SideStory 3 - Hyesan vs Haneul

The 'You' to Me

warning! long update 7800+ words

 

Author pov

 

Do Hyesan bukan tipe gadis yang senang berkumpul di kantin untuk sekedar bergosip ataupun mengobrolkan pria tampan di kampus. Bukan.

Dia gadis yang lebih senang menghabiskan waktunya di perpustakaan. Dengan tumpukan buku dan suara gesekan kertas ketika halaman buku di balik. Dia hampir tidak pernah jatuh cinta. Pernah. Sekali. Dan dia menyesalinya.

Hyesan meneliti setiap buku di rak di hadapannya. Mencari satu buku yang akan menolongnya menyelesaikan essai bahasa yang menurutnya nonsense.

Hyesan sudah terbiasa dengan suasana tenang ketika hanya ada dia di perpustakaan. Dan hari ini dia cukup beruntung karena perpustakaan sepi sehingga dia bisa memilih dan membaca buku sesukanya.

Hyesan menarik satu buku yang di carinya daritadi di rak. Tangannya terhenti ketika melihat sosok lain di balik rak yang sedang membaca buku di bangku baca. Hyesan menatapnya sesaat. Pria itu selalu disana. Hyesan tidak membuang banyak waktunya dan segera mengalihkan pandangannya dari pria itu. Membuang waktu bukanlah sifatnya.

 

Lalu aku harus mulai dari teori ini? Oh.. nice, banyak sekali yang harus di baca dan kebanyakan hanya ocehan tidak penting si penulis.. well yeah..

 

Hyesan menghela nafas dan mulai membaca.

 

**

 

Kang Haneul. Pria dengan tulang wajah yang keras dan mata setajam elang. Bukan. Bukan tipe yang suka tebar pesona dan memamerkan dirinya. Dia orang yang tenang dan menyukai proses. Tempat nongkrongnya bukan kafe dengan pelayan cantik dan kopi yang menguarkan aroma menenangkan. Bukan. Dia memilih diam di perpustakaan dan membaca buku – buku literatur.

Matanya menangkap sosok yang baru masuk ke perpustakaan. Senyum kecil mengembang di bibirnya.

 

Ah, dia datang lagi hari ini..

 

Orang yang di maksud adalah gadis berkacamata dengan rambut yang selalu di kuncir kuda. Gadis itu tidak pernah menyapanya ataupun meliriknya –setaunya– tapi dia selalu datang ke perpustakaan setelah pukul 2 siang. Haneul berpikir mungkin kelasnya berakhir jam segitu.

Dia tersenyum kecil dan melanjutkan membaca. Sambil sesekali melirik gadis itu ketika membalik halaman buku. Konsentrasi Haneul buyar ketika bayangan wajah gadis itu lewat di pikirannya. Dia menghembuskan nafas sesaat dan menatap keluar jendela.

Memikirkan bagaimana wajah gadis itu sudah terlihat menarik walaupun dengan make up yang sangat tipis. Bagaimana sorot matanya yang dingin berpadu dengan kesan maskulin yang terpancar dari sosok gadis itu. Haneul menyukai aura maskulin dari sosok gadis itu.

 

Mungkin dia sedikit tomboy..

 

Pikir Haneul. Tidak seperti gadis lain yang mengenakan rok berbahan chiffon ataupun dengan corak bunga – bunga. Gadis itu selalu datang ke kampus dengan hoodie, jeans, dan sneakers. Rambutnya selalu di kuncir kuda. Haneul menyukai kesederhanaan itu. Baginya, sesuatu hal sudah terlihat menarik dengan apa adanya. Tanpa embel – embel aksesori ataupun tambahan yang tidak penting. Haneul penyuka kesederhanaan.

Dia menyadari sudah terlalu lama melamun dan ketika melirik ke arah gadis itu, dia sudah tidak ada. Haneul terkekeh dan menutup bukunya kemudian keluar dari perpustakaan.

 

**

 

Hari ini Hyesan kembali ke perpustakaan seperti biasanya. Buku yang kemarin di pinjamnya kurang lengkap dan dia tidak mau essainya tidak sempurna. Dia mau skor terbaik, kalau bisa tertinggi dari teman – temannya. Dia sudah mencari di internet tentang buku yang dapat membantu essainya. Dan setelah mencari di komputer perpustakaan, dia tau dimana buku itu di letakkan.

 

Rak 8... shelter A5..

 

Hyesan sudah hafal betul dimana rak 8. Dia mendongak mencari buku itu di rak paling atas.

“Wah..” Hyesan tersenyum ketika mengambil buku itu. Tidak terlalu tebal dan sampulnya meyakinkan. Hyesan berbalik.

 

BRUKK

 

Hyesan memegang rak buku untuk mencegahnya jatuh. Dia menabrak seseorang ketika menunduk membaca sampul buku itu. Bukunya terjatuh. Hyesan berjongkok mengambil buku itu.

 

SET

 

Tangannya bersentuhan dengan tangan orang yang di tabraknya. Hyesan menoleh. Satu alisnya naik. Pria itu. Dia menabrak pria yang selalu ada di perpustakaan itu.

“Joesonghabnida” ucapnya sambil membungkuk sedikit.

“Ah, ne..” jawab pria itu.

Bulu tengkuk Hyesan meremang ketika mendengar suara berat pria itu. dia berdiri. Pria itu memberikan bukunya. Hyesan langsung mengontrol dirinya dan mengembalikan ekspresi wajah datarnya. Dia tidak mau orang lain tau tentang perasaannya.

“Kamshahabnida” ucap Hyesan. Tangannya mengambil buku itu. Tanpa sengaja kulitnya bersentuhan dengan kulit pria itu. sekali lagi bulu tengkuknya meremang.

Pria itu hanya mengangguk. Hyesan memeluk bukunya dan duduk di bangku baca. Hyesan memejamkan matanya sesaat. Merasa terganggu dengan degup jantungnya yang lebih cepat dari biasanya. Alisnya bertaut.

 

Apaan sih..

 

Ucapnya dalam hati. Mengomeli jantungnya yang belum berhenti berdetak cepat. Dengan satu tarikan nafas panjang, Hyesan membuka buku yang di ambilnya tadi. Mulai membaca kata perkata. Paragraf per paragraf.

Hyesan membalik halaman bukunya. Gerakannya terhenti ketika tatapannya jatuh ke tangan kanannya yang tadi bersentuhan dengan pria itu. Ada rasa hangat yang menjalari tubuhnya ketika mengingat kejadian tadi. Hyesan menggigit bibirnya.

Tidak. Dia tidak boleh seperti ini, pikirnya. Tapi matanya tidak mau bekerjasama dengan otaknya. Dia menoleh ke belakang. Menoleh pada pria itu. Hyesan menatapnya beberapa saat.

Memperhatikan setiap detil wajahnya. Bagaimana rambut hitam pria itu jatuh ke wajahnya ketika sedang membaca. Bagaimana hidung itu terukir mancung sempurna dan bagaimana kedua mata pria itu menutup separuh ketika menunduk membaca. Tulang pipi pria itu keras dan rahangnya kokoh. Pandangan Hyesan beralih ke bibir pria itu. Bertanya dalam hatinya kenapa lekukan bibir itu terlihat sempurna.

Hyesan terkesiap ketika merasa pria itu akan menoleh padanya. Hyesan buru – buru mengalihkan pandangannya ke bukunya lagi. Merutuki kebodohannya karena terlalu lama memandangi pria itu sebelum tenggelam kembali ke buku yang di bacanya.

 

Haneul tidak menyangka gadis itu akan menabraknya tadi. Menurutnya gadis itu perfeksionis dan kecil kemungkinan melakukan kesalahan.

 

Apa dia sengaja?

 

Pikir Haneul. Tapi dia menggelengkan kepalanya.

 

Tidak, dia bukan tipe gadis seperti itu.

 

Haneul menatap tangannya yang tadi bersentuhan dengan tangan gadis itu. Haneul masih dapat merasakan halusnya kulit gadis itu. Dia tersenyum ketika mengingat gadis itu hanya menatapnya datar tanpa ekspresi. Sorot matanya dingin dan Haneul menyukainya.

Haneul baru membaca beberapa halaman ketika merasakan seseorang menatapnya secara intens. Instingnya kuat dalam hal ini. Dia menoleh dan melihat gadis itu seperti baru saja mengalihkan pandangannya. Haneul menatapnya beberapa saat sebelum tersenyum lembut. Bertanya – tanya dalam hatinya apa gadis itu yang dari tadi menatapnya.

 

Apa dia memperhatikanku?

 

Haneul kembali mengalihkan pandangannya ke bukunya. Senyumnya kembali mengembang.

 

Mungkin saja..

 

**

 

Hyesan berjalan dengan perasaan kesal. Baru saja dia bertengkar dengan Kimmi dan Hyomi. Dia tidak membenci kedua gadis itu, hanya saja dia tidak suka di ganggu. Dan Kimmi membuat kesalahan besar sehingga menyebabkan emosi Hyesan yang sudah mati – matian di kontrolnya tersulut. Dan sekarang dia tidak tau mau kemana, dia hanya ingin pergi dari sana. Ara dan Kyungmi tidak mengajaknya bicara, mereka tau Hyesan tidak suka di ajak bicara jika sedang kesal.

