Episode 09

EXchange
Please Subscribe to read the full chapter

Sooyoung meletakkan tas di pangkuannya dan merogoh ke dalam. “Siapa saja yang membawa mobil? Haruskah kita memisahkan diri menjadi beberapa kelompok?” tanya gadis jangkung itu setelah menemukan gantungan kunci mobil berbentuk kelinci. Itu merupakan salah satu barang bersejarah peninggalan sang mantan.

“Kalau cuma satu mobil pasti tidak muat untuk kita semua.”

“Ayo keluar dahulu.”

“Kalian bisa ikut dengan kami,” kata Yoona yang mendapat anggukan kepala dari Taeyeon. Dia tidak mungkin mengatakan tidak, kan? Meski pun sesungguhnya hati kecilnya menginginkan ruang dan waktu hanya untuk mereka berdua.

Seohyun menoleh sekilas lalu menjawab, “kita semua harus pergi ke tempat parkir dan lihat mobil mana yang muat.”

“Ada yang mau ikut dengan kami? Mobil dia besar sekali,” kata Yuri sambil menepuk pundak temannya seolah itu sebuah kebanggaan yang patut untuk dipamerkan.

“Kamu tidak akan menyesal ikut dengan kami,” komentar Sooyoung menambahkan agar para gadis mau bergabung dengan mereka.

“Apa aku diperbolehkan untuk tidur di mobil?” tanya Sunny.

“Kenapa? Kamu lelah?”

“Hm, pekerjaan hari ini benar-benar menguras tenagaku.”

“Masuklah. Aku menyimpan bantal leher di kursi belakang. Kamu bisa memakainya,” kata Sooyoung menekan tombol pada kunci dan membiarkan kedua temannya masuk ke mobil. Yuri mengambil tempat di depan sementara Sunny dengan nyaman melempar pantatnya di kursi belakang.

Belum lima detik mobil berjalan, Yuri berteriak dari balik kaca jendela yang diturunkan. “Hai cantik, naiklah. Masih banyak kursi kosong di mobil kami.”

Tiffany tertawa. “Kalian pergi saja dahulu. Aku akan ikut mobil lain.”

“Baiklah.”

“Sampai jumpa.”

Tiffany menyeret kakinya beberapa langkah ke depan lalu membuka pintu belakang mobil. Dia melihat Seohyun sudah duduk di sana. “Biarkan aku ikut dengan kalian,” kata wanita itu tepat ketika mantan pacarnya mengambil kursi di balik kemudi dan disusul dengan perempuan lain yang mengambil tempat di sampingnya.

Seohyun mengerjap. Mengapa Yoona berada satu mobil dengannya? Raut wajahnya tampak kebingungan. Sepertinya ada sesuatu hal yang keliru. “Apakah ini mobilmu, Taeyeon?”

“Hm,” gumamnya menganggukkan kepala.

“Ini mobilnya. Lihat, ada tulisan selamat datang Taeyeon,” kata Yoona mengetuk ujung jarinya pada layar navigasi mobil.

Seohyun meremas-remas telapak tangan yang dingin dan memandang ke luar jendela dengan gugup tanpa suara. “Bisakah kalian menunggu sebentar? Aku ingin memastikan sesuatu.”

“Apa ada masalah?”

“Aku masuk ke mobil dengan mengira bahwa ini punya Jessica. Kalian berdua mengendarai BMW. Karena kami berangkat bersama, kupikir sebaiknya aku pulang dengan mobil yang sama. Jadi, saat aku masuk, kukira mobil ini miliknya karena posisi parkir kalian juga sama.”

“Jessica sudah pergi mengendarai mobilnya.”

“Benarkah?”

Tiffany mengangguk. “Aku bertemu dengannya dan bertanya apakah dia ingin aku ikut dan dia menolak. Kupikir dia sedang ingin menyendiri.”

“Ah, begitu rupanya.”

Mesin mobil mulai menderu bersama roda yang berputar lambat. Kecepatan sedang dan tidak terburu-buru, menikmati pemandangan malam dalam keheningan. Tidak banyak yang bersuara selain orang yang bernyanyi dari balik radio.

Banyak hal berkecamuk dalam pikiran mereka. Begitu banyak; hingga lidah mereka terasa kelu untuk memilih satu di antara ribuan kata yang tumpang tindih. Mungkin karena udara di mobil yang terlalu dingin menyebabkan jaringan pada otak kecil mereka menjadi kaku. Atau mungkin karena mereka terjebak dengan mantan pacar masing-masing yang duduk tepat di belakang mereka.

Jika saja Tiffany tidak sibuk menghitung jumlah pohon yang berdiri di tepi jalan, mungkin dia akan menyadari bagaimana pemilik mobil itu memperhatikan dirinya melalui pantulan kaca depan dari waktu ke waktu.

Dan jika saja Seohyun tidak terhanyut ke alam bawah sadar, dia akan mengetahui siapa yang memutar lagu favoritnya untuk dimainkan.

***

Pintu kamar itu terbuka menampilkan seorang wanita yang berjalan dengan kepala tertunduk. Hari panjang yang melelahkan. Tidak mendapat pesan dari mantan pacarnya adalah salah satu alasan, tapi dia sudah menduga kemungkinan tersebut. Entah mengapa, wajah bodoh sang mantan terus melintas di pikirannya. Cara Yuri tersenyum pada wanita lain, Jessica sama sekali tidak merasa senang soal itu.

“Apa itu terlihat jelas?” kata gadis malang itu sambil melompat ke atas kasur. Dia mengubur kepalanya dengan tumpukan bantal.

