Meeting between us

god play a game on our destiny

Namja besar bernama Hwan Chansung menjejakkan kakinya untuk pertama kalinya di Seoul. Suasana malam dengan gemerlap lampu warna-warni menghiasi sederetan toko, sangat berbeda dengan Busan, kota kelahiran Chansung. Di Busan toko-tokonya hanya diterangi lantera-lantera malam. Namun karena itu, di malam hari kita bisa melihat bintang-bintang bertebaran di hamparan langit yang luas.

 

Chansung mengeluarkan handphone dan selembar kertas dari sakunya.

 

‘Scholarship in Sowon University, Hwan Chansung, Accepted.’

 

Di balik lembar tersebut tertera sederet nomor, ‘Kim Minjun 08888xxxxx.’. Nomor itulah yang sedang dihubungi Chansung saat ini.

 

“Hyung, aku sudah di Seoul.” Hanya itu kalimat yang diucapkan Chansung. Selebihnya iya hanya mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari kakak kelasnya sewaktu SMA dulu.

 

“Arra, aku akan segera kesana hyung. Gomawo.” Chansung mengakhiri pembicaraannya di telefon.

 

-2PM-

 

“Chansung-ah,…”

 

Beberapa detik setelah Chansung mengetuk pintu apartement Minjun, ia langsung mendapat pelukan hangat dari sahabat baiknya.

 

“Bogoshiposo…” Minjun membantu membawa koper-koper Chansung ke dalam apartementnya.

 

“Nado hyung, hahaha…” Chansung melepas sepatunya dan masuk ke dalam.

 

“Sejujurnya aku sedikit kaget waktu tahu kau mendapat beasiswa di Sowon university.” Kata Minjun jujur sambil mengambil dua kaleng cola dari kulkasnya.

 

Chansung dan Minjun, keduanya duduk di sofa dengan televisi menyala di hadapan mereka. Minjun memberikan salah satu cola kepada Chansung.

 

“Tekad mengalahkan segalanya hyung.” Ucap Chansung dengan cengiran khas nya.

 

“Yah kau benar. Tapi ini adalah Sowon university, universitas dengan grade terbaik di Korea dan masuk peringkat 35 besar di seluruh dunia.” Kata Minjun lebay.

 

“Hyung kau menyakiti perasaanku.” Ucap Chansung pura-pura tersinggung.

 

“Sungguh aku benar-benar tidak menyangka Chansung-ah. Kalau yang mendapat beasiswa itu Wooyoung aku masih bisa percaya. Tapi kau?? Namamu bahkan tidak pernah absen dari deretan nama murid yang harus mengikuti pelajaran tambahan di liburan musim panas ataupun musim dingin.” Ucap Minjun panjang lebar.

 

Chansung terdiam, kepalanya tertunduk kebawah. Minjun langsung menyesali perkataannya barusan, sepertinya ia telah salah menyebutkan nama seseorang.

 

“Apa hyung benar-benar tidak pernah mendapat kabar darinya?” Tanya Chansung tanpa mengangkat kepalanya.

 

Minjun yang tahu kemana arah pembicaraan ini menjawab,

 

“Mianhae Chansung-ah, tapi dia benar-benar tidak menghubungiku sama sekali. Dia menghilang begitu saja dari kita.”

 

Sedikit banyak Minjun mulai memikirkan sahabatnya yang menghilang hampir setahun lalu lamanya. Chansung, Minjun dan Wooyoung adalah sahabat sejak SMP. Meski umur mereka tidak sama, mereka selalu bersama-sama saat jam istirahat. Minjun bahkan selalu menjadi penengah setiap kali Chansung bertengkar dengan Wooyoung.

 

“Jangan-jangan kau masuk Sowon university karena…” Minjun menerka tapi Chansung keburu menyela perkataannya.

 

“Aku akan mencarinya di Seoul. Aku yakin ia ada di Seoul namun entah mengapa ia tidak bisa menghubungi kita.” Ucap Chansung yakin.

 

“Chansung-ah, kau masih….” Minjun menggantung kata-katanya namun Chansung mengerti maksudnya. Ia mengangguk pelan.

 

“Dia selalu ada disini hyung, tak ada seorang pun yang bisa menggantikannya.” Kata Chansung sambil menunjuk dadanya.

 

-2PM-

 

“Junho-ya, aku tahu saat ini kau sedang lelah. Tapi usahakan untuk tersenyum karena akan ada banyak fans yang menunggumu di bandara, arrachi?” Ucap Chansung.

 

“hmm…”

 

Junho hanya bergumam tak jelas, tanpa memperdulikan Chansung disebelahnya. Sejujurnya rasa lelah di tubuhnya tidak seberat rasa lelah di pikirannya. Sejak pesawat take off menuju Thailand pikiran Junho tidak bisa tenang. Memori masa lalu terputar di kepalanya tanpa bisa dihentikan Junho.

 

“Aku mencintaimu Junho-ya, tidak bisa kah kau melihat itu? Aku akan menjadi pelindungmu, penyembuhmu, pelita dalam hidupmu, segala-galanya. Karena itu, jadilah namjachingu-ku. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu.”

 

-2PM-

 

“Hyung palli…” Kepala Jang Wooyoung muncul di depan pintu kamar Nichkhun, mengagetkan sang penghuni kamar yang sedang ganti baju.

 

“Woo kenapa kau naik keatas? Kan sudah kubilang untuk tunggu dibawah saja.” Nichkhun menghampiri Wooyoung, membantunya duduk di kasurnya.

 

“Habis hyung lama sih, nanti kita terlambat.” Kata Wooyoung.

 

“Konsernya baru mulai dua jam lagi Uyoung... Kau benar-benar nge-fans sama Junho ya??” Tanya Nichkhun sambil merapikan kemejanya, kemudian memasukkan berbagai barang ke dalam tasnya.

 

“ne, aku sudah mendengarkan semua lagunya, sangat bagus. Liriknya juga sangat bermakna, begitu menyentuh. Hyung juga fansnya kan? Aku sering mendengar lagu-lagu Junho diputar di kamar hyung.” Tanya Wooyoung. Tangannya dimasukkan ke dalam saku jaketnya, mengecek apakah lembaran kertas kecil masih ada disana apa tidak.

 

Nichkhun tersenyum lembut sebelum berkata,

 

“ne…”

 

‘fansnya bahkan sejak sebelum debutnya.’ Tambah Nichkhun dalam hati.

 

 “Ayo kita berangkat Uyoungie…” Nichkhun menggandeng tangan Wooyoung.

 

-2PM-

 

Suara riuh di tengah keramaian memenuhi pendengaran Wooyoung. Suara sang penyanyi yang diiringi alunan musik yang lembut, suara sebagian penonton yang ikut bernyanyi bersama, atau sebagian lagi yang berteriak menyebut nama sang idola.

 

I’ve been waiting for this moment , you know, right?

The thing that I want to do with you right now

That shining necklace, I’m putting diamond ring on your finger

However, I did that to satisfy your heart

Right now, back step, look! Up, down.

 

Wooyoung menikmati suasana malam ini. Menurut Wooyoung, musik selalu bisa membuat siapa saja merasa lebih baik terutama dirinya.

 

I’m coming to this direction

Tonight, for the sake of you, just for you

I’m shy to approach you

You’re too adoreable, I’m going crazy

I want you to feel my emotions

Just do it slowly, I will treat you kindly

To make you feel my love

Just leave that to me, my emotions

Don’t worry, honey if you close your eyes, I’d do it gently.

 

“Hey lihat, Junho-oppa menangis bukan?” Tanya seorang yeoja yang duduk di sebelah Wooyoung pada temannya.

 

“Iya, aigoo kenapa Junho-oppa sampai menangis??” Balas teman yeoja itu.

 

Wooyoung menoleh kearah Nichkhun yang duduk di sebelahnya,

 

“Hyung, apa Junho benar-benar menangis?” Tanya Wooyoung.

 

Nichkhun terdiam beberapa detik sebelum menjawab,

 

“I-iya.”

 

-2PM-

 

Junho berjalan keatas panggung, hendak menyanyikan 2 lagu terakhir sebelum showcasenya berakhir. Ia menatap keseluruh penjuru stadium, menatap puas wajah-wajah para fansnya yang ceria dan bahagia. Junho mengambil gitar yang sudah disediakan para kru didekat kursi bulat. Ia duduk disitu dan mulai memainkan melodi intro. Permainan gitar solo Junho tak berlangsung lama karena ia mulai bernyanyi salah satu lagu ciptaannya ‘Close Your Eyes’.

 

Matanya menatap lurus kearah penonton, seperti biasanya. Hanya saja di tengah-tengah lagu yang dinyanyikannya, matanya menangkap sosok yang ia kenal. Sosok orang yang seharusnya ia benci karena telah meninggalkannya. Tangan Junho sedikit bergetar saat memainkan gitar. Untung saja Junho cukup professional untuk menjaga suaranya tetap stabil dalam emosi yang bergejolak dalam dirinya.

 

Air mata mengalir tanpa bisa dicegahnya. Junho mengalihkan pandangannya kearah lain dimana sosok itu tidak terlihat. Seusai lagu berakhir, Junho menunduk hormat kearah penonton dan berjalan cepat ke belakang panggung.

 

“Waeyo Junho?” Tanya Chansung, manager sekaligus sahabat Junho.

 

“Tolong tunda 5 menit untuk lagu berikutnya.” Kata Junho singkat sambil berjalan menerobos sekerumunan kru.

 

Chansung langsung bergerak cepat. Ia meminta salah satu kru untuk memainkan video di layar selama 5 menit, kemudian ia pergi menyusul Junho.