“Ooh?” Langkah Ara terhenti ketika melihat sosok yang berjalan bersama temannya. “Joongki-ssi!” seru Ara. Hyesan melirik ke arah orang yang di panggil Ara. Matanya membesar melihat sosok lain yang berjalan di sebelah orang yang Ara panggil Joongki.

 

Pria itu...

 

Hyesan mengedip beberapa saat. Mendatarkan kembali wajahnya.

 

Joongki tersenyum dan menghampiri Ara. Hyesan melirik pria itu. Pria itu mengerutkan keningnya ketika melihat Hyesan. Hyesan tau, pria itu pasti mengenalinya.

“Kau kuliah disini?” tanya Joongki terlihat surprise sekaligus senang.

“Uhm!” Ara mengangguk. “Aku senang kita bisa berjumpa lagi” Ara tersenyum. “Ah, ini teman – temanku, si kacamata ini namanya Hyesan, dan si chubby ini Kyungmi”

Hyesan agak jengkel ketika Ara menyebutnya ‘si kacamata’. Ok. Dia memang mengenakan kacamata tapi bukan berarti itu harus menjadi trade mark-nya kan?

“Aku Song Joongki, ah ini temanku, Haneul dan Minho” Joongki memperkenalkan temannya. “Ah, apa setelah ini kau ada kelas?” tanya Joongki.

Hyesan sudah tidak mendengarkan percakapan dua makhluk itu. Sekarang dia tau nama pria itu, Haneul.

Haneul meliriknya beberapa kali. Tersenyum kecil dan mengangguk pada Hyesan. Hyesan hanya mengangguk tanpa tersenyum.

“Bagaimana kalau kita makan bersama?” tanya Joongki. “Apa kalian sudah makan?”

Hyesan tiba – tiba merasa lebih baik ketika Joongki mengusulkan makan. Dia menyadari dia lapar.

“Uhm.. aku belum, tapi tergantung teman – temanku” jawab Ara.

“Ayo makan bersama” Hyesan tersenyum kecil. Hyesan dapat melihat mata Ara berbinar – binar ketika dia menyetujuinya. Hyesan sedikit relax setelah pertengkaran tadi.

 

**

 

Haneul duduk di hadapan Hyesan, paling pinggir. Dia cukup terkejut ketika melihat Hyesan adalah teman Ara yang kemarin – kemarin di bicarakan Joongki. Haneul cukup puas ketika mengetahui namanya. Dia tidak perlu repot – repot mencari tau tentang gadis itu. Dan yang lebih mengejutkan Haneul adalah gadis itu tersenyum ketika menyetujui usul Joongki untuk makan. Itu pertama kalinya dia melihat Hyesan tersenyum. Dan perutnya bergejolak ketika melihat senyum Hyesan.

Dan sekarang disinilah dia terdampar. Bersama kedua temannya dan ketiga gadis yang di temuinya tadi. Makan. Haneul sejujurnya tidak terlalu lapar tapi demi kesopanan dia ikut. Selain itu Joongki mentraktir.

Haneul melirik Hyesan. Gadis itu ternyata sedang menatapnya. Mereka berdua langsung mengalihkan pandangannya. Saling mengutuk kebodohan masing – masing dalam hati karena ketahuan saling melirik.

“Hyesannie?” suara Ara membuat Haneul menoleh pada Hyesan.

“Curry ramyeon” jawab Hyesan. Haneul menggigit bibirnya untuk menahan senyumnya. Sejujurnya dia ingin memesan itu tadi. Tapi akan aneh kalau pesanan mereka sama. Haneul buru – buru mengganti pesananannya.

“Haneul-ssi?”

“Nasi goreng kimchi” jawab Haneul.

 

Hyesan dan Haneul makan dalam diam. Tidak seperti Joongki dan Ara yang sibuk mengobrol atau Kyungmi dan Minho yang berbagi makanan. Hyesan mengunyah ramyeonnya, sumpit itu masih bertengger di bibirnya. Haneul memperhatikan itu. Tersenyum diam – diam melihat sisi cute Hyesan.

“Haneul-ssi, kau kuliah jurusan apa?” tanya Ara. Haneul menoleh.

“Literatur” jawab Haneul.

“Aaa.. kau pasti senang pergi ke perpustakaan? Setauku orang yang mengambil sastra banyak berdiam di perpustakaan, yah pengecualian untuk orang ini” Ara menyikut Hyesan.

“Mwo?” tanya Hyesan.

“Dia anak statistika yang kerjaannya membaca” sambung Ara. Haneul tersenyum. Satu lagi informasi tentang Hyesan.

“Aku beberapa kali bertemu dengannya di perpustakaan” komentar Haneul. Hyesan menoleh. Dalam hati mengoreksi.

 

Bukan beberapa kali, tapi selalu.

 

Ucapnya dalam hati.

Haneul melirik Hyesan. Hyesan meliriknya. Dan mereka berdua membuang muka.

 

**

 

Haneul melirik Hyesan yang sedang duduk di depannya. Membaca buku. Mereka di perpustakaan dan Haneul memberanikan diri duduk di bangku baca depan Hyesan. Hyesan tersenyum kecil ketika Haneul duduk di sana sebelum melanjutkan membaca.

Haneul tidak perlu obrolan panjang atau senyum lebar untuk membuatnya ceria. Hanya dengan senyuman kecil dari Hyesan tadi sudah membuat moodnya membaik.

Hyesan sendiri kehilangan konsentrasi ketika Haneul masuk dan duduk di depannya. Dia merasa surprise dengan keputusan Haneul. Tapi dia menyimpan perasaannya sendiri. Beberapa kata tidak benar – benar di bacanya. Hyesan sejujurnya salut pada Haneul. Dia satu – satunya orang yang berhasil membuatnya tidak konsentrasi membaca.

“Hyesan-ssi”

Suara Haneul membuatnya menelan ludah. Dan menoleh. Haneul menutup buku yang di bacanya.

“Kau pernah ke perpustakaan kota?” tanya Haneul. Hyesan mengerutkan keningnya. Membuat keringat dingin Haneul keluar diam – diam di punggungnya.

“Belum” jawab Hyesan.

Haneul tersenyum kecil. Membuat ribuan kupu – kupu terbang di perut Hyesan.

“Um.. aku bertanya – tanya apa kau mau pergi kesana? Denganku..?” tanya Haneul. Sekarang jantungnya mulai berpacu sangat cepat. Dia tidak tau apa yang Hyesan rasakan sekarang. Gadis itu sangat pandai menyembunyikan emosinya.

Hyesan sendiri terdiam mendengar ajakan Haneul.

 

Is it a date?

 

Tanyanya dalam hati. Dia menunduk sejenak. Mempertimbangkan semuanya. Biasanya kalau ada orang yang baru di kenalnya beberapa kali mengajaknya pergi, Hyesan tidak akan ragu menolaknya. Tapi entah dia sendiri tidak mengerti. Seolah ada sesuatu di diri Haneul yang membuat self-defense nya tidak sekuat biasanya. Dia merasa.. nyaman.

Haneul sudah menyiapkan diri dengan penolakan yang mungkin akan keluar dari bibir Hyesan. Hyesan menoleh lagi pada Haneul.

“Kapan?”

 

**

 

“Hyesannieeeee chukkaeee!!!!” Hyesan menjauhkan ponselnya dari telinga ketika Ara berteriak memberinya selamat. Dia baru saja menceritakan tentang ajakan Haneul.

“Yaa! Tidak usah berteriak... aisshh..” protes Hyesan.

“Uuuu.. tapi ini sangat langka Hyesannie... bukan langka karena ada pria yang mengajakmu, tapi langka karena kau menerima ajakan itu, ah.... aku tau, Haneul pasti punya tempat tersendiri di hatimu ne???” Ara terdengar bersemangat. Hyesan terdiam sesaat. Dia menatap pantulan dirinya di cermin.

 

Tempat tersendiri? Di hatiku?

 

Hyesan masih terdiam.

 

Apa aku sudah.. sudah jatuh padanya?

 

Hyesan menghembuskan nafas.

“Ara” panggilnya.

“Uhm?? Bagaimana?” tanya Ara masih bersemangat. Hyesan memejamkan matanya.

“Aku benci mengatakan ini tapi..” Hyesan menelan ludah. “Aku sudah jatuh.. pada Haneul” sambungnya.

“Jatuh? Jatuh cinta maksudmu?” tanya Ara.

“Jatuh dari tebing” jawab Hyesan sinis. Dia tidak mengerti apa temannya ini terlalu tulalit untuk bisa mengerti bahasa yang di gunakannya. Hyesan bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata – kata seperti cinta, sayang, suka, atau sejenisnya. Dia lebih memilih menggunakan kata tersirat setiap kali mengungkapkan perasaannya.

“Aigoo... arraseo! Aku paham, aku akan main ke rumahmu sekarang, tunggu ne!”

“Yaa!!” Hyesan baru akan protes tapi Ara sudah menutup telpon. Dia tau, Ara tidak akan menerima kata ‘tidak’ pada situasi seperti ini. Dia memutar matanya dan berdecak. Hyesan pergi keluar kamarnya dan pergi ke dapur. Membuat makanan. Ara akan cerewet memintanya memasak setiap kali Ara pergi ke sana. Hyesan tidak mengerti mengapa Ara menyukai masakannya. Menurutnya masakannya biasa – biasa saja.