Tiffany mendongak, melupakan sesaat isi koper yang berantakan. Dia sedang mencari handuk bersih untuk mandi namun itu bisa menunggu.

“Apa?”

“Suasana hatiku sedang buruk. Apakah terlihat sangat jelas?”

Tiffany berjalan ke arah pintu dan menutupnya. Pembicaraan mereka sebaiknya tetap tinggal di dalam kamar. “Apa terjadi sesuatu?”

“Hanya...” Jessica bangkit perlahan dalam posisi duduk dan mendekap kedua lututnya di depan dada. “...aku hanya merasa tidak enak.”

“Suasana hatimu sedang buruk. Apakah selalu seperti itu?”

“Kupikir semua akan baik-baik saja. Aku tidak mengerti mengapa suasana hatiku tiba-tiba menjadi buruk. Mantanku, hanya melihatnya membuatku menjadi kesal. Itu terjadi begitu saja.”

“Terkadang aku masih memikirkan mantanku. Sebagian dari kita mungkin merasakan hal yang sama.”

“Ya Tuhan, aku tidak pernah merasa seperti ini. Aku hanya...”

“Apa karena kamu masih menyukainya?”

Jessica menarik nafas dalam-dalam kemudian membuangnya dengan keras. “Entahlah, aku selalu mengalami hari yang berat di sini.”

“Itu pasti tidak mudah. Sayangnya kita tidak boleh membicarakan alasan kita mengalami kesulitan.”

“Ah, aku butuh udara segar.”

Jessica menyambar selimut yang tergeletak di lantai dan menyeret alas kakinya keluar pintu kamar. Dia berharap, berdoa setulus hati, agar mendapat kedamaian di setiap langkah yang terasa semakin berat. Sialnya, Jessica mungkin termasuk golongan anak nakal yang sering kali mengabaikan perintah orang tua, atau pencuri kecil yang menyembunyikan kue jahe di bawah bantal atau sebutkan saja semua catatan dosa-dosanya hingga Tuhan menghukumnya dengan cara yang paling menyebalkan.

“Apa?” kata Yuri seraya bersandar pada tiang penyangga. “Kenapa kamu menatapku seperti itu?”

Gadis yang lebih muda membuang pandangan ke arah taman dan bertemu dengan tatapan mata kecoklatan dengan intensitas dalam yang membuat dirinya merasa sangat tidak nyaman.

“Ada seseorang duduk di luar.”

“Itu Taeyeon. Dia baru saja menyalakan rokok. Kenapa kamu tampak sangat kesal?”

“Jangan sekarang. Dia sedang mengawasi kita.”

“Keluarlah nanti dan naik tangga ke atas. Aku akan menunggumu di sana.”

Tiga puluh satu menit dan delapan belas detik. Gigi Yuri bergemeletuk gila-gilaan dalam irama pendek yang terputus-putus dan mungkin akan cocok dijadikan melodi dalam sebuah lagu. Dia merapatkan rahangnya, namun getaran malah menyebar dan menjalar turun ke tangan dan lututnya. Terkutuklah udara dingin. Seharusnya dia lebih berhati-hati dalam memilih tempat.

Sudah belasan menit sejak Taeyeon mematikan rokok dan menyerahkan seluruh sudut kosong taman itu untuk temannya, namun sepertinya gadis tersebut harus bertahan beberapa menit lebih lama sebelum sosok yang ditunggu mulai menampakkan batang hidungnya.

“Apa yang kamu lakukan?” Dia menatap ujung rambut yang bergetar tertiup angin. Jari jemari gadis itu membeku kedinginan dan itu karena dia membuatnya menunggu terlalu lama.

Tidak, Jessica tidak akan meminta maaf. Anggap saja tindakan itu sepadan dengan apa yang dia rasakan.

“Ini masih panas,” katanya sambil menyerahkan cangkir yang mengepul. Jika ada suatu hal baik yang mampu dia tawarkan, maka itu tidak lebih dari secangkir teh hangat.

“Kamu tampak sangat kesal.”

Jessica menaikkan sebelah alis dengan lengan terlipat di depan dada. Yuri langsung menyesal telah membuka mulut. Mengapa dia berbicara seperti itu? Bodoh. Rasanya dia ingin luruh jadi debu dan terbang bersama angin.

“Gara-gara siapa aku begitu? Bayangkan kamu berada di posisiku. Bagaimana perasaanmu?”

“Aku mengerti ini tidak mudah.”

“Kita memang sudah lama putus, tapi bukankah setidaknya kita bisa saling menghormati? Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri. Kamu terus mengobrol dan bergurau seolah semua orang akan tertawa dengan leluconmu. Kamu pulang bersama wanita lain sementara aku duduk sendiri di dalam mobilku. Apa aku salah jika menunjukkan suasana hatiku yang buruk?”

“Itu tidak salah. Tapi, jangan sampai orang tahu jika kita mantan pacar.”

“Setidaknya aku tidak pernah mengabaikanmu. Kenapa kamu melakukan itu? Kukira kamu mau aku datang ke acara ini untuk memperbaiki apa yang tertinggal dari hubungan kita.”

“Sejujurnya aku pikir kamu terlihat bahagia saat berkencan dengan Tiffany.”

“Begitukah perasaanmu? Kamu bahagia setelah pindah kemari?”

“Bukan begitu.”

“Apa kamu pernah memikirkanku?”

“Aku sering memikirkanmu.”

“Benarkah? Kamu tidak bersikap seperti itu.”

“Kukira kamu tahu perasaanku,” gumam Yuri menghela nafas panjang.

Rasa sakit mulai berdenyut di kepalanya. Hanya dengan memikirