I'm sorry

god play a game on our destiny

-2PM-

 

Sepanjang perjalanan pulang, Wooyoung tidak berbicara sepatah kata pun, begitu pula Nichkhun. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing. Perasaan mereka berkecamuk bagaikan badai yang menerjang tebing di tepi pantai.

 

Bahkan sesampainya mereka di rumah, tidak ada yang mengeluarkan suara. Keduanya diam seribu bahasa sampai akhirnya Wooyoung memecah keheningan diantara mereka berdua.

 

“Hyung…” Panggilnya ragu, setelah Nichkhun menuntunnya ke dalam kamarnya.

 

“Hmm?”

 

“Apakah Junho yang tadi kalian bicarakan adalah Junho yang aku kenal?” Wooyoung berusaha menjaga suaranya tetap datar.

 

Nichkhun menghela nafas berat. Ia pun tahu bahwa tidak mungkin menyembunyikan kebohongan selama-lamanya. Cepat atau lambat semua pasti akan terbongkar dan Nichkhun tidak ingin Wooyoung mendengarnya dari orang lain. Ia ingin menjadi orang yang menyampaikan kebenaran yang menyedihkan ini. Kebenaran yang membuatnya hidup dalam rasa bersalah, kebenaran yang telah menyakiti banyak orang.

 

Kaki Nichkhun melangkah mendekati Wooyoung. Ia duduk di kasur tepat di sebelah Wooyoung. Tangan kanannya meraih tangan Wooyoung, meremasnya pelan.

 

“Wooyoung-ah, maukah kau mendengar pengakuanku sampai akhir?”

 

“P-Pengakuan?” Suara Wooyoung sedikit bergetar. Selama beberapa minggu belakangan ini, Wooyoung sudah banyak berpikir. Ia sudah memperkirakan, atau lebih tepatnya menduga, apa yang sebenarnya terjadi di sekitarnya. Meskipun ia tidak bisa melihat, hatinya tetap masih bisa merasakan.

 

“Tolong dengarkan saja sampai akhir, kumohon… Setelah itu, barulah kau boleh men-judge-ku sesukamu.”

 

Nichkhun menganggap diamnya Wooyoung sebagai persetujuan.

 

“Sebelum kecelakaan yang menimpa kita, aku memiliki seseorang keberadaannya sangat berarti bagiku. Meski semua orang takut padanya karena sifatnya yang keras, tanpa sengaja aku menemukan sisi lembut dalam dirinya. Entah mengapa, sisi dirinya yang tidak banyak diketahui orang-orang itulah yang membuatku tertarik padanya. Perlahan-lahan, aku berhasil membawanya kembali ke jalan yang benar. Orang-orang bilang, aku lah yang mengubahnya. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Kenyataannya, dia juga mengubahku. Aku yang cuek dan tidak peduli sekalipun ada orang yang pingsan di depanku, tidak bisa membiarkannya berada di jalan yang salah. Aku yang jarang tersenyum justru tak bisa berhenti tersenyum setiap melihat dirinya.”

 

“Maafkan aku Woo, karena memintamu bertunangan denganku meskipun aku masih memiliki perasaan terhadap orang itu. Dia adalah cinta pertamaku, dan akan selalu seperti itu.”

 

Wooyoung tertegun. Meski ia sudah menyadari sebagian dari cerita Nichkhun, rasanya tetap berbeda saat ia menceritakannya seperti sekarang ini. Wooyoung ingin sekali menanyakan berbagai pertanyaan, namun mulutnya hanya terbuka sedikit tanpa mengeluarkan suara.

 

“Dia adalah Junho, orang yang kita kenal.” Nichkhun menyuarakan salah satu jawaban dari banyaknya pertanyaan di kepala Wooyoung.

 

“Selama lima tahun terakhir ini, aku tulus menjaga dan menyayangimu. Aku tidak berakting atau pun bohong saat aku berjanji akan selalu bersamamu, bahwa kau masih memiliki aku di dunia ini. Aku sangat menikmati saat-saat kebersamaan kita. Namun aku bohong jika berkata aku tidak punya maksud lain.”

 

“Sebagian kecil dari diriku merasa bersalah padamu. Kecelakaan yang menimpa kita bukan salahku ataupun salahmu. Saat itu kita hanya kurang beruntung. Hanya saja telah terjadi ketidakadilan saat itu.”

 

Nichkhun diam sejenak, berusaha memilih kata yang tepat untuk menjelaskan semua ini.

