#10

Contract Girl [in indonesian]

 

“Irin-ah, bisa tidak kau buatkan aku jus apel??” Gikwang merengek ke Irin yang sedang sibuk memasukkan pakaian kotor Dongwoon ke mesin cuci.

“iya, setelah ini selesai akan aku buatkan, oppa.” Sahut Irin datar.

“Irin-ah, kapan kontrakmu dengan Dongwoon selesai?” Tanya Gikwang tiba-tiba, ada yang sakit di dalam diri Irin kalau dia mengingat bahwa dia sedang ada kontrak dengan Dongwoon.

“dua setengah bulan lagi. Memangnya kenapa, oppa?” masih saja Irin memilah-milah baju Dongwoon tanpa perlu repot-repot menoleh ke Gikwang.

“kalau sudah selesai apa mau kau pacaran denganku??” Tanya Gikwang langsung.

“dibayar?” Irin sekarang menoleh ke Gikwang.

“iya, dengan hatiku. Otteo?” Gikwang tersenyum lebar.

“apa hati oppa laku kalau aku menjualnya?” Tanya Irin dengan wajah datar.

“aish, kau ini. Tidak tau ya kalau aku sedang merayumu? Aish.” Gikwang terlihat sebal karena rayuannya gagal, Irin hanya menggedikkan pundaknya dan melanjutkan pekerjaannya.

“ya, Son Dongwoon. Sepertinya Irin itu tidak suka laki-laki.” Kata Gikwang ketika dia sudah kebur dari Irin menuju ke Dongwoon yang bermain game di kamarnya.

“memangnya kenapa, hyung?” DOngwoon mem-pause sejenak permainnanya, dan menoleh ke Gikwang.

“aku tadi merayunya tapi dia malah Tanya apa hatiku bisa dijual atau tidak. Aish, baru kali ini aku di tolak seperti ini.” Gikwang terlihat sebal sampai-sampai bantal Dongwoon di gulatnya habis-habisan.

“enggak kok hyung. Dia suka laki-laki.” Sambung Dongwoon dengan muka polos.

“eh? Bagaimana kau tahu?” Gikwang langsung memandang Dongwoon penuh perhatian, Dongwoon jadi salah tingkah.

“apa kalian sudah melakukan sesuatu? Sudah sejauh mana? Berapa lama? Sudah berapa kali kalian melakukannya?” Gikwang menghujani Dongwoon dengan berapa pertanyaan yang menurut Dongwoon aneh.

“eh, hyung. Kau ini bertanya apa sih? Aku hanya menciumnya seka-“ Dongwoon dengan segera menutup mulutnya, dia kelepasan bicara.

“mwoo??? Jadi kalian baru Cuma berciuman???” Gikwang mengerjap tidak percaya.

Dongwoon mengangguk malu dan kemudian melanjutkan gamenya.

“ya, Dongwoon-ah. Apa kau mau pengalaman yang lebih dari itu?” Gikwang tersenyum licik.

“pengalaman apa hyung?” sekarang perhatian Dongwoon sepenuhnya ke Gikwang.

Gikwang mengeluarkan satu botol kecil dari tasnya.

“apa itu hyung?” Dongwoon bertanya dengan polosnya.

“minum ini dan kau akan merasakan pengalaman selanjutnya setelah berciuman.” Gikwang tetap memakai senyum liciknya itu.

“shireo. Kau ini menawarkan sesuatu yang aneh-aneh saja.” Dongwoon meragukan Gikwang dan kembali memulai bermain game lagi.

“ya sudah kalau kau tidak percaya.” Gikwang melempar botol itu sembarangan sehingga tersembunyi di bawah bantal.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“Irin, keadaan ibumu mengkhawatirkan. Kankernya semakin menyebar, tetapi kesehatannya belum membaik. Jika kita tidak bisa mengoperasinya segera,tim dokter takut kalau kankernya menyebar ke seluruh tubuh.”

“apa yang harus saya lakukan dok? Saya betul-betul ingin eomma sembuh total.” Irin pasrah.

“terus semangati ibumu. Kami juga tidak tau kenapa kesehatannya tidak bisa membaik. Sebaiknya kau Tanya ibumu baik-baik, siapa tau kalian bisa menemukan solusi.”

“baik dok.”

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

“Irin-ah, aku pulang.” Teriak Dongwoon dari arah pintu.

Merasa tidak mendapatkan sahutan, Dongwoon segera mengecek keberadaan Irin. Dia menemukannya tertunduk di ruang tivi. Yang membuat dongwoon terperangah adalah adanya banyak botol bir bertebaran di meja.

“satu, dua, tiga,…, sepuluh. ASTAGA, SEPULUH?!!” Dongwoon langsung berusaha menyadarkan Irin yang sudah mabuk parah itu.

“ya! Song irin! Memangnya kau ini drunken master? Kenapa minum sampai sepuluh kaleng hah??” Dongwoon menggoyang-goyangkan badan Irin untuk membangunkannya.

“oh? Oppa? Kau sudah pulang?” jawab Irin dengan muka bodoh dan mabuk.

“kenapa kau bisa minum sepuluh kaleng bir? Memangnya ada apa?” Dongwoon panic, wajah Irin memerah karena mabuk.

“oppa, sshhhttt!” irin dengan mabuknya memberiikan isyarat ke Dongwoon untuk diam.

Dengan susah payah Irin memicing-micingkan matanya sembari meraba wajah Dongwoon. Dongwoon terdiam seperti permainan game yang sedangdi-pause oleh pemainnya. Irin menyentuhkan telunjuknya ke bibir tipis Dongwoon. Dengan sedikit menyeringai dia memajukan wajahnya. Irin mencium Dongwoon. Dia menciumnya dengan sedikit nafsu. Bukan ciuman lembut seperti yang sebelumnya dengan sadar Dongwoon berikan untuknya.

Dongwoon tercengang dengan apa yang sudah dilakukan oleh Irin. Tapi tidak lama Dongwoon hanyut ke dalam ciuman panas Irin. Diapun memejamkan matanya dan membalas lumatan demi lumatan dari Irin. Irin menautkan jemarinya di helaian rambut Dongwoon, sedangkan Dongwoon merengkuh pinggang Irin. Dongwoon dengan segera menidurkan Irin di sofa tempat mereka duduk. Tanpa melepaskan ciuman panas mereka, Dongwoon berada diatas Irin dan mulai meraba badan Irin dari luar bajunya.

Ada sesuatu yang menyita perhatian Dongwoon. Payudara Irin. Ketika dia memegangnya, terasa dengan jelas ukuran yang cukup besar untuk ukuran tubuh langsing Irin. Dengan naluri kelelakiannya, diapun meremas payudara irin dari luar bajunya. Tanpa dia sadari Irin melenguh karena perbuatannya.

“aaahhh~”

Membuat lidah keduanya bertemu dan saling berdansa seiring dengan besarnya nafsu diantar keduanya. Dongwoon terus meremas-remas payudara irin bergantian sembari menciumi leher Irin. Ditengah lenguhan-lenguhannya Irin berkata diluar kesadarannya.

“oppa, kau boleh ambil keperawananku karena kau sudah memberiiku uang untuk membantuku.”

Seketika Dongwoon berhenti dari kegiatannya. Hatinya terpukul mendengar perkataan Irin. Dia melihat Irin yang memejamkan matanya, sudah tertidur.

Dongwoon POV

Untung kau mengatakannya Irin-ah. Walaupun aku menginginkannya, tapi aku ingin kau sadar dan melakukannya penuh cinta.

Walaupun sedang mabuk dan tertidur, kau tetap cantik. Dan bibirmu. Walaupun kau sudah habis sepuluh kaleng bir, tetap saja rasanya manis.

Akhirnya dongwoon menyerah malam itu. dia membopong Irin dan menidurkannya di kasurnya, karena apartemennya hanya punya satu kamar. Dia menyelimuti tubuh Irin dengan selimut. Sedangkan dia tidur disampingnya tanpa selimut. Sebisa mungkin dia menjaga jarak dengan Irin, karena dia tidak mau tanpa sadar melakukan sesuatu yang tidak-tidak.

 

_________________________________________________________________________________________________________________________

Comment and subscribe is welcome :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LS35879
#1
Wah bagus cerita nya!!
babyindigo #2
aaaahhhh >.<
makasih komentarnyaaa :DD
ini bisa jadi introspeksi buat fanficku selanjutnya :DD
jeongmal gamsahamnidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa xoxoxoxoxo
yutarou #3
saya komen menggunakan b.indonesia saja ya...
sebenarnya saya sudah sangat lama dan tidak terbiasa membaca straight fic, bukan berarti saya anti straight fic, hanya saja saya saya lebih suka sho-ai fic...
fokus cerita ini sebenarnya irin kan? saya rasa kurang tepat jika anda mengatakan bahwa ini cerita tentang dongwoon...
perjuangan irin agar bisa membiayai pengobatan ibunya memang bagus, walau dengan cara seperti itu. untungnya dia bisa mendapat lelaki yang baik.
menurut saya,karakter dongwoon di sini sesuai dan karakter kikwang juga terasa keceriaannya...
mengenai bahasa, saya berkomentar tentang satu hal saja, anda cukup menulis 'ibu dongwoon' daripada 'ibunya dongwoon'...
maaf jika komentar saya kurang menyenangkan dan menyakiti hati anda...
hwaiting...
babyindigo #4
this is fanfics in Indonesian. thank you for every who have read this :)) terima kasih..
and for reader under 18, keep away from chap 13 & 14, it's rated M. i've warned you guys ;)