This is Love (1)

Like a Drama - versi Indonesia
Please Subscribe to read the full chapter

Sorry for Miss Typo n Hope you enjoy it~ ^^

Soundtrack :: 2PM - This is Love

 

...........

 

Salah satu siswi kirin sedang cemberut kesal, dan hampir menangis di tempat saat membaca berita mengenai pernyataan sang artis idola yang kini telah memiliki kekasih sendiri. Seperti kebanyakan fans fanatic Nichkhun, gadis itu merasa hatinya hancur berkeping-keping karena mengetahui sang bias artis yang ia cintai telah memiliki pujaan hati. Rasanya lama-kelamaan, kesedihan berubah menjadi kesal, marah, dan benci pada siapapun yang sudah merebutnya. Well, pikiran naif kebanyakan gadis remaja labil yang terlalu fanatic dengan idolanya.

 

Seseorang menepuk bahunya, menganggu emosinya sedang berkecamuk. Gadis labil itu berpaling, hendak membantak siapa saja yang sudah menganggunya, ketika matanya malah menangkap sosok lelaki tampan dengan postur tubuh tinggi bagus yang tersenyum ramah padanya, terlihat cute dan tampan secara bersamaan.

 

“Chogiyo, apa aku bisa minta bantuanmu?” tanya Jinwoon sopan dengan senyum yang begitu menawan,

 

Seketika mata gadis labil yang sedang mendongak itu langsung berbinar dalam sekejap. Seolah baru saja bertemu dengan pangeran tampan yang turun dari kuda putihnya. “T-tentu,” gadis itu bahkan menjawab dengan pipi yang merona. Dalam sekejap langsung melupakan kemarahannya terhadap kekasih Nichkhun.

 

Ah, dasar anak labil......

 

 

.

 

.

 

.

 

Nichkhun dimarahi habis-habisan. Tapi ia tetap bisa tenang, malah terkesan tak peduli dengan segala ’nasehat’ yang dikeluarkan sang manajer di hadapannya. Pintu ruang tunngu artis yang mereka tempati, terbuka dari luar. Seorang wanita cantik yang tetap terlihat muda diusianya yang ke 40, berjalan masuk diikuti dua wanita asistennya. Nichkhun menunduk menatap lantai di tempat duduknya, tak mendongak atau memberikan salam padanya, ia hanya bisa mendengar ketukan langkah high hells yang mendekatinya, lalu berdiri di hadapannya.

 

”Apa-apaan tadi itu?” wanita itu langsung bertanya ke inti masalah. Nichkhun tak menjawab maupun mendongak pada wanita yang berdiri di hadapannya. Managernya ingin menyela, tapi wanita itu mengayunkan tangan untuk mengisyaratkan manager agar tak mengintrupsi mereka. ”Nichkhun.” suara wanita itu kini terdengar lebih tegas. ”Berdiri sekarang juga!”

 

Nichkhun menghela nafas pelan, ia mengalah, dan akhirnya berdiri menghadap wanita itu, memberikannya tatapan datar tanpa senyuman.

 

”Kau baru saja berbohong ’kan?” ada nada berharap dari suara wanita itu. ”Yang kau bilang di depan kamera itu tadi hanya omong kosong, ’kan?” kini wanita itu mulai menampakkan senyumannya.

 

Ada hening sejenak, sebelum akhirnya Nichkhun buka suara dengan menampilkan wajah datarnya pada wanita yang lebih tua darinya. ”Itu benar..”

 

Senyuman wanita itu lenyap, tangannya melayang, nyaris menampar Nichkhun ketika ia terhenti, dan langsung memegang dadanya sendiri dengan wajah kesakitan.

 

”Nyonya!”

 

Wajah Nichkhun sempat berubah panik. Tangannya nyaris bergerak untuk menangkap tubuh wanita itu yang seperti hendak oleng kebelakang, tapi Nichkhun terhenti, tak melakukannya karena langsung menyadari sesuatu.

 

Kedua asisten wanita itu segera menangkap tubuh nyonya mereka dari belakang dan samping, dan mendudukinya di kursi. ”Anda tak boleh memaksakan diri Nyonya, penyakit anda belum sembuh total.”

 

”Ommona,” wanita itu mulai mengeluh sambil memegang pelipis dan dadanya. Nichkhun hanya memutar matanya dengan gerakan bosan. ”Mengapa aku bisa mengalami cobaan seperti ini?” wajah wanita itu tampak memelas dan ingin menangis di tempat.

 

Nichkhun mendengus sinis, berusaha menahan tawanya. Tak ingin berlama-lama dan melihat sandiwara yang memalukan baginya, ia segera pergi menuju pintu keluar.

 

”Yach, Khunnie, Oddiega?” seru manajernya.

 

Nichkhun membuka pintu, menoleh sebentar ke belakang. ”Aku akan kembali ke sekolah.”

 

”Mwo? Yach!” wanita tadi berseru kencang, sambil memegang dadanya dengan nafas yang memburu karena marah. ”Kau tidak boleh kembali ke sana dan bertemu dengannya! Aku akan segera memindahkanmu ke sekolah yang lebih aman!”

 

Daun pintu dipukul dengan suara keras, terlihat kepalan tinjuan Nichkhun yang menghantam pada daun pintu itu tampak menonjolkan sedikit uratnya di balik kulitnya yang putih. Tak ada yang mengetahui bagaimana ekspresi wajahnya karena Nichkhun berdiri membelakangi semua yang ada dalam ruangan. Tapi nada sinis yang deselai geraman yang dikeluarkan Nichkhun, cukup membuat semua menyadari sang artis sedang marah besar.

”Aku bukan anak kecil lagi. Kau tak bisa mengatur, Mom.”

 

Pintu dibanting tertutup dengan suara keras, meninggalkan semua orang yang tercengang dengan Nichkhun yang pertama kali terlihat begitu marah di hadapan mereka. Sementara wanita berumur 40-an yang dipanggil Mom oleh Nichkhun, hanya menatap datar pada pintu tersebut.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Wooyoung berjalan mengendap, mengintip di balik dinding, melihat keadaan sekitar. Apa sudah aman atau tidak? Tapi sepertinya belum, karena semakin lama semakin banyak teriakan gadis-gadis siswi kirin yang memanggil namanya dengan lantang, sambil mencarinya ke segala tempat. Gadis-gadis itu menjadi semakin gila dan brutal setelah berita itu mulai menyebar dengan cepat.

 

Dalam hati Wooyoung terus merutuki kelakukan Nichkhun yang sudah membohongi publik seenak jidatnya. Jika ia nanti bertemu dengannya, Wooyoung bersumpah akan menendang bokongnya, atau apapun yang bisa membuat ia menghajar lelaki yang suka melakukan sesuatu dengan seenaknya.

 

Wooyoung terlonjak di tempat, nyaris berteriak ketika sebuah tangan menepuknya dari belakang. Ia menoleh dengan cepat dan langsung bernafas lega melihat teman sekelas dance yang tersenyum padanya. ”Minnie, kau sudah membuatku jantungan.”

 

Lee Minyoung (Min miss A), terkekeh tanpa suara. ”Mianhe, aku hanya ingin menolongmu.”

 

”Menolongku?”

 

Min mengangguk semangat. Menarik tangan Wooyoung tanpa izin. ”Ikut aku!”

 

”A-apa? H-hei. Minnie. Tunggu dulu.” entah kenapa, karena suatu alasan, Wooyoung bisa merasakan firasat buruk setelah mendengar tawa jahil Min yang tampak misterius baginya.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

”Wooyoung-ah,” panggil Junho sambil membuka pintu kamarnya. Wajahnya agak panik ketika ia menyadari Wooyoung belum juga kembali ke kamar mereka. Tadinya mereka bertiga —bersama Chansung, lari dari kumpulan gerombolan yeoja gila yang seperti orang kesetanan setelah mendengar berita dari media. Mereka sempat terpisah di tengah jalan, dan kini Junho tidak tahu Wooyoung bersembunyi —atau lebih tepatnya hilang— entah kemana.

 

Bukannya Wooyoung yang ia dapati dalam kamar, Junho malah melihat namja lain yang tidur di ranjang Chansung, berbaring menyamping membelakangi Junho.

 

”Aissh,” Junho berdecak kesal. ”Bisa-bisanya ia enak-enakan tidur sementara Wooyoung belum ditemukan sampai sekarang, teman roommate macam apa dia,” dengusnya mengira namja itu adalah Chansung karena postur tubuhnya dari belakang sangat mirip.

 

Dengan kesal, Junho berjalan menghampirinya, mengambil bantal guling dan segera memukul tubuh tinggi yang berbaring menyamping itu. ”Yach! Pabboya! Bangun!”

 

Jinwoon —namja tinggi itu— tersentak, gelagapan bangun dengan wajah bingung karena ada yang memukulnya. Junho nyaris memukulnya lagi, ketika akhirnya ia melihat wajah linglung Jinwoon bangkit duduk di atas ranjang. Junho mengerjap bingung dengan bantal guling yang terangkat ke atas. Sementara Jinwoon mengucek sebentar mata ngantuknya. Keduanya sama-sama memicingkan mata —dengan bentuk mata yang nyaris sama— menatap wajah asing masing-masing pihak sambil mengernyit heran.

 

”Nuguya?” dua suara berbeda bertanya secara bersamaan.

 

Junho menoleh ke belakang, menatap sepreinya hanya untuk sekedar memastikan kalau dia tidak salah masuk kamar. Ini benar kamarnya, lalu siapa namja asing yang berani tidur di dalam kamar mereka. ”Kau siapa?” Junho mulai menunjuk Jinwoon dengan pandangan curiga. Jinwoon membuka mulut ingin menjawab, tapi Junho segera mendahuluinya. ”Kenapa kau bisa menyelinap masuk ke dalam kamar kami? Jangan-jangan kau salah satu dari mereka yang ingin mencelakai Wooyoung yah? Iya, kan? Pasti kau juga yang kemarin membawakan biskuit racun untuk Wooyoung!”

 

”Huh? Apa? Aku tidak—”

 

”Dasar jahat! Rasakan ini!” dan Junho kembali memukul Jinwoon menggunakan bantal secara brutal.

 

”Akh! Hei! Tung—Akh! Tunggu dulu!”

 

”Tak akan kubiarkan kau jahat pada Wooyoung lagi!”

 

”Y-yach! Hentikan! Aku tidak—Akh!” Junho sepertinya sama sekali tak ingin mendengarkan penjelasan Jinwoon, dan terus memukulnya. Membuat Jinwoon tak bisa berbuat apa-apa kecuali melawan dan bertindak lebih agar Junho mau mendengarkan penjelasan Jinwoon dengan tenang tanpa memukulnya.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Chansung membuka pintu kamar 23 dan memasukinya. ”Junho-yah, kau sudah menemukan Woo—” pertanyaan Chansung terhenti di tengah jalan. Matanya melebar melihat Junho berbaring di atas ranjang dengan lelaki lain yang menindihnya, menunduk di atas wajah Junho dengan jarak wajah di antara mereka berdua yang sangat dekat. ”IGE MWOYA!” wajah Chansung langsung menjadi murka dalam sekejap.

 

Kedua namja di atas ranjang itu tersentak, menoleh secara besamaan. Mata Chansung makin melebar saat menyadari lelaki di atas Junho itu adalah Jinwoon. ”YACH! Apa yang kau lakukan di sini!” Ia menunjuk Jinwoon sambil menatapnya tajam.

 

Jinwoon malah tersenyum senang, bangkit duduk di atas tubuh Junho sambil balas menunjuk Chansung dengan jari menekuk, membentuk pistol. ”Gotcha! Aku mendapatkanmu Chanana!”

 

Ada kedutan urat kesal di pelipis Chansung dengan sikap kekanakan Jinwoon. ”Yach! Apa-apaan kau! Kau pikir kita sedang main petak umpet atau apa? Hah! Kemari kau, dasar sialan!’

 

Jinwoon segera melompat turun dari ranjang saat Chansung berlari menerjangnya, seperti hendak menghabisinya. ”Tunggu dulu!” Jinwoon memprotes dengan wajah yang mulai panik. ”Mengapa kau tiba-tiba marah padaku? Bukannya malah menyambutku dengan baik?”

 

”Untuk apa aku menyambutmu! Aku sama sekali tak ingin melihat wajahmu lagi!”