 

“Ayahku sangat menyayangiku sampai-sampai ia tega mengambil milik orang lain demi anak satu-satunya. Aku benar-benar membenci diriku yang begitu lemah dan tak berdaya. Sebelum kau sadar dari kecelakaan, aku hidup dalam ketakutan terbesar seumur hidupku. Aku marah pada diriku sendiri. Aku merasa begitu ceroboh karena melibatkanmu dalam kecelakaan itu, rasanya seakan aku hampir membunuh orang.”

 

“Sebulan setelah kita keluar dari rumah sakit, aku mendengar fakta yang mencengangkan. Rasa bersalahku terhadapmu semakin besar. Aku memikirkan berbagai cara untuk mengurangi rasa bersalahku. Karena itulah aku memintamu bertunangan denganku. Aku merasa bertanggung jawab terhadap dirimu seutuhnya. Aku… telah memiliki sesuatu yang seharusnya tidak menjadi milikku.”

 

“Saat kecelakaan itu, seharusnya akulah yang tidak bisa lagi melihat. Maafkan aku Wooyoung-ah. Tolong jangan pernah menyalahkan atau membenci ayahku. Sebagai gantinya, kau bisa membenciku.”

 

Wooyoung tak bisa berkata apa-apa lagi. Dalam sekejap, pikirannya menjadi kosong. Seperti ada petir yang menyambar di belakangnya, ia bahkan tidak lagi merasakan air matanya mengalir deras.

 

Hati Nichkhun mencelos melihat namja di hadapannya menangis dalam diam.

 

“Ke-Kenapa kalian tega melakukan hal itu padaku?”

 

“Benar-benar kejam… Kalian semua bukan manusia!”

 

Suara Wooyoung yang mulai meninggi. Badannya bergetar hebat.

 

Tangan Nichkhun menyentuh pundak Wooyoung, hendak merangkulnya. Tapi Wooyoung menepisnya dengan keras.

 

“Jangan menyentuhku…”

 

“Pergi…”

 

“Woo tenanglah, kumohon…” Pinta Nichkhun.

 

“Kubilang pergi! Keluar dari kamarku!” Teriak Wooyoung.

 

“A-Aku ingin sendirian…” Ucap Wooyoung pelan.

 

Dengan berat hati Nichkhun melangkah keluar, meninggalkan Wooyoung dalam kegelapan kamarnya.

 

-2PM-

 

“Apa Wooyoung memakan makanannya?” Tanya Nichkhun. Ia mencegat salah satu maid nya saat ia baru keluar dari kamar Wooyoung.

 

“Ne, meski tidak habis tapi tuan Wooyoung memakannya.” Jawab maid itu sopan.

 

Nichkhun menurunkan tangannya, membiarkan maid itu pergi. Sudah tiga hari ini Wooyoung mengurung dirinya di dalam kamar. Nichkhun tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun ia sangat khawatir, ia merasa tidak punya hak untuk menghibur Wooyoung. Bagaimana bisa ia menghibur orang itu? Dialah yang telah membuatnya melalui semua ini, membuatnya menderita.

 

Tatapan Nichkhun terpaku pada pintu cokelat dihadapannya. Tangannya melayang di udara sesaat, hendak mengetuk pintu.

 

"Kalian semua bukan manusia!"

 

Kata-kata Wooyoung selalu terngiang di telinganya. Nichkhun kembali menurunkan tangannya dan melangkah pergi.

 

‘Dia butuh waktu…’ Tekan Nichkhun lebih kepada dirinya sendiri.

 

Seminggu setelahnya, Wooyoung kembali seperti biasa. Ia mulai keluar dari kamarnya, berbicara dengan semua orang yang ada dirumah itu. Semuanya kecuali Nichkhun. Wooyoung benar-benar menganggapnya tidak ada.

 

Saat mereka sarapan pagi bersama, Wooyoung terus berbicara dengan maid yang berada di ruangan itu. Setiap kali Nichkhun memanggil namanya, ia malah mengajak bicara orang lain. Suasana begitu menegangkan, baik bagi Nichkhun maupun maidnya.

 

“Wooyoung-ah,” Panggil Nichkhun saat Wooyoung berjalan ke kamarnya.

 

Wooyoung berhenti sesaat, membuat Nichkhun ikut berhenti di belakangnya. Namun sedetik kemudian ia kembali melangkah seolah ia tidak mendengar apapun.

 

Nichkhun yang sudah tidak tahan dengan keadaan ini memegang tangan Wooyoung yang berada di dinding. Ia lebih berharap Wooyoung akan marah padanya secara verbal, memakinya, mencemoohnya, menghinanya, atau apa pun. Diamnya Wooyoung terasa sangat menyiksa bagi Nichkhun. Ia lebih baik menerima pukulan Wooyoung saat itu juga.