 

Semasuknya Chansung ke dalam ruangan, dilihatnya Junho yang sedang menghapus air matanya. Chansung tahu ada sesuatu yang mengganggu Junho, hanya saja ia tidak tahu apa. Sejak kemaren lusa, sikap Junho sedikit aneh. Junho dan Chansung memang sudah bersahabat lama, namun sifat Junho tidak terlalu terbuka terhadap masa lalunya, tidak seperti Chansung yang menceritakan apa saja pada Junho termasuk kekasihnya yang hilang.

 

“Gwenchana?” Chansung menyodorkan segelas air pada Junho.

 

Junho mengangguk kemudian minum beberapa teguk. Ia memejamkan matanya sejenak.

 

“Ayo kita lanjutkan pertunjukkannya.” Junho berdiri dan berjalan keluar.

 

Chansung memegang pergelangan tangan Junho, membuat pemiliknya berhenti dan menoleh kearahnya.

 

“Kau tahu, kau bisa bercerita apapun padaku.” Tawar Chansung.

 

“Gomawo Chan, tapi tidak saat ini.” Junho tersenyum lembut, menarik tangannya, lalu berjalan keluar.

 

-2PM-

 

Nichkhun duduk gelisah di tempat duduknya. Disebelahnya, namjachingunya justru terlihat kebalikan dari dirinya, wajahnya begitu tenang dan bahagia. Seusai Showcase Junho, Wooyoung berkata bahwa ia punya hadiah untuk Nichkhun. Nichkhun tidak menyangka ternyata Wooyoung telah membeli tiket meet&greet beserta makan malam bersama Junho.

 

Tiket yang hanya dijual sebanyak 100 lembar itu sangatlah sulit didapat. Nichkhun tidak habis pikir bagaimana Wooyoung bisa membelinya, mungkin ia minta bantuan JinWoon tetangga sebelahnya.

 

Nichkhun memang ngefans dengan Junho, tapi itu bukan berarti ia siap bertemu dengannya. Entah bagaimana reaksi Junho melihatnya. Nichkhun benar-benar belum siap bertemu Junho lagi. Tapi ia juga tidak tega menolak hadiah dari orang yang menyayanginya meski sudah disakiti berkali-kali. Apalagi Wooyoung terlihat begitu bahagia malam ini, membuat Nichkhun merasa bersalah padanya.

 

Sepertinya pengorbanan Nichkhun belum cukup untuk menebus dosanya pada Wooyoung.

 

“Hyung??” Panggil Wooyoung, membuyarkan lamunan Nichkhun.

 

“Ah, iya kenapa Woo?” Tanya Nichkhun.

 

“Hyung diam saja dari tadi. Ada apa hyung? Kalau hyung ingin segera pulang, kita pulang saja.” Ucap Wooyoung lembut.

 

“Tidak apa-apa Woo. Aku hanya memikirkan skripsiku.” Bohong Nichkhun.

 

Wooyoung mencubit lengan Nichkhun lembut.

 

“Sudah kubilang, lupakanlah sejenak hal itu hyung. Saatnya bersenang-senang.” Kata Wooyoung ceria.

 

“Ne Uyoungie, sepertinya untuk kali ini kau benar.” Nichkhun mengacak-acak rambut Wooyoung gemas.

 

“Tentu saja, aku kan selalu benar.” Balas Wooyoung.

 

Nichkhun melihat jam dinding yang ada di restaurant Thailand.

 

Pukul 07.55

 

Nichkhun menelan ludahnya, ‘5 menit lagi.’ Batin Nichkhun.

-2PM-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
eyessmile14
#1
I dont have karmas yet to vote this fic up btw T^T
eyessmile14
#2
Chapter 13: Seriously, suka banget sama ff ini, author kid. Baru nemu :"D kapan lg bikin ff kaya gini. Kalo boleh kasi kritik, saya rasa alurnya agak sedikit cepat thor penyelesaian masalah chanwoo khunho. But overall, this is good. <3
sabrinanunneo #3
Chapter 13: AHHH SO SWEET BANGEYYYYSSS. UNTUNGLAH TAK ADA YG TERSAKITI DISINI... BTW CHAP NYA KURANGBPANJANG BUAT ENDING LOL... THOR GUD JOBB DEH... THOR EEQUEST DONK.. BUAT CERITA SEGITIGA TAPI OBJEK PREBUTANNYA SI JUNHO.... PLEASEEE.. KHUN WOO RIVAL SERU JUGA.... HEHHEHE
shaxobyarm #4
Chapter 13: khunwoo! chanho! horee!!

so sweet ending
HottestKY #5
Chapter 12: what is this? -_- i want khunyoung!
myrajunho
#6
Chapter 12: I vote forKhunHo ♡
casslah #7
cam back and upvoted! weehoooooooo!