back to memories

god play a game on our destiny

-2PM-

 

Chansung berlarian menaiki tangga apartemen Junho. Rasa panik menjalar di sekujur tubuhnya sejak ia menerima telepon dari Junho tadi siang. Suaranya terdengar berbeda, sangat lemah, berbeda dari biasanya. Chansung sangat mengkhawatirkan kondisi Junho secara pribadi, bukan karena ia manajernya.

 

Tangan Chansung menekan kode apartemen secepat yang ia bisa. Ia segera menuju kamar Junho seakan ia memang tahu Junho berada disana. Pintu kamar terbuka pelan. Chansung menghela nafas lega melihat Junho tertidur di kasurnya. Chansung berjalan ke ruang tengah dan menaruh bungkusan berisi makanan kesukaan Junho diatas meja.

 

Tanpa melepas kaos kakinya, Chansung berbaring diatas sofa. Ia memikirkan pertemuannya dengan Nichkhun tadi.

 

‘Nichkhun Buck Horvejkul’

 

Ia teringat saat Junho menyebut nama itu untuk pertama kalinya.

 

‘Dulu dia namjachingu Junho, sekarang dia tunangan Wooyoungie. Wooyoungie sudah bertunangan dengannya. Wooyoungie-ku. Sejak kapan? Mengapa?

 

Pikiran Chansung mulai berkelana ke masa-masa dimana ia masih bersama Wooyoung.

 

-2PM-

 

Flashback

 

“Wooyoung-ah, kenapa kau tidak menjemputku tadi? kau marah padaku?” Tanya Chansung sambil menghampiri meja Wooyoung.

 

Bukannya menjawab pertanyaan Chansung, Wooyoung justru mengambil tasnya, lalu berdiri dari bangkunya dan berjalan keluar kelas. Chansung mengikutinya dari belakang tanpa berkata apa-apa. Di setiap langkahnya, ia mengingat-ingat hal apa yang kira-kira telah ia lakukan yang bisa membuat Wooyoung marah padanya.

 

Setiap harinya, sebelum berangkat ke sekolah, Wooyoung selalu menjemput Chansung, sahabat baiknya. Alasannya hanya satu, karena Chansung tidak bisa bangun pagi. Tak jarang Wooyoung sampai perlu membangunkan Chansung dengan caranya sendiri, menindihnya. Tapi hari ini Wooyoung tidak datang sehingga Chansung terlambat masuk kelas dan dihukum membersihkan kamar mandi sekolah seusai sekolah. Namun bukan itu masalah sesungguhnya. Sejak Chansung masuk kelas sampai jam pelajaran berakhir, Wooyoung tidak juga berbicara padanya. Hal itu membuat Chansung risih.

 

Chansung yang masih mengikuti Wooyoung dari belakang menggumamkan sesuatu seperti ‘Kenapa kau marah padaku? Apa aku berbuat salah padamu?’

 

Wooyoung tiba-tiba berhenti saat mereka berdua sampai di taman sekolah. Ia membalikkan badan, membuat Chansung berhenti mendadak dan hampir saja menabraknya.

 

“Berhenti mengekoriku seperti anak ayam.” Ucap Wooyoung ketus.

 

“Aku juga pulang lewat sini…” Elak Chansung.

 

Wooyoung menghentakkan kakinya sebelum berbalik meninggalkan Chansung. Namun langkahnya terhenti karena Chansung menggenggam pergelangan tangannya.

 

“Lepaskan.”

 

“Jelaskan dulu kenapa kau tiba-tiba marah padaku seperti ini…”

 

“Aku tidak marah.”

 

“Kalau kau tidak marah kenapa kau tidak berbicara padaku seharian ini?”

 

“Aku sedang tidak ingin bicara.”

 

“Bohong. Kau tadi berbicara dengan Minjun-hyung, juga dengan Jokwon. Kau menghindariku seharian ini.”

 

Wooyoung terdiam. Raut mukanya berubah menjadi kesal. Dalam sekali hentakan, ia melepaskan genggaman tangan Chansung ditangannya.

 

“Kudengar dari Minjun-hyung kau menembak Joo kemaren, kenapa kau tidak cerita padaku? Kau tidak menganggapku temanmu ya?” Kata Wooyoung marah.

 

“Apa maksudmu?” Tanya Chansung bingung.

 

“Kemarin waktu aku mencarimu sepulang sekolah, Minjun-hyung bilang kau pergi berduaan dengan Joo ke taman belakang sekolah. Aku sudah merasa aneh sejak kau terus memperhatikan Joo saat kita makan di kantin.”

 

Chansung tersenyum geli menyadari situasi ini.

 

“Kau marah padaku hanya karena itu?” Tanya Chansung.

 

Wooyoung mendelik kearah Chansung. Matanya memerah karena marah.

 

“Hanya? Hanya katamu? Bukankah kita ini teman? Bisa-bisanya kau tidak cerita padaku kalau kau menyukai orang lain?”

 

Chansung mengacak-acak rambut Wooyoung gemas.