 

Tadinya Nichkhun berharap Wooyoung akan berbicara padanya jika ia menahan tangannya. Apapun walaupun sekedar “lepaskan.” atau “pergi dariku.” atau bahkan sekedar teriakan. Nichkhun rela menukar apa pun miliknya hanya untuk sekedar membuat Wooyoung kembali berbicara padanya. Namun Wooyoung tetap tidak mau menganggap Nichkhun ada. Ia hanya berusaha menarik tangannya seolah-olah tangannya hanya tersangkut sesuatu.

 

Nichkhun tak bisa merasa lebih putus asa dari saat sekarang ini. Ia melepaskan tangan Wooyoung dengan pandangan terluka. Nichkhun hanya memandang punggung Wooyoung yang berjalan menjauhinya.

 

“Aku bisa mengerti kebencianmu padaku. Tapi kumohon,”

 

“Jangan mengacuhkan aku seperti ini. Jangan menganggapku tidak ada. Bicaralah padaku sedikit saja.” Ucap Nichkhun pelan.

 

Hati Wooyoung berdesir saat mendengar kata-kata Nichkhun. Ingin rasanya ia berlari kearahnya, memukulnya, mengeluarkan semua caci maki yang ada di kepalanya, menangis di depannya. Tapi ia tidak bisa.

 

‘Kau benar-benar orang paling bodoh di dunia ini, Jang Wooyoung. Bagaimana bisa kau jatuh cinta dengan orang yang merenggut kehidupanmu.’ Pikir Wooyoung pilu sambil mengusap air mata yang jatuh ke pipinya.

 

-2PM-

 

Operasi Junho berjalan lancar. Setidaknya begitulah yang dikatakan Minjun padanya.

 

“Delapan jam lagi ia akan sadar.”

 

Kata-kata Minjun mengangkat sebagian beban dari pundaknya. Namun setelah delapan jam berlalu Junho tidak juga sadar. Chansung mulai merasa khawatir.

 

“Hyung, kenapa Junho belum sadar juga?” Tanyanya pada Minjun. Kekhawatiran dalam suaranya terdengar sangat jelas.

 

“Delapan jam itu hanya perkiraan Chansung-ah. Beberapa pasien membutuhkan waktu lebih lama atau lebih cepat. Tunggulah sebentar lagi.” Jawab Minjun.

 

Chansung kembali menunggu dan terus menunggu. Dua hari kemudian, Junho dinyatakan koma.

 

Selama sepuluh hari Chansung tidak pulang ke rumah. Ia masih setia menunggu Junho sadar. Ia tidak menghiraukan tatapan para suster dan dokter yang menatap aneh padanya. Pakaian Chansung tidak berubah dari hari ke hari. Rambutnya berantakan. Wajahnya terlihat mengerikan dengan lingkaran hitam disekeliling matanya.

 

Minjun berkali-kali menyuruh Chansung untuk pulang.

 

“Tidak ada yang bisa kau lakukan disini. Pulanglah, tubuhmu butuh istirahat. Aku akan mengabarimu begitu Junho sadar.”

 

“Aku baik-baik saja hyung. Aku hanya akan disini sehari lagi.”

 

Jawaban Chansung selalu sama setiap harinya. Ia hanya akan berada disini sehari lagi. Sehari lagi. Sehari lagi…

 

Pintu ruangan terbuka, namun itu tetap tidak membuat Chansung berpaling. Ia duduk disebelah tempat tidur Junho, memandanginya seperti yang biasa dilakukannya selama sepuluh hari belakangan.

 

“Kupikir Minjun bohong saat ia bilang kau tidak beranjak meninggalkan Junho semenit pun.”

 

“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Chansung sinis tanpa menoleh ke lawan bicaranya.

 

“Menjenguk’nya’. Tidak boleh ya?”

 

Namja beralis tebal yang baru saja masuk itu menaruh tiga tangkai bunga tulip berwarna orange kedalam vas bunga yang ada disebelah Chansung.

 

Chansung mendesah pelan, tak ingin berdebat dengan siapa pun. Ia terlalu lelah untuk itu.

 

“Bagaimana keadaannya?” Tanyanya.

 

“Aku tahu kau sudah bertanya pada Minjun-hyung sebelum kau kesini.”

 

Nichkhun mengangguk, “Kau benar.”

 

“Kau terlihat mengerikan.” Komentar Nichkhun.

 

Chansung tidak mengindahkan kata-kata Nichkhun.

 

“Pulanglah, setidaknya ganti bajumu yang lusuh itu.” Ucap Nichkhun. Ia menyadari bahwa Chansung masih mengenakan kemeja yang sama seperti saat terakhir ia dan Wooyoung melihatnya.

 

“Aku, tidak ingin dia sendirian.” Ucap Chansung. Entah mengapa ia merasa begitu jujur dan terbuka dihadapan orang yang ia benci beberapa waktu lalu itu.

