#9

Contract Girl [in indonesian]

 

“oh ya? Cium aku.” Sahut Irin sembari menatap langsung mata Dongwoon.

Dongwoon jadi salah tingkah. Cengkeramannya menjadi sedikit longgar. Dia terlihat gusar.

“sudahlah oppa, tidak usah dipaksakan. Dulu juga ada beberapa klienku yang seperti oppa begini. Santai saja.” Irin menepuk pundak Dongwoon memberiikan semangat.

“eehhh???” Dongwoon justru terbelalak di tuduh kalau dia tidak straight.

Irin terkekeh dan melenggang meninggalkan Dongwoon yang masih mematung di dapur.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“bagaimana Dok, apa eomma bisa dioperasi secepatnya?”

“tidak untuk hari ini, Irin-ssi. Kesehatannya menurun. Sangat berbahaya kalau kita memaksakan untuk mengoperasinya.” Jawab Dokter itu bijak.

“baik kalau itu menurut dokter yang terbaik. Tapi semua biayanya sudah saya bayarkan, jadi tidak perlu ragu untuk melakukan operasi kapan saja dok.” Irin meyakinkan Dokter Kim, dokter yang sudah dua tahun menangani ibunya.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“eomma~ anyeong!!” sapa Irin riang gembira.

“kau udah datang.” Ibunya terlihat senang.

“ini aku buatkan eomma bibimbap. Aku tau, eomma pasti bosan dengan makanan rumah sakit.” Irin menunjukkan kotak makan yang di bawanya dari rumah.

“wah terimakasih sayang. Ayo cepat suapi eomma.” Ibunya terlihat tidak sabar.

Ibunya terlihat senang dengan bibimbap yang dibuatkan oleh Irin. Dia menghabiskan semuanya. Irin bahagia melihat ibunya lahap makan, karena akhir-akhir ini ibunya sedang tidak berselera makan.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“oppa, apa itu beruang?” Tanya Irin yang sedang melihat Dongwoon membuat kopi dengan menggambar lapisan atasnya dengan beragam gambar.

“eh-em. Lucu kan?” Tanya Dongwoon riang.

“tidak mirip.” Sahut Irin cuek, Dongwoon langsung memasang muka sebalnya.

“waeyo? Memang tidak mirip dengan beruang aslinya. Yang ini lebih lucu.” Sambung Irin masih dengan cueknya.

“kau ini tidak tau teddy bear? Beruang boneka??” Irin menggeleng.

“haruskah aku membelikanmu baru kau tau??” Irin mengangguk mantap.

“oke. Pulanglah ke rumahku, nanti akan aku belikan teddy bear.” Irin menurut saja.

Diapun pergi meninggalkan coffe shop milik Dongwoon dan pulang ke apartemen Dongwoon.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“oppa, neo wasseo?” sambut Irin yang melihat Dongwoon sudah pulang kerumah sembari membawa satu bingkisan besar dan satu teman dengan muka bodoh.

“ini, untukmu.” Dongwoon menyerahkan bingkisannya.

“ini siapa? Oppa menemukannya di pinggir jalan?” Irin memandangi laki-laki tak dikenalnya itu dengan heran.

“huss! Dia ini sahabatku. Sahabat Yoseob hyung dan doojoon hyung juga.” Jelas Dongwoon.

“ooh, kekasih oppa?” irin bergantian menunjuk laki-laki itu dan dongwoon.

“kau ini! Aku kan sudah bilang kalau aku bukan gay.” Jawab Dongwoon sembari memukul jari Irin yang menunjuk-nunjuknya tadi.

“imut sekali.” Akhirnya lelaki dengan muka bodoh itu mengeluarkan suara.

“eh?” Irin dan Dongwoon bersamaan menoleh ke sumber suara.

“ah, ani. Lee Gikwang imnida.” Lelaki itu dengan penuh percaya diri memperkenalkan dirinya ke Irin.

“ah, ne. Song Irin imnida.” Irin melambai seperti salam tiga jari milik choi siwon Suju.

Setelah Gikwang datang, dongwoon dan dia tidak terlihat keluar dari kamarnya. Sampai-sampai Irin harus mengetuk pintu Dongwoon, memanggil untk makan malam. Setelah makan malam gikwang memutuskan untuk pulang.

