0.1.4

Fidélité
Please Subscribe to read the full chapter

Balik ke chapter 0.1.3!!! Banyak part yang berubah disana :D

Highly recommended to read this chapter while listening to this song; Can You Hear My Heart - Lee Hi ft. Epik High

I cut some lyrics part so if you don't mind, read the lyrics too before started to read the chapter! ^____^v

***

I saved my words in order to forget you

I tell myself that I really forgot

But in the end, I’m talking about you

But I need to forget that I’m trying to forget you

In order to really forget you

You gotta give me time

I ain’t perfect

But I’m tryin’ to erase you perfectly

 

We came too far to turn things back

But when I look back, you’re always right behind me

 

I know

 

I don’t think I can erase

Because the memories were too perfect

For the imperfect me

But I try again

 

It’s so much harder to fall out of love

Than to fall in love

You make me live and die again

 

I’m not alive without you

I’m not alive without you

 

You know I’d die without you

 

Don’t forget

 

All of you that was always in my hands

It transparently smears and my eyes get blurry with tears

When I look back, I’m in the same place

My heart is always heavy

The footsteps of my breakup are slow

 

If I can’t turn things around

I know one way would be to accept it but

 

I’m standing here

I’m still standing here

 

Are you listening?

To my voice, to this confession for you?

 

Are you listening right now?

Can you hear my heart?

 

Like the rain drops falling on the window

You enter my heart

 

I need you, I need you, I miss you

 

Don’t forget me ever

Never ever

Don’t forget me ever

Never ever

***

Sehyun, adakah yang membuatnya bisa kembali teringat akan masa kecil yang penuh kenangan, suka dan duka itu? Katakan siapa yang berada di sisinya selama sang ibu yang gila bekerja dan letih akan mencari nafkah untuk dirinya dan anaknya itu?

Ia seperti terbengkalai. Bahkan sampai sekarang pun masih terbengkalaikan oleh ibunya yang tak kunjung pulang dan sepertinya akan memilih menetap di kampung halamannya.

Ia merasa kosong dalam hatinya yang dalam belakangan ini di penuhi oleh dampingan sang kakak kelas---yang mengaku ingin menebus kesalahan dan segala tetek bengeknya.

Ia masih merasa kosong ketika Sulli memeluk dan membiarkan ia menangis dalam dekapan keibuan wanita itu. Ia semakin merasa kosong setiap detik pikirannya berjalan. Merajut untaian-untaian kenangan di masa-masa lampau yang menyenangkan dan menyedihkan bersama Baekhyun. Semuanya terasa kosong sejak kedua bola matanya menangkap gambaran sosok lelaki yang selalu ia tangisi dalam lemari. Selalu ia harap kedatangannya, selalu ia tunggu kabar darinya. Selalu terucap dalam doa-doa panjangnya di malam hari sambil menambahkan kalau, Sehyun ingin Baekhyun melihatnya menangis.

Baekhyun tidak pernah mau membiarkan ia menangis. Baekhyun akan bertindak melebihi sosok superhero dalam bayangannya. Mereka selalu bisa menjadi superhero bersama. Karena, siapa yang akan mengobati lukanya di kala ia sibuk menangis sambil menahan perih? Siapa yang cuma akan berkata dengan enteng; 'Makanya jangan main dekat lapangan itu lagi, Sehyun! Ini, pergilah dan beli plester luka di warung.'. Lalu siapa yang akan ikutan menangis lalu bergaya membopong Sehyun ke rumahnya lalu berlari-lari ke warung sambil berteriak; 'Pak Young! Sehyun butuh plester! Kakinya berdarah!'

Bahkan ketika ia sadar ulang tahunnya tiba, meminta sebuah kado hanya membuatnya dimarahi akibat meminta yang macam-macam. Ia tau betul apa itu iri saat datang ke pesta ulang tahun Baekhyun kala keluarga lebih dari berada itu merayakannya. Semuanya ada dan tersedia di ulang tahun Baekhyun, semuanya diberikan secara cuma-cuma demi menyenangkan hati sang anak.

Dan di kala itu, yang akan merayakan dan membelikannya kado hanyalah Baekhyun dan Minho.

Di masa-masa itu, anggapan Sehyun untuk hal seperti ini—perayaan ulang tahunnya—adalah hal-hal membahagiakam dalam hidupnya sebab ia dapat menceritakan dan mendapatkan apa yang ia mau pada Baekhyun selain ajakan untuk menemaninya berangkat sekolah dan bermain.

Ya, Baekhyun. Hanya ada Baekhyun. Semuanya Baekhyun.

Baekhyun yang akan selalu ada dalam waktu-waktu ketika ia akan merasa ketakutan menghadapi kedatangan ayahnya yang akan memukul dan membentak-bentak ibunya. Walaupun ia harus membiarkan Baekhyun cukup mengetahui bahwasanya ayahnya yang kasar itu tak pernah kelihatan sebab bekerja jauh keluar negeri sana. Sehingga ia pun takkan bercerita mengenai sosok pria itu jika Baekhyun bertanya di mana ayahnya.

Dalam pikirannya malam itu terus terlintas setiap kejadian bersama Baekhyun.

Semuanya yang ada dalam kepalanya adalah Baekhyun. Bahkan ketika Chanyeol pamit dan mencium pucuk kepalanya sambil tersenyum berusaha membentuk perisai tak kasat mata bahwa ia akan aman dan baik-baik saja, ia sama sekali sedang memikirkan Baekhyun yang ia tinggalkan pergi.

Sehyun juga mengulang perkataan Baekhyun dalam pikirannya yang sudah sesak dan cenderung membuat otaknya kebas. Merasa nyeri juga sehingga harus memijat keningnya meredakan nyut-nyutan di sana.

Itu semakin terasa menyakitkan. Sebab ia berusaha keras membangkitkan memori lama. Selama ini ia sudah menerima dengan gelap mata perkataan orang-orang di sekitarnya dan termasuk dari dalam dirinya sendiri, menanamkan fakta kalau Baekhyun itu jahat. Baekhyun itu sudah lupa padanya dan takkan menemui dia lagi.

Tapi sekarang apa? Haruskah ia memuntahkan segala pertahanan yang ia buat ketika melihat pecahan tangis dari teman kecilnya? Rasanya ia ingin berteriak dihadapan wajah Tuhan karena takdir dan nasib yang terasa menyengsarakan ini.

Sehyun dan Baekhyun. Tidak akan ada yang dapat memisahkan mereka.

Sehyun dan Baekhyun. Sampai kapan pun akan tetap melengkapi satu sama lain dengan adanya memori masa lalu yang tidak pernah selesai terkubur.

Sehyun... dan juga Baekhyun. Selama apapun penderitaan yang dilalui keduanya, trauma masa kecil akan sama-sama membawa mereka pada sosok yang pernah membawa mereka terbang keluar dari dalam jurang tersebut.

Memang masa kecil itu terlihat sepele, namun yang terjadi dalam pikiran dan diri mereka mampu membuat mereka rela mengeluarkan tangisan setiap malamnya. Berusaha keluar dari lingkungan tempat seharusnya mereka berada karena telah menemukan sebuah tempat sandaran yang membuat hari-hari keduanya jadi lebih membahagiakan.

Namun kebahagiaan itu telah direnggut. Semua adalah takdir yang diciptakan yang maha Kuasa.

Termasuk takdir kalau, biarpun kebahagiaan mereka di renggut, pada akhirnya, mereka berdua akan bersatu kembali, meninggalkan semuanya di belakang hanya untuk terciptanya kembali kebahagiaan itu.