 

“Aku bisa menggantikanmu menjaganya.”

 

“Junho… Tidak akan suka melihat orang lain menderita karena dirinya.” Ucap Nichkhun saat Chansung tidak menjawab tawarannya.

 

“Kau tentunya tidak mau dia melihatmu seperti ini ketika ia sadar nanti.”

 

Chansung menatap sebal pada Nichkhun untuk pertama kalinya sejak Nichkhun masuk ruangan itu.

 

“Mudah bagimu mengatakannya.”

 

Nichkhun tersenyum geli melihat respon Chansung.

 

“Junho akan segera sadar. Aku yakin itu. Ia tidak suka membuat orang lain khawatir.”

 

“Ia anak yang tangguh. Ia bahkan pernah mengalami yang lebih buruk dari ini.” Tambah Nichkhun.

 

Chansung tersenyum getir, menyadari perbedaan dirinya dengan Nichkhun yang tidak akan pernah bisa ia lampaui. Nichkhun mengenal Junho lebih lama dibanding dirinya.

 

“Aku akan menjaganya malam ini. Pulanglah. Istirahatkan dirimu.”

 

“Terima kasih, aku baik-baik saja. Lagipula aku berjanji tidak akan pernah meninggalkan dirinya.” Tidak ada sindiran yang biasanya dilontarkan Chansung pada Nichkhun. Kata-katanya tulus dari dalam hatinya.

 

“Datanglah besok pagi dengan keadaan lebih baik. Keberadaanmu saat ini memancarkan aura gelap yang buruk bagi kesehatan Junho.” Ucap Nichkhun serius.

 

Chansung merasa seperti orang bodoh jika terus berdebat dengan semua orang mengenai hal ini. Ia beranjak dari tempat duduknya.

 

“Aku akan kembali besok subuh. Telepon aku jika ada perkembangan.”

 

Chansung berjalan keluar ruangan. Sebelum ia benar-benar pergi, ia mengintip dari balik pintu. Sosok Nichkhun duduk di sebelah Junho menggantikan dirinya. Tangan Nichkhun menggenggam tangan Junho. Keduanya terlihat serasi.

 

Cara Nichkhun memandang Junho membuat dadanya terasa sesak. Ingin rasanya ia menyangkal ikatan diantara kedua orang tersebut, namun indera visualnya membenarkan segalanya. Chansung tertawa getir, memaksakan kakinya terus berjalan dengan kedua tangannya yang terkepal kuat.

 

-2PM-


Author kembali =]

Sebenernya author mau hiatus dulu selama 2 bulan kedepan, cuma ternyata author Chanhotoro berhasil bikin author jadi pengen nulis gara-gara baca FF nya yang "Twin Brother". Huhu T.T

Dan,, berhubung minggu ini tugas kuliah author ga sebanyak biasanya makanya author bisa kembali menulis cerita ini hehe

Gimana ceritanya? Keren ga? Haha author ga nyangka ada beberapa yang upvotes cerita ini. Seneng banget liatnya wkwk *Maafkan, author lagi narsis*

Ada yang bisa nebak kelanjutan ceritanya? #GaAdaDongPlis

See You Soon ~^^~

Saran dari author:

1) Comment lah apabila kamu sudah selesai baca chapter ini :)

2) Subscribe lah apabila kamu penasaran dengan kelanjutan cerita ini

3) Upvote lah apabila kamu merasa cerita ini keren banget kekeke >.<

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
eyessmile14
#1
I dont have karmas yet to vote this fic up btw T^T
eyessmile14
#2
Chapter 13: Seriously, suka banget sama ff ini, author kid. Baru nemu :"D kapan lg bikin ff kaya gini. Kalo boleh kasi kritik, saya rasa alurnya agak sedikit cepat thor penyelesaian masalah chanwoo khunho. But overall, this is good. <3
sabrinanunneo #3
Chapter 13: AHHH SO SWEET BANGEYYYYSSS. UNTUNGLAH TAK ADA YG TERSAKITI DISINI... BTW CHAP NYA KURANGBPANJANG BUAT ENDING LOL... THOR GUD JOBB DEH... THOR EEQUEST DONK.. BUAT CERITA SEGITIGA TAPI OBJEK PREBUTANNYA SI JUNHO.... PLEASEEE.. KHUN WOO RIVAL SERU JUGA.... HEHHEHE
shaxobyarm #4
Chapter 13: khunwoo! chanho! horee!!

so sweet ending
HottestKY #5
Chapter 12: what is this? -_- i want khunyoung!
myrajunho
#6
Chapter 12: I vote forKhunHo ♡
casslah #7
cam back and upvoted! weehoooooooo!