“Oh? Kau sedang apa?”

Hyesan menoleh ketika mendengar suara dari belakangnya.

“Memasak” jawabnya. “Oppa, kau mau kemana?” tanya Hyesan pada oppa-nya.

“Ah.. aku ada janji dengan temanku, jangan kemana – mana ne hari ini? Jaga rumah” pesan oppa-nya. Hyesan baru akan mengangguk ketika mengingat ajakan Haneul.

“Mian oppa, aku juga ada janji dengan temanku, jadi kurasa aku tidak ada di rumah sore ini” jawab Hyesan sambil mengangkat masakannya yang sudah matang.

“Oh geure? Dengan Ara dan Kyungmi?”

“Ania”

“Lalu?”

“A... pokoknya dia temanku di kampus” jawab Hyesan agak gugup. Sebuah tangan melingkari pinggangnya. Oppa-nya mengecup pipinya. Hyesan membuang nafas malas.

“Heeeyy.. cerita pada oppa siapa orang itu huh? Oppa tau kau tidak mudah berteman dengan orang lain. Dan apa dia laki – laki?” goda oppanya. Hyesan mengalihkan wajahnya.

“Bukan siapa – siapa oppa.. menyingkirlah, aku mau meletakkan ini di meja” Hyesan melepaskan tangan oppanya yang melingkari pinggangnya.

“Aissh.. kau ini sekarang main rahasia denganku ne? Ugh.. adikku sudah dewasa rupanya” oppa-nya duduk di meja makan. Memperhatikan Hyesan yang sedang meletakkan masakannya. “Uh? Kau memasak lebih, ada apa?”

“Ara akan kesini” jawab Hyesan. Dan suara ketukan di pintu rumah mereka membuat Hyesan mendesah berat. Dia tau siapa yang datang. Hyesan mengambil ponselnya dan menelpon Ara.

“Masuk saja tidak usah mengetuk” ucapnya singkat dan memutus telpon. Tidak beberapa lama sosok Ara dengan dress floral muncul dari pintu rumah Hyesan. Hyesan tersenyum dan menyuruh Ara duduk di meja makan.

“Annyeong Hyesannie! Oh Kyungsoo Oppa, annyeong” Ara tersenyum pada Kyungsoo, oppa Hyesan. Ara menarik kursi di meja makan. “Aaaa.. gomawo sudah memasak untukku, dan sekarang ceritakan bagaimana Haneul mengajakmu pergi uh?” ucap Ara.

Mata Hyesan membesar ketika Ara menyebut nama Haneul. Dia langsung menoleh pada Kyungsoo. Kyungsoo membelalak.

“Haneul?” tanya Kyungsoo. “Laki – laki?” tanyanya pada Ara. Hyesan membalik badan dan menepuk keningnya. Dia mendengus kesal, lupa jika Ara orang yang blak – blakkan.

“Nee oppa, oh! Pasti Hyesan belum cerita padamu kan? Aaa.. akan kuceritakan ne, jadi begini..”

“Ara, sudah makan saja. Oppa tidak perlu tau soal dia” potong Hyesan.

“Yaa~ aku ini oppa-mu, aku harus tau dengan siapa adikku bermain dan dekat.. aku juga perlu tau jika dia punya kekasih” protes Kyungsoo. “Tapi kurasa temanmu Haneul itu orang yang baik, terbukti kau mau pergi dengannya. itu hal langka. Ah kalau begitu oppa pergi dulu ne? Jangan lupa kunci pintu ketika pergi” Kyungsoo berdiri dan mengambil tasnya. Dia mengecup pipi Hyesan dan melambaikan tangan. Hyesan tersenyum dan membalas lambaian tangan itu.

“Uuu.. kau terlihat lucu sekali dengan oppa-mu, hehehehe..” komentar Ara. Hyesan mendecak jengkel. “Ah, karena ini pertama kalinya kau kencan, maka aku akan mendandanimu” Ara tersenyum penuh kemenangan.

“Apa kau bilang?” Hyesan menoleh shock pada Ara. Ara nyengir jahil.

“Ahaha.. kau tidak akan berani ok?” Hyesan melipat tangannya di depan dada.

“Ooo.. begitu? Kalau tidak mau akan kukatakan langsung pada Haneul jika kau menyukainya” Ara mengeluarkan smirknya. Hyesan mengeluh.

“KYUNGSOO OPPAAAAAAA... AAAAHAHAAAA..” Hyesan mengeluarkan suara tangisnya diiringi evil laugh Ara.

 

**

 

Haneul sampai di rumah Hyesan. Dia berdiam diri sesaat di depan pintu rumah itu. Memperbaiki penampilannya. Haneul membuang nafasnya. Gugup. Dia mengetuk pintu rumah.

Tidak lama, pintu rumah terbuka. Ara muncul dan tersenyum padanya.

“Haneul-ssi? Aaa... tepat waktu sekali, aku baru selesai mendandani Hyesan” ucap Ara. Haneul menaikkan sebelah alisnya.

“Uh... iya?” jawab Haneul.

“Chakkaman ne? Aku akan menarik Hyesan keluar, uuh.. dia sulit sekali di suruh keluar. Ah tunggu! Uhm..” Ara memegang pintu rumah Hyesan sambil menimbang – nimbang sesuatu.

“Wae?” tanya Haneul.

“Kuharap kau tidak memuji Hyesan berlebihan ne? Karena ini pertama kalinya dia kudandani. Hehe..” Ara terkekeh. “Dan.. tolong ketika kau pergi, jaga dia baik – baik ne? Dia sudah seperti saudaraku.. dan uh.. jangan mengajaknya makan makanan pedas.. jangan menyuruhnya menunggu terlalu lama.. dan jangan memperlakukannya seolah dia gadis lemah. Hyesan benci di perlakukan seperti gadis lemah” Ara menatap Haneul. Haneul tertegun mendengar penjelasan Ara. Tapi dia tersenyum.

“Tentu” jawab Haneul.

Ara mengangguk. “Hyesanniieee!” serunya sambil masuk dan mencoba menarik Hyesan keluar. “Palli! Haneul sudah di pintu menunggumu” terdengar suara Ara. Dan diiringi protes Hyesan. Haneul terkekeh mendengarnya.

“Taaadaaa” Ara memamerkan Hyesan yang baru saja selesai di dandaninya. Haneul berbalik. Dan terdiam seketika.

“Uh.. mian” ucap Hyesan. “Makhluk ini memaksaku dan mengancamku, aku tidak bisa menolak ketika dia mendandaniku. Aku tau aku terlihat aneh-”

“Tidak, uh.. kau baik – baik saja di mataku” potong Haneul sambil tersenyum lebar.

“Haneul-ssi, wajahmu memerah” ucapan Ara membuat mata Haneul membesar.

“Eee?!” Haneul memegang wajahnya. “A-Aku..”

“Kajja, biarkan makhluk aneh ini disini, awas kau” Hyesan melangkah keluar. Haneul mengangguk. Ara melambaikan tangan melihat temannya pergi bersama Haneul.

 

**

 

Haneul pov

 

Aku kira maksud Ara mendandani Hyesan tadi adalah dia hanya memakaikannya make up dan menggerai rambut Hyesan. Tapi ternyata...

Ugh.. aku tidak menyangka dia akan mendandani Hyesan secantik ini. Tidak. Ini bukan dandanan menor ahjumma ahjumma.. atau noona – noona yang biasa nongkrong di bar.

Dandanan ini sederhana tapi aku menyukainya. Ini pertama kali aku melihat rambut Hyesan tergerai. Rambut kecokelatan itu terlihat lembut dimataku. Juga blouse putih sederhana dan celana pendek itu. Dia terlihat segar dan manis di saat yang sama. Aku suka topi yang di kenakan. Dan juga ini pertama kali dia terlihat dengan.. uh? Apa itu namanya? Benda itu bukan sepatu tapi juga bukan sendal. Yah.. aku tidak mengerti fashion, yang jelas aku suka melihatnya seperti ini.

“Hyesan” panggilku. Dia menoleh. “Uuh.. ku rasa kau harus lebih sering berdandan” ungkapku. Dia mengerutkan keningnya.

“Wae?” tanyanya.

Aku tersenyum melihatnya bingung. “Karena kau terlihat cantik” pujiku.

“Huh?” kulihat ekspresi wajahnya berubah. Dia buru – buru mengalihkan pandangannya. Tapi aku tau wajahnya memerah. Aku terkekeh melihatnya malu.

“Aku begini karena Ara memaksaku, kalau bukan karena dia, aku tidak akan pernah keluar begini” jawabnya datar. Aku tertawa dan membuatnya menoleh.

“Kau beruntung punya teman seperti itu, dia sangat perhatian padamu dan selalu ada buatmu, buktinya dia rela pergi ke rumahmu hanya untuk mendandanimu ne? Dan dia mengatakan beberapa hal tentangmu tadi” aku masih menatapnya. Mataku tidak mau lepas darinya. Dia terlihat ughh... sudahlah. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata  - kata.

