second meeting

god play a game on our destiny

-2PM-

 

Wooyoung berbaring gelisah di kasurnya, ia terus saja membolak-balikkan badannya. Pikirannya terbang jauh ke masa-masa 5 tahun yang lalu. Hari dimana terakhir kalinya ia melihat senja sore, melihat butiran hujan jatuh dari langit, melihat keramaian kota Seoul, melihat (mantan) namjachingunya, Chansung.

 

“Arrrrghhh…” Wooyoung menjambak rambutnya sendiri. Frustasi, penyesalan, sedih, kesal, semuanya bercampur menjadi satu.

 

Perlahan tapi pasti, air mata Wooyoung turun ke pipinya yang chubby. Ia menangis dalam diam, mengingat semua moment-moment nya bersama tunangannya, Nichkhun.

 

Wooyoung ingat saat ia tersadar di rumah sakit 5 tahun yang lalu.

 

Flashback

 

Sakit… Perih… Wooyoung terbangun dan merasakan kegelapan. Ia memegang matanya, di perban. Ia berusaha bangun, tapi ia langsung menyesalinya. Wooyoung meringis kesakitan merasakan rasa sakit yang luar biasa di seluruh tubuhnya. Tiba-tiba ia merasakan ada sebuah tangan yang menahan pundaknya.

 

“Jangan bangun dulu, kau masih belum pulih.” Suara orang asing itu terdengar bagai malaikat di telinga Wooyoung.

 

‘Oh tidak, apa aku sudah mati?’ Pikir Wooyoung. ‘Tapi bagaimana mungkin aku masih merasakan sakit jika aku sudah mati, atau jangan-jangan aku ada di neraka.’ Pikir Wooyoung lagi.

 

“A-apa kau bisa mendengarku? Kumohon berbicaralah.” Wooyoung bisa merasakan orang itu menggerak-gerakkan tangannya di depan mukanya.

 

“Siapa kau?” Tanya Wooyoung.

 

“Aku Nichkhun, kau?”

 

“Wooyoung, Jang Wooyoung. Ah, anii… Maksudku kenapa kau bisa ada disini? Ini dimana? Apa ini di neraka?” Wooyoung berbicara tanpa henti.

 

Nichkhun terkekeh pelan mendengar kata-kata Wooyoung.

 

“Kita ada di rumah sakit. Apa kau tidak ingat apa yang terjadi?” Tanya Nichkhun.

 

Wooyoung tampak berpikir sejenak. Ah ya, Wooyoung ingat. Ia mengendarai motor diatas 140 km/jam disaat hujan deras. Namun naas, di dekat tikungan terdapat mobil sport berwarna merah yang melaju berlawanan arah dengan kecepatan yang tak berbeda jauh dengannya. Kecelakaan pun tak dapat dihindari. Wooyoung ingat saat ia menabrak sisi samping mobil, lalu terpental cukup jauh dan pingsan.

 

“Hello… Apa kau baik-baik saja? Sebaiknya aku memanggil dokter.” Kata Nichkhun sebelum ia keluar ruangan.

 

Beberapa saat kemudian Nichkhun datang bersama seorang dokter yang langsung memeriksa Wooyoung dan bertanya macam-macam seperti, ‘Bagaimana perasaanmu?’, ‘Apa ada bagian yang kurang nyaman?’.

 

Sejujurnya Wooyoung tidak benar-benar memperhatikan apa yang dibicarakan dokter. Ia hanya asal menjawab. Otaknya masih sibuk memproses apa yang sebenarnya terjadi.

 

Sepeninggalan dokter, Nichkhun kembali duduk di samping tempat tidur Wooyoung.

 

“Syukurlah, tidak ada luka yang serius.” Ucap Nichkhun lega.

 

“Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau orang yang yang mengendarai mobil merah itu?” Tanya Wooyoung. Ia berusaha mengingat-ingat wajah sang pengemudi.

 

“Ya, kau benar.” Ucap Nichkhun lemas.

 

“Maafkan aku.” Tambah Nichkhun dengan suara pelan. Wooyoung bisa merasakan penyesalan yang mendalam dari suara Nichkhun.

 

Tidak, ini salah. Wooyoung bukannya ingin menyalahkan siapa-siapa. Ia bahkan tahu kalau sebenarnya ia yang salah, karena mengemudi diatas 140 km/jam.

 

“Tidak, tidak, ini bukan salahmu. Ini salahku, justru aku yang seharusnya minta maaf.” Ucap Wooyoung cepat.

 

“Apa kau baik-baik saja? Apa kau terluka? Dimana? Katakan padaku separah apa lukamu?” Tanya Wooyoung retoris. Tangannya berusaha menggapai Nichkhun.

 

Nichkhun menggapai tangan Wooyoung. Melihat tingkah Wooyoung yang sangat polos membuat Nichkhun merasa lebih rileks.

 

“Aku tidak tahu bagaimana detail kecelakaan kita. Aku tidak ingat, tapi yang kutahu aku salah karena mengemudi diatas 130 km/jam. Aku baik-baik saja, hanya mengalami patah tulang di bagian kaki, dan sedikit luka-luka kecil dan memar.” Jelas Nichkhun.

