Chapter 7

The Man Who Came from the Star [BTS VHope]
Please Subscribe to read the full chapter

V terbaring lemah di dalam mobil ambulans. Hoseok masih menunggu dan tidak berhenti menatap V. Ia sama sekali tidak ingin meninggalkan V. Entah kenapa setiap Hoseok meninggalkan V sendiri pasti terjadi sesuatu hal yang tidak baik. Hoseok pun jadi menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya ia saja yang ditembak Yoongi.

"V maafkan aku, kumohon lekas sembuh. Aku ingin melihat lagi senyummu," bisik Hoseok pelan.

V dilarikan ke ruang unit gawat darurat. Hoseok mengikutinya dari belakang tetapi dia dicegah oleh perawat. Alasannya karena saat ini Hoseok juga membutuhkan perawatan pada lukanya. Tapi Hoseok bersikeras untuk masuk, "Biarkan aku bertemu dengan dokter yang mengoperasinya!" katanya.

Hoseok meminta pada dokter yang bertugas untuk berhati-hati ketika akan melakukan operasi nanti, sebab V sedikit berbeda. Dokter hanya perlu mengambil peluru yang menembus organ di area perutnya. Tapi yang menjadi masalah, V membutuhkan transfusi darah karena dia sudah cukup kehilangan banyak darah selama perjalanan ke rumah sakit. Dokter itu agak kesulitan mencari donor darah yang tepat karena golongan darah V tidak cocok dengan golongan darah manapun.

Setelah melakukan sejumlah pemeriksaan, dokter itu akhirnya mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Hoseok. Rhesus darah V negatif. Beberapa organ tubuh V memiliki sedikit perbedaan dengan manusia. Akhirnya diputuskan untuk mentransfusi darah O sebagai donor universal.

Hoseok ingin tetap menunggu dan menyaksikan operasi namun dokter itu menyuruh Hoseok untuk segera melakukan operasi karena dia sendiri juga mengalami luka tembak yang cukup parah.

Operasi yang berlangsung selama hampir 4 jam itu pun selesai. Peluru berhasil diangkat dan V dinyatakan selamat, namun saat ini dia masih membutuhkan waktu untuk pulih. Sementara Hoseok yang juga telah menyelesaikan operasi. Kaki Hoseok dipasang pen. Hoseok dan V dirawat di kamar yang sama, keduanya terbaring di ranjang berbeda dan dibatasi korden. Tapi Hoseok meminta pada perawat yang bertugas untuk menyingkirkan korden itu agar ia bisa terus melihat V.

Selepas perawat itu pergi, Hoseok sedikit memiringkan tubuhnya ke arah V, menatap lekat makhluk asing yang terbaring lemah itu. V hanya tertidur, batin Hoseok. Dia tidak akan mati konyol hanya karena sebuah peluru. Hoseok yakin betul jika V lebih kuat dari apapun.

V akan melewati masa kritisnya.

.

.

.

Keesokan paginya Jimin datang dan sengaja membawakan makanan untuk Hoseok dan V. Hoseok masih belum bisa banyak bergerak karena kakinya dipasang pen, butuh dua hari untuk melepaskannya.

"Ngomong-ngomong bagaimana mengenai kabar si brengsek Yoongi?"

"Dia masih ditahan di kantor hyung."

"Kalau begitu nanti setelah pulang dari rumah sakit aku harus menginterogasinya."

"Tapi kepala inspektur tidak mengijinkan kau melakukannya."

"Waeyo?" alis mata Hoseok terangkat sebelah, merasa tidak puas dengan keputusan kepala inspektur.

"Lebih baik kau menunggu disini hingga V tersadar, biarkan kepala inspektur sendiri yang akan menginterogasi Yoongi hyung. Selain itu identitas V mungkin juga terancam diketahui orang banyak, termasuk wartawan. Jadi biar kami yang mengurus semua ini hyung."

Hoseok merasa lega mendengar penjelasan Jimin barusan. Rupanya orang-orang di kantor dengan suka rela membantu menyembunyikan identitas V dari orang banyak. Beberapa dari mereka memang sudah cukup mengenali V sebagai kriminal distrik 12. Namun karena Hoseok pernah mengatakan kalau V mengalami keterbelakangan mental, jadi mereka berpikir kalau insiden distrik 12 beberapa waktu lalu itu hanya murni kecelakaan mobil, bukan kesalahan yang dilakukan oleh V.

"Terimakasih Jimin! Sampaikan rasa terimakasih ku untuk teman-teman di kantor ya."

"Arraseo! Kabari aku jika V sudah sadar." balas Jimin. Hoseok pun segera mengangguk.

"Eoh hyung!" seru Jimin yang hampir menutup pintu. "Besok Inspektur akan kesini untuk menginterogasi kau."

Hoseok mengiyakan dan melambaikan tangan seraya membalas Jimin yang pamit pergi.