Malam ini Sehyun tidak bisa membiarkan dirinya terlelap di atas empuknya kasur dan di bawah hangatnya sprei. Sehyun dengan semua hal yang kosong dalam dirinya itu bergerak turun dari atas kasurnya yan hangat. Dengan hati-hati berjalan dalam kegelapan dalam kamar menuju sebuah lemari. Ia tak pernah menyentuh tempat itu untuk tertidur sejak berminggu-minggu lalu dan rasanya bisa kembali ke dalam sana... hanya memporak-porandakan memorinya yang sudah kusut dalam pikiran.

Ia membuka pintu lemari, masuk ke dalamnya dan menutup pintunya rapat-rapat. Di dalamnya ia mulai meringkuk seperti fetus. Lalu mengeluarkan tangisan yang tak tertahankan.

Tak lupa ia berdoa dan menyuarakan semuanya malam itu. Semua yang mendesaki isi kepalanya.

.

.

.

'Sehyun... ingin bersama Baekhyun...'

.

.

.

Apa hanya Minho, satu-satunya orang yang merasa kalau Sehyun pastilah dalam benaknya ingin menjumpai Baekhyun? Ketika ia pulang ke rumah, Sulli menceritakan semuanya, di mulai dari Baekhyun yang datang ke toko bunga dan membuat kekacauan. Ia terkejut setengah mati. Di lihatnya dari ambang pintu sang adik yang sedang tidur lelap di atas kasur---padahal setelah itu ia beranjak masuk ke lemari pakaian.

Minho mengetahui segala sesuatu yang bakal menjadi beban pikiran adiknya. Sehyun menyuruh Baekhyun pergi, dengan serius Sulli menceritakan apa yang diceritakan Chanyeol pada Minho. Lengkap dengan kebencian yang tercipta dari mimik wajahnya kala ia merekam ulang apa yang dia ingat. Dalam hati Minho tak mempercayai perkataan yang keluar dari mulut Sehyun—kenyataan kalau gadis itu tak lagi mau melihat Baekhyun.

Tidak mungkin. Batinnya bersuara.

Malamnya Minho pun tak bisa tidur tenang, memikirkan nasib malang sang adik. Hingga pada tengah-tengah malam ia bangun untuk mengambil minum hanya untuk mendengar isakan halus di balik pintu kamar sang Adik.

Satu yang ia dengar dengan begitu jelas di sela tangisan di balik pintu; 'Sehyun... ingin bersama Baekhyun...'

Beberapa fakta membuat  Minho menahan rasa kasihan yang selalu terbendung di balik sikapnya selama ini. Sehyun kembali menangis dalam lemari—kembali ke dalam kubangan masa lalunya bersama Baekhyun. Satu-satunya tempat yang bisa di pakainya jika ingin mengingat Baekhyun sampai menangis.

Minho tidak menghampiri dan masuk ke dalam kamar adiknya, perlahan ia berjalan mundur dan berusaha keras untuk kembali tidur sembali menghilangkan rasa nyeri karena hatinya remuk melihat kondisi Sehyun.

***

Ketika pagi tiba, mereka sarapan bersama. Sulli, ia, dan Sehyun. Sang istri memasakan sarapan sambil menyusun rencana kegiatan mereka untuk hari Minggu ini. Seperti belanja baju untuk Sehyun untuk acara nanti malam. Ya, ini hari Minggu, hari dirayakannya ulang tahun Sehun dan Sulli benar-benar semangat membawa adiknya yang akan dipasangkan dengan Chanyeol kesana.

Memperhatikan Sehyun, Minho yakin ia tidak menangis lama karena kedua matanya nampak segar, tidak sembab maupun merah. Mungkin karena Sehyun tau, jika itu akan jadi bahan permasalahan Sulli jika istrinya itu mengetahuinya. Apalagi jika Sulli sempat tau kalau tadi malam Sehyun kembali tidur dalam lemari.

Entah apa yang akan dilakukan wanita itu. Mungkin saja ia akan memusnahkan eksistensi Baekhyun dari muka bumi. Ya, segitu bencinya ia pada sosok yang membuat Sehyun menjadi dirinya yang sekarang.

