01.

You Are Not Alone..

01

“Ya! Kau pikir ini benda murah? Ini mahal! Kau tidak akan bisa menggantinya. Bisa-bisanya kau merusaknya.”

Ruangan sederhana dengan nuansa biru muda terasa mencekam sedari tadi. Sudah berapa lama ocehan panas itu terdengar menusuk di telinga. Berapa kali wanita paruh baya itu menjerit dan mengumpat kesal kepada gadis yang hanya bisa menunduk tanpa ada keinginan untuk mengangkat kepala.

Gadis manis itu merasa takut melihat tatapan mematikan dari wanita paruh baya di depannya. Tak pernah sekalipun ia berani melirik walaupun sekilas wajah berkerut dengan eskpresi kejam wanita ini. Hanya menggigit kecil bibir bawahnya ditemani setitik air yang perlahan turun dari sudut mata besarnya.

Pandangan menyedihkan seperti ini terasa sangat menyiksa di dada Jongin. Pemuda yang sejak lama berada di tempat itu terus menghela nafas iba ataupun kesal dengan wanita tua itu. Kasihan, bagaimanapun melihat gadis muda seperti Kyungsoo dibentak habis-habisan oleh wanita yang bisa dibilang ‘ibu’nya itu membuat dada Jongin bergetar dan sesak. Kesal, sosok lemah seperti Kyungsoo harus terus mendengar kalimat panas yang seharusnya tak ia dengar di usianya saat ini. Darah Jongin mendesir dan mendidih. Jika saja wanita tua itu bukan ‘ibu’ Kyungsoo kemungkinan adanya bercak kemerahan di wajah bisa saja akan muncul tiba-tiba.

Panas, telinga Jongin terasa sangat panas. Wanita paruh baya itu masih terus mengumpat dan membentak Kyungsoo. Tak peduli sosok Jongin disana. Seolah Jongin adalah udara yang tak terlihat dan memang tak perlu dipedulikan keberadaannya. Oh ayolah! tangan Jongin telah mengepal sempurna. Berharap kepalan itu tak melayang dan melukainya.

“Kau tahu kalau kau disini hanya menumpang! Ingat itu! Harus berapa banyak lagi aku mengatakan ini? Kau lupa atau pura-pura lupa?” bentaknya sekali lagi. Bahkan kali ini sesuatu yang berada di tangannya terlempar begitu saja. Beruntung benda itu tak mengenai wajah Kyungsoo meski sebenarnya wanita tua itu sengaja melemparnya.

Kyungsoo masih menunduk. “A-aku ti-tidak sengaja eomma.” Sahutnya pelan. Sangat pelan. Dan jangan lupakan getaran yang terasa menyayat itu.

Heol! Sampai kapan kau mengatakan kalau kau tidak sengaja? Memangnya aku bodoh? Sekarang katakan kepadaku, kapan kau akan mengganti guci mahal itu?” ucapnya sinis.

“A-aku ti-tidak punya uang eomma.” Sahut Kyungsoo pelan.

“Tidak punya uang? Lalu penghasilanmu dari bekerja mana? Mana? Ah, apa kau gunakan untuk bersenang-senang?”

Gadis manis itu terdiam, kepalanya menggeleng sebagai ganti atas kata untuk jawaban kepada sang ibu. Seperti sebelumnya, ibu Kyungsoo berdecak dan mendesis tak jelas.

Ini sudah sangat keterlaluan, Jongin beranjak dan hendak mengucapkan sesuatu kepada wanita paruh baya itu. Ia mendekat. “Maaf, eomoni. Saya rasa an-.”

“Kau! Pemuda tak tahu tata krama seenaknya saja menyela saat aku memarahinya. Kau lihat? Ini semua gara-gara dia sering bermain denganmu!” omelan kasar itu berubah tujuan. Kali ini giliran Jongin yang menerimanya.

Ini bukan kali pertama juga Jongin mendengar omelan dari wanita ini. Selama ia berteman dengan Kyungsoo hampir setiap kali ia menginjakkan kaki di rumah ini pasti telinganya akan mendengar omelan untuknya.

Jongin menghela nafas pasrah. “Eomoni, aku mohon. Maafkan Kyungsoo kali ini, untuk gucimu biar saya yang mengganti.” Tutur Jongin.

Sontak mata besar Kyungsoo semakin membesar, ia tersentak dengan ucapan yang dilontarkan Jongin. Reflek, tangannya menarik Jongin. Kepalanya menggeleng memberikan tanda kepadanya untuk tak melakukan apa yang ia katakan.

Wanita paruh baya itu berdecak. “Oh, ini yang nama pertemanan? Kau kaya? Hingga tak keberatan mengganti guci mahal itu. Kalau kau mau baiklah, kau bisa menggantinya. Dan Kyungsoo berterima kasihlah kepada temanmu ini. Bila saja tidak ada dia pasti kau harus memeras keringat lebih keras lagi. Hahaha.” ucapnya diiringi tawa menghina. Detik berikutnya, tubuh subur itu telah menghilang seiring kaki yang membawanya pergi menjauh. Mungkin berdebat dengan pemuda seperti Jongin hanya menambah amarah semakin menyulut saja.

Kyungsoo mendesah kecewa. “Jongin-ah! kenapa kau melakukan itu? Aku tidak suka kau terus ikut campur.” Tukas Kyungsoo sedikit menahan kecewa.

“Aku tidak suka melihatmu diperlakukan seperti itu dengan eommamu.” Balas Jongin.

Mata sendu Kyungsoo menyorot lembut wajah Jongin. Sedikit berair disana tak memudarkan pantulan wajah Jongin di lensanya. Lalu senyum manis melengkung dari bibir penuhnya.

“Dia eommaku. Pantas jika dia marah kalau aku berbuat salah. Sekarang pulanglah Jongin-ah. Aku ingin sendiri.” Pinta Kyungsoo hangat. Sedikit keras Kyungsoo mendorong tubuh Jongin untuk keluar dari rumah itu.

Jongin menolak untuk pergi. Ia khawatir jika ibu Kyungsoo akan kembali memarahinya. Terus Kyungsoo meminta kepadanya untuk meninggalkan ia sendiri. Dengan lembut ia meyakinkan Jongin bahwa ia akan baik-baik saja.

Kata-kata Kyungsoo, senyum manis Kyungsoo dan sorot teduh Kyungsoo seolah menjadi sihir bagi Jongin. Mau tak mau ia melakukan kata-kata Kyungsoo dengan berbalik dan meninggalkan Kyungsoo meski dengan hati yang berat.

Sebelum Jongin benar-benar pergi, ia memeluk Kyungsoo dan sedikit membuat Kyungsoo tersentak kaget. Lalu ia meninggalkan Kyungsoo sendiri yang masih sedikit shock dengan perlakuan tiba-tiba Jongin.

∞∞∞

Tubuh tinggi Jongin telah berada dengan santainya di atas ranjang tidur. Setelah ia pulang dari rumah Kyungsoo, ia tak berniat untuk pergi kemana-mana. Terlalu malas untuk pergi sendiri. Niat awal ia ingin mengajak Kyungsoo jalan-jalan sekedar menikmati udara sejuk sore ini. Namun harus kembali ditelan mentah-mentah ketika sang ibu kejam Kyungsoo kembali mengumpat tak jelas.

Sesaat ia akan menutup kedua matanya, Jongdae muncul dengan tangan membawa buku tebal.

“Kau memintaku untuk membawakan buku yang berisikan beberapa chord lagu bukan? Ini! Tapi buat apa?” tanya Jongdae seraya duduk di tepi ranjang.

Jongin bangkit dari tidurnya lalu menatap Jongdae. “Aku ingin mempelajari musik.” Sahutnya pelan.

“He? Setahuku kau tidak menyukai musik.” Dahi Jongdae berkerut.

“Kau ini bagaimana sih hyung! Kalau aku tidak menyukai musik mana mungkin aku suka menari? Menariku pakai apa kalau tidak dengan musik?”

