?'

Dyo menaikkan sebelah alisnya, perlahan ia mengamati penampilan Sulli dan Minho. Apa mereka wali dari gadis itu? Atau itu abang dan kakaknya? Pikirnya mulai merasa takut jika ketahuan ikut terlibat dalam gengnya yang mungkin sekarang di kantin sedang menjahili anak yang mereka cari.

'Y-ya,'

'Kenapa kau takut menjawab pertanyaannya? Apa kau memang salah satu orang yang mem-bully gadis itu?' Minho memotong Sulli yang hendak bertanya lagi, wanita itu menatapnya tajam karena lagi-lagi pria itu memakai instingnya sebagai seorang jaksa sekarang.

'T-tidak! Kami tidak mem-bully dia!' jawab Dyo langsung karena panik.

'Siapa yang kau sebut kami? Kalian berkelompok mengerjai dia?' lagi-lagi Minho memotong wanita yang sekarang mengepalkan tangannya kesal itu.

'Kau membuatnya takut, sayang.' geram Sulli lalu kembali menatap Dyo yang memang sekarang ketakutan pada tunangannya itu. 'Kami tidak akan melakukan apapun padamu, Kyungsoo... Jadi, apa kau mengenal Sehyun?' Sulli bertanya pelan dan lembut, Dyo menghela nafas lega dan memberi anggukan kepala kecil padanya walaupun ia ragu-ragu.

'Semua yang berada di sekolah ini memang mengenalnya karena dia itu terlalu pendiam. Tapi, percayalah, dia tidak pernah

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweethyunee
#1
Chapter 14: TT
Sweethyunee
#2
Chapter 13: Pertemuan mereka berdua bikin mewek TT
Sweethyunee
#3
Chapter 12: Baekhyun benar2 putus asa sampai bohong gitu
Sweethyunee
#4
Chapter 11: Sehun disini menghibur banget wkwk
Sweethyunee
#5
Chapter 10: Uwah udah nggak sabar mereka ketemu :-)
Sweethyunee
#6
Chapter 7: Chat nya dyo sama sulli kok lucu ya hehe
Sweethyunee
#7
Chapter 8: Sehyun sama Baekhyun sama2 menderita TT
Sweethyunee
#8
Chapter 9: Wah bentar lagi mungkinkah??
Sweethyunee
#9
Chapter 6: Kyak nya ntar chanyeol suka sama sehyun??
Sweethyunee
#10
Chapter 5: Sehyun juga merindukan baekhyun sebenarnya. Duh pengen cepet2 baca chap pas baekhyun ketemu lagi sama sehyun TT