0.1.1

Fidélité
Please Subscribe to read the full chapter

♬ Taehyun - I'm Young

Menunggu. Menanti waktu-waktu di masa lampau agar dapat terputar kembali, jika saja jika itu semudah kita memundurkan arah jarum jam pada arloji atau pada jam dinding. Menembus masa itu secepat kilatan cahaya. Kapan hal seperti itu dapat dilakukan? Terlalu banyak hati yang meringis ingin dikembalikan kepada kenangan-kenangan indah di masa lalu, atau hanya ingin memusnahkan ingatan itu sehingga tak ada lagi sebuah untaian kalimat melankolis.

Dalam pandangan Sehyun, dalam dunianya yang sempit, hal-hal yang terjadu padanya seperti pertemuan dengan Chanyeol, Sehun teman Baekhyun, itu sudah lebih dari membawanya pergi ke masa lalu. Frustasi, kalap, gelisah, gusar—jika berada dalam lemari ia mendapatkan semuanya.

Malam itu ia pulang pukul sembilan dari rumah Sulli, memeluk diri sendiri dengan perisai dua buah daun pintu lemari. Memainkan ujung renda dari sebuah dress berwarna lavender, dress baru, masih ada tag harganya di sana. Ya... tentu saja dress mahal itu asalnya dari Sulli—hanya satu dari sekian banyak.

Salah satu yang tersirat di benaknya malam itu juga tentang... bagaimana akhir dari semua ini? Rasanya sakit dan ia tidak tahu apa dia bisa mengakhiri siksaan dalam memorinya sekarang. Tidak ada tangisan namun selaman pikirannya malam ini. Sedalam sebuah palung ia hanya diam tak bersuara di dalam lemarinya.

Apa... dia lupa. Tetangganya waktu itu pernah menyebut dia punya kelainan apa... Minho pernah berbincang dengan ibunya tentang dia kalau dia itu gila atau apa...

Siapa yang membutuhkan dia selain Sulli dan Minho? Yang akhir bulan ini menikah dan jika mereka punya anak, dia mungkin dilupakan. Ibunya tua, dia tidak memiliki apa-apa, pintar saja tidak, kalau meneruskan bisnis sekecil itu setidaknya ada harapan atau cuma akan dikirim ke rumah neneknya.

Esok pagi ketika terbangun, keluar dari lemari, dan membuka kain jendela ia bertatap mata dengan Chanyeol yang tanpa diduga, berada di seberang sana menatap ke arah dirinya dengan ekspresi gusar. Terlintas perkataan Sulli tadi malam—ia memilih berlalu pergi karena sebelum itu ia sudah mendengar namanya dipanggil dari lantai bawah. Ia berakhir bersama ibunya, duduk berhadapan dibatasi oleh sebuah meja makan. Mata lelah itu telah menggantikan binar lembut keibuan wanita tua itu dalam waktu yang lama.

Pembicaraan berat mereka dimulai. Sepenggal kata memiliki kepasrahan di sana. Ibunya lelah dengan semua yang ada di dunia ini bahkan dirinya.

'Uang dari ayahmu dan tunangan itu... masih ada?'

Yang gadis itu tahu, ia hanya perlu menjawab sesuatu dengan jujur, karena siapa pun bisa tau sirat matanya ketika ia berbohong.

'Ya.'

'Banyak?'

'Ya.'

Ibunya mengangguk. 'Uang sekolah untuk bulan depan—Minho ada memberimu uangnya?'

'Belum... Janjinya bulan depan saja dia yang ke sekolah.'

'Oh...' ibunya mengangguk lagi.

'Aku mau bersiap pergi sekolah—'

'Tidak.' Seoljin berkata dengan nada tegas, mengurungkan sesuatu di benak anaknya. 'Siang nanti, kemasi beberapa pakaian, sekolah hanya memberimu izin tiga hari untuk ikut denganku.'

Saat Sehyun diam, Seoljin tahu ia harus menjelaskan lagi. 'Ibuku sakit. Seohyun harus menjaga anak serta kedai mereka, dan Joongki pun kalau pulang kerja malam hari.'

Sehyun masih diam, helaan nafas ibunya kian menjadi dan kini sebuah siku tertumpu pada permukaan dingin meja, telapak tangan menahan dahi—tahu kalau itu artinya Seoljin pun tengah menahan pening saat ini. 'Bisa kau baik-baik saja kutinggal beberapa hari dan tetap sekolah seperti biasa?'

Sendi lehernya mendadak kaku. Tak tahu jawaban lain selain menurut, anggukan kepala sekali menjadi jawaban, beserta liak mata tak terima dan bibir yang seakan ingin meluncurkan sejuta frasa. Urat yang muncul di kening ibunya malah membuat Sehyun mendapatkan pesan lebih cepat kalau wanita itu menahan sesuatu jikalau tadi ia menggeleng.