Jongin membanting tubuhnya dan menatap langit-langit dengan tangan sebagai tumpuannya. Otaknya kembali memutar satu sosok manis yang selalu mengisi harinya. Bibirnya terangkat miring.

“Kalau aku membawa seseorang lari, apakah hukuman yang akan aku dapatkan?” celetuk Jongin tiba-tiba.

Pemuda lain di sebelah Jongin hanya memandang heran Jongin. “Membawa lari? Maksudmu?” tanyanya kemudian.

“Kau ketua osis paling tidak mengerti kan hukuman apa yang pantas untuk orang yang membawa lari orang lain.”

“Yaa! Aku memang osis. Yang aku tahu peraturan sekolah bukan undang-undang hukum negara. Mana aku tahu hukuman seperti apa. Tapi kalau kau membawa kabur saat sekolah kurasa hukumannya akan di skor. Memang kau akan membawa kabur siapa? Do Kyungsoo?”

Jongin tersentak lalu kembali terduduk. “Hyung!”

“Hem? Kalau kau menyukai Kyungsoo bilang saja! Terus terang! Sampai kapan kau memendamnya? Tidak gentle sekali sih kau ini.” oceh Jongdae seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Ekspresi menyebalkan keluar dari wajah Jongdae. Terlalu sering memang ia mengoceh tentang kedekatan Jongin dan Kyungsoo yang ia rasa tak pernah ada perkembangannya. Malah bisa dibilang Jongin terjebak dalam friendzone.

Sekali lagi bibir tipis Jongdae berdecak pelan. “Kalau kau tak segera menembaknya, biar aku saja yang memilikinya.” Ucapnya santai lalu melangkah pergi.

“Hey ya! Jangan berani menyentuh Kyungsooku kau hyung!” seru Jongin kesal dengan ucapan Jongdae.

Kembali ia merebahkan tubuhnya dan memandang sebuah kotak persegi berlapis kaca yang menjadi tempat bertenggernya sosok dengan senyum manis. Apalagi kalau bukan foto Kyungsoo. Jongin memang menyukai Kyungsoo akut, namun tak berani mengatakannya.

Kemungkinan rasa takutnya dipicu oleh keyakinan Jongin akan ditolak bila mengungkapkannya. Yah.. siapa tahu.

∞∞∞

“Hey! Kyungsoo-ya..” panggil Jongin seraya berlari menghampiri Kyungsoo.

Gadis itu menoleh dan tersenyum melihat Jongin yang tersengal mengejarnya.

Sedikit mengatur nafas, Jongin berucap. “Hey! Kenapa kau meninggalkanku? Bukan sudah kubilang kalau aku akan berangkat bersamamu?” omel Jongin.

Kyungsoo tersenyum tipis. “Aku minta maaf Jongin-ah, ada tugas yang harus aku kumpulkan sebelum pelajaran. Jadi aku harus berangkat pagi.”

“Ck, selalu kan kau akan bilang seperti itu?” decak Jongin.

“Hey, aku sungguh-sungguh. Aku tidak berbohong.”

Jongin hanya menggandeng tangan Kyungsoo dan melanjutkan perjalanan mereka. Sudah menjadi kebiasaan Jongin dengan hal seperti ini. Kyungsoo juga sudah terbiasa, karena terbiasanya ia tak menyadari bahwa sesungguhnya Jongin menyukai dirinya. Bahkan setiap skinship yang dilakukan dirasa hal yang biasa.

Keduanya jalan menuju dalam sekolah, tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkah Kyungsoo dan berbalik. Begitu juga Jongin.

“Jonginnie.... Kim Jongin..” seru seorang gadis dengan centilnya. Bila didengar dari suaranya, Jongin telah tahu siapa sosok yang memanggilnya. Iya, siapa lagi kalau bukan Xi Luhan.

Gadis itu mendekat seraya mengerucutkan bibirnya. “Tunggu aku! Ayo kita jalan bersama.” Ucapnya. Detik berikutnya ia merebut tangan Jongin dari lengan Kyungsoo.

