Chapter 04

Touch of Love
Please Subscribe to read the full chapter

 

Sepekan berlalu tanpa perubahan berarti; Minhyuk masih mengabaikannya dan Soojung sedang berusaha membiasakan diri tanpa kehadiran sang Kekasih. Mereka masih berkencan tentu saja, namun entah sampai kapan Minhyuk ingin menghukumnya seperti ini. Sepulang sekolah, terkadang Jiyool tak mendapati lelaki itu berada di rumah. Ia akan pulang saat menjelang malam, menghabiskan waktunya di dalam kamar dan keluar pada saat jam makan malam. Selama di meja makan pun tak ada percakapan yang keluar dari bibirnya. Ia akan menjawab pertanyaan ayah mereka sesingkat mungkin, mengecualikan Jiyool yang membuat gadis itu merasa sesak.

Seumur hidupnya, ini baru pertama kalinya Minhyuk bersikap seperti sekarang. Mulanya, ia selalu mendapatkan perhatian berlebih, Minhyuk selalu menomor satukan dirinya, dan setiap hari dibanjiri pertanyaan oleh sang Kakak. Namun kini—setelah kejadian sepekan lalu—Jiyool rasa ia tak sanggup lagi hidup seperti ini bersama Minhyuk. Ia terbiasa bergantung padanya dan Jiyool ingin Minhyuk kembali menjadi Minhyuk yang dulu.

Kepala gadis itu meneleng ketika pintu depan rumah mereka berayun terbuka, mendapati sosok Minhyuk berjalan menuju kamar tanpa meliriknya barang sejenak. Raut wajahnya tampak datar dan lelah. Jiyool menatap jam yang tergantung pada dinding ruang tamu; menunjukkan pukul enam sore. Embusan napas berat meluncur dari bibir mungilnya, menyadari bahwa Minhyuk terlalu memaksakan diri pada tugas kuliah agar dapat menghindarinya.

“Oppa!” panggil Jiyool sebelum lelaki tersebut masuk ke dalam kamar.

Langkah Minhyuk tercegah, tangannya tak bergerak untuk membuka pintu, tak juga berbalik untuk menatap Jiyool yang kini telah berdiri beberapa meter di belakangnya. Ia memindah beban tubuhnya pada kaki kiri, menunggu Jiyool berbicara.

“Apa kau masih marah padaku?” tanyanya lirih.

Minhyuk mendengus jengah, seharusnya ia tak perlu menanyakan itu karena jawabannya sudah jelas. Ia marah. Sangat marah kepada Jiyool yang telah menghancurkan kepercayaannya. Kini Minhyuk tak bisa merasa tak kuatir setiap kali Jiyool akan pergi bersama Soojung atau teman-temannya yang lain. Sekalipun itu hanya untuk mengerjakan tugas sekolah.

“Maafkan aku, Oppa. Berapa kali harus kukatakan kalau aku benar-benar menyesal? Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Kumohon jangan mengabaikanku seperti ini.” Ujar Jiyool dengan suara bergetar. Pandangannya kabur oleh air mata yang telah menggenangi pelupuknya.

“Malam itu kau juga berjanji padaku.” Nada sarkastik sangat kentara pada suaranya, dan hal itu seakan menampar wajah Jiyool pelak.

Ia menggigit bibir bawah, mencoba sebisa mungkin untuk tak menumpahkan cairan bening tersebut. Memaksa kepalanya agar tak menunduk dan tetap menatap pundak bidang Minhyuk. Kedua tangannya terkepal kuat di kedua sisi tubuh. Bukan, Jiyool bukan marah kepada lelaki itu. Ia masih marah dan juga belum bisa memaafkan dirinya sendiri yang telah menyebabkan semua ini terjadi.

“Tapi kali ini aku bersungguh-sungguh, aku—” Jiyool tak dapat menyelesaikan kalimatnya, ia tercekat oleh tangisannya sendiri. Ini terlalu berat, ia tak terbiasa dengan sikap dingin Minhyuk.

