Keesokan harinya, tepat pada malam setelah selesai memeriksa perusahaan, Krystal harus menghadiri pesta ulangtahun Amber di rumah kakeknya. Antara senang atau sedih, Krystal harus memompa tenaganya untuk berpura-pura menjadi istri sungguhan di depan keluarga Amber.

Sejak kejadian malam hari di balkon penginapan, Krystal tak tahu harus bersikap bagaimana di depan Amber. Rasa canggung tak menentu hinggap di antara mereka. Terkadang Krystal merasakan sesuatu tak beres terjadi begitu saja, termasuk degupan kencang tanpa henti di jantungnya.

"Semua aman, eonnie. Kau pergi dengan suamimu dan aku mengurus semuanya seorang diri."

Wendy menaruh kepalanya di meja rias, mengamati Krystal yang sudah berdandan rapi dengan dress y di atas lutut.

"Suami? Yah, kau bisa anggap seperti itu. Tapi ingat ya---satu-satunya manusia yang tahu pernikahanku dengan Amber hanya sebatas perjanjian adalah kau."

Krystal menekan kalimatnya dengan lugas.

"Perjanjian? Kenapa tidak menikah saja sampai tua? Amber oppa sangat baik padaku. Aku akan sangat bahagia jika dia jadi kakak iparku sungguhan---"

"Wendy, ayolah--"

"Eonnie yang seharusnya berhenti seperti ini. Kalian bahkan terlihat seperti saling mencintai---oh, omo."

Krystal memandang dirinya di depan pantulan cermin. Kalimat dari Wendy mendadak membuatnya berpikir..

"Kau tidak tahu apa-apa, Wendy. Amber tidak mencintaiku. Dia masih mencintai Jessica Eonnie. Ayolah---aku menikahinya bukan untuk---"

"Darimana kau tahu bahwa Amber mencintai Jessica eonnie?"

Wendy berdiri, menghampiri Krystal dan merapikan rambutnya.

"Amber oppa adalah gay sungguhan jika dia tidak menyentuhmu." Lanjut Wendy sambil terkekeh. Mengamati setiap lekuk tubuh Krystal yang kelewat y.

"Ya--entahlah, dia tak pernah menyentuhku."

"Dan kau berharap ia mau menyentuhmu, eonnie?"

Wajah Krystal bersemu merah. Pelukan yang terjadi di antara mereka berdua masih terasa hingga ke tengkuk. Tiba-tiba Krystal merasa sangat rindu disentuh oleh Amber....

◆◆◆

Krystal sudah tiba dan di sambut dengan sangat baik. Semua pegawai  tak satupun tidak menunduk ketika menatapnya. Inilah akibat jika menikahi direktur muda dari perusahaan besar semacam Park Woojin. Kehormatan, harta, dan segalanya nyaris ada. Kendati demikin Krystal masih terus berpikir---kenapa Amber berusaha lepas dari semua ini? Apakah ada hal yang membuatnya tertekan?

"Hei!  Itu Krystal sudah datang, Amber--jemput istrimu dan suruh ia duduk di sini!"

Kakek Woojin nampak sumringah. Amber yang melihat Krystal sudah datang menuruti perintah kakeknya dan menghampiri Krystal.
Tanpa disuruh dua kali, Krystal sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Menarik tangan Amber ke bahunya dan menempel selengket mungkin seperti lem kayu.

"O-omo! Cucu menantuku."

Krystal menghampiri kakek mertuanya dan memberinya kecupan. Semua yang hadir nampak terpesona pada kecantikannya.

"Maaf terlambat." ujar Krystal perlahan, tak lupa ia tersenyum ke arah Amber, sekadar menyentuh pipi atau merapikan rambutnya.

"Tak apa, sayang."
Amber tersenyum. Kedua matanya nampak lelah, entah apa yang sebenarnya selama ini ia hadapi, Krystal merasa iba.

"Oke! Karena cucuku yang berulang tahun sudah hadir, istrinya juga berada di sini--bagaimana kalau kita mulai pestanya?"

Akhirnya malam itu pesta ulangtahun Amber berjalan sangat meriah. Kr