04.

You Are Not Alone..

Part 04.

Tangannya tak pernah terlepas dari tautan yang ia ciptakan. Sedari tadi bibir penuhnya terus menenangkan sosok Kyungsoo yang seolah tak kuasa menahan sakitnya. Raut muka cemas dan gelisah bercampur menjadi satu. Membuatnya semakin tak tenang dengan sesekali usapan hangat ia berikan untuk kening Kyungsoo.

“Kita sampai...” Seru Jongin lega setelah taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah sakit.

Segera Jongin menggendong Kyungsoo dan membawanya ke dalam rumah sakit. Ia tak peduli berulang kali kata maaf meluncur bebas dari bibirnya kala tubuh rampingnya harus menabrak satu persatu apa yang di depannya. Ia sedang tergesa-gesa. Ia tak mau membuang-buang waktu lagi. Cukup sakit melihat Kyungsoo seperti itu.

Setelah semuanya ditangani oleh pihak yang berkaitan di rumah sakit, Jongin hanya bisa menunggu dengan cemas di depan kamar tempat Kyungsoo di rawat. Sedari tadi ia berjalan mondar-mandir dengan ekspresi yang sangat khawatir, gelisah, takut dan semuanya bercampur menjadi satu. Ia tak bisa tenang barang sedetikpun. Pikirannya terus saja bertanya ada apa sebenarnya dengan sahabatnya itu? Sakit apa sebenarnya ia?

Hembusan tak tenang itu terus saja memburu dari bibirnya. Sesekali ia mencoba duduk untuk menenangkan diri, namun belum semenit ia kembali diri. Ia melirik jam tangannya. Nyaris setengah jam mereka belum keluar untuk memberikan kabar Jongin.

“Tuhan.... Ada apa dengan Kyungsoo?” tuturnya seraya menggenggam tangannya.

Tak lama kemudian, pintu kamar ia terbuka. “Bagaimana dok?” Jongin langsung mendekati sang dokter begitu ia keluar dari kamar itu.

Jongin bisa membaca bahwa apa yang terjadi pada Kyungsoo bukan hal yang baik. “Kita masih perlu memeriksa lebih lanjut. Sepertinya dia memiliki tumor ganas yang menyerang otaknya.” Tutur Dokter.

Blamm....

Satu pukulan telak diterima Jongin saat itu juga. Pendengarannya tidak salah bukan? Tumor? Tumor otak? Apakah Kyungsoo menderita tumor otak?

Jongin nyaris kehilangan kata-kata namun ia memaksakan untuk berbicara. “Tu-tumor dok?” tanyanya tak percaya. Dokter itu mengangguk seraya memegang pundak Jongin.

“Temui temanmu. Dia butuh seseorang yang bisa menemaninya.” Setelahnya sosok bermata sipit itu beranjak pergi.

Rasanya nyawa yang ada di tubuh Jongin perlahan menghilang. Tubuhnya kaku berdiri gamang di ambang pintu dengan pandangan tak percaya menyorot sosok yang tengah terbaring lemah dengan infus menyentuh kulit mulusnya. Tak ia sadari juga air mata itu menetes pelan membentuk jalur bening di kedua pipinya.

Beberapa detik berlalu, sosok Jongin mendekati Kyungsoo. Tumpah, air matanya tumpah dengan sendirinya sesaat tangan lembut Kyungsoo berada di genggamannya.

“Kyungsoo-ya..” panggil Jongin dengan nada tercekat.

Gadis itu masih memejamkan matanya. Ia tak mendengar panggilan Jongin. Jongin mengecup pelan punggung tangannya lalu mengusapnya. “Kyungsoo-yaa..” bahkan nada bicaranya terdengar lebih bergetar. Ia sadar saat ini air mata itu seolah tak mendengar keinginannya untuk tak menangis.

Tak mampu lagi, wajah Jongin tenggelam di antara lembutnya ranjang dan tangan Kyungsoo. Ia menangis sejadinya. Tak peduli lagi jika nanti Kyungsoo akan mengatainya cengeng. Ia tak peduli. Baginya saat ini bagaimana perasaan yang ada dihatinya menghilang. Perasaan kalut, resah, dan ketakutan hilang dari dirinya.

Saat ia menikmati tangisan itu, sebuah sentuhan lembut menyentuhnya. Juga suara yang sangat ia kenal. “Jo-Jongin-ah..” lirih nyaris tenggelam di antara isakan tangis yang terdengar lebih memilukan.