 

“Benarkah?” Wooyoung berusaha menyentuh muka Nichkhun, memastikan lebih jauh. Namun Wooyoung tersadar sesuatu.

 

“Ngomong-ngomong, kenapa mataku bisa diperban?” Tanya Wooyoung.

 

“Ngg… Itu, se…sepertinya matamu terluka parah sewaktu kecelakaan.” Ucap Nichkhun ragu.

 

Tangan Wooyoung bergetar. Matanya terasa panas, ia ingin menangis tetapi tidak bisa. Wooyoung tahu apa maksud perkataan Nichkhun. Ia tidak akan pernah bisa melihat lagi.

 

Wooyoung merasa sangat down. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, dan sekarang ia kehilangan penglihatannya. Apa lagi yang bisa ia lakukan? Wooyoung merasa dirinya benar-benar sudah tidak berguna. Sudah tidak ada lagi artinya ia hidup di dunia ini. Untuk sesaat, Wooyoung benar-benar merasa ia ingin mati saja.

 

“Uljima…” Tiba-tiba Wooyoung merasakan ada tangan yang memeluknya. Kepalanya bersender di dada Nichkhun. Wooyoung bisa merasakan aroma Nichkhun yang entah mengapa bisa sedikit menyejukkan hatinya yang sedang kalut.

 

“Kau akan baik-baik saja. Aku akan selalu bersamamu. Jangan takut, kau memilikiku.” Kata-kata Nichkhun terdengar sangat tulus.

 

Flashback End.

 

-2PM-

 

Sejak kejadian di balkon, Junho menjadi lebih ceria, tidak lagi tertutup. Ia jadi terbiasa menceritakan apa saja yang mengganjal di hatinya pada Chansung, hanya pada Chansung. Chansung ikut merasa senang. Setiap kali ia melihat Junho, entah sadar atau tidak, bibirnya selalu menyunggingkan senyuman. Chansung merasakan gejolak di dadanya tiap kali ia berdekatan dengan Junho. Gejolak yang membuatnya terus tersenyum saat bersama Junho. Tapi sayangnya, Chansung tidak menyadari hal itu, belum.

 

Sampai suatu hari, saat sedang browsing di tab kesayangannya, Chansung melihat sebuah berita dengan judul ‘Lee Junho & Kim Soeun, benar-benar berpacaran?’. Di berita itu terpampang jelas foto Junho sedang jalan berdua Soeun sambil bergandengan tangan. Wajah keduanya terlihat sangat bahagia.

 

Tanpa sadar Chansung meremas tab nya. Aura-aura gelap di belakang mulai keluar perlahan.

 

“kreettt…” Chansung tersadar, ia terlalu kencang memegang tab nya. Tampak sedikit goresan di layar tab nya, retak.

 

“Sial!” Umpat Chansung, tab nya hampir saja terbagi dua jika ia tidak segera tersadar.

 

-2PM-

 

Setelah pulang ke Korea, Nichkhun menjalani masa-masa Co-as nya di salah satu rumah sakit swasta. Nichkhun jarang berada di rumah, meski begitu Nichkhun menyadari perubahan sikap Wooyoung belakangan ini. Wooyoung menjadi lebih pendiam, tadi pagi saja saat Nichkhun berpamitan pergi Wooyoung hanya menganggukkan kepala tanpa melihat kearah Nichkhun sedikit pun. Padahal, biasanya dari mulai Wooyoung membuka matanya, mulutnya tak pernah berhenti mengoceh.

 

Nichkhun duduk di salah satu kursi yang ada di taman di samping rumah sakit. Sekarang adalah jam makan siang, tetapi ia tidak lapar sama sekali. Nichkhun melihat handphonenya, tidak ada apa-apa. Ia menghela nafas sejenak sambil berpikir, ‘Ada apa dengan Wooyoung? Biasanya hampir tiap jam makan siang Wooyoung akan menelepon.’

 

Nichkhun sadar kalau ia merindukan Wooyoung yang biasanya, tapi ia tidak mau mengakuinya. Ia terus menyibukkan diri dengan Co-as atau skripsinya.

 

‘Jangan-jangan Wooyoung tidak suka kembali ke Korea, atau apa dia marah karena aku belum membantunya melakukan itu?’ Pikir Nichkhun.

 

Sesaat mata Nichkhun menangkap sosok anak perempuan yang sedang makan ice cream di taman membuatnya tersenyum penuh arti.

 

-2PM-

 

“Uyoungie~ Aku pulang…” Bisik Nichkhun di telinga Wooyoung sambil menempelkan satu wadah ice cream ke pipi Wooyoung.

 

“Aish hyung, dingin!” Wooyoung menjauhkan diri dari Nichkhun. Tapi kurang dari sedetik Wooyoung langsung menyambar ice cream dari tangan Nichkhun dan membukanya.

 

“Heemmmm… Ice cream vanilla?” Tanya Wooyoung memastikan. Jika sudah berurusan dengan ice cream Wooyoung jadi lupa segalanya.