“oppa?” panggil Irin sembari memberisihkan meja makan, sednagkan Dongwoon tetap duduk di kursinya, memandangi Irin yang sedang bersih-bersih.

“wae?” sahutnya singkat.

“tadi berapa ronde? Sepertinya cepat, karena pakaian kalian tidak terlihat terlalu kusut.” Irin memandang Dongwoon datar.

“ronde? Ap mak—“ Dongwoon teringat.

“ya! Song Irin! Aku kan sudah bilang padamu kalau aku ini bukan Gay!!!!” Dongwoon sebal.

“aaa, ara ara, arasseo oppa.” Irin mengangguk-angguk cuek sembari membawa piring kotor ke bak cuci piring.

Irin merasakan ada seseorang yang merapatkan badan ke punggungnya. Ada sepasang tangan melingkari pinggangnya. Dan juga dia merasakan ada yang bernapas di dekat telinga kanannya.

“Irin-ah, kau mau bukti kalau aku bukan Gay?” Tanya Dongwoon dengan suara yang menggoda.

Jujur saja, apa yang dilakukan Dongwoon ini membuat Irin berdebar kencang. Walaupun dulu ada beberapa kliennya yang pernah melakukan hal yang sama dengan dongwoon sekarang, tapi dia tidak pernah merasakan apa-apa. Yang sekarang ini berbeda, seperti ada sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya mulai dari atas sampai bawah.

Irin menghentikan kegiatannya. Dan dia dapat merasakan kalau tangan Dongwoon yang melingkari pinggangnya sekarang bergerak untuk membalikkan badannya.

“Irin-ah. . .” Dongwoon mendekatkan wajahnya, jemarinya merengkuh dagu Irin.

“ne-“ belum sempat Irin melanjutkan kalimatnya, Dongwon sudah menciumnya.

Dongwoon menciumnya pelan, penuh dengan perasaan. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati setiap kecupan. Dongwoon melumat bibir Irin.

“manis.” Sepatah kata yang keluar dari mulut Dongwoon.

Ciuman itupun terhenti. Keduanya saling berpandangan. Dongwoon menyentuh bibir Irin dengan ibu jarinya, sedangkan Irin menatapnya polos.

“apanya yang manis?” Irin bertanya, sekarang kedua tangan Dongwoon melingkari pinggang Irin lagi.

“bibirmu.” Jawab Dongwoon sembari tersenyum hangat menatap Irin.

Irin tersipu malu. Dongwoon pasti bisa melihat semburat merah menghiasi pipi Irin. Irin memalingkan wajahnya dari Dongwoon. Dongwoon tersenyum kecil.

“kenapa? Kau malu?” Tanya Dongwoon.

“itu tadi—itu tadi—ciuman pertamaku.” Jawab Irin lirih tetapi tetap terdengar oleh Dongwoon.

Dongwoon kaget, tercengang, terperangah, dan lain sebagainya.

 

_________________________________________________________________________________________________________________________

Comment and subscribe is welcome :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LS35879
#1
Wah bagus cerita nya!!
babyindigo #2
aaaahhhh >.<
makasih komentarnyaaa :DD
ini bisa jadi introspeksi buat fanficku selanjutnya :DD
jeongmal gamsahamnidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa xoxoxoxoxo
yutarou #3
saya komen menggunakan b.indonesia saja ya...
sebenarnya saya sudah sangat lama dan tidak terbiasa membaca straight fic, bukan berarti saya anti straight fic, hanya saja saya saya lebih suka sho-ai fic...
fokus cerita ini sebenarnya irin kan? saya rasa kurang tepat jika anda mengatakan bahwa ini cerita tentang dongwoon...
perjuangan irin agar bisa membiayai pengobatan ibunya memang bagus, walau dengan cara seperti itu. untungnya dia bisa mendapat lelaki yang baik.
menurut saya,karakter dongwoon di sini sesuai dan karakter kikwang juga terasa keceriaannya...
mengenai bahasa, saya berkomentar tentang satu hal saja, anda cukup menulis 'ibu dongwoon' daripada 'ibunya dongwoon'...
maaf jika komentar saya kurang menyenangkan dan menyakiti hati anda...
hwaiting...
babyindigo #4
this is fanfics in Indonesian. thank you for every who have read this :)) terima kasih..
and for reader under 18, keep away from chap 13 & 14, it's rated M. i've warned you guys ;)