Hoseok bosan berbaring di ranjang, dia segera mengubah posisinya menjadi duduk, kemudian menghela nafas sebentar. Hoseok mencoba untuk berjalan tanpa menggunakan apapun. Bunyi gesekan salah satu pasang sandal yang dikenakan olehnya terdengar putus-putus seiring dengan cara berjalannya yang pincang. Hoseok bersusah payah mengangkat kaki lain yang masih terluka demi menghampiri V yang terbaring di seberang ranjang. Akhirnya Hoseok berhasil mencapai sisi ranjang V.

"Fiuuhhh..." Hoseok kembali mengela nafas dan duduk tepat di samping V. Hoseok mengusap punggung tangan V beberapa kali, "V apa kau sedang bermimpi?" tanyanya.

V tidak menjawab. Ia sama sekali tidak menunjukan perubahan, tetap tertidur dengan damai.

"V bolehkah aku berbaring di sebelahmu?" pintanya. "Aku ingin masuk ke dalam mimpimu."

Hoseok berbaring di sebelah tubuh V, mencari setiap celah sempit dan berusaha mengisi kekosongan disana. Pria itu kembali mengusap tangan besar milik V, Hoseok tidak berhenti menatap V yang masih koma. Perlahan mata Hoseok terpejam, berharap dapat bertemu dengan V di dalam mimpi.

.

.

.

Kepala inspektur Kim datang siang ini untuk keperluan interogasi, seperti yang Jimin katakan kemarin. Hoseok berusaha membungkukan tubuhnya sedikit untuk menyambutnya.

"Jung Hoseok tidak perlu repot," ujarnya.

"Aniyo, aku bisa!" Hoseok berjalan menyeret kakinya menuju kursi.

"Aku sudah mendengar semua kejadian ini, termasuk anak yang bernama V itu," begitu katanya.

Raut wajah Hoseok sedikit cemas, "Kumohon Kepala Inspektur, dia hanya tinggal disini sementara jadi tolong sembunyikan identitasnya dari media!" pinta Hoseok.

"Arraseo, aku juga akan mencari cara untuk menutup kasus ini agar tidak terdengar sampai ke kepala bagian tingkat yang lebih tinggi."

"Lalu bagaimana dengan Yoongi?" tanya Hoseok. "Biarkan aku yang menginterogasi orang itu!" pinta Hoseok.

Kepala inspektur menolak permintaan Hoseok dan sengaja melakukannya karena ia telah mempertimbangkan apabila Hoseok menginterogasi Yoongi nantinya hanya akan ada percekcokan dan emosi. Hoseok hanya bisa menghela nafas mendengar alasan dari kepala inspektur, mungkin ini keputusan yang terbaik.

"Aku yang putuskan eksekusi setelah menginterogasi Min Yoongi."

Selama kurang lebih dua jam Hoseok di interogasi oleh kepala inspektur Kim, tetuanya itu memberi tahu mengenai hasil interogasi Yoongi kemarin.

"Kumohon tolong hukum Yoongi seberat-beratnya!"

"Sejujurnya ini sulit bagiku, karena Yoongi tidak mengingat sebagian hal yang terjadi antara dia dengan V. Hilang ingatan yang dialami oleh Yoongi dapat mengurangi masa hukumannya, karena tim penyidik tidak punya cukup bukti." jelas kepala inspektur.

"Apa? Dia hilang ingatan? Tapi bagaimana bisa?" Hoseok yang mendengarnya seolah tidak percaya. Namun kepala inspektur Kim mengiyakan pernyataan tersebut.

"Tapi... begitu V sadar nanti dia akan memberi tahu semuanya." sergah Hoseok.

"Jung Hoseok, meskipun nanti V sadar tetap saja Yoongi tidak mengingat apa yang terjadi, dia dinyatakan berhasil melewati alat pendeteksi kebohongan. Yoongi tidak tahu menahu soal pertemuan pertamanya dengan V. Tapi dia mengingat pertemuan singkat mereka di jembatan Hannam sebelum teror terjadi dan ketika dia membelikan sebuah ponsel untuk V," jelasnya.

Hoseok sedikit kesal dan merasa kecewa dengan kepala inspektur karena sepertinya beliau tidak mau menunggu V hingga sadar. Tetapi kepala inspektur Kim telah berjanji pada Hoseok untuk sebijak mungkin dalam membuat keputusan mengenai hukuman Yoongi nanti.

.

.

.

Dari toilet Hoseok mengambil sebaskom air hangat yang sudah diberi sabun cair dan handuk kecil. Hoseok membasuh wajah, leher, lengan, telapak tangan, telapak kaki dan seluruh anggota tubuh V dengan lembut.

"Kau harus mandi yah," ujarnya pelan. Hoseok tidak melewatkan setiap bagian dari tubuh V untuk dibasuh, termasuk bagian bawah kuku jarinya yang berwarna ungu pucat seperti kekurangan oksigen. Hoseok juga yang menggantikan pakaian untuk V dan bukannya perawat yang bertugas karena memang dia sendiri yang ingin melakukannya.

Hoseok terus menunggu V di rumah sakit, meskipun sekarang pen-nya sudah dilepas dan ia diperbolehkan untuk tidak menjalani rawat inap lagi. Hoseok sampai lupa kapan terakhir dirinya makan nasi. Makanan rumah sakit yang disediakan untuknya sejak kemarin tidak pernah dimakan. Jimin sempat memarahi Hoseok dan meminta agar ia segera makan. Tapi saat ini Hoseok memang benar-benar tidak nafsu makan. Hoseok cemas karena ini sudah hari keenam tapi V belum tersadar juga.

Hoseok bertanya pada dokter yang menangani V. Dokter itu juga heran karena luka tembak pada V terjadi pada bagian non-vital— berbeda dengan Hoseok dan sebenarnya tidak akan membuat koma hingga beberapa hari. Kemungkinan besar karena V bukan manusia sehingga tubuhnya mengalami reaksi penolakan dari operasi beberapa waktu lalu.

Hoseok terkulai lemas, ia cukup stres melihat V yang tak kunjung menunjukan perkembangan. Kesehatan Hoseok juga semakin memburuk karena ulahnya sendiri yang tidak pernah makan dan minum obat pasca operasi. Tapi melihat V membuat Hoseok semakin kuat untuk bertahan.

Hoseok dan V sudah saling berjanji jika salah satu di antara mereka telah mati terlebih dahulu, maka yang ditinggalkan tidak boleh bertindak konyol.

Dan saat ini Hoseok melakukan hal konyol. Seharusnya Hoseok banyak makan, minum obat-obat yang diresepkan oleh dokter dan terus semangat menunggu V. Bukan menyiksa diri seperti ini.

"V cepatlah sadar, aku yakin kau sedang berjuang sekarang." gumam Hoseok pelan. Hoseok berdoa semalaman hanya meminta agar V cepat sembuh.

.

.

.

Pagi harinya Hoseok ketiduran, ia meraba ranjang tempat V berbaring. Namun ia tidak menyentuh apa-apa. Dengan cepat Hoseok segera bangun dan celingukan. V tidak ada sama sekali disana.

"V?" panggil Hoseok. "V kau dimana?" Hoseok mulai panik.

Bunyi flush toilet terdengar. Hoseok beranjak menuju toilet untuk mengetahui apakah V ada didalam. Hoseok membuka pintu toilet yang tidak terkunci.

Brak. Hoseok melihat V baru saja menaikkan celananya yang agak melorot. Hoseok merasa lega melihat anak itu baik-baik saja. Dia sudah bisa jalan sendiri padahal semalam ia melihat V yang masih terbaring lemah.

"Eoh Hoseok hyung!" mata V membulat, agak sedikit terkejut karena tadi Hoseok membuat gerakan tiba-tiba. V berjalan tertatih-tatih keluar dari toilet sembari menuntun tiang yang dipasang kantung infus. Hoseok segera membantunya berjalan.

"Kenapa kau sudah bisa berjalan sendiri?" tanyanya.

"Aku kan bisa menyembuhkan diri sendiri," jawab V. "Makanya waktu itu aku tidak mau ke dokter tulang karena aku sudah sembuh setelah jatuh di atas mobilmu," sambungnya. Hoseok mengingat kembali kejadian dimana V menolak untuk di rontgen sampai menangis.

"Kalau begitu seharusnya saat itu kau tidak usah meminta belas kasihan dan pura-pura menangis!" balas Hoseok yang ketus. V hanya tertawa kecil melihat Hoseok yang menggerutu.

"Kalau kau butuh bantuan ke toilet seharusnya katakan saja padaku. Kau kan bisa membangunkanku." seru Hoseok sambil menuntun V berjalan.

"Hehe habis tadi kau tertidur pulas sekali, aku tidak tega," jawab V. "Hmm baiklah sekarang aku minta bantuan," Hoseok mengangguk saja tanpa curiga.

"Kalau begitu tolong gendong aku!" pinta V yang manja seraya meregangkan kedua lengannya.

Permintaan macam apa ini? Hoseok jadi merasa sedikit menyesal. Tapi mau bagaimana lagi, demi V. Hoseok merengkuh tubuh V dan anak itu segera melingkarkan kedua lengannya pada leher Hoseok. Hoseok membopongnya hingga ke ranjang, sementara V yang memegang tiang infusnya.

"Hihihi..." V tertawa kecil melihat Hoseok yang susah payah membopongnya dengan wajah bete.

"Sebenarnya saat tadi aku berjalan ke toilet bagian perutku yang ini masih terasa sakit," seru V yang menunjuk bagian bawah perutnya.

"Jelas saja terasa sakit karena kau terkena luka tembak! Untung saja dokter bisa mengangkat peluru yang tertancap didalamnya" ujar Hoseok seraya menurunkan tubuh V perlahan. "Kau jangan terlalu banyak bergerak nanti kalau luka jahitannya robek bagaimana?"

V hanya membalasnya dengan cengiran

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet