Kilas Balik

Like a Drama - versi Indonesia
Please Subscribe to read the full chapter

 

Sorry for Miss Typo n Hope you enjoy it~ ^^

Soundtrack :: 2AM - Consolation

A/N :: Seperti judulnya, Kilas Balik, untuk di awal cerita akan kembali menceritakan apa saja yang Nichkhun lakukan selama 5 hari dia menghilang, dan juga kejadian-kejadian yang sempat diskip di chap 11-13. 

 

...........

~Sedikit Kilas Balik~      

"Kubilang Keluar!" Taecyeon berseru sambil mendorong dada Nichkhun untuk keluar dari kamar 23, lalu menutup pintu tertutup secara kasar.

 

Di lorong asrama namja yang sepi itu, Nichkhun tetap berdiri di sana, di depan kamar 23 dengan kepala tertunduk. Bayangan Wooyoung yang berpaling muka darinya, terus terulang dalam penglihatannya.

 

.

 

.

 

.

 

Kenapa?

 

.

 

.

 

.

 

.

 

………………….

 

“Bersiaplah, kami akan datang untuk menjemputmu,” sebuah suara dari ujung saluran memerintahkan Nichkhun. Tak ada balasan selang beberapa detik kemudian, membuat manajernya yang berada di tempat lain, mengerutkan kening bingung. “Yach, Nichkhun? Kau dengar aku?”

 

Mata Nichkhun yang terarah lurus, ke bawah, ke suasana malam lapangan hijau di tengah-tengah kawasan sekolah Kirin, dari pinggiran pagar pembatas atas atap asrama namja, kelopak mata Nichkhun berkedip pelan, seolah ia baru saja bangun dari lamunannya.

 

“Yach, Nichkhun? Kau masih di sana kan?” sang manajer kembali memanggil.

 

“Hmm..”Nichkhun membalas pelan. Terdengar helaan nafas lega dari sang manajer. Nichkhun menunduk, sebelah tangannya yang bebas dari ponsel, merambat naik meremas berapa helai rambut di atas kepalanya. “Hyung...”

 

Di tempat lain, alis sang manajer terangkat naik dengan heran mendengar suara Nichkhun yang tampak sedikit putus asa. “Ada apa?”

 

“Boleh aku minta satu hal padamu sebelum kau datang ke sini?”

.

 

.

 

.

 

.

 

Pintu kamar 22 dibuka pelan oleh Nichkhun, baru ada sela kecil, pergerakan Nichkhun terhenti saat mendengar suara dari dalam.

 

“Kau jahat.... kau sangat jahat padaku,” suara Minjun bergetar dan parau dalam waktu bersamaan, terdengar begitu terluka.

 

“Mian-”

 

“K-kenapa aku? Kenapa kau melakukan hal ini padaku?”

 

Nichkhun bergeser sedikit, untuk melihat lebih jelas apa yang terjadi di dalam melalui pintu sela yang terbuka tersebut. Ada Taecyeon yang berdiri menghimpit Minjun di dinding, mencoba menenangkan Minjun yang merengek dengan menghapus pelan air mata di pipi Minjun, sambil Taecyeon mengulang berapa kali kata maaf pada Minjun.

 

Tak ada ekspresi berarti dalam wajah Nichkhun. Meski dalam hati ia bertanya-tanya. Mengapa segampang itu Minjun luluh di hadapan Taecyeon dan mau melupakan kebodohan Taecyeon yang selama ini mengabaikannya demi Wooyoung? Dan lucunya, itu semua hanya karena Taecyeon mengulang sebuah kata “maaf” pada Minjun.

 

Entah apa yang merasukinya, membuat Nichkhun malah membayangkan sosok Wooyoung yang menangis di sana, dengan dirinya sendiri yang mencoba menenangkan Wooyoung sambil mengucapkan kata “maaf” karena perbuatannya selama ini.

 

Nichkhun mendengus pelan, menutup matanya sejenak untuk menghilangkan bayangan aneh itu dalam penglihatannya. Ketika ia membuka mata, ia malah melihat Taecyeon dan Minjun berciuman sambil berlinangkan air mata. Hilang sudah niat Nichkhun untuk masuk ke dalam kamar tersebut dan mengambil beberapa barang pentingnya. Ia mundur, menutup pintu, untuk kali ini saja ia mengalah dan membiarkan kedua roommate-nya itu menikmati waktu berdua di dalam.

 

Di luar, Nichkhun bersandar pada pintu. Kepalanya sedikit mendongak, menatap langit-langit koridor dengan pandangan menerawang. Satu hal lagi yang membuat ia bertanya-tanya. Mengapa semudah itu ia membiarkan Minjun tanpa ada rasa sakit lagi yang hinggap di hatinya?

 

Bayangan Taecyeon yang tampak tulus menenangkan Minjun, menghapus air matanya, dengan pandangan lembut yang jelas sekali terlihat oleh Nichkhun dengan siratan sayang yang mendalam, dan juga pandangan Minjun yang lebih hidup dengan siratan harapan yang juga mendalam. Membuat Nichkhun seolah ingin merelakan semuanya. Karena dari awal, dia juga hanya sekedar pendatang yang mampir di antara keduanya, tanpa tahu apa yang sudah dialami Taecyeon dan Minjun selama ini di masa lalu.

 

Dalam diam, Nichkhun menghela nafas pelan.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Sebuah mobil van hitam memasuki kawasan sekolah Kirin pada malam hari, mobil itu berhenti di depan gedung asrama namja. Nichkhun yang sejak tadi berdiri bersandar pada salah satu tiang penyangga gedung di halaman gedung asrama, menoleh. Ia lalu berjalan mengampiri mobil yang kini membuka pintunya.

 

“Mana pesananku?” Nichkhun langsung menagih manajernya. Pria paruh baya itu sedikit mencibir dengan sikap Nichkhun yang tampak memaksa, ia mengeluarkan sebuah krim kecil dari saku celananya dan melemparkannya tepat di tangkapan kedua tangan Nichkhun. “Apa ini bagus?”

 

“Kau meremehkanku?” balas manajernya merasa tersinggung. “Itu krim andalan kami kalau sewaktu-waktu artis kami mendadak terluka. Percayalah, itu cukup ampuh untuk menyembuhkan luka dan menghilangkannya dalam waktu dekat.”

 

“Tidak perih?”

 

“Tentu saja tidak. Cepat pakailah.”

 

Bukannya dipakai, Nichkhun malah berbalik dan berjalan pergi memasuki asrama. Sang manajernya mengernyit heran. “Yach! Nichkhun! Odiega?”

 

Nichkhun mengangkat tangan ringan. “Tunggu aku lima menit lagi, hyung!”

 

“M-mwo?” sang manajer hanya bisa menganga tak percaya dengan sikap Nichkhun yang seenaknya sendiri.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Dalam suasana sunyi kamar 23, dan remangnya pencahayaan yang hanya di isi oleh sinar bulan dari jendela kamar. Tampak Nichkhun berdiri di samping ranjang Wooyoung yang terlelap. Di antara penglihatan yang tak begitu terang, mata Nichkhun mengamati setiap goresan luka lecet di kulit Wooyoung yang terkena cakaran kuku. Rasa bersalah itu kembali muncul dalam benak Nichkhun, bagaimana pun, meski tidak secara langsung, itu semua karena dirinya.

 

Ia sama-sekali tak menyangka ulahnya yang sedikit nakal dan hanya ingin memberikan sedikit pelajaran buat Wooyoung untuk menjauhinya, malah berimbas terlalu jauh seperti ini. Dan mirisnya, ketika Wooyoung tadi memalingkan wajah di hadapannya seolah menolak kehadirannya, malah membuat hati Nichkhun sedikit.... kecewa dan..... terluka.....

 

Nichkhun menghela nafas pelan, ia mengambil krim yang diterimanya dari manajer di saku celananya. Berjongkok pelan di samping ranjang, dan dengan gerakan hati-hati ia mencoba untuk mengolesi krim itu di luka lecet yang tampak pada wajah Wooyoung.

 

Setidaknya, ia ingin melakukan sesuatu sebelum pergi bersama manajernya. Dalam hati Nichkhun meyakinkan dirinya sendiri, ini semua ia lakukan hanya karena ingin bertanggung jawab dengan apa yang ia perbuat selama ini.

 

Hanya itu....

 

.....tak lebih....

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Mobil van hitam itu melaju dengan kecepatan normal di jalanan malam yang tidak terlalu ramai. Kepala Nichkhun bersandar pada tangan yang bertumpu pada pinggiran jendela mobil. Matanya dengan pandangan menerawang, menatap lampu-lampu gedung yang terlewati di sepanjang jalan tol. Berapa kali pun ia mencoba untuk menutup mata, atau sekedar fokus untuk menghitung berapa tiang lampu jalanan yang mereka lewati, pikiran Nichkhun kembali terbayang ke satu objek yang sama....