“Jongin-ah..” sekali lagi suara lembut itu terdengar.

Sontak pemuda tampan itu mengangkat wajahnya dan menatap dalam Kyungsoo dengan sumringah. “Kau bangun Kyungie-yaa? Apa kau masih merasa sakit?” ucap Jongin lega bercampur senang.

Sosok itu tersenyum manis sekali. “Aku baik-baik saja.” Sekejap air muka Kyungsoo berubah cemas dan bingung. “Kenapa kau menangis Jongin-ah?”

Hati Jongin terasa sangat berat ketika mendengar pertanyaan itu. Jongin tak tahu harus menjawab apa. Apakah ia harus berbohong demi Kyungsoo? Namun rasanya itu sedikit kejam.

“Aku khawatir terjadi apa-apa denganmu Kyungie.” Jawab Jongin pelan.

“Lalu aku? Aku sakit apa?”

“Kau?” Jongin terdiam sejenak. Tak boleh ia sembarangan berkata. Ia ingin mengatakan apa yang sebenarnya namun sepertinya itu bukan pilihan yang tepat. “Dokter masih memeriksanya.” Meskipun terkesan menutupi, jauh lebih baik daripada ia harus berbohong bahwa Kyungsoo baik-baik saja. Toh kenyataannya memang Kyungsoo tidak sedang baik.

Senyum yang entah apa maksudnya mengembang dari bibir penuh Kyungsoo. Mata lebarnya memancar sedikit cahaya sendu yang dipadukan dengan pucat wajah manisnya. Hati Jongin benar-benar sakit saat melihat pemandangan itu. Kenapa ia tak pernah sadar jika Kyungsoo sedang sakit? Ah bukan salahnya juga. Selama ini Kyungsoo memang tak pernah mengeluh sakit. Atau mungkin gejalanya memang masih baru kemarin?

Jongin hanya bisa menebak-nebak apa yang ada. Pemuda berkulit tan itu tak mau berpikir negatif yang akan semakin memperparah otak kelabunya.

∞∞∞

“Ya ampuuun.... Kyungie-yaaa...” seruan itu terdengar nyaring di telingan Kyungsoo maupun Jongin setelah geseran pintu terbuka.

Sosok gadis cantik dengan eyeliner tebal di mata menghampiri mereka. Raut mukanya mengatakan bahwa ia tengah cemas dan sebagainya.

Lebih dulu Kyungsoo menggeleng disertai lengkungan manis sebelum cerocosan berbagai macam kalimat tak percaya terlontar dari bibir tipis sang diva.

“Kenapa kau bisa berbaring disini? Kau sakit apa?” Baekhyun memegang tangan Kyungsoo erat. Pandangan matanya menuntuk sang pasien untuk segera dijawab.

Alih-alih Kyungsoo membuka suara, Jongin lebih dulu mengucap. “Dia kelelahan. Kepalanya pusing hebat saat pulang sekolah kemarin.”

Aigoo~.” Lirikan mata Baekhyun menyorot tak suka kepada Kyungsoo. “Harusnya kau bilang kalau kau lelah dan sakit. Jangan dipaksa untuk sekolah Kyungie.” Omel Baekhyun.

“Hey! Jangan berlebihan. Aku baik-baik saja.” Senyum lembut itu mampu membuat Baekhyun tak mengomel lagi.

Sebentar kepala Kyungsoo berputar. “Kau bersama siapa kemari Baekie?” tanyanya.

Bukan menjawab, aura malu-malu malah terpampang di wajahnya. Senyum malu yang terkesan aneh menghiasi wajahnya sebentar. “Eng.. Dengan Chanyeol oppa.” sahutnya pelan.

“Chanyeol sunbae? Kau?” seru Kyungsoo tak percaya. Pasalnya yang ia tahu kedekatan Baekhyun dan Chanyeol belum sejauh itu. Atau memang ia yang tak tahu.

“Hey! Jangan melihatku seperti itu. Kita memang sudah sedikit dekat.”

“Waahhh.... Selamat yaa... Semoga kalian cepat jadian deh. Dan sifat plin-planmu bisa berubah.” Goda Kyungsoo dengan raut muka senang. Ia senang jika sahabatnya juga senang.

Setelahnya, mereka bertiga saling mengobrol. Membicarakan hal-hal yang menyenangkan untuk mengusir rasa bosan yang menyelimuti mereka. Tak lama kemudian, seorang dokter datang untuk mengechek keadaan Kyungsoo.

Beberapa saat kemudian, sang dokter mengajak Jongin untuk membicarakan hasil pemeriksaan di ruangan pribadinya. Terlebih dahulu Jongin pamit kepada Kyungsoo juga Baekhyun.

∞∞∞

Pemuda tan itu tampak sedikit cemas dan ragu-ragu melangkahkan kakinya di ruangan yang memiliki aroma jeruk. Pandangan matanya menyapu seluruh ruangan sebelum ia memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang disediakan.

Sebentar ia menunggu kehadiran sang dokter yang tengah mengambil hasil pemeriksaan. Tangannya memainkan sebuah benda lucu yang sepertinya disediakan untuk pasien anak-anak. Lagi, ia menelisik satu persatu apa yang ada di ruangan itu hingga pemilik ruangan tiba.

“Ah, maaf membuatmu menunggu lama.” Ucapnya ramah. Jongin bisa menilai bahwa dokter ini masih belum menikah.

Sok tahu? Lihat saja jemarinya belum terpasang cincin tanda ia telah terikat.

“Tidak kok dok.” Sahut Jongin disertai senyum lebar.

Dokter itu duduk di depan Jongin lalu membuka catatan yang ia pegang. Raut mukanya berubah serius sejurus dengan apa yang ia baca. Catatan kesehatan milik Kyungsoo yang akan dibahasnya hari ini.

“Seperti yang saya katakan kemarin, Kyungsoo memang memiliki tumor ganas di otaknya.” Ucap dokter dengan suara sedikit parau.

Jongin terhenyak dengan ucapan sang dokter. Meskipun bukan kata-kata yang baru saja ia dengar, namun rasanya sungguh menyakitkan. Kenyataan itu bukanlah mimpi yang sempat Jongin ingin ingkari. Namun ternyata memang sebuah kenyataan yang harus ia terima. Apalagi Kyungsoo.

“La-lalu dok?” Jongin berusaha untuk bertanya meskipun ia tak begitu tahu apa yang akan ia tanyakan.

Dokter tersenyum pahit. “Kita harus segera mengoperasinya agar tak bertambah besar. Cara satu-satunya untuk bisa sembuh adalah operasi. Namun akan banyak resiko jika kita langsung mengoperasinya. Lebih baik dilakukan kemoterapi beberapa kali untuk menghambat tumor itu tumbuh lalu setelah fisik siap bisa langsung dioperasi.” Jelasnya.

Dada Jongin sedikit sesak mendengar setiap kata yang dijelaskan dokter. Dirinya bukan siapa-siapa selain sahabatnya. Tetapi ia sadar bahwa tidak ada yang peduli kepada Kyungsoo selain ia. Karena orangtua Kyungsoo jelas-jelas membenci dan tak peduli kepadanya. Hal ini memaksa Jongin untuk bisa mengambil keputusan juga.

Selain itu ia tak mau melihat Kyungsoo tersiksa lebih dalam lagi, ia juga sedikit khawatir bila apa yang ia pilih merupakan keputusan yang salah. Satu-satunya jalan adalah meminta pendapat dari Kyungsoo.

Jongin masih bergelut dengan beberapa pemikiran-pemikirannya.

“Sebenarnya harus pihak keluarga yang harus memutuskan ini. Tapi semenjak kemarin saya tidak melihat kerabatnya selain anda. Bagaimana? Anda bisa mendiskusikan ini kepada pihak keluarganya dulu juga Kyungsoo.”

“Kalau seandainya saya mengatakan kepada Kyungsoo apa akan ada pengaruh terhadap mentalnya?”

“Pasti ada! Tapi sepertinya gadis itu sudah merasa ada yang aneh dengan dirinya. Setiap pasien akan merasakan hal itu.” dokter menghentikan ucapannya lalu menatap kembali analisisnya. “Kau bisa mengatakannya dengan hati-hati dan saat dia dalam keadaan yang baik. Agar dia bisa menerima dengan baik pula.”

Jongin mengangguk. “Jika seandainya kita memilih operasi, berapa biaya yang akan kita bayar?” pertanyaan ini wajar bukan ia tanyakan?

Dokter bername tag Kim Sungkyu itu tersenyum. “Lumayan besar. Tergantung bagaimana nantinya.” Sahutnya pelan.

Tak tahu harus berkata apa lagi, Jongin hanya mengangguk. Saat ia akan keluar ruangan, seorang dokter yang sudah berumur mendekati mereka.

“Oh, Kyungran sunbae. Ada apa?” sapa Sungkyu.