 

Jinwoon langsung cemberut sedih. ”Kau jahat sekali padaku, hyung~”

 

Chansung memberikan pelototan tajamnya. ”Yach! Kau berhenti bermain-main denganku­—akh!” Chansung terkejut, menoleh ke belakang dan mendapati Junho baru saja melempari kepalanya dengan bantal. ”Junho. Kenapa kau—”

 

”Mengapa kau kasar sekali dengan adikmu?” sela Junho memprotes.

 

Chansung menganga, tak mampu menjawab apa-apa. Ia beralih menoleh pada Jinwoon, yang kini tersenyum penuh kemenangan pada Chansung....

 

Sialan anak itu..... Chansung menggeram kesal dalam hati.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Ada pesan masuk di ponsel Taecyeon. Ia menghela nafas lega setelah membaca pesan dari Min-young kalau Wooyoung sudah aman bersamanya. Pilihan yang tepat dengan membiarkan perempuan yang menyelesaikan masalah sesama perempuan. Toh, tidak semua siswi di Kirin adalah remaja putri labil yang terlalu tergila-gila dengan Nichkhun. Masih ada beberapa siswi yang bisa berpikir lebih dewasa, salah-satunya Min-young, teman dekat Wooyoung dan Junho selain Jokwon di kelas dance. Tidak salah Taecyeon meminta sedikit bantuannya.

 

“Taec?” suara Minjun mengalihkan perhatian Taecyeon dari ponselnya. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Minjun heran melihat Taecyeon berdiri seorang diri di depan pintu kelas musik.

 

Taecyeon tersenyum tipis—sangat tampan— pada Minjun, sambil memasukkan ponsel ke sakunya. ”Aku menunggumu.” Senyuman Taecyeon melebar saat menangkap rona merah kecil yang mampir di pipi putih Minjun, walau hanya sesaat.

 

“Untuk apa?” Minjun mencoba bertanya dengan nada biasa. “Apa ada yang ingin kau bicarakan?”

 

Sebenarnya ada, tapi Taecyeon tak tahu bagaimana memulainya. ”Umm... itu....” Ia mulai mengusap tengkuknya gelisah. ”....aku hanya ingin jalan bersamamu menuju kamar asrama...” pada akhirnya Taecyeon memilih untuk menunda apa yang ingin ia katakan.

 

Minjun tersenyum geli melihat tingkah lucu Taecyeon yang tampak sedikit salah tingkah. ”Ada apa denganmu? Tidak seperti biasanya,” ejek Minjun sambil memukul kecil lengan Taecyeon. ”Jah, kajja.”

 

Taecyeon tertawa kecil, lalu melangkah berdampingan bersama Minjun. Tak ada yang memulai pembicaraan di setiap langkah mereka, tampak sedikit canggung, seperti biasa jika mereka hanya ber

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ruellovcr
#1
Chapter 11: bingung aku sama nichkhun sjksjakjskaj
ruellovcr
#2
Chapter 10: siapa yang nyebarin foto itu deh?? apa jangan2 ada hubungannya sama junho yang nangis?
ruellovcr
#3
Chapter 7: KSKSKSSSKS KACAU ToT
ruellovcr
#4
Chapter 5: chansung sama junho ini kayanya apa2 bisa dibawa ribut melulu ya wkwkwk

oh ya, aku jadi bingung sama nichkhun ... sejauh ini dia lebih milih siapa deh?
ruellovcr
#5
Chapter 4: aku kasian sama nichkhun, tapi kasian juga sama minjun :((
ruellovcr
#6
Chapter 3: baru di chapter ini aja udah gemesin huhuhu
taeckayforever #7
Chapter 3: INI TAUN 2020 DAN AKU BARU BACA, tidak ada harapan lanjut kah? ㅠ.ㅠ
diyoungie #8
Chapter 14: Hai thor, aku kembali di 2019 :) aku tau sih kalo kamu gak bakalan update ff ini, cuma lagi kangen aja sama mereka :')
Amaliaambar
#9
Chapter 14: Aaaaaaaaaaa fix aku baper maksimal paraaahhh, ceritanya ngena banget ih feelnya dapet bgt sumpaaahhhhhhh
aaaah update lg dong author-nim jngn bikin saya mati penasaran, walaupun udh lama update lah author-nim saya penasaran banget bangetan iniiiiii
diyoungie #10
hai thor, aku datang lagi untuk mengingatkan mu agar mengupdate ff ini haha ^^~~~