 

“Kemarin itu, dia yang menembakku, bukan aku yang menembaknya Uyoungie…”

 

“Bukankah itu sama saja, toh kalian berdua sudah resmi jadian sekarang.”

 

“Aku tidak jadian dengan siapapun Wooyoung-ah…”

 

Kata-kata Chansung menenangkan Wooyoung sesaat.

 

“Aku sudah punya seseorang disini.” Ucap Chansung sambil menyentuh dadanya.

 

Hati Wooyoung yang tadinya merasa lega kembali terjerat oleh benang tak terlihat.

 

“Kau sudah punya seseorang? Siapa?” Tanyanya pelan.

 

Pipi Chansung merona merah. Wooyoung yang melihat hal itu mulai merasa ia tidak ingin mendengar jawabannya. Ia dan Chansung sudah berteman sejak mereka TK. Mereka berdua selalu bersama-sama. Mendengar Chansung sudah menyukai orang lain, ada rasa tak ikhlas di diri Wooyoung membayangkan Chansung menjauhinya dan lebih memilih menghabiskan waktu dengan orang itu dibanding dirinya.

 

“Kau…”

 

“Sudah, cukup, jangan katakan apa-apa.”

 

Chansung dan Wooyoung keduanya berbicara bersamaan. Wooyoung terkejut mendengar pengakuan Chansung, sedangkan Chansung merasa lemas karena mengira Wooyoung menolaknya. Seharusnya ia tidak mengatakannya. Chansung tidak ingin merusak persahabatan mereka hanya karena perasaannya. Ia memendamnya selama bertahun-tahun.

 

“Apa kau bilang?” Tanya Wooyoung, memastikan pendengarannya.

 

“Maafkan aku Woo, aku tahu ini salah. Seharusnya tidak menyukaimu, tapi aku tidak bisa menahan perasaan ini.”

 

“Kau… menyukaiku?” Ucap Wooyoung tidak percaya.

 

Chansung menundukkan kepalanya.

 

“Mian…”

 

“Aku tidak percaya ini benar-benar terjadi.” Wooyoung memeluk Chansung erat. Ia membenamkan dirinya di tubuh Chansung. Chansung yang bingung dengan tindakan tiba-tiba Wooyoung ini tidak bisa berkata apa-apa.

 

“Aku juga menyukaimu Hwan Chansung. Sangat menyukaimu. Kupikir selama ini aku hanya bertepuk sebelah tangan. Tapi ternyata tidak.” Ucap Wooyoung senang.

 

Chansung senang bukan main mendengarnya. Ia balas memeluk Wooyoung.

 

Flashback End.

 

-2PM-

 

Chansung terbangun dari tidurnya. Matanya melihat kearah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 sore. Ia segera mencuci mukanya di wastafel dapur.

 

‘Sepertinya Junho belum bangun. Ini aneh…’ Pikir Chansung saat melewati kamar Junho.

 

Chansung membuka pintu kamar Junho perlahan, menghidupkan lampu, lalu berjalan menghampiri kasur Junho.

 

“Junho-ya? Sudah jam 6, bangunlah.” Panggil Chansung pelan.

 

Tidak ada jawaban. Junho masih tidur membelakangi Chansung tanpa ada gerakan.

 

“Junho, ireona…” Chansung menggoyangkan tubuh Junho pelan.

 

Masih tidak ada respon dari Junho. Rasa khawatir menjalari tubuhnya.

 

“Junho-ya!!!”

 

Chansung membalikkan tubuh Junho dan terkejut mendapati mukanya yang begitu pucat dengan bibirnya bewarna biru. Tangan Chansung reflex memegang kepala Junho yang terasa panas.

 

“Junho, Junho, bangunlah…” Chansung menggoyang-goyangkan tubuh Junho sedikit lebih keras.

 

Junho tetap tidak merespon. Chansung bertindak cepat. Ia segera menggendong Junho ala bridal style, membawanya ke rumah sakit.

 

-2PM-

 

“Ada pembuluh darah kecil yang pecah di jantungnya. Sepertinya cincin yang ada tidak bisa lagi menahannya. Kita harus mengoperasinya segera.”

 

Chansung tidak bisa mencerna dengan baik penjelasan dokter dihadapannya. Ia hanya bisa berkata, “Tolong selamatkan dia.”

 

Chansung duduk tak bergerak di depan ruang operasi. Ia merasa ngeri dan takut. Seharusnya ia membangunkan Junho lebih awal. Seharusnya ia tidak terlarut dalam masa lalunya. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi, apa yang akan ia lakukan tanpanya.

 

“Chansung-ah, apa yang kau lakukan disini?” Tanya seorang dokter yang tiba-tiba menghampirinya.

 

“Minjun-hyung…” Ucap Chansung lemas.

 

Seorang suster keluar dari ruang operasi menghampiri dokter itu.

 

“Dokter Minjun, pasien sudah siap di ruang operasi. 15 menit lagi kita harus segera memulai operasinya. Mohon segera bersiap.” Kata suster itu.

 

“Aku mengerti, sebentar lagi aku kesana.” Kata Minjun.

 

Suster itu kembali masuk ke ruang operasi, meninggalkan Chansung dan Minjun.