“Apa ada kasus penting? Tidak biasanya kau membicarakan hal itu di jam malam seperti ini.” Tanyanya sedikit penasaran.

Sungkyu mengangguk. “Ada pasien baru yang aku tangani. Dan pemuda itu adalah sahabatnya. Cukup ragu memang membicarakan penyakit seserius ini bukan dengan pihak keluarga. Tapi yahh... Mau bagaimana lagi, hanya dia yang sering aku lihat menjaganya.”

Dokter itu melirik sekilas Jongin lalu mendekatinya. “Benarkah? Sama sekali tidak ada saudara ataupun keluarga?”

Jongin mengiyakan.

Eum, siapa namamu nak?” tatapannya berubah serius. Mungkin rasa kasihan sedikit menggetarkan hati sang dokter.

“Kim Jongin, dok.” Jawab Jongin disertai bungkukan dala.

“Kim Jongin? lalu temanmu?”

“Do Kyungsoo.”

“Do?” Dahi dokter itu berkerut. Sekejap ekspresi wajahnya berubah lebih dalam. “Do.. Do Kyungsoo?” ucapnya lagi.

Jongin mengangguk. Bisa ia rasakan ada hal lain yang tersirat dari raut wajahnya. Seperti tengah menemukan sesuatu.

“Dia sakit apa?” kali ini pertanyaan mengalih kepada dokter Sungkyu.

“Tumor otak. Lumayan besar sunbae. Kita harus segera mengangkatnya kalau tidak mau terjadi apa-apa.” Jelas Sungkyu dengan nada serius.

Dokter itu mengangguk mengerti. Sebentar sebuah desahan turun dari bibirnya lalu menepuk pelan pundak Jongin. Senyum lembut terurai memberikan semangat kepada pemuda itu.

“Kembalilah! Sepertinya temanmu membutuhkanmu. Untuk masalah penyakit temanmu, saya akan coba membantu.”

Jongin terkesiap dengan perkataan sang dokter. Namun karena ia sudah tak sanggup lagi berpikir jernih, ia hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Lantas ia meninggalkan ruangan itu. Sedikit ia merasa aneh dengan sikap dokter itu namun lagi-lagi ia menampiknya. Mungkin memang pekerjaan seorang dokter harus seperti ini.

∞∞∞

Jongin membuka pelan pintu kamar Kyungsoo. Tampak sepi. Rupanya gadis cerewet itu sudah pulang meninggalkan Kyungsoo yang tengah berbaring dan memejamkan matanya.

Hati Jongin terasa perih sekali setiap menatap wajah sayu Kyungsoo. Senyum manisnya seolah bagaikan topeng yang membungkus pesakitannya. Merasakan hal ini semakin membuat Jongin ingin lebih memiliki Kyungsoo dan selalu berada di sebelah Kyungsoo apapun yang terjadi. Ia tak mau kehilangan Kyungsoo. Bukan itu saja, ia tak mau membiarkan Kyungsoo menanggung ini semua sendiri.

Tiba-tiba setetes air hangat jatuh dari mata Jongin. Sontak ia menggerakkan kelopak matanya berulang agar air itu tak jatuh lebih banyak. Sayang, sepertinya mereka tak mendengar harapan Jongin. Mereka malah mengambil semua tempat kosong di wajah Jongin untuk diisi jalur tipis dari air mata itu.

“Jo-Jongin. Kau kembali?” suara lembut itu menyentuh pelan pendengaran Jongin. Menyadarkannya untuk segera mengusap tangisannya.

Jongin membuang muka sejenak lalu mendekati Kyungsoo.

“Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu terlihat~ ..”

“Ahh...” Jongin memaksakan untuk tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku baik-baik saja.” sahutnya lirih.

Kyungsoo berusaha untuk duduk. Jongin membantunya lalu meletakkan bantal di pangkuanya. Senyum tipis terukir dari bibir penuhnya dengan tatapan sayu memandang dalam Jongin.

Sungguh, jika saja mereka bukan sebatas teman, Jongin ingin meraup bibir itu dan memberikan kekuatan melalui kecupan hangat. Ia ingin memeluk dalam Kyungsoo dan membiarkan gadis lemah itu terus berada dalam dekapannya. Ia ingin memberikan semua yang ia bisa untuk gadis itu agar Kyungsoo tak lagi merasakan kesakitan. Jika mungkin, ia ingin penyakit itu dialihkan kepadanya. Biar ia yang merasakannya bukan Kyungsoo, sosok yang ia sayangi. Sosok yang ia cintai.