 

....Wooyoung yang memalingkan wajah di hadapannya....

 

.... Kenapa....

 

.... bayangan itu begitu menganggu dirinya......?

 

Bukankah ia sudah memberikan krim pada luka lecet itu? Tapi mengapa rasa bersalah itu masih saja ada?

 

“Lihatlah, kau jadi trend topik di daum dan twitter.” Manajernya yang duduk di sampingnya, mengacaukan pikiran Nichkhun. Ia menunjukkan jendela web di Iphone pada Nichkhun.

 

Sang artis hanya melirik sekilas, lalu kembali memandang jendela. “Bukan kah itu bagus? Padahal aku sedang cuti untuk sekolah, tapi mereka masih mengingatku.”

 

“Kalau topiknya positif itu bagus. Tapi berita yang tersebar mengenai dirimu dan foto itu sama sekali buruk, Nichkhun!”tegur manajernya. Melihat Nichkhun tampak santai dan tidak mau memikirkan hal itu, membuat manajernya kembali menghela nafas, menahan emosinya. “Sampai kapan kau akan berhenti bermain-main, huh? Dulu skandal panas dengan Victoria. Dan sekarang, kau lagi-lagi lengah dan membiarkan dirimu kembali menjadi korban.”

 

“Ini berbeda hyung,” bela Nichkhun. “Bukan dia yang mulai.”

 

Manajernya mengernyit tak mengerti. “Apa maksudmu?”

 

Bayangan wajah Wooyoung yang merona lucu karena Nichkhun dulu sering menggodanya main-main sambil menyeringai nakal pada namja chubby itu, tergiang dalam benak Nichkhun. “Aku yang menggodanya duluan, hyung....”

 

Dan rahang bawah mulut sang manajer terjatuh, tergantung di udara mendengar pengakuan Nichkhun barusan. “A-apa? Bukan dia... yang merayumu? Seperti Vic?”

 

Nichkhun tak menjawab, bayangannya malah kembali mengingat di mana ia sedang menidih Wooyoung di atas kasur dan memaksakan ciuman itu, tangannya yang bergerak merambat di balik kaos Wooyoung, meraba perutnya dan nyaris merambat di bagian dada, sebelum akhirnya Wooyoung mendorongnya dan menampar pipinya. “Aku bahkan nyaris memperkosanya.”

 

Jika bisa, mungkin rahang bawah sang manajer sudah terjatuh di pangkuannya karena mendengar pengakuan Nichkhun yang bernada santai namun tampak serius tersebut.

 

“Kau sudah gila, Khun....”

 

.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

...............

 

“L-lepaskan! Akghh! Lepaskan aku!” Wooyoung berseru, memberontak, tapi ia kalah jumlah dengan beberapa gadis yang mengelilinginya dan menjambak rambutnya dengan brutal. Menarik kepalanya ke sana–sini dengan tatapan penuh kebencian menghujam pada dirimu.

 

“Dasar namja murahan! Tidak normal! Tidak tahu diri!”

 

Wooyoung menangis, menahan rasa sakit luar biasa ketika mereka mulai mencakar tangannya atau bahkan mulai memukul pipinya dan mencekik lehernya. “H-hentikan....”

 

Tapi mereka tidak berhenti, sedetik pun tak membiarkan Wooyoung bernapas dengan normal.

 

Mata Nichkhun yang melihat itu semua mulai nanar. Ia ingin bergerak mendekat dan menghentikan semua itu, tapi kakinya tidak bisa digerakkan. Taecyeon menghadangnya, menatap tajam Nichkhun, mendesis padanya. “Ingat janjimu Nichkhun! Kau harus menjauh dari Wooyoung!”

 

Suara jeritan kesakitan Wooyoung diantara tangisnya, suara tawa keji dari para gadis penggemarnya, suara desisan kemarahan dari Taecyeon yang menghadang dan menyalahkannya, menjadi satu dalam pendengarnya. Sementara suara Nichkhun sama sekali tak bisa keluar sedikit pun. Mulutnya seolah terkunci, tak bisa bersuara sama sekali....

 

...............

 

Nichkhun membuka matanya dengan panik. Keringat mengalir dengan sendirinya dari kening, karena mimpi itu kembali menghantuinya. Nichkhun bangkit duduk di tempat tidur, nafas sedikit tak beraturan, menghela nafas frustasi, ia meremas rambutnya sambil menunduk.