Perlahan, tumit Minhyuk berputar. Ia menatap sosok Jiyool yang kini tengah terisak sembari menundukkan kepala. Bahunya berguncang namun ia tak mengeluarkan suara, membuat napas Minhyuk tercekat di tenggorokan. Tubuhnya menegang, berusaha untuk menahan diri agar tidak memeluk tubuh rapuh itu. Ia tak pernah melihat Jiyool menangis sepilu ini setelah kematian sang Ibu. Ia tahu Jiyool selalu berjuang untuk tampak kuat di hadapannya serta ayahnya. Namun kini, perasaan bersalah seakan menggelayut manja padanya, menusuk setiap inci hatinya setiap kali Jiyool tercekat.

Tanpa ia sadari, kakinya telah melangkah mendekati tubuh Jiyool, menarik lengannya dan melekapnya erat. Membiarkan isakannya semakin menjadi, membiarkannya menangis di balik rengkuhannya, membiarkan kemejanya basah oleh air mata, dan membiarkan Jiyool membalas pelukannya tak kalah erat.

Selama beberapa menit keduanya mematung dalam posisi itu, hingga akhirnya Minhyuk menuntun Jiyool menuju salah satu sofa. Ia menepuk puncak kepala Jiyool, sementara gadis itu mengusap wajahnya yang basah. Kekehan kecil meluncur dari mulut Minhyuk. Tentu ia tak bisa marah lagi pada gadis di hadapannya ini. Mungkin satu pekan sudah cukup membuatnya menyadari seberapa besar kesalahannya kala itu.

“Oppa, jangan mengabaikanku lagi. Kau tak tahu betapa sedihnya aku saat kau tak berbicara padaku dan selalu menghindariku.” Ujar Jiyool sembari mengerucutkan bibir.

Minhyuk tersenyum simpul. “Asalkan kau tak mengulanginya lagi.”

Jiyool mengulurkan jari kelingkinya ke arah Minhyuk. “Kau bisa memegang kata-kataku kali ini.”

Sedianya Minhyuk hanya menatap kelingking mungil Jiyool yang terulur, ia masih belum yakin apakah ia bisa mengembalikan kepercayaannya kepada gadis ini. Namun ketika mendengar Jiyool memanggil namanya lirih, Minhyuk pun mengaitkan jari kelingking mereka. Dan sesaat kemudian, Jiyool tersenyum lebar. Senyum yang sudah sepekan ini tak dilihatnya. Senyuman ringan tanpa paksaan.

“Tapi ingat satu hal; aku memang sudah memaafkanmu, bukan berarti aku sudah memaafkan Sehun ataupun Soojung.” Tambahnya cepat.

“Ke—”

“Aku masih marah pada mereka karena sudah meninggalkanmu sendirian.”

“Tapi apa kau tidak rindu dengan Soojung? Dia sangat kacau setelah kau memutuskan tak ingin bertemu dengannya. Tubuhnya semakin kurus dan aku seakan tak mengenalinya lagi, Oppa.”

Minhyuk tertegun. Ia menatap lantai tanpa fokus pasti. Kalimat Jiyool berputar-putar dalam kepalanya. Jika memang benar apa yang diucapkan Jiyool, agaknya ia takkan bisa memaafkan dirinya lagi. Ia sudah menyakiti dua orang paling penting baginya hanya oleh karena keegoisannya.

“A-aku, akan menghubunginya nanti.” Ujar lelaki itu, lantas bangkit dari duduknya. Ia berjalan meninggalkan Jiyool yang menatapnya bingung sampai sosok itu menghilang di balik pintu kamar.