“Mengatakan apa?” tanyanya.

“Dia bilang, kau tidak suka makanan pedas. Kau tidak suka menunggu. Dan dia memintaku untuk mejagamu baik – baik.. yah.. walaupun aku tau kau bisa menjaga dirimu sendiri” jawabku. Aku teringat pekataan terakhir Ara tentang Hyesan yang benci di perlakukan lemah.

Hyesan tersenyum lembut. Haneul agak terpana melihatnya. “Ne, semua yang dikatakan Ara benar. Aku tidak suka makanan pedas karena ada sesuatu di lambungku yang membuatku selalu masuk rumah sakit ketika makan makanan pedas.. aku tidak suka menunggu lama karena aku bukan orang yang sabar. Dan.. aku tidak suka di perlakukan lemah. Aku tau aku perempuan. Tapi aku tidak mau orang lain menganggapku seperti perempuan kebanyakan yang harus selalu dilindungi, harus di bantu, harus ini harus itu.. aku tidak suka orang mencampuri urusanku selama aku masih bisa melakukannya sendiri” Hyesan tersenyum kecil. Matanya membelalak ketika merasakan sebuah tangan menyentuh kepalanya. Dia menoleh pada Haneul yang sedang tersenyum sambil memperhatikan jalan.

“Aku tau kau bukan gadis lemah. Dan aku menyukai itu” ucap Haneul.

Hyesan merasakan rasa hangat menjalari tubuhnya. Biasanya dia akan langsung menepis tangan orang yang menyentuhnya. Tapi sentuhan Haneul berbeda. Semua itu membuatnya nyaman dan Hyesan merasa dia bisa memercayai Haneul.

“Ayo nyebrang” ajak Haneul. Hyesan mengangguk. Tangan Haneul menariknya menyebrang. Hyesan menatap tangannya yang di genggam Haneul. Haneul menariknya agar berjalan lebih cepat. Hyesan tersenyum lembut dan membalas genggaman tangan Haneul. Untuk pertama kali, Hyesan ingin seseorang melindunginya.

 

**

 

“Kyungmi tolong katakan pada Ara aku tidak bisa pulang bersama hari ini, ada kegiatan di perpustakaan dan ponselku mati” ujar Hyesan ketika bertemu Kyungmi selesai kelasnya.

“Ah ne, ada acara apa memangnya?” Kyungmi dan Hyesan berjalan ke ruang loker.

“Hanya pembahasan beberapa buku baru, selain itu ada beberapa buku yang ingin ku pinjam”

 

Dan Haneul juga datang..

 

Hyesan tersenyum pada Kyungmi. Agak merasa bersalah karena tidak mengatakan tentang Haneul.

 

Hyesan memasuki perpustakaan. Sudah agak ramai. Wajar saja, buku yang akan di bahas hari ini termasuk salah satu buku favoritnya. Hyesan tidak sabar untuk meminjam buku itu, walaupun dia tau dia harus berebut dengan banyak orang.

Hyesan duduk di salah satu bangku yang di sediakan panitia acara. Sejenak lupa dengan Haneul karena terlalu bersemangat memikirkan taktik mendapatkan buku itu sebelum orang lain.

“Hey” sebuah tepukan di bahunya membuat pikiran Hyesan buyar. Hyesan menoleh.

“Hey” Hyesan teringat Haneul juga akan datang. Seketika sensai rasa nyaman kembali memenuhi rongga dada dan pikirannya.

“Kau sudah lama?” tanya Haneul. Hyesan menggeleng.

“Baru saja datang” jawab Hyesan. Haneul mengangguk. Orang – orang mulai memenuhi bangku yang ada. Tidak beberapa lama seorang pembicara datang sambil memegang buku di tangannya. Mata Hyesan berbinar penuh gairah melihat buku yang di pegang orang itu.

“Annyeong haseyo, nama saya Shim Changmin, saya akan menjadi pembicara di forum kali ini-” Hyesan mengeluarkan notes dan alat tulis, bersiap mencatat poin – poin penting yang dapat digunakannya untuk menyeleksi mana buku bagus dan tidak.

Haneul melirik tangan Hyesan. Ada memar dan beberapa plester luka di jari Hyesan. Kening Haneul berkerut. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Hyesan. Mengingat defense gadis ini kuat sekali, Haneul jadi kawatir dengan apa yang membuat Hyesan memar sebanyak itu.

 

“Apa terjadi sesuatu?” tanya Haneul. Dia sedang mengantar Hyesan pulang. Hyesan menoleh dan alisnya bertaut. “Tanganmu.. banyak memar dan plester luka. Ada apa?” tanya Haneul.

“Ah ini” Hyesan mengusap tangannya. “Datang ke gymnasium lusa pukul 3 sore, bawa pakaian olahraga. Kusarankan celana panjang” jawab Hyesan. Alis Haneul bertaut. “Kalau ingin tau datang saja, kalau tidak ya tidak usah” Hyesan melangkah lebih cepat. Haneul terdiam memperhatikan Hyesan yang semakin jauh. Dia mengedikkan bahunya dan menyusul Hyesan.

 

**

 

Gymnasium, pukul 3 sore..

 

Haneul masuk ke sana. Suasana sepi. Haneul memautkan bibirnya mencari sosok Hyesan. Samar terdengar suara pukulan dan teriakan dari hall. Haneul mengerutkan keningnya dan masuk ke hall.

Haneul terpana melihat pemandangan di dalam hall. Hyesan sedang menendang sebuah samsak yang tergantung di pinggir hall. Seragam taekwondo yang di gunakannya membuat Hyesan terlihat gagah. Wajahnya terlihat serius. Buliran keringat membasahi tengkuknya yang terlihat. Haneul tersenyum. Sekarang dia mengerti dari mana memar dan luka – luka itu. Hyesan pasti sering berlatih disini.

Hyesan berhenti ketika menyadari dia tidak sendiri lagi disana. Hyesan menoleh. Dia tersenyum kecil melihat Haneul sedang bersandar di pintu hall sambil melipat tangannya di depan dada dan memamerkan smirk.

“Jangan hanya menonton, buktikan kalau kau laki – laki” tantang Hyesan. Dia melangkah ke bangku dan mengambil handuk untuk mengelap keringatnya. Haneul tekekeh dan berjalan ke bangku untuk meletakkan tasnya.

“Jadi ini alasan banyak memar di tanganmu? Ini juga alasanmu menyuruhku membawa pakaian olahraga?” tanya Haneul. Dia membuka kemejanya dan menggantinya dengan kaos. Hyesan mengalihkan pandangannya ketika Haneul mengganti bajunya. Wajahnya sedikit memerah.

“Yah begitulah” Hyesan menelan ludahnya. Bayangan tubuh Haneul dan bentuk tubuh well-built nya lewat di pikiran Hyesan. Membuatnya jadi deg – degkan sendiri. “Apa kau sudah selesai ganti baju?”

Haneul menoleh. Smirk tercipta di bibirnya. Dia mendekai Hyesan yang sedang memungguninya.

“Sudah..” bisiknya di telinga Hyesan dengan nada rendah dan serak.

“YAAAH!” Hyesan melompat ketika mendengar suara Haneul. Haneul tertawa melihat reaksi Hyesan. Hyesan menatap kesal Haneul yang menggodanya barusan. Dia terlalu kaget sampai lupa mengontrol dirinya hingga mengeluarkan jeritan. “” Hyesan melemparkan handuk ke Haneul. Haneul masih tertawa mendengar jeritan ‘perempuan’ Hyesan. “Sekali lagi kau berani berbuat seperti itu, kupastikan semua jarimu patah hingga tidak bisa membalik halaman buku” ancam Hyesan. Nafasnya masih tersengal – sengal dan jantungnya berdetak kencang.

“Nee.. nee... mian” Haneul masih terkekeh. “Jadi kapan kita akan mulai fight-nya?”

 

Haneul mundur menghindari tendangan Hyesan. Tapi dia harus cepat menghindar sebelum terkena tinjuan Hyesan. Awalnya dia agak santai karena menganggap tenaga Hyesan tidak akan sebanding dengannya.

Tapi dia salah.

Stamina dan power yang di keluarkan Hyesan sangat kuat dan hampir menyamai dirinya ketika dalam wujud manusia. Gerakan Hyesan juga sangat cepat. Dan sejak pertama kali terkena tendangan Hyesan tadi, Haneul berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan meremehkan gadis itu lagi.

Haneul menghindar ke samping dan melayangkan tendangan ke kepala Hyesan. Tendangan itu belum sampai tapi Hyesan memotong gerakan Haneul dengan tendangan lain, menyebabkan Haneul harus mundur agar tidak terkena. Tangannya melayangkan tinjuan yang tidak sempat di tepis Hyesan hingga mengenai pinggir bibirnya. Hyesan segera mundur dan membalasnya dengan satu tendangan kencang ke perut Haneul. Yang telak mengenai pria itu. keduanya jatuh.

Haneul terengah – engah. Pakaiannya sudah basah karena keringat. Begitu juga Hyesan. Haneul tersenyum dan menoleh menatap Hyesan. Senyumannya runtuh begitu melihat pinggir bibir Hyesan mengeluarkan darah. Rasa bersalah langsung melingkupinya. Dia tidak sadar telah menggunakan full power ketika meninju Hyesan. Tapi yang membuatnya heran adalah gadis itu justru terkekeh melihatnya.