 

...... rasa bersalah itu makin lama makin dalam muncul di hatinya.....

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Nichkhun berjalan tanpa nafsu menuju dapur dalam apartemen itu. Mengambil segelas minuman untuk sekedar menenangkan dirinya.

 

Suara kunci pintu apartement terbuka dari luar. Nichkhun beranjak dari dapur untuk menemui manajernya yang baru saja kembali. “Hyung, kembali kan ponselku,” pinta Nichkhun langsung.

 

Sang manajer hanya menatapnya sekilas, memberikan tatapan dengan rasa bersalah. “Maaf Khun, tidak sekarang,” tolaknya dan beranjak menuju kamar.

 

“Tapi hyung. Kau sudah mengurungku di sini selama tiga hari. Kapan aku baru bisa kembali ke sekolah?” tuntut Nichkhun.

 

“Kau tak bisa kembali atau pun keluar dari sini kalau suasana di luar sana belum tenang. Para paparazi itu akan terus mencarimu sampai kau mau mengeluarkan statmen tentang fotomu yang beredar itu.” Manajer itu mulai memandang Nichkhun dengan pandangan melas. “Jadi sebaiknya berhentilah bersikap keras kepala. Turuti saja apa yang kami suruh padamu, dan kau bisa kembali bersekolah.”

 

Nichkhun mendengus. “Kau masih ingin menyuruhku berbohong pada mereka?”

 

“Apa yang salah dengan itu? Bukankah kau juga sudah terbiasa membohongi publik? Mengapa sekarang kau tampak keberatan?”

 

“Ini berbeda hyung, dia-”

 

“Korban?” sela sang manajer, sudah hafal dengan jawaban Nichkhun yang berulang-ulang. “Tidak kah kau lihat kalau dirimu di sini juga sebagai korban?” tambah Manajernya. “Dampaknya bahkan lebih besar dari pihakmu daripada dia yang bukan siapa-siapa. Kalau kau tetap bersekeras untuk mengatakan pada publik kalau kau yang menggodanya dan memaksa ciuman dengan seorang namja, image artis malaikat yang kau bangun sejak kecil akan hancur, dan pihak agensi kita akan merugi besar.”

 

“Kalau begitu katakan saja kalau dia pacarku.”

 

“Kau gila!”

 

“Apanya yang salah dengan itu? Bukan kah gay tidak lagi hal tabu dalam negara ini? Senior Yunho dan Jaejong misalnya?”

 

“Tapi tetap saja, masih banyak netizen yang tidak mau menerima hal semacam itu. Apalagi para penggemarmu yang kebanyakan gadis remaja yang menggilaimu. Jangan coba-coba mematahkan hati mereka.” tihtah sang manajer penuh penekanan. “Pokoknya kau akan tetap berada di sini. Pikirkan baik-baik. Kau tidak boleh keluar sampai kau mau mengikuti sekenario yang telah kami buat. Ini semua juga demi kebaikan kita bersama.”

 

Nichkhun tersenyum miring mendengarnya, membiarkan pria yang lebih tua darinya itu berbalik pergi, menghilang di balik kamar. Lihat lah semua ini, orang-orang yang berada di sekitarnya dalam kehidupannya selama ini, tidak lebih dari orang-orang yang penuh dengan kebohongan......

 

.....kecuali satu orang....

 

....dan bayangan wajah polos Wooyoung kembali tergiang dalam benak Nichkhun....

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Jarum jam berdetak sesuai rutinitasnya, menunjukkan waktu telah lewat tengah malam. Minjun terbangun tanpa sebab. Tenggorokannya begitu haus. Ia menoleh ke kanan dan kiri ranjangnya, dan langsung menyadari tak ada siapa pun di dalam kamar ini selain dirinya. Nichkhun tentu saja belum kembali, tapi kemana perginya Taecyeon tengah malam begini?

 

Minjun beranjak ke kamar mandi, sekedar mengecek apa Taecyeon ada di dalam, tapi ternyata itu kosong. Karena penasaran, dan juga khawatir, Minjun memutuskan untuk mengambil sweaternya, lalu keluar kamar, mencari keberadaan Taecyeon di mana.

 

Mengikuti instuisinya, Minjun beranjak keluar gedung asrama, menyusuri jalanan di pinggir lapangan. Sampai ia terhenti ketika matanya menangkap sosok Taecyeon yang duduk di pinggir lapangan, bersama Wooyoung.....