 

(((*)))

 

Ia dapat melihat perubahan drastis dari Soojung. Pagi tadi ia datang dengan senyum lebar, menyapa Jiyool serta Sehun yang lagi-lagi tengah menduduki bangkunya. Herannya, ia tak mengeluarkan rentetan omelan yang selalu membuat telinga Sehun terbakar. Gadis itu hanya melempar tasnya ke atas meja lalu mendorong Jiyool dengan bokongnya agar ia bisa duduk di sisi sang Sahabat. Alhasil, tubuh Jiyool harus terhimpit di antara Sehun dan Soojung.

Ia tak berniat untuk bertanya karena sepertinya ia sudah tahu apa penyebabnya. Barangkali semalam Minhyuk telah menghubungi Soojung dan menyelesaikan masalah mereka. Memang seharusnya begitu, bukan? Soojung sama sekali tak melakukan kelasahan, Jiyoollah yang berhak mendapatkan perlakuan dingin dari Minhyuk.

Pada waktu rehat, keduanya duduk di salah satu sudut kafetaria sembari menyantap makan siang mereka. Akhirnya, Soojung membuka mulut perihal Minhyuk yang tiba-tiba meneleponnya dan meminta maaf. Mulutnya tak berhenti mengoceh dengan senyuman lebar yang seakan-akan nyaris merobek bibir mungilnya. Sementara Jiyool hanya dapat tersenyum lega sekaligus bahagia lantaran kini semuanya sudah kembali seperti sedia kala. Ia mennemukan keceriaan sahabatnya lagi. Kendati ocehan panjang lebar Soojung sedikit menyebalkan, namun sepekan penuh tak mendengar suaranya tentu membuat Jiyool merindukannya. Biar bagaimana pun, telinganya sudah banyak beradaptasi dengan eksistensi Soojung di sekitarnya selama beberapa tahun terakhir. Oh, ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Minhyuk benar-benar menikahi gadis ini. Apakah kakaknya tersebut sanggup mengatasi omelan Soojung nantinya?

“—jadi akhir pekan nanti Minhyuk Oppa akan mengajakku berkencan ke Lotte World. Oh, aku tahu kami sudah pernah ke sana untuk merayakan seratus hari hubungan kami, tapi apa salahnya bernostalgia, ‘kan?”

Jiyool tersentak kala Soojung menepuk kedua telapak tangannya dengan wajah berseri. Ia terkekeh pelan sembari mengangguk. Agaknya ia akan menghabiskan akhir pekan hanya dengan menonton film-film lawas bersama ayahnya. Semenjak Minhyuk berpacaran dengan Soojung, kegiatan rutin yang selalu mereka lakukan pada akhir pekan jadi berubah drastis.

Jiyool tahu ia bisa saja meminta Sehun mengajaknya berkencan juga. Tentu mereka kerap melakukannya di akhir pekan, namun Minhyuk memberikan batas waktu bagi keduanya. Dan percayalah, Jiyool sudah beberapa kali bernegoisasi dengan Minhyuk untuk memperpanjang waktu kencan mereka, namun berakhir lancut.

Terkadang Jiyool merasa sangat terganggu dengan pribadi protektif sang Kakak. Jika ia bisa mengajak Soojung pergi berkencan sampai larut, mengapa ia hanya boleh pergi dengan Sehun sampai jam enam sore saja? Tentu Jiyool sempat menanyakan hal itu, namun jawaban Minhyuk?

‘Aku masih belum bisa memercayai Sehun sepenuhnya. Dia hanya bocah ingusan, Jing. Sementara aku, Soojung tentu saja akan aman bersamaku meski aku membawanya pergi seharian penuh.’

Oh, Rasanya Jiyool ingin menghantam wajah menyebalkan Minhyuk. Andaikan ibunya masih hidup, Barangkali wanita itu akan selalu memihaknya. Setidaknya karena mereka adalah sesama wanita, Jiyool pikir ia akan mengerti bagaimana perasaannya.