'Sulli pasti mau menjagamu untuk sementara. Kau mengerti?'

Tentu ia harus mengerti. Karena ia sama sekali tak diberi pilihan di sini. Lagipula Sulli akan sangat senang jika ia bisa tinggal di rumah mereka, tapi semua hal tentu tidak akan bisa sesuai dengan harapan.

***

Tiga hari berlalu singkat. Kereta malam yang ditumpangi tiba di tujuan pada pukul sembilan. Ia akan pulang ke rumah dan besok adalah hari Selasa. Kalau tidak salah ia melihat kalender ini adalah Senin, hari terakhir izinnya di sekolah.

Sepertinya beberapa hari ke depan pun ia akan berada di rumah sendirian, mau pergi ke rumah Sulli pastinya di sana tidak ada orang. Sepasang calon pengantin muda itu sedang tak berada di sini entah untuk waktu yang singkat atau lama. Yang jelas Sulli menangis di telepon saat tahu Sehyun akan sendirian sementara ia harus mempersiapkan pesta pernikahannya dan itu sama sekali bukan di Seoul. Tapi ia sudah memberikan banyak stok makanan seakan-akan gadis itu akan ditinggalkan merantau oleh ibunya selama bertahun-tahun.

Aroma, bau yang khas dari rumah yang nyaman semakin terasa saat ia masuk dan menyalakan lampu. Ia bisa tinggal selama ini di rumah yang terbilang terlalu bagus dan boros untuk ditinggali oleh dua orang saja karena rumah ini adalah milik mereka.

Sehyun yang sudah mengunci pintu rumah kini beranjak menuju lantai atas setelah mematikan kembali lampunya. Dibereskannya pakaian kotor terlebih dahulu ke dalam keranjang lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan bersiap tidur. Tanpa ia tahu hari esok akan terasa lebih berat, saat ia harus menyiapkan sarapan sendiri apalagi harus secara kebetulan berangkat berjalan beriringan dengan Chanyeol. Ia harap itu takkan pernah terjadi karena nyatanya Chanyeol selalu datang kepagian atau kesiangan.

Dan esok paginya, Chanyeol datang kesiangan. Begitu pula ia yang begitu membuka mata sudah disuguhi angka delapan pada jam dindingnya. Mandi, berpakaian, roti bantal berisi selai stroberi dan susu kemasan ia santap sambil memasang sepatunya. Belum lagi saat berlarian keluar rumah ia yang menutup pintu lupa kalau kunci rumahnya masih ada di kamar. Terpaksa ia kembali berlari ke dalam dengan menggenggam kotak susu untuk mengambil kunci itu. Tak elak ia akan datang ke sekolah jam sembilan alias terlambat satu jam.

Tidak ada sibuk membawa ponsel yang telah penuh dicas, ia jarang memikirkan untuk tidak lupa membawa benda itu ke sekolah kecuali buku dan alat tulis termasuk kamus bahasa Inggris untuk hari ini yang ikut di dekap saat ia mengunci pintu rumah. Sedotan terakhir ia lalu meremas kemasan susu kotaknya dan melempar sampah itu ke tempat sampah tetangga sambil berlari-lari penuh kepanikan. Kepalanya penuh memikirkan hukuman terlambat dari sang Ketua OSIS berdarah dingin di sekolah mereka saat ini.

TIIINN! TIINNN!!!

'Sehyun! Woi!' dari arah belakang sebuah skuter tua mendekati butut memeper ke trotoar jalan tempat gadis malang itu berlari habis-habisan ke sekolah yang notabene jaraknya masih jauh sekali. Ia terpaksa berhenti dan melihat Chanyeol yang memakai helm sekaligus kacamata ala-ala google sedang menyodorkan helm lalu mengerem.

Tidak ada yang namanya sok-sok menolak tawarannya di sini dan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi bila orang-orang melihat mereka berangkat bersama. Jadi Sehyun langsung menyambar helmnya dan naik ke atas skuter biru muda itu. Saat itu juga Chanyeol menyuruhnya berpegangan dan ia pun mulai membawa skuter itu layaknya pembalap. Sehyun menahan debar dalam hatinya dan remasannya pada kedua sisi seragam Chanyeol mengerat. Walau masuk dalam kategori jauh, pulang dan pergi jalan kaki sudah terbiasa ia lakukan karena jika menaiki bis ia harus turun di pemberhentian yang jaraknya lebih jauh lagi untuk masuk ke blok rumahnya. Bisa dibilang jika berjalan kaki pun lebih santai karena bisa memotong jalan juga walaupun butuh waktu sekitar setengah jam perjalanan.