 

“Hyung, kau dokter Junho?” Tanya Chansung kaget.

 

“Ah, ne… Kau mengenalnya juga?”

 

“Aku manajernya.”

 

“Jinjja?”

 

Chansung mengangguk pelan.

 

“Aku harus segera kedalam, sampai jumpa nanti Chan.”

 

“Hyung!” Panggil Chansung sebelum Minjun sempat melangkah.

 

“Tolong selamatkan dia. Apapun yang terjadi kau harus menyembuhkannya. Harus.”

 

Minjun tertegun mendengar nada bicara Chansung. Ia tahu ada sesuatu antara Junho dengan dongsaengnya ini.

 

“Kau tahu Chan, aku selalu mengerahkan kemampuanku dalam melakukan apa pun.” Ucap Minjun sebelum ia masuk ruang operasi.

 

-2PM-

 

Wooyoung duduk sendirian di salah satu bangku yang ada di koridor rumah sakit. Tunangannya, Nichkhun, sedang berbicara dengan dokter mengenai hasil pemeriksaannya. Hampir setiap 3 bulan sejak kecelakaan yang menimpa dirinya, ia selalu dipaksa check-up oleh Nichkhun.

 

“Syukurlah semuanya baik-baik saja.” Ucap Nichkhun yang baru saja menghampiri Wooyoung dan duduk disebelahnya.

 

“Sudah kubilang aku baik-baik saja. Ini berlebihan hyung. Kau hanya menghabiskan uang saja.” Ucap Wooyoung.

 

Nichkhun tersenyum dan berkata tulus, “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Ada kasus dimana efek kecelakaan baru terlihat setelah 7-8 tahun kemudian. Aku tidak ingin itu terjadi padamu.”

 

“Apa kau masih merasa bersalah padaku hyung?” Tanya Wooyoung tiba-tiba.

 

Nichkhun tidak menjawabnya, ia malah menuntun Wooyoung pergi.

 

“Ayo kita pulang.” Ajak Nichkhun.

 

“Ini bukan salahmu,” Ucap Wooyoung pelan.

 

‘Berhentilah merasa kasihan padaku. Kau membuatku menyedihkan.’

 

Nichkhun berjalan berdampingan dengan Wooyoung saat matanya menangkap sosok besar yang duduk di sudut koridor rumah sakit. Penasaran, ia menghampiri sosok itu.

 

“Chansung, apa yang kau lakukan disini?” Tanyanya.

 

Nichkhun tahu bahwa Chansung tidak menyukainya. Ia pun tidak begitu menyukai Chansung. Namun ada satu hal yang mengganjal di hatinya.

 

“Kau…! Ap- W-Wooyoungie?” Ucap Chansung kaget.

 

‘Chansung? Kenapa ia berada di rumah sakit?’ Pikir Wooyoung panik.

 

Melihat perubahan ekspresi Chansung saat menatapnya, membuat Nichkhun menyadari sesuatu.

 

“A-Apa Junho di dalam?” Tanya Nichkhun.

 

Chansung menyuarakan suaranya tapi Nichkhun tahu apa jawaban dari pertanyaaannya.

 

‘Junho? Siapa dia? Apakah dia Junho yang itu? Tapi kenapa Nichkhun seakan mengenal Junho?’ Pikiran Wooyoung semakin berkecamuk dengan keadaan disekitarnya.

-2PM-


Author's note:

Hello para readers semua...

Setelah berbulan-bulan author meninggalkan FF ini, akhirnya author bisa update lagi *yeeaaah*

Chapter ketujuh ini khusus author persembahkan buat para subscribers-readers yang masih setia nungguin update an author hehe [>.<]

Segala komen, kritik, dan saran akan author terima (baca: tolong comment ya :p)

Makasih buat penyemangat author saat menulis FF ini (baca: semua subscribers dan upvoters)

Akhir kata, 'see you soon' =] #AuthorHiatusLagi

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
eyessmile14
#1
I dont have karmas yet to vote this fic up btw T^T
eyessmile14
#2
Chapter 13: Seriously, suka banget sama ff ini, author kid. Baru nemu :"D kapan lg bikin ff kaya gini. Kalo boleh kasi kritik, saya rasa alurnya agak sedikit cepat thor penyelesaian masalah chanwoo khunho. But overall, this is good. <3
sabrinanunneo #3
Chapter 13: AHHH SO SWEET BANGEYYYYSSS. UNTUNGLAH TAK ADA YG TERSAKITI DISINI... BTW CHAP NYA KURANGBPANJANG BUAT ENDING LOL... THOR GUD JOBB DEH... THOR EEQUEST DONK.. BUAT CERITA SEGITIGA TAPI OBJEK PREBUTANNYA SI JUNHO.... PLEASEEE.. KHUN WOO RIVAL SERU JUGA.... HEHHEHE
shaxobyarm #4
Chapter 13: khunwoo! chanho! horee!!

so sweet ending
HottestKY #5
Chapter 12: what is this? -_- i want khunyoung!
myrajunho
#6
Chapter 12: I vote forKhunHo ♡
casslah #7
cam back and upvoted! weehoooooooo!