Ia menggelengkan kepala cepat kala dirasa napasnya memberat. Tidak, Jiyool tak boleh menangis di sini. Dan ibunya pasti tak akan suka melihatnya menjadi gadis lemah.

Matanya beralih ke arah pintu kafetaria, mendapati lelaki yang selama sepekan ini lenyap entah ke mana. Jiyool tak mengedipkan mata, napasnya tercekat dan jantungnya berdedup begitu kencang seolah-olah ingin melompat keluar dari rongganya. Ia bergeming, merasa waktu seakan berhenti saat itu juga. Ia tak lagi mendengar suara Soojung, semuanya mengabur begitu saja dan meninggalkan dirinya beserta Jongin yang kini tengah berjalan ke salah satu meja di mana teman-temannya sedang berkerumun.

Penglihatan Jiyool seakan berputar; ingatan-ingatan pada malam itu berkelebat dalam kepalanya—tampak begitu jernih. Ia dapat merasakan hangatnya sentuhan Jongin, seakan-akan ia baru menyentuhnya beberapa menit yang lalu. Jiyool ingat perasaan nyaman yang ia rasakan. Ia ingat bagaimana telapak tangan mereka bertaut erat satu sama lain manakala Jongin menariknya menuju kamar. Dan Jiyool sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya kini.

Ia berusaha mengenyahkan seluruh memori itu, menepuk pipi kanannya beberapa kali serta mengalihkan pandangan sesegera mungkin sebelum Soojung maupun Jongin menyadarinya. Ia hendak meraih jus di hadapannya ketika ia menyadari tangannya bergetar, membuatnya menautkan jari-jemari untuk meredakan kegugupannya.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Malam itu hanyalah kesalahan. Jongin dengan kurang ajar telah mencampakkannya, memanfaatkan ketidakberdayaannya dalam pengaruh alkohol dan mengambil kehormatan Jiyool begitu saja.

Ia berusaha meyakinkan diri bahwa ia membenci Jongin, ia benci lelaki itu sejak awal. Ia benci hingga rasanya ia ingin mencabik-cabik jantungnya. Tapi apa ini? Jiyool tak sedang merindukan Jongin, ‘kan?

“Jing? Kau dengar aku, tidak?” tanya Soojung sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Jiyool.

Gadis itu berjengit. Ia mengelus dadanya karena terkejut oleh ge

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 22: Nice ending...
Kagum banget sama persahabatan mereka...
Walaupun banyak masalah berat yang mereka hadapi, tapi kekuatan persahabatan mereka tetap berakhir manis...
Untung juga kebahagian berpihak pada jongin jiyool...
suthchie #2
Chapter 21: ayah macam apa seperti tuan kim itu...
apa dia ngak takut bakal ditinggal kan orang disekitranya dan hanya hidup dengan kesendirian...
pantas saja jongin jadi seperti itu
suthchie #3
Chapter 20: ayah jiyool sungguh besar hati...
tapi masalahnya dengan sehun gimana
suthchie #4
Chapter 19: menakutkan juga sih kalo bakal ketahuan sama ayah jongin
suthchie #5
Chapter 18: ya ampunnn part ini bikin aku nangis bombai...
sumaph ngak berhenti mengalir
suthchie #6
Chapter 17: ya ampun... ternyata jongin semenderita itu...
suthchie #7
Chapter 16: walaupun hanya sebagai teman dengan sehun, itu sudah cukup...

wow... jadi jongin teman masa kecil jiyool ya...
suthchie #8
Chapter 15: kasihan banget si sehun...
padahal dia sudah berbeesar hati bakal nerima jiyool lagi, taip... yasudahlah
semoga dapat yang lebih baik ya hun
suthchie #9
Chapter 13: kok kadang kotak comments nya ngk muncul ya...

serius nih perempuan itu kakaknya bukan seseorang yang dulu pernah disukai
suthchie #10
Chapter 13: setidaknya jongin memberi kebahagiaan ke jiyool sesekali