Kyungsoo mengusap lembut punggung tangan Jongin yang menggenggamnya. “Jangan menutupi sesuatu Jongin-ah. Ada apa?”

Eh? Ng,”

“Jongin..” Seru Kyungsoo dengan tatapan tak suka. “Ah, apa kata dokter. Aku sakit apa Jongie?” suara Kyungsoo terdengar sendu dan menuntut untuk dijawab.

Sejenak Jongin menghirup nafasnya dalam lalu menatap dalam Kyungsoo. Bibirnya serasa kelu seketika dan sulit untuk digerakkan. Ada beberapa pemberontakan untuk tak mengatakan itu. Tapi bukankah semakin ditutupi semakin membuat Kyungsoo sakit hati?

Ng..” Jongin menggigit bibir bawahnya. “Sepertinya...”

Mata besar Kyungsoo memicing dan mengernyitkan dahinya. “Apa Jongie? Jangan kau buat aku penasaran.”

“Kau harus istirahat dulu Kyungie. Nanti aku akan memberitahumu setelah kau istirahat. Besok pagi aku akan ceritakan kepadamu semua. Sekarang kau harus tidur dulu eoh.” Jongin memaksa tubuh Kyungsoo untuk berbaring kembali.

Kyungsoo sedikit menolak. “Jongie.. Aku..”

Walaupun sangat tidak ia inginkan, Kyungsoo tetap menurut saja. Sekilas ia melirik jam yang menggantung. Pukul delapan malam. Ia menghela nafas pelan. Ada beberapa pertanyaan yang menggelayuti pikiran Kyungsoo tentang penyakitnya. Sekalipun penyakit yang mematikan Kyungsoo tak heran. Toh ia juga merasakannya.

Setelahnya ia merasakan tangan lembut Jongin menepuk-nepuk pelan perutnya. Memaksanya untuk tertidur. Dan benar saja, tak lama kemudian gadis cantik itu telah terlelap dalam mimpinya.

Jongin menghela nafasnya. Ia mengusap hangat pipi Kyungsoo. Hatinya bergetar kembali, bahkan air mata yang sempat ia tahan terjatuh begitu saja. Ia masih tak tega dengan keadaan Kyungsoo.

Tanpa disadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka. Hatinya mencelos melihat keduanya larut dalam kesedihan. Sedikit harapan agar mereka bisa kembali tersenyum dan jauh dari raut kepedihan. Namun ia masih tak sanggup melakukan banyak hal selain melihat dari jauh.

Semoga..

Tuhan mengijinkannya..

 

TBC


Annyeong~

Maaf lama updatenya..

Bagaimana?? Silahkan tinggalkan jejak dengan komentar, subscribe maupun upvote ..

Terima kasih ..

 

Regards

~Denovia~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
DeerLuvian
Next chapter will be updated tomorrow , so wait for it .. :)

Comments

You must be logged in to comment
potatoria
#1
Chapter 16: A TIDAK AKHIRNYAA
HAPPY ENDING <3

Hooo penantian sejak september berujung memuaskan muehehehe akhirnya di lanjut. Terima kasih banyak author nim ;-;)/
Aku menantikan karya kaisoo lagi, atau nggak myungstal wkwkwk xDd

Semangat!
potatoria
#2
Author update yang ini dong ;A;)/ sudah berbulan2 gaada kabar nih hue ;;;;---;;;;
archiffaowiqlay
#3
Chapter 15: Yah thorrr masih tbc nihhh? Lanjutannya dong thor
archiffaowiqlay
#4
Chapter 14: Akhirnya...semoga kebahagian selalu meliputi mereka hehehe
archiffaowiqlay
#5
Chapter 13: Thor please jangan bikin soo mati...thorrrr...aishhhh
archiffaowiqlay
#6
Chapter 11: Ahhhh jadi gak tega ama lulu...semangat ya lulu.. mr. Oh se rangkul lulu lah biar dia bisa move
archiffaowiqlay
#7
Chapter 10: Thor...walau bagaimanapun aku menyukai ini...gak tega sih ama lulu.. tapi, soo udah menangis terlalu banyak Thor...jangan bikin soo nangis lagi Thor yaaa
archiffaowiqlay
#8
Chapter 9: OMG jong oppa emang the best dehhh...co cweet
archiffaowiqlay
#9
Chapter 8: Yahhh...kasihan soo...jong oppa harus jagain soo pokoknya
archiffaowiqlay
#10
Chapter 7: Jong oppa emang yang terbaik!!!!