“Kau..”

“Kau terjatuh juga akhirnya” Hyesan terkekeh. Dia berdiri dan menghampiri Haneul kemudian mengulurkan tangannya. Haneul baru akan berdiri tiba – tiba perutnya terasa sakit.

“Akh...” Haneul memegang perutnya. Hyesan berubah kawatir.

“Yaa!” Hyesan berjongkok. “Apa tendanganku terlalu kencang?” tanya Hyesan menatap kawatir Haneul. Haneul menatap Hyesan beberapa saat. Entah kenapa wajah kawatir Hyesan membuat rasa sakit itu lenyap. Haneul terkekeh.

“Aku baik – baik saja okay?” pandangan Haneul jatuh ke bibir Hyesan yang masih berdarah. “Maaf, aku membuatmu luka” Haneul menyentuh pinggir bibir Hyesan. Hyesan meringis. Haneul menarik tangannya. “Mian mian..” sekarang giliran Haneul yang panik.

“Aissh.. kau tidak perlu kawatir padaku, ini sudah biasa” Hyesan baru akan mengeluarkan smirknya, tapi luka di pinggir bibirnya terasa sakit ketika dia menarik ujung bibirnya. “Aw..” Hyesan menyentuh pinggir bibirnya.

Haneul tertawa. “Kau tetap perempuan” Haneul menarik Hyesan duduk. “Minggir” Haneul menarik tangan Hyesan yang sedang mengusap pinggir bibirnya. Haneul memperhatikan memar itu. memar itu agak berubah keunguan tapi sudah tidak mengeluarkan darah.

Hyesan hanya diam ketika Haneul mengecek luka di bibirnya. Hingga dia menyadari jarak wajahnya dengan Haneul sangat dekat. Hyesan menahan nafas ketika menyadari itu.

“Sepertinya tidak apa – apa” Haneul kembali menatap Hyesan yang sedang menatapnya. Haneul terdiam ketika menyadari hidung mereka hampir bersentuhan.

Tanpa di komando wajah Haneul mendekat. Hyesan diam menunggu apa yang di perkirakannya akan terjadi. Dia merasa ada yang aneh pada dirinya. Otak dan syarafnya menolak bekerja sama kali ini. Otaknya memerintahkan untuk mendorong Haneul tapi syarafnya tidak menurut dan justru membuatnya berdiam. Hyesan baru akan memejamkan mata ketika dia menyadari, dia hanya mau di cium orang yang berstatus kekasihnya. Hyesan memalingkan wajahnya. Membuat Haneul tersadar dan mundur.

Jantung keduanya berdetak kencang dan cepat. Suasana canggung langsung mendominasi.

“M-Maaf aku-”

“Bibirku masih luka” potong Hyesan. Haneul menoleh cepat. Wajah Hyesan memerah, dia memandang ke samping. “Akan lebih baik jika luka ini sembuh dulu, kalau kau ingin membuat luka baru” Hyesan menatap Haneul malu – malu. Haneul tidak tau harus berkata apa. Hyesan tersenyum kikuk padanya. Haneul agak kecewa ketika Hyesan menolaknya, tapi di sisi lain dia senang karena alasan Hyesan adalah bibirnya yang masih terluka. Bukan karena Hyesan tidak mau.

“Dan kurasa aku berhutang mengantarmu pulang” Haneul berdiri dan menarik Hyesan berdiri. Hyesan hanya mengangguk. Wajahnya masih agak memerah. Haneul terkekeh dan mendapat satu pukulan di lengannya dari Hyesan.

 

**

 

Hyesan mengantar Ara pulang ke apartemennya setelah kuliah. Kyungmi dan mereka berbeda bus jadi Hyesan dan Ara tidak bisa pulang bersama Kyungmi.

“Hati – hati di jalan Hyesannie! Aku masuk dulu, babayy” Ara melambaikan tangan. Hyesan membalas lambaian tangan itu dan berbalik.

 

Kurasa aku harus ke supermarket. Hm.. beberapa bahan makanan habis dan oppa sedang kerja..

 

Hyesan memutar langkahnya menuju supermarket. Langit sudah gelap dan dia ingin cepat pulang.

Beberapa langkah lagi dia sampai di supermarket. Toko – toko di sekelilingnya sudah tutup. Supermarket beberapa menit lagi tutup. Hyesan mempercepat langkahnya.

Matanya menangkap sosok pria yang berjalan terseok – seok dari kejauhan. Hyesan menajamkan pengelihatannya. Matanya membesar ketika melihat pria itu jatuh dan pingsan. Hyesan segera menghampiri pria itu.

 

Siapa orang ini sih.. malam – malam bikin repot..

 

Hyesan membalikkan tubuh pria itu.

“Haneul...” mata Hyesan membelalak.

Haneul terbatuk – batuk. Wajahnya penuh memar dan beberapa bagian terdapat luka cakaran dan mengeluarkan darah. Kaosnya robek – robek dan darah keluar dari kulitnya. Hyesan menepuk – nepuk pipi Haneul. Mencoba membangunkannya.

Setelah beberapa menit mendapati kenyataan bahwa Haneul pingsan dan tidak mungkin bangun, Hyesan mengangkat tubuh Haneul dan memapahnya.

“Aku tidak tau rumahmu dimana.. dan rumah sakit sangat jauh dari sini..” Hyesan memapah Haneul yang bobotnya mungkin dua kali lipat tubuhnya. “Uh.. sebaiknya ku bawa pulang dulu” Hyesan kembali berjalan.

 

Kyungsoo menoleh ketika pintu di buka dengan satu jeblakan keras. Matanya membulat ketika melihat Hyesan datang memapah seorang pria yang berlumur darah.

“Yaa!” Kyungsoo segera menghampiri. “Siapa dia? ada apa ini?” tanya Kyungsoo panik.

“Oppa, nanti kujelaskan, sekarang bantu aku membawanya ke kamarku. Dia berat sekali” Hyesan terengah – engah karena harus memapah Haneul sejauh 2 kilometer. Kyungsoo langsung mengambil satu tangan Haneul dan membantu Hyesan memapah Haneul.

“Oppa, tolong jaga dia sebentar, aku mau mengambil kompres dan obat” Hyesan berlari keluar kamar dan segera mengambil mangkuk kemudian mengisinya dengan air. Dia kembali ke kamarnya dan mengambil handuk kecil. Kyungsoo terdiam ketika melihat Hyesan panik.

Hyesan memeras handuk itu dan menempelkannya di kening Haneul. Alisnya bertaut. Dia mengambil kapas medis dan membersihkan semua bekas darah di tubuh Haneul.

“Oppa, apa kau punya pakaian ukuran besar? Kurasa dia harus mengganti pakaiannya” Hyesan meneteskan beberapa tetes obat merah di kapas dan mengobati luka Haneul. Haneul masih belum sadar tapi nafasnya sudah teratur.

“Chakkaman, aku ambilkan dulu ne” Kyungsoo menepuk kepala Hyesan dan pergi mengambil pakaian.

Hyesan menyimpan obat – obatan itu di bawah tempat tidurnya kembali dan duduk di samping Haneul. Menatap wajah laki – laki itu dengan cemas.

 

Aku tidak tau apa yang terjadi disini.. siapa yang melakukan ini padamu, aku tidak tau sekuat apa orang itu hingga bisa membuatmu tidak berdaya.. cepat sadar, Haneul..

 

Hyesan menyeka setitik air matanya yang jatuh. Dia menarik nafas dan mengontrol emosinya. Tangannya menyentuh tangan Haneul di sisi tempat tidur. Kyungsoo masuk kembali dengan pakaian ganti.

“Kau yang mengganti pakaiannya atau aku?” goda Kyungsoo. Hyesan tidak menjawab. Dia hanya berdiri dan keluar dari sana. Kyungsoo tersenyum melihat adiknya.

Hyesan duduk di sofa ruang tengah. Kakinya naik dan tangannya memeluk kakinya. Dia tidak pernah sepanik dan sekawatir itu dalam hidupnya. Hyesan menoleh ketika merasakan seseorang duduk di sebelahnya.

“Oppa..” Hyesan bergerak mendekati Kyungsoo dan memeluknya. Kyungsoo terkekeh.

“Jadi.. siapa pria itu yang berhasil membuat adikku panik dan kawatir seperti ini huh?” Kyungsoo mengelus rambut Hyesan dan mengecup kepalanya. “Dia akan baik – baik saja okay? Kau tidak perlu secemas itu.. aigoo... adikku punya pacar ternyata” goda Kyungsoo yang sukses mendapat satu cubitan di pinggangnya dari Hyesan.

“Dia.. teman kampusku Oppa, namanya Haneul. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya, tadi aku sedang di jalan menuju supermarket untuk membeli makanan besok, tiba – tiba aku melihat pria yang berjalan terseok – seok kemudian pingsan. Awalnya aku ingin mengabaikannya saja tapi aku tidak tega, setelah aku lihat siapa, ternyata dia Haneul” Hyesan melepas kacamatanya dan mengusap dengan lelah kedua matanya.