'Hari ini aku harus kerja, tapi masih sempet kok nemenin belanja,' Sulli menyeringai, disambut anggukan oleh Sehyun.

'Jam berapa kau pulang, sayang?' tanya Minho sambil mengiris baconnya.

'Aku belum tau, mungkin aku sempat datang juga ke ulang tahun Sehun. Jam-jam setengah delapan aku mungkin sudah sampai rumah.'

Minho tersenyum, 'Nanti aku aja yang nganter Sehyun ke tempat Sehun. Aku yakin kalau Sehyun menunggumu pasti bakalan lama.'

'Benar.' Sehyun membenarkan.

Kedua orang itu tertawa, membuat Sulli cuma bersungut-sungut kesal. Ia ingin dirinya bisa berdampingan dengan Sehyun, baru setelah itu ia akan menyerahkan adiknya pada Chanyeol.

'Jadi jam berapa kalian akan pergi belanja?' tanya Minho.

Sulli mencubit pipi adiknya, 'Jam sepuluh saja. Setelah ini aku dan Sehyun mau nonton dvd.'

'Nanti kakak pergi kerja jam berapa?'

'Jam dua. Jadi nanti kau sendirian dulu di rumah ya, sayang.' Sehyun cuma merespon dengan anggukan kepala.

'Tenang saja, Sehyun. Aku pulang jam lima sore nanti. Hanya tiga jam sendiri 'kan gapapa.'

Lalu tiba-tiba Sulli menyuarakan sebuah ide, 'Atau kau bisa main ke rumah Chanyeol nanti?'

Minho memperhatikan reaksi Sehyun, sementara gadis itu hanya diam, bahkan berhenti mengunyah. Ia pun bersuara menanggapi ide istrinya, 'Lebih baik dia di rumah saja dulu, jam enam dia 'kan harus pergi ke tempat Sehun.'

Sehyun masih diam, namun meneruskan mengunyah dengan perlahan.

'Yaudah, di rumah pun gapapa.' Sulli tersenyum janggal merasakan suasana yang terkesan seperti telah terjadi sesuatu yang tidak diketahuinya. Namun ia menepis pikiran itu, itu pasti karena Sehyun masih memikirkan hal semalam.

Setelah sarapan mereka usai, Sehyun beranjak mandi, Sulli menyelesaikan piring kotor lalu bergegas ingin membicarakan sesuatu dengan Minho sebelum pria itu berangkat kerja.

Minho berada di ruangan kerjanya, ia memeriksa isi tas dan baru akan memasang dasi kerja, tentu saja hal itu langsung menjadi inisiatif Sulli.

Minho mengecup bibir Sulli singkat, tersenyum saat Sulli memasangkan dasinya. Sembari ia memasangkan dasi suaminya, Sulli mulai pembicaraan yang menyangkut pautkan sang adik.

'Menurutmu, Baekhyun akan datang ke ulang tahun Sehun? Aku tidak mau si Kunyuk itu menemui adikku soalnya Sehyun terus terlihat muram tadi.'

Minho menghela nafas, 'Kurasa tidak, sayang. Setelah apa yang kau ceritakan padaku semalam kurasa itu mustahil.'

'Makanya aku mau Sehyun nanti kutitip sama Chanyeol.' Sulli memanyunkan bibir, ia telah selesai memasangkan dasi kerja Minho.

'Nanti malam 'kan mereka ketemu. Belanja pasti melelahkan, biarkan dia tidur siang atau menyelesaikan pekerjaan sekolahnya.'

Sulli mengangguk penuh pengertian. Setelah mendapat kembali sebuah kecupan ringan di pipinya, Sulli balas tersenyum lemah, mengantarkan suaminya ke pintu rumah.