Kali ini dibonceng Chanyeol yang mengebut sekencang-kencangnya di jalan raya, tidak tahu berapa rekor yang dicapai saat di menit selanjutnya mereka sudah berada di depan gerbang sekolah yang tertutup.

Ada beberapa kesialan yang dapat dihitung dengan jari dari jam delapan tadi bagi Sehyun.

***

'Kalian berdua harus ingat ini, mau kalian itu anak pemilik kilang minyak di Arab sana, mau kalian itu akan jadi pewaris perusahaan dan semacamnya, mau kalian itu populer dan punya mantan lebih dari sepuluh, atau mau kalian itu anaknya Miss Korea, peraturan tetaplah peraturan. Sekarang sebagai ketua OSIS yang sebentar lagi lengser aku cuma menjalankan tugas. Untuk itu, kalian berdua, Park Chanyeol, hm, kejutan. Baru pertama kali aku lihat kau kena hukuman, dan Jeon Sehyun, kau juga. Karena seluruh sampah sudah dikumpulkan oleh murid yang terlambat sepuluh sampai lima belas menit, kalian yang terlambat tiga puluh menit aku putuskan untuk... pergi ke setiap ruangan yang ada di sekolah ini dan katakan kalau kalian menyesal telah terlambat dan tidak akan mengulanginya lagi. Mengerti? Ada yang keberatan?'

Bokong Chanyeol yang duduk berhadapan dengan ketua OSIS mereka mulai panas. Ia berdecak kesal lalu mengangkat tangannya. Tentu saja ia keberatan! Banyak murid pernah terkena hukuman seperti ini juga dan Chanyeol pernah menertawakannya habis-habisan. Dan pernah sekali saat itu tidak ada guru, semakin kasihan korban terlambat itu di tangan orang-orang di kelas mereka.

'Tolong jangan semua ruangan.'

'Malu?' si Ketos menyahut, membuat Chanyeol mengusap wajah mulai menanti stres.

Dalam hati Chanyeol berapi-api menjawab iya. Tentu saja dasar Ketos sinting. Padahal yang duduk di sebelahnya nampak pasrah saja dengan hukuman itu.

'Yah, kalau kalian mau pakai cara mudah sih bisa. Tidak perlu ke kelas-kelas. Ayo ikut aku.'

***

Ya tentu saja, di ruang siaran sekolah mereka, si Ketos membiarkan satu sekolah, seluruh penjuru sekolah tahu kalau Sehyun dan Chanyeol terlambat. Dan setelah pengumuman itu, berita keterlambatan mereka berdua menjadi viral. Mati-matian Chanyeol menahan malu saat ia berjalan masuk ke kelasnya. Termasuk Sehyun yang cuma dapat wajah speechless dari orang-orang di kelas termasuk Sehun.

'Empat hari ini... pergi ke mana?' tanya Chanyeol sewaktu mereka dalam perjalanan kembali.

'Bundang.'

'Ohh...' Chanyeol mengangguk-angguk kalem. 'Kenapa terlambat?'

'Telat bangun.' jawab Sehyun, tak bersusah ingin melontarkan pertanyaan serupa. Padahal Chanyeol sudah tahu jawabannya saat ditungguinya Sehyun berlarian di dalam rumah sementara ia bersiap menyalakan skuternya dengan niat yang sudah disiasati supaya gadis itu berhutang budi. 'Terima kasih atas tumpangannya.'

Itu kata terakhir Sehyun sebelum mereka mulai berjalan beda arah. Samar-samar Chanyeol tersenyum sambil menjawab sama-sama. Masih ingat dia bagaimana ekspresi yang dipasang gadis itu tadi pagi saat ia lupa mengunci pintu rumahnya.

Sebenarnya ia bisa berangkat sepuluh menit lebih cepat dari Sehyun pagi tadi, tapi baginya tidak ada yang salah kalau ia berperan sebagai senior sekaligus tetangga yang baik untuk beberapa waktu ke depan.

***

Di kelas, Dyo cuma diam tak berkomentar, yang lain juga begitu namun beberapa siswi nampak hanya menyeletuk atau menggosipi Sehyun saja. Walaupun banyak haters-nya Chanyeol tidak yakin kalau Sehyun tahu akan hal itu.