 

“Yup,” Nichkhun menyodorkan sendok ke tangan Wooyoung.

 

Wooyoung memakan ice cream nya dengan lahap. Nichkhun hanya senyum-senyum sendiri melihat Wooyoung makan. Pandangan mata Nichkhun tak pernah lepas dari Wooyoung.

 

“Kau ini benar-benar seperti baby…” Nichkhun membersihkan ice cream yang ada di dekat mulut Wooyoung dengan tangannya.

 

Hati Wooyoung berdesir merasakan sentuhan Nichkhun.

 

‘Seperti apa dirimu yang sebenarnya hyung?’

 

-2PM-

 

“Berhentilah melakukan aktivitas berat, itu tidak baik untuk jantungmu.” Kata Dr. Minjun.

 

Orang dihadapan Minjun tidak mengatakan apa pun. Ia hanya memainkan pensil di tangan nya.

 

“Lihatlah, kalau seperti ini terus lama-lama kau harus menjalani operasi pemasangan cincin lagi.” Minjun mengetuk-ngetuk layar hasil pemeriksaan.

 

“Tidak ada salahnya kau beristirahat satu atau dua bulan. Orang-orang pasti akan mengerti.”

 

Tidak ada respon.

 

“Yach! Junho-ya, apa kau mendengarkanku?” Teriak Minjun.

 

Biasanya Minjun tidak pernah berteriak pada pasien. Tapi untuk pasiennya yang satu ini adalah pengecualian. Minjun sangat tidak mengerti dengan sikap cuek Junho. Meski terkesan tidak peduli, Minjun tahu kalau Junho sesungguhnya sangat memikirkan kesehatannya. Hanya saja perubahan mood Junho bisa berubah-ubah setiap menit.

 

“Hyung-ah…” Panggil Junho, seolah ia tak mendengar Minjun berteriak.

 

“Aku tidak bisa berhenti ketika aku sudah memulainya.” Kata Junho.

 

“Berikan saja aku penahan rasa sakit yang lebih kuat.” Junho menunjukkan aegyo-nya, membuat Minjun hanya bisa menggelengkan kepala.

 

“Kalau kita terus menambah dosisnya, kau bisa lebih cepat mati.” Ucap Minjun frontal. Meski begitu ia tetap menuliskan resep dan memberikannya pada suster.

 

“Jangan khawatir hyung, aku tidak akan mati…” Kata Junho dengan nada yang tenang, kemudian ia keluar ruangan untuk menebus obat.

 

-2PM-

 

Junho berdiri di depan resepsionis, menunggu obatnya selesai.

 

“Terima kasih.” Ucap Junho saat seorang suster memberikan obatnya.

 

“Ohya, tolong rahasiakan identitasku kepada siapa pun.” Junho tersenyum manis, suster yang ada di meja resepsionis menggangguk patuh.

 

Setelah membayar, ia memakai headphonenya dan langsung berjalan keluar rumah sakit.

 

“Junho-ya,” Seseorang menepuk pundak Junho dari belakang.

 

“K-Khun-hyung?” Ucap Junho kaget, melihat sosok Nichkhun mengenakan seragam dokter.

 

“Apa yang kau lakukan disini? Apa kau sakit lagi?” Raut wajah Nichkhun menunjukkan kekhawatiran. Nichkhun langsung memeriksa suhu tubuh Junho dengan punggung tangannya.

 

“Le-lepaskan aku!” Junho menepis tangan Nichkhun kemudian berjalan pergi meninggalkan Nichkhun.

 

-2PM-

 

Author's note :

Anyeong everybody :D
Wah ternyata banyak penggemar Khun-Young ya disini... Penggemar ChanHo ada ga niiih?????

Makasih ya semua yang udah sempet-sempetin comment FF author, maaf ga bisa author bales satu-satu ^-^

Enjoy read ~
 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
eyessmile14
#1
I dont have karmas yet to vote this fic up btw T^T
eyessmile14
#2
Chapter 13: Seriously, suka banget sama ff ini, author kid. Baru nemu :"D kapan lg bikin ff kaya gini. Kalo boleh kasi kritik, saya rasa alurnya agak sedikit cepat thor penyelesaian masalah chanwoo khunho. But overall, this is good. <3
sabrinanunneo #3
Chapter 13: AHHH SO SWEET BANGEYYYYSSS. UNTUNGLAH TAK ADA YG TERSAKITI DISINI... BTW CHAP NYA KURANGBPANJANG BUAT ENDING LOL... THOR GUD JOBB DEH... THOR EEQUEST DONK.. BUAT CERITA SEGITIGA TAPI OBJEK PREBUTANNYA SI JUNHO.... PLEASEEE.. KHUN WOO RIVAL SERU JUGA.... HEHHEHE
shaxobyarm #4
Chapter 13: khunwoo! chanho! horee!!

so sweet ending
HottestKY #5
Chapter 12: what is this? -_- i want khunyoung!
myrajunho
#6
Chapter 12: I vote forKhunHo ♡
casslah #7
cam back and upvoted! weehoooooooo!