“Yaa!” pekik Jongin terkejut.

Luhan mengedipkan sebelah matanya. “Kajja,kita masuk kelas.” Ia menyeret tangan Jongin yang masih berat untuk meninggalkan Kyungsoo. Ia terus melihat Kyungsoo seraya menoleh kebelakang dalam seretan Luhan. Sedangkan Kyungsoo hanya tertawa kecil melihat Jongin diperlakukan seperti itu oleh Luhan.

Mereka berdua memang satu sekolah namun beda kelas. Kyungsoo memilih jurusan musik dan mengeksplore suara merdunya. Sedang Jongin dan Luhan memilih jurusan menari. Sehingga Jongin lebih banyak menghabiskan waktu disekolah dengan Luhan daripada Kyungsoo. Meskipun terkadang Jongin diam-diam dan secara mengejutkan datang di hadapan Kyungsoo untuk sekedar ngobrol ataupun makan siang bersama.

Mata besarnya terus melihat kearah mereka yang sedikit demi sedikit menghilang di kerumunan siswa lainnya. Bibirnya tertarik, namun tiba-tiba ada sesuatu yang sedikit menggores. Tapi ia tak begitu yakin dengan yang dirasakan.

“Kau sendiri?” tanya seseorang dari belakang.

Kyungsoo tersentak kaget. “Oh, sunbae! Kau mengagetkanku.” Ucap Kyungsoo seraya memegang dadanya.

Sosok itu terkekeh geli. “Kau sendiri?” tanyanya lagi.

“Tadinya sih tidak, sekarang iya.” jawabnya pelan.

Pemuda bername tag Kim Jongdae terkekeh lagi. “Kau ini! Mana Jongin? Kau tidak datang bersamanya?” tanya Jongdae seraya memutar kepalanya mencari sosok adiknya.

“Luhan menculiknya, aku ditinggalkan sendiri oleh mereka.” Jawab Kyungsoo santai.

“Aishh, gadis itu selalu saja.” decak Jongdae pelan.

Kyungsoo hanya tertawa kecil menanggapi kata-kata Jongdae. Lantas ia berpamitan dan masuk kedalam kelas setelah sampai di depan kelas.

∞∞∞

Tangannya membuka pelan buku pelajaran hari ini. Sorot mata teduhnya menyapu satu persatu halaman yang ada di hadapannya. Materi tentang musik memang sedikit sulit untuk Kyungsoo. Memang ia memiliki nilai plus dalam praktek tapi sedikit lemah dalam teori.

“Ya! Kyungsoo-ya.. Kyungsoo-yaa..” panggil Baekhyun seraya duduk di depan Kyungsoo.

Gadis cantik itu mendongak. “Ada apa? Apa ada pemuda tampan lagi?” tanya Kyungsoo datar.

“Hey yaa!” gerutu Baekhyun dengan bibir mengerucut. Detik berikutnya, ekspresinya berubah total. “Kau tahu sunbae kita yang imut itu?”

“Siapa? Yang mana?” tanya Kyungsoo datar tak tertarik.

Lagi, Baekhyun berdecak kesal melihat Kyungsoo yang tak tertarik dengan apa yang ia katakan. “Park Chanyeol! Kau tahu? Park Chanyeol!” serunya semangat.

Kali ini rupanya Kyungsoo tertarik dengan nama yang disebut Baekhyun. “Oh, dia. Iya aku tahu. Kenapa? Kau suka? Lalu bagaimana dengan Wu Yifan? Siswa China yang kau kagumi?”

“Hey yaa! Aku hanya mengangguminya saja. Kalau Chanyeol sunbae, sepertinya memang menyukainya.” Timpal Baekhyun dilengkapi bibir tipis yang melengkung lebar.

Kyungsoo memutar bola matanya. “Baekhyun-ah.. Bisa tidak? Sekali saja kau mengatakan kalau kau tidak menyukai lelaki lain. Kurasa hampir setiap hari kau mengatakan dengan lelaki yang berbeda.”