Dan juga, Chanyeol harus melawan rasa malunya atas kasus terlambat untuk pertama kali selama ia di Sekang. Masalah lain yang harus ia pikirkan selain menahan malu, ia harus ikut makan siang di kantin kalau tidak mau Sehyun makan siang di kantin sendirian lalu kena bully oleh penghuni sekolah karena ia tahu sendiri posisinya di sekolah ini dan bagaimana reaksi orang-orang di sekolah terhadap hal sepele. Dalam perjalanannya ke kantin bersama Dyo, ia tak menyangka Sehyun sudah duduk duluan semeja dengan Kai dan Sehun. Kedua pemuda itu saja yang nampak hidup sementara Sehyun yang sedang menyantap makan siang nampak seperti tanaman layu. Lelah telinga dan batin mendengar gunjingan orang-orang di sekitar yang dilayangkan padanya.

Kini Chanyeol dan Dyo sudah ikut bergabung. Tiga teman Chanyeol tak bisa menyembunyikan wajah penasaran setengah mati mereka mengenai topik viral saat ini di sekolah. Dan nampaknya tak ada yang mau membuka mulut kalau tidak mau Chanyeol menyiram mereka dengan kuah sup yang satu menit lalu statusnya adalah kuah mendidih.

Jadilah ketiga manusia gesrek itu berpikir yang tidak-tidak. Dyo yang punya kemungkinan normal, yah, menurutnya wajar namanya mereka berdua tetangga.

Tapi bagi orang lain yang tidak tahu kedua orang itu tetangga dan Sehyun selama tiga hari tidak masuk sekolah dan saat masuk terlambat bersama dengan Chanyeol, how come? Jadian? Impossible. Janjian? Lebih impossible. Kebetulan? Patut dicurigai. Banyak sekali rahasia yang tidak Sehun, Kai, dan Dyo tahu sebagai sahabat-maybe-just-maybe Chanyeol. Dan mereka patut kepoin Chanyeol atas hal ini. Mungkin Dyo bisa bicara empat mata nanti bersama Chanyeol.

Chanyeol sendiri sudah tahu kalau teman-temannya penasaran habis, namun dia sengaja diam karena tidak ada untungnya memuaskan rasa penasaran orang lain.

'Dari hari Jumat, Sabtu, sama Senin banyak PR, lho.' kata Sehun. Akibatnya suasana menjadi sedikit lebih janggal. Mereka terlalu serius sampai Kai tak dapat berkonsentrasi pada ponsel atau suasana di meja makan mereka. Sejak tadi mereka memang mengobrol panjang namun sama-sama menjaga mulut agar tidak ada yang menyinggung topik 'terlambatnya Chanyeol dan Sehyun'.

Sehyun sendiri tahu hal mengenai PR yang menumpuk itu, yah, Sehun termasuk baik sekali karena hanya dia yang memiliki kepedulian sebanyak 0.5% di kelas padanya. Karena bagi temannya yang lain mau dia tidak tahu PR dan catatan yang ketinggalan ya masa bodoh.

'Aku akan minjemin buku catatanku.' itu Sehun lagi yang bicara.

Mau tak mau Sehyun harus berterima kasih sebanyak-banyaknya pada pemuda pucat itu. Tapi entah ia sempat atau tidak menyelesaikan tugas-tugasnya nanti karena hari ini pun ia harus sudah mulai membuka toko. Ibunya bilang ia boleh menutup toko lebih cepat jika ia kecapaian atau ada tugas. Untung saja ada anak bungsu Pak Young yang bisa dimintai tolong untuk sekedar menyemprotkan bunga-bunga di toko itu selama beberapa hari ini. Kalau tidak, bisa mati layu tanaman-tanaman malangnya.

Setelah dialog sepihak Sehun dengan Sehyun, si Teman Sekelas kembali berbasa-basi satu sama lain dengan Kai dan Dyo. Sehyun beruntung ia sama sekali tak mendapat pertanyaan penasaran selama ia duduk dan makan dengan tenang di kursinya.

Tapi akan lebih baik lagi jika ia bisa makan siang send

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweethyunee
#1
Chapter 14: TT
Sweethyunee
#2
Chapter 13: Pertemuan mereka berdua bikin mewek TT
Sweethyunee
#3
Chapter 12: Baekhyun benar2 putus asa sampai bohong gitu
Sweethyunee
#4
Chapter 11: Sehun disini menghibur banget wkwk
Sweethyunee
#5
Chapter 10: Uwah udah nggak sabar mereka ketemu :-)
Sweethyunee
#6
Chapter 7: Chat nya dyo sama sulli kok lucu ya hehe
Sweethyunee
#7
Chapter 8: Sehyun sama Baekhyun sama2 menderita TT
Sweethyunee
#8
Chapter 9: Wah bentar lagi mungkinkah??
Sweethyunee
#9
Chapter 6: Kyak nya ntar chanyeol suka sama sehyun??
Sweethyunee
#10
Chapter 5: Sehyun juga merindukan baekhyun sebenarnya. Duh pengen cepet2 baca chap pas baekhyun ketemu lagi sama sehyun TT