***

Pukul setengah tiga siang, saat ini Sehyun berada dalam rumah sendirian. Sulli baru saja pergi lagi setelah mengantarnya beserta menyerahkan kantong-kantong berisi pakaian, sepatu, dan aksesoris untuk persiapan nanti malam.

Ia merasa buntu ketika sampai di dalam kamar memandangi pakaian yang ia dan kakaknya belanjakan tadi. Di luar sana matahari siang nampak terik, Sehyun memandang keluar melalui jendela, tatapannya begitu nanar. Memikirkan apa yang akan ia lakukan pada kekacauan dalam pikirannya.

Setelahnya ia naik ke atas kasur, ponsel berada di genggamannya. Sehyun sama sekali tidak mau mengontak Chanyeol saat ini. Entah kenapa.

Sehyun pun hendak terlelap, namun getaran di ponselnya membuat ia tak jadi memejamkan mata. Ada panggilan masuk dari sang ibu.

Ia menekan tombol hijau di layar lalu perlahan memposisikan ponselnya di telinga.

'Selamat siang, bu.'

'Siang, sayang. Kau sedang berada di rumah Sulli?'

'Ya. Ibu, kapan kau pulang?'

'Sehyun...' ibunya sempat membiarkan jeda terjadi begitu lama di antara mereka, sebelum akhirnya menghela nafas dan melanjutkan, 'Sayang, ibu berencana membawamu tinggal di sini. Di Bundang. Bersama paman dan bibi,'

Sehyun menautkan alis, kelopak matanya tertarik, ia sungguhan kaget dengan perkataan ibunya barusan. 'Lalu, bagaimana dengan sekolahku dan toko bunga kita?'

'Ibu berencana menjual rumah dan toko bunga kita. Kau bekerja saja, tidak usah repot-repot lagi sekolah. Di sini hal itu tidak jadi permasalahan.'

Sehyun sama sekali tidak tau harus menjawab dengan pembelaan macam apa. Sampai ibunya pun kembali melanjutkan, 'Mau sampai kapan ingin merepotkan Minho dan Sulli? Sudahlah, ikutlah bersama ibu dan bantu ibu mencari uang di sini.'

Lalu wanita itu melanjutkan lagi, 'Secepatnya ibu akan mengabarimu dan kembali ke Seoul.'

Setelah itu, panggilan dimatikan, Sehyun masih diam sambil memikirkan nasibnya. Diletakkannya ponsel itu di sebelahnya sambil memandangi layar dengan wallpaper rangkaian bunga mawar pink dikelilingi gradasi warna serupanya. Sehyun lalu memeluk guling, siap memejamkan mata sambil berharap semoga dirinya takkan pernah dapat membuka mata lagi.

***

Namun sepertinya harapan seperti itu cuma jadi pengharapan belaka saat ia merasakan kasurnya berguncang, membuat ia tersadar dari tidurnya, seseorang baru saja duduk di sana sambil memanggil namanya. Sehyu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweethyunee
#1
Chapter 14: TT
Sweethyunee
#2
Chapter 13: Pertemuan mereka berdua bikin mewek TT
Sweethyunee
#3
Chapter 12: Baekhyun benar2 putus asa sampai bohong gitu
Sweethyunee
#4
Chapter 11: Sehun disini menghibur banget wkwk
Sweethyunee
#5
Chapter 10: Uwah udah nggak sabar mereka ketemu :-)
Sweethyunee
#6
Chapter 7: Chat nya dyo sama sulli kok lucu ya hehe
Sweethyunee
#7
Chapter 8: Sehyun sama Baekhyun sama2 menderita TT
Sweethyunee
#8
Chapter 9: Wah bentar lagi mungkinkah??
Sweethyunee
#9
Chapter 6: Kyak nya ntar chanyeol suka sama sehyun??
Sweethyunee
#10
Chapter 5: Sehyun juga merindukan baekhyun sebenarnya. Duh pengen cepet2 baca chap pas baekhyun ketemu lagi sama sehyun TT