“Eishh, tapi ini beda! Aku sungguh suka. Untungnya aku tidak menyukai Kim Jongin.”

Kyungsoo tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar nama Jongin disebut Baekhyun. Entah mengapa ada yang aneh saat nama itu diucapkan bibir gadis lain. Atau mungkin...

Gadis cerewet itu menyadari tatapan aneh Kyungsoo. “Kenapa? Kau cemburu? Tenaang... Aku tidak akan merebut Jongin darimu.” Sahutnya santai.

“Aku tidak cemburu.” Tanggapnya pelan. Ia berusaha mengelak, namun pipinya seolah tak mengijinkannya untuk berbohong. Terlalu merah untuk mendukung kebohongan Kyungsoo. Jelas sekali Kyungsoo tengah tersipu dan menahan sesuatu.

Baekhyun hanya tertawa gemas. “Lupakan saja egomu Kyungie.. Tidak ada yang salah kalau kau menyukai Jongin.”

“Hey!” Kyungsoo melotot. “Aku tidak menyukai Jongin. Kita hanya teman saja Baekie-ya..” elak Kyungsoo cepat.

“Terserahlah! Yang penting aku serius dengan Park Chanyeol sunbae.”

Kyungsoo mendesah. “Baiklah, sekarang kau tinggalkan aku. Aku harus belajar. Kau tau ‘kan kalau aku sudah dirumah tidak bisa belajar.” Ucapnya lirih.

Sejenak suasana berubah mengharu. Baekhyun ikut menghela nafas berat. Ia tahu keadaan sahabat baiknya itu lalu tersenyum manis. “Arasseo. Aku akan keluar sekarang. Kau belajar yang baik eum. Mau aku belikan minum?” tawarnya.

Kyungsoo menggeleng lalu tersenyum. “Tidak, terima kasih.”

Lantas tubuh ramping Baekhyun melangkah pergi dari hadapan Kyungsoo. Sementara Kyungsoo kembali larut dalam buku tebal di tangannya.

∞∞∞

Sepulang sekolah, Kyungsoo langsung pergi ketempatnya bekerja. Exo Coffee Shop ini menjadi tempat bekerja Kyungsoo. Hampir dua bulan dia bekerja disana. Tepatnya, setelah beberapa kali keluar masuk restoran ataupun cafe lainnya. Tak jarang ia diberhentikan secara paksa ataupun ia memilih berhenti ketika hatinya tak lagi nyaman dengan tempatnya bekerja.

Namun tempat ini rasanya memberikan kesan tersendiri bagi Kyungsoo, ia nyaman bekerja disini. Mau tak mau Kyungsoo harus mencari sendiri uang sakunya. Apalagi setelah sang ‘eomma’ menikah lagi. Mengakibatkan dirinya tak diurus lebih parah lagi sang eomma menjadi lebih kejam dari sebelumnya. Ia paham dengan itu, paham sekali.

“Selamat datang, mau pesan apa?” tanya Kyungsoo seraya menekan beberapa digit keyboard komputer di depannya.

Pengunjung itu tersentak. “Oh? Kau? Kau Do Kyungsoo bukan?” alih-alih menjawab, ia malah balik bertanya.

Kyungsoo tersenyum. “Iya, aku Kyungsoo. Mau pesan apa?” tanya Kyungsoo.

Sosok didepannya ini sedikit tertegun seraya mengamati lamat-lamat wajah manis dan polos Kyungsoo. Ia memang tak begitu mengetahui banyak teman seangkatannya, namun sosok ini cukup mencuri perhatiannya ketika Luhan banyak membicarakan tentang saingannya mendapatkan Jongin. Selain itu dia juga belahan jiwa Jongin. Setidaknya itu yang dikatakan Jongin.

“Berikan aku Mocaccino Latte juga satu Strawberry Shortcake.” Jawabnya kemudian.

Kyungsoo tersenyum. “Silahkan ditunggu, akan aku antar ke mejamu.” Ucapnya seraya menerima uluran beberapa won dari Sehun. Lantas pemuda tinggi itu duduk disalah satu meja dekat counter.

Dapat Kyungsoo lihat dengan jelas, pemilik coffee shop itu mendekati Sehun dan tampak akrab. Kyungsoo menebak jika keduanya memang ada hubungan.

Tak lama, Kyungsoo datang dengan nampan membawa pesanan Sehun. Kemudian meletakkannya di depan Sehun. Sedikit Kyungsoo mendengar, Sehun berbisik kepada Joonmyeon mempertanyakan siapa dirinya. Lalu ia kembali mempercepat langkahnya. Menghindari kedua pemuda itu.

Saat ia kembali ke counter dan hendak melayani pengunjung. Ponselnya bergetar panjang. Sebuah telepon masuk.

Yeoboseyo? Jongin-ah! Aku sedang bekerja, ada apa?” tanya Kyungsoo sedikit memelankan suaranya.

“Maaf-maaf, kalau mengganggumu. Kau pulang jam berapa?”

“Ah, aku pulang jam tujuh malam.”

“Jam tujuh? Baiklah. Jangan kemana-mana setelah selesai kerja. Aku akan menjemputmu nanti. Tunggu aku.”

“Tapi..”

“Aku tidak menerima penolakan Kyungsoo-ya.. Oke? Aku tutup. Selamat bekerja.”

Flip.

Telepon itu terputus.

Kyungsoo mendesah pelan. Selalu saja setiap hari Jongin bersikap seperti ini. Tapi, senyumnya mengembang tipis. Ia merasakan perhatian Jongin yang tampaknya tulus. Teringat kembali kata-kata Baekhyun bahwa ia menyukai Jongin. Apa memang ia menyukai Jongin? Entahlah...

Kyungsoo masih ragu dengan hal itu..

Tapi...

Hatinya tak mengingkari jika ia terlena dengan perhatian Jongin..

 

TBC


Annyeong..

Ini FF pertamaku dengan cast Kaisoo, aku harap semuanya suka..

Jangan lupa komennyaa..

Hargai author dengan mengomen, kalau tidak ingin komen bisa deh dengan subscribe dan upvote.

Tapi author mengharapkan komen kalian agar berlanjut lebih baik..

Terima Kasih..

 

Regard

~Denovia~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
DeerLuvian
Next chapter will be updated tomorrow , so wait for it .. :)

Comments

You must be logged in to comment
potatoria
#1
Chapter 16: A TIDAK AKHIRNYAA
HAPPY ENDING <3

Hooo penantian sejak september berujung memuaskan muehehehe akhirnya di lanjut. Terima kasih banyak author nim ;-;)/
Aku menantikan karya kaisoo lagi, atau nggak myungstal wkwkwk xDd

Semangat!
potatoria
#2
Author update yang ini dong ;A;)/ sudah berbulan2 gaada kabar nih hue ;;;;---;;;;
archiffaowiqlay
#3
Chapter 15: Yah thorrr masih tbc nihhh? Lanjutannya dong thor
archiffaowiqlay
#4
Chapter 14: Akhirnya...semoga kebahagian selalu meliputi mereka hehehe
archiffaowiqlay
#5
Chapter 13: Thor please jangan bikin soo mati...thorrrr...aishhhh
archiffaowiqlay
#6
Chapter 11: Ahhhh jadi gak tega ama lulu...semangat ya lulu.. mr. Oh se rangkul lulu lah biar dia bisa move
archiffaowiqlay
#7
Chapter 10: Thor...walau bagaimanapun aku menyukai ini...gak tega sih ama lulu.. tapi, soo udah menangis terlalu banyak Thor...jangan bikin soo nangis lagi Thor yaaa
archiffaowiqlay
#8
Chapter 9: OMG jong oppa emang the best dehhh...co cweet
archiffaowiqlay
#9
Chapter 8: Yahhh...kasihan soo...jong oppa harus jagain soo pokoknya
archiffaowiqlay
#10
Chapter 7: Jong oppa emang yang terbaik!!!!