“Hm.. arraseo.. sekarang sudah malam, sebaiknya kau tidur” Kyungsoo mencubit pipi Hyesan. Hyesan mengangguk.

“Oppa, aku tidur denganmu ne malam ini? Kau tau tempat tidurku kan..” Hyesan mengenakan kembali kacamatanya.

“Ne.. Nee.. aigooo.. sudah lama aku tidak tidur dengan adikku” Kyungsoo menepuk – nepuk kepala Hyesan. Hyesan hanya berdecak dengan kelakuan annoying kakaknya.

 

**

 

Haneul terbangun ketika sinar matahari menusuk matanya.

“Akkh...” Haneul memegang kepalanya yang terasa berat dan sakit. Dia membuka matanya dan menatap sekeliling. Keningnya berkerut ketika melihat pemandangan asing di sekelilingnya. Dia tau dia ada di kamar seseorang tapi dia tidak tau ini kamar siapa. Hanya ada sedikit barang di sana. Sebuah meja belajar dengan tumpukan buku dan sebuah laptop. Di sisi lain ada sebuah lemari tanam ukuran sedang dan sebuah nakas yang di letakkan di sebelah kaca full body.

“Oh.. kau sudah bangun”

Haneul menoleh ketika mendengar suara yang familiar di telinganya.

Hyesan tersenyum padanya sambil bersandar di kusen pintu. Tangannya di masukkan ke saku celananya seperti biasa. Haneul tersenyum kecil begitu tau dia ada di kamar Hyesan.

Hyesan menghampirinya dan membantu Haneul duduk.

“Kau merawatku?” tanya Haneul. Hyesan hanya tersenyum tipis. “Gomawo” Haneul mengusak rambut Hyesan. Hyesan menghindar dari tangan Haneul. Mata Haneul membesar ketika melihat pakaian yang di kenakanannya sudah berganti. “Kau mengganti pakaianku?!” tanya Haneul. Hyesan mengeluarkan smirk. Haneul panik dan menyilangkan tangannya untuk menutup tubuhnya.

“Pabo. Tentu bukan aku yang menggantikannya. Itu oppa-ku yang melakukannya” jawab Hyesan. Dia sudah tidak sepanik kemarin. Selain itu dia harus mengontrol emosinya di depan Haneul.

“Geure? Ah.. aku lega” jawab Haneul. Hyesan mendecak kesal dan menyabet tangan Haneul dengan punggung tangannya.

“Aaakkh!” Haneul mengerang ketika Hyesan menyabetnya. Kening Hyesan berkerut.

“Tanganmu” Hyesan menggerakan perlahan tangan Haneul dan memperhatikannya. “Tulangnya retak” Hyesan menghembuskan nafas berat. “Setelah ini aku akan mengantarmu ke rumah sakit, kau harus di gips”

Mata Haneul membesar ketika mendengar kata rumah sakit. “Hajima!” serunya. Hyesan menoleh. “A-Aku tidak mau ke sana” Haneul menelan ludahnya gugup. Dia tidak bisa ke rumah sakit, para perawat dan dokter disana pasti menyadari keanehan di tubuh Haneul.

“Wae?”

Haneul terdiam sesaat. “Aku ingin kau yang merawatku” jawabnya. yah.. tidak sepenuhnya bohong, selain tidak bisa ke rumah sakit, dia juga ingin Hyesan yang merawatnya.

Hyesan terdiam mendengar pendapat Haneul. Dia mengalihkan pandangannya dan melepas genggaman tangan Haneul di tangannya. Matanya menangkap bayangan salah satu buku di atas meja belajarnya.

 

Cinta datang untuk di pelihara dan di jaga.

Bukan untuk di jauhi dan di pukul mundur.

 

Sebuah quotes dari buku itu terngiang di kepala Hyesan. Haneul masih menatapnya menunggu jawaban. Hyesan tau, dia sudah jatuh pada Haneul ketika dia tidak sengaja menabrakanya di perpustakaan saat itu.

Hyesan tersenyum kecil. “Tunggu disini, aku akan beli perbannya” Hyesan berdiri dan melangkah keluar kamar. Tidak melihat cengiran lebar di wajah Haneul.

 

**

 

“Semua itu karena orang yang bernama Woobin. Dia punya dendam dengan Joongki. Kemarin ketika kau menemukanku, aku baru selesai berkelahi dengannya dan temannya yang bernama Jongsuk, aku langsung pergi karena ku pikir aku harus segera mengobati luka – luka ku. Tapi ternyata aku tidak kuat jalan dan pingsan” terang Haneul. Hyesan hanya mengangguk. Dia sedang menemani Haneul makan di tempat tidur setelah membalut tangan Haneul dengan gips ‘ala Hyesan’.

“Sekuat apa orang yang bernama Woobin itu? sampai bisa membuatmu seperti ini? Dan kenapa ada luka cakaran? Apa Woobin itu pria dengan kuku panjang seperti wanita sehingga bisa mencakarmu?” repet Hyesan. Keningnya berkerut ketika melihat wajah Haneul berubah panik dan memucat. “Kenapa kau gugup?” tanya Hyesan.

Haneul menatap Hyesan beberapa saat. “Setelah aku sembuh, ada beberapa hal yang ingin ku beritau padamu. Bersiaplah. Ini diluar akal sehat manusia” jawab Haneul.

“Ne, jangan lama – lama sakitnya. Kau tau kan aku tidak sabaran” Hyesan tersenyum kecil dan memberikan segelas air pada Haneul yang sedang terkekeh.

“Kau tau? Kau tidak perlu menekan emosimu jika bersamaku, aku tau kau mengontrol emosimu”

Hyesan terdiam.

“Kenapa kau mengontrol emosimu? Bukankah lebih baik membiarkannya lepas dan menjadi dirimu sendiri? Aku menyadari ini semenjak melihatmu dengan oppamu. Kau yang sedang bersamanya berbeda dengan kau yang ada di kampus”

“A-Aku..”

“Pasti ada alasan kenapa kau seperti itu, aku tidak akan bertanya padamu jika kau tidak bisa menceritakannya, tapi aku berharap kau tidak menekan emosimu jika kau bersamaku” Haneul meraih tangan Hyesan dan mengusapnya. Hyesan hanya terdiam.

 

**

 

Hyesan sedang berlatih di gymnasium seperti biasanya. Sudah beberapa hari semenjak Haneul pulang dari rumahnya. Hyesan agak bertanya – tanya bagaimana bisa Haneul pulih secepat itu. Gerakannya terhenti sesaat ketika merasakan ada seseorang yang memandanginya.

“Masuk saja, kau sudah sering melihatku berlatih” ucap Hyesan.

Haneul melangkah masuk. Hyesan mengambil handuk di bangku dan mengelap seluruh keringat di leher dan wajahnya. Keningnya berkerut ketika menyadari Haneul tidak seperti biasanya.

“Wae? Apa terjadi sesuatu?” tanya Hyesan. Haneul menggeleng.

“Kurasa sekarang saatnya jujur” Haneul berdiri. Hyesan hanya menatapnya penuh tanya. “Kalau kau takut kau lari saja. Aku tidak akan mengejarmu atau memaksamu tinggal. Kalau kau marah padaku... tidak usah bicara padaku lagi. Kalau kau kecewa karena aku baru memberitaumu sekarang...” Haneul terdiam sesaat. “Aku minta maaf” Haneul menatapnya dengan mata redup. Hyesan terdiam. Dia tau ini bukan hal biasa. Haneul tidak pernah seserius ini sebelumnya.

“Ne”

Dan dengan itu Haneul melepas kaosnya dan berjalan ke tengah hall. Hyesan meletakkan handuknya dan memperhatikan Haneul kembali. Masih belum punya ide tentang apa yang akan Haneul lakukan.

Haneul menarik nafas.

Dan melompat menjadi serigala besar.

Hyesan terkejut dan mundur beberapa langkah. Matanya menatap nanar Haneul yang dalam wujud serigalanya. Nafas Hyesan tersengal – sengal karena kaget. Dia tidak menyangka makhluk di depannya ini ada sungguhan di dunia. Hyesan tau makhluk apa di depannya. Hyesan pernah membaca mitologi tentang makhluk sejenis shifter, tapi melihatnya secara langsung.. tentu tidak pernah.

Haneul menggeram pelan beberapa kali dan melangkah perlahan mendekati Hyesan. Hyesan menelan ludahnya.

Haneul. Serigala besar dengan bulu berwarna putih keperakan seperti salju dan mata biru sedalam lautan sedang menatapnya dalam – dalam. Hyesan menunduk. menenangkan dirinya. Menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali.

“Aku tidak menyangka kau akan memberitau ini” ucap Hyesan. Kepalanya terangkat menatap Haneul kembali. Haneul memalingkan wajahnya dan mundur. “Aku tidak takut”

Haneul menoleh kembali.

“Aku hanya terkejut” sambung Hyesan. Haneul menunduk dan mengeluarkan suara menyesal. “Tapi aku senang kau jujur padaku” Hyesan tersenyum tipis. Haneul kembali menoleh. Matanya berbinar. Hyesan melangkah mendekati Haneul dan mengulurkan tangannya. Menyentuh wajah Haneul dan mengelus telinga serigala itu. “Sekarang semuanya jelas” ucap Hyesan. Haneul menggerakan kepalanya tidak mengerti. Hyesan mendecak kesal. “Kembali ke wujud manusiamu, aku tidak bisa bicara dengan serigala” omel Hyesan. Alisnya bertaut. Haneul mengeluarkan suara seperti tertawa dan berubah kembali menjadi manusia.