 

.....mereka hanya berdua, duduk berdampingan di tempat sepi seperti itu.

 

Ada rasa sakit yang kembali muncul dalam hati Minjun. Ia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, karena jaraknya yang cukup jauh dari Taecyeon dan Wooyoung yang sama sekali tak menyadari kehadirannya. Tapi melihat mereka yang tampak begitu akrab –dengan Wooyoung yang tak terlihat cemberut dan Taecyeon mengacak rambutnya sambil terkekeh kecil– membuat Minjun menyimpulkan bahwa Taecyeon sangat menikmati waktu kebersamaan yang begitu akrab dengan Wooyoung.

 

Rasa sakit itu kembali menghujam hati Minjun saat perkataan Taecyeon tempo hari kembali tergiang dalam telinganya.

 

".....aku hanya tak ingin kehilangan dirimu lagi, Minjun-ah, tapi aku sendiri juga belum bisa memastikan bagaimana perasaanku yang sebenarnya.”

 

Minjun meremas sweater yang ia gunakan. Tanpa ia minta, lagi-lagi suara Taecyeon kembali tergiang dalam pendengarannya.

 

"Bisakan, kau menungguku sebentar lagi?"

 

Tapi sampai kapan..... menunggumu dengan rasa sakit seperti ini?.....

 

Ini bahkan lebih sakit daripada ketika Taecyeon tak sengaja menyakiti Minjun sebelum  tahu bagaimana perasaan Minjun sebenarnya.

 

Minjun menunduk, ia memilih segera berbalik, tak ingin ia nantinya akan hilang kendali karena melihat interaksi antara Taecyeon dan Wooyoung. Minjun beranjak pergi dari tempat itu dalam keheningan malam, tanpa ada satu pun yang menyadari keberadaannya.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Di sebuah cafe di pinggir jalan, Minjun duduk sendiri di salah satu kursi pengunjung dekat jendela kaca cafe. Menyesap coklat panas yang baru saja dibawakan waitress  padanya. Tak lama, Seulong datang dengan senyuman mengembang, duduk di sebrang meja Minjun.

 

“Maaf, membuatmu menunggu lama.”

 

“Justru aku yang harus meminta maaf padamu hyung. Aku sudah mengganggumu di tengah jadwal kuliahmu.”

 

“Tak apa. Aku sudah selesai kok. Aku malah senang kau mau menghubungiku dulu.” Seulong tersenyum. Ia mengangkat tangan untuk memanggil waitress dan mengatakan minuman plus cake pesanannya. “Jadi, kau ingin cerita apa padaku?” tanya Seulong kembali fokus pada Minjun.

 

“Tak ada. Aku hanya ingin menghabiskan waktu sore ini denganmu.”

 

“Jangan berbohong. Kau tak mungkin ingin sekali bertemu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ruellovcr
#1
Chapter 11: bingung aku sama nichkhun sjksjakjskaj
ruellovcr
#2
Chapter 10: siapa yang nyebarin foto itu deh?? apa jangan2 ada hubungannya sama junho yang nangis?
ruellovcr
#3
Chapter 7: KSKSKSSSKS KACAU ToT
ruellovcr
#4
Chapter 5: chansung sama junho ini kayanya apa2 bisa dibawa ribut melulu ya wkwkwk

oh ya, aku jadi bingung sama nichkhun ... sejauh ini dia lebih milih siapa deh?
ruellovcr
#5
Chapter 4: aku kasian sama nichkhun, tapi kasian juga sama minjun :((
ruellovcr
#6
Chapter 3: baru di chapter ini aja udah gemesin huhuhu
taeckayforever #7
Chapter 3: INI TAUN 2020 DAN AKU BARU BACA, tidak ada harapan lanjut kah? ㅠ.ㅠ
diyoungie #8
Chapter 14: Hai thor, aku kembali di 2019 :) aku tau sih kalo kamu gak bakalan update ff ini, cuma lagi kangen aja sama mereka :')
Amaliaambar
#9
Chapter 14: Aaaaaaaaaaa fix aku baper maksimal paraaahhh, ceritanya ngena banget ih feelnya dapet bgt sumpaaahhhhhhh
aaaah update lg dong author-nim jngn bikin saya mati penasaran, walaupun udh lama update lah author-nim saya penasaran banget bangetan iniiiiii
diyoungie #10
hai thor, aku datang lagi untuk mengingatkan mu agar mengupdate ff ini haha ^^~~~