“Hey” Haneul berjalan ke arahnya. Hyesan tidak memandangnya dan hanya melemparkan kaos pada Haneul. “Ah mian. Aku lupa kau pemalu” goda Haneul. Hyesan mendengus kesal.

 

**

 

Hyesan mengepak barang – barangnya. Mengetahui Ara di culik adalah kiamat kecil baginya. Dia kawatir dan sangat takut. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya itu. Hyesan menggigit bibir bawahnya. Dia sudah menganggap Ara sebagai adiknya sendiri. Dia mengenal Ara lebih dari siapapun. Dia tau Ara pasti ketakutan. Hyesan menyeka setitik air matanya. Tangannya terus bergerak memasukkan beberapa barang yang akan di butuhkannya. Tak lupa senjata dan peralatan medis. Dia tau makhluk apa yang akan di lawannya. Hyesan tidak bodoh. Dia mengambil tali dan memasukkannya ke tas.

“Kau yakin akan pergi sendiri?” sebuah suara dari pintu menghentikan sejenak kegiatannya.

“Nee oppa” jawab Hyesan. Dia menutup ransel dan menggendongnya. “Jaga dirimu baik – baik di rumah oppa, aku tidak akan lama” Hyesan tersenyum lembut sambil mengusap pipi oppanya.

Kyungsoo menariknya dan memeluknya erat. “Pabo. Kau yang jaga dirimu. Aku tau kau akan bertarung dan aku sangat kawatir padamu.. hanya kau saudaraku di dunia ini. Aku tidak bisa kehilanganmu” Kyungsoo terisak. “Aku sangat menyayangimu. Aku tidak peduli dengan sikap jutekmu ataupun sorot mata dinginmu, aku selalu ingin kau kembali ke rumah. Aku ingin kau pulang dan menonton kartun bersamaku lagi” Kyungsoo mengelus rambut Hyesan. Hyesan menelan ludahnya. Menahan air matanya. Dia selalu lemah jika berhadapan dengan Kyungsoo.

“Aku pasti kembali oppa” jawab Hyesan. “Dan aku juga sangat menyayangi oppa” Hyesan mengeratkan pelukannya. Kyungsoo mengangguk.

“Cepat pulang” Kyungsoo menarik dirinya untuk bisa menatap wajah adiknya. “Oppa akan masak enak ketika kau pulang nanti” Kyungsoo mengecup kening Hyesan, kemudian kedua pipinya, dan kecupan singkat di bibir adiknya. Hyesan mengangguk.

“Aku berangkat” Hyesan melambaikan tangan. Kyungsoo membalasnya sambil menyeka beberapa tetes air matanya.

 

**

 

Hyesan menaikki punggung Haneul dan memulai perjalanannya. Tidak ada ketakutan di matanya. Dia sudah bertekad membawa pulang Ara walaupun dia sendiri harus gugur di pertarungan itu. Hyesan menelan ludanya ketika kecepatan lari Haneul, Joongki, dan Minho semakin meningkat.

 

Inikah kekuatan mereka yang sebenarnya? Mereka sangat kuat dan cepat..

 

Hyesan mengeratkan pegangannya. Haneul menggeram. Hyesan terkekeh.

“Lari saja yang benar. Aku tidak akan jatuh” jawab Hyesan. Haneul tidak menjawab dan terus berlari. Hyesan memperhatikan rute yang mereka lewati. Hutan pinus dan beberapa sungai.

 

Mereka berhenti untuk beristirahat. Joongki protes terus menerus dan membuat Hyesan kesal.

Hyesan memukul kepala belakang Joongki. Joongki menoleh. Matanya membola karena shock.

“Bodoh. Kau tidak boleh egois. Aku juga mengkawatirkan Ara. Tapi kau juga harus memperhatikan teman – temanmu. Mereka butuh istirahat. Selain itu kita harus memikirkan rencana untuk menghadapi mereka. Dinginkan kepalamu dan jangan ceroboh, terlebih lagi...” Hyesan mendekatkan wajahnya ke Joongki. Joongki menelan ludah. “Jangan membuatku kesal” sambung Hyesan. Dengan itu dia berbalik dan duduk untuk membuat makanan kecil. Joongki menelan ludah. Hyesan selalu bisa membuat mentalnya menciut.

 

Haneul berubah ke wujud serigalanya kembali. Hyesan merapatkan jaketnya ketika angin dingin pegunungan berhembus. Dia baru selesai makan bersama dengan yang lainnya. Haneul menggeram membuat Hyesan menoleh. Kaki Haneul terangkat seolah menyuruh Hyesan mendekatinya.

Hyesan mendekatinya. Haneul menggigit ujung jaket Hyesan dan membuat Hyesan terjatuh di atasnya.

“Kau ini-”

Hyesan baru akan protes, tapi Haneul mendekatkan kepalanya membuat tubuhnya melingkari Hyesan. Gelombang rasa hangat menjalari Hyesan. Dia mengurungkan niatnya untuk protes ketika menyadari maksud Haneul. Serigala itu menghangatkannya. Hyesan menghembuskan nafas.

“Kau tau aku benci terlihat lemah” Hyesan protes. Tapi dia bersandar juga di tubuh Haneul. Membuat serigala itu terkekeh. “Aku ingin pulang dengan membawa Ara..” bisik Hyesan. Matanya terpejam merilekskan tubuhnya. Haneul mengangguk. “Berjanjilah, apapun yang terjadi, Ara adalah prioritas dan utamakan menyelamatkannya. Jangan memikirkanku kali ini. Aku tidak peduli harus mati, yang penting dia selamat” Hyesan mengelus bulu di leher Haneul. Haneul menggeram dan berdiri, membuat Hyesan hampir terjatuh. Haneul berubah kembali ke wujud manusianya.

“Ikut aku sebentar” Haneul menariknya.

“Ada apa?” tanya Hyesan ketika dia dan Haneul sudah berada di luar jarak dengar Joongki dan Minho.

“Aku tidak suka kau berkata begitu. Ara adalah tanggung jawab Joongki. Joongki pasti menyelamatkannya. Aku tau kau sangat menyayangi Ara dan rela mempertaruhkan nyawamu. Tapi aku tidak akan membiarkanmu mati, kau paham? Aku tidak peduli Minho dan Joongki yang mengutamakan Ara tapi disini aku mengutamakanmu. Kau yang ku prioritaskan. Keselamatanmu diatas segalanya. Aku tidak mau sesuatu terjadi padamu kau paham? Aku tidak menerima protes darimu” Haneul menatap garang Hyesan. Gadis itu hanya diam menatapnya. “Jika terjadi sesuatu padamu...” Haneul memejamkan matanya. “Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri” Haneul menyentuh wajah Hyesan dan mengusap pipinya. Hyesan memalingkan wajahnya. Dia tidak menyangka pengakuan Haneul akan keluar di saat seperti ini.

“Ingat. Aku tidak menerima protes. Lakukan semuanya semampumu, jika kau tidak sanggup cukup teriakan namaku dan aku akan menolongmu. Kau hanya perlu bersembunyi dan menunggu kami selesai, kau paham?” tanya Haneul.

Hyesan ingin protes tapi dia tidak tau apa yang harus dikatakannya. Pada akhirnya dia hanya mengangguk. Haneul menariknya dan memeluknya. Hyesan tertegun. Haneul memeluknya dengan lembut seolah dia benda paling rentan di dunia. Tangannya terangkat. Matanya terpejam. Dan dia membalas pelukan Haneul.

 

**

 

Haneul pov

 

Aku berusaha sekuat tenaga mengalahkan Jongsuk yang sedang kulawan. Aku ingin semua ini cepat berakhir dan bisa menolong Hyesan. Sepintas kulihat dia masih unggul atas Hyomi. Aku sedikit lega karena Hyesan punya lawan sesama manusia. Dengan itu aku yakin Hyesan akan menang.

Aku menghindar ketika Jongsuk melompat akan menerjangku. Aku menendang perutnya. Dia terjungkal. Aku haru segera mengakhiri ini.

Aku mendekatinya dengan cepat dan menggigit lehernya sekuat tenaga. Kakinya menendang – nendang ku. Aku melompat dan menimpanya. Dia melolong kesakitan. Sedikit lagi.

Dia berdiri dengan cepat dan berlari kembali ke arahku. Aku menghindar. Tiba – tiba dia menendangku dan aku terguling. Aku tidak peduli bulu putihku sudah kotor terkena tanah dan noda darah. Yang penting kau harus menang dan membunuhnya.

Aku mendapat satu gigitan di leher dan kakiku. Gigitannya kuat sekali dan tubuhku terasa sakit dan perih. Aku menggerakan kakiku dan melemparnya hingga menabrak pohon. Aku berlari dan menerjangnya lagi. Dia kembali melayang dan menabrak pohon. Dia berlari ke arahku, aku segera menghindar. Ketika tubuhnya lewat aku segera menendangnya dengan sekuat tenaga. Membuatnya terguling kembali di lapangan rumput. Dia menggeram. Aku tau dia sedikit lagi habis. Aku sendiri sudah hampir kehabisan tenaga. Mataku melirik Hyesan. Dia sudah tidak ada disana, begitu juga dengan Hyomi. Aku sedikit panik. Tapi aku harus fokus. Hyesan akan baik – baik saja.

Aku menghampiri Jongsuk yang ternyata sudah kembali ke wujud manusianya. Lukanya banyak dan parah. Semuanya mengeluarkan darah. Dia sudah menjelang ajal. Aku kembali ke wujud manusiaku. Aku mengambil pisau yang Hyesan berikan padaku tadi. Tanganku terangkat akan menusuknya tepat di jantung.

“Tunggu!” seruan Jongsuk menghentikan gerakan tanganku. Aku meningkatkan kewaspadaanku. Siapa tau dia hanya ingin mengalihkan perhatianku. “Tunggu...” dia tersengal – sengal dan terbatuk – batuk. Darah segar mengalir dari mulutnya. Aku merasa kali ini dia benar – benar habis. Dia kembali menatapku. Ada sesuatu yang berbeda di matanya kali ini. Bukan tatapan penuh dendam dan amarah seperti tadi. Tatapannya memancarkan kesedihan.

“Ada apa? Apa yang ingin kau katakan?” tanyaku. Dia terbatuk kembali.

“Aku tau, aku sudah kalah. Aku mengakuinya” ucapnya. Aku mendengarkannya. “Tapi kali ini.. aku memohon padamu. Aku merendahkan harga diriku sebagai serigala kali ini, jadi tolong dengarkan” sambungnya. Alisku bertaut.

“Tolong biarkan aku hidup”

Mataku membesar mendengarnya.

“Biarkan aku hidup...” dia tersengal – sengal. “Ada seseorang yang menungguku pulang... aku tidak ingin mengecewakannya.. aku tidak ingin mengetahui kalau dia menangis mengetahui aku kalah dan mati..” terangnya. Aku menghembuskan nafas dan memasukkan pisau itu lagi ke saku celanaku.

“Aku akan membiarkanmu hidup. Dengan syarat berhentilah mengejar Joongki dan membahayakan Ara beserta teman – temannya” ujarku. Dia menatapku.

“Aku berjanji. Hanya biarkan aku hidup..” Jongsuk kembali terbatuk. Darah kembali mengalir dari mulutnya.

“Baiklah..” jawabku. “Menghilanglah dari pandanganku. Cepat. Sebelum aku berubah pikiran” aku menatap ke arah lain.

“Terimakasih”

Itulah kata terakhir yang kudengar darinya. Ketika aku mengalihkan pandanganku ke arahnya kembali, dia sudah tidak ada.

Aku menghela nafas berat. Sekarang aku harus mencari Hyesan dan membantunya.

 

**

 

Author pov

 

Suara jeritan membuat Haneul panik. Dia tau itu jeritan Hyesan. Matanya membesar melihat pemandangan di depannya.

Hyesan terjatuh dari tebing. Woobin mendorongnya dan menarik Hyomi kemudian mereka menghilang ke dalam hutan. Haneul hendak berlari mengejar Hyesan. Tapi dia terjatuh. Kakinya terluka parah. Matanya menatap kembali.

 

Tidak.. tidak boleh..

 

Ekspresi wajah Haneul gabungan dari takut, cemas, dan panik. Tiba – tiba matanya membesar melihat seutas tali tambang terlempar keluar dari tebing dan Minho berlari menangkap tali itu. Di sisi lain jurang-tebing itu, Ara dan Joongki menatap ke arah tebing. Ke kawatiran Haneul berkurang melihat Ara tersenyum. Dia samar mendengar suara Hyesan.

Haneul berdiri perlahan berjalan pincang ke arah jurang itu. Sosok Hyesan muncul sambil memegang tali. Minho menarik tali itu dan membuat Hyesan kembali berdiri di atas padang rumput. Haneul menghembuskan nafas lega.

Hyesan membersihkan celananya. Haneul terkekeh.

 

Dasar.. di saat dia hampir kehilangan nyawanya, dia masih sempat membersihkan celananya..

 

Haneul tersenyum menatap Hyesan dari kejauhan. Tiba – tiba Hyesan mengalihkan pandangan ke arahnya. Haneul tersenyum padanya. Hyesan membalas senyuman itu dan mengacungkan jempolnya.

Haneul terkekeh.

 

**

 

Hyesan tersenyum tipis pada Haneul yang sedang duduk di bangku baca perpustakaan. Sudah seminggu sejak pertarungan itu. Mereka sudah kembali ke rutinitas awal.

Hyesan menarik bangku dan menaikkinya, mengambil buku yang terletak di rak paling atas.

 

TAK

 

Mata Hyesan melebar ketika bangku yang di naikkinya patah. Hyesan memejamkan matanya bersiap jatuh.

Dia membuka matanya setelah beberapa lama merasa aneh. Tubuhnya tidak jatuh mengenai lantai yang dingin. Pemandangan yang dilihatnya adalah cengiran Haneul. Hyesan segera berdiri.

“Ah.. gomawo” Hyesan menatap Haneul setelah Haneul menangkapnya sebelum jatuh tadi.

“Lain kali hati – hati” ucap Haneul. “Kau hanya boleh jatuh.. jika ada aku” sambung Haneul. Hyesan merasakan pipinya memanas mendengar ucapan Haneul. “Dan kau hanya boleh jatuh padaku”

Hyesan menoleh. “Karena aku sudah benar – benar jatuh padamu” Haneul menatapnya lembut. Hyesan tertegun. “Dan ku harap kau mau menerimaku” Haneul menggenggam kedua tangannya.

Hyesan berdebar. Dia tau suatu saat Haneul akan mengatakan ini. Dia menunggu dengan sabar. Untuk pertama kalinya, Hyesan bersabar menunggu sesuatu.

Hyesan tersenyum. Kali ini bukan senyuman tipis atau smirk. Tapi sebuah cengiran yang membuat matanya membentuk bulan sabit. Haneul terpana melihatnya.

“Kau.. si bodoh yang berhasil membuatku tidak berdaya..” Hyesan melepas kacamatanya. Haneul menatap lurus ke mata Hyesan. “Ya, aku menerimamu” jawab Hyesan. Masih dengan cengirannya.

Haneul tersenyum lebar. Dia menarik Hyesan dan memeluknya. Hyesan tidak ragu membalas pelukan itu. “Hey” panggil Haneul sambil memisahkan tubuhnya dengan Hyesan.

“Hm?” jawab Hyesan.

“Apa bibirmu masih terluka?” tanya Haneul dengan smirk di bibirnya.

Hyesan langsung menoleh padanya. Menatap lurus – lurus mata Haenul sebelum tersenyum kecil.

“Kurasa tidak”

Dan itu adalah kata terakhir sebelum Haneul menunduk dan menyatukan bibirnya dengan Hyesan. Ciuman yang hangat dan lembut. Tangannya terselip dan memeluk pinggang Hyesan. Buku yang di pegang Hyesan terjatuh. Tangan Hyesan naik dan melingkari leher Haneul. Membalas ciuman Haneul dengan lembut.

 

“EKHEEEMMM!”

 

Haneul dan Hyesan reflek berpisah ketika mendengar suara deheman. Penjaga perpustakaan memperhatikan mereka. Hyesan menelan ludahnya.

“Maaf, tapi disini perpustakaan dan public display affection tidak diizinkan, silahkan cari tempat lain” ujarnya dingin kemudian pergi.

Hyesan dan Haneul berpandangan sesaat. Kemudian menutup mulut masing – masing untuk menahan tawa mereka.

“Ayo pergi..” ajak Haneul, menawarkan tangannya.

“Ayo”

Dan Do Hyesan tidak ragu menerima tangan itu. Dia mengaitkan jari – jarinya di sela - sela jari Kang Haneul.

 

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
VanillaCreamCookie #1
sumpah thor, aku ngefans banget sama Jongsuk dan disini Jongsuknya manis banget. duh beruntung banget itu si Park Kimmi...
friedrice #2
Chapter 3: baru baca sampe chap 3.. bentar ya meninggalkan jejak dulu hahahahaha xD
btw gue jadi agak sensitif dengan lalat..................................
friedrice #3
Chapter 2: uhuhuhuhuhuhuh joongkiii >/////<
friedrice #4
Chapter 1: LALAT................................................ PUHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA
karinoooy #5
Chapter 12: whooooaaaa sidestory nyaaa daebaaak (y)
tsubakitheshawol
#6
Eh ada Park Kimmi yang asli.. si nabilsey
nabilsey #7
Chapter 10: Omg! Kill me right now pls.
delevaprilla #8
Chapter 8: Uwooooo~
Thanks you for updating faster
좋아 XD
Next (y) ^^
delevaprilla #9
Chapter 7: Lanjut lahh.. XD cuss (y)
nabilsey #10
Chapter 5: Wuhuhuhu ternyata kimmi dengan lee jongsuk? Kampret gue gatau!! #brbsearching
Btw daebak thor ceritanya!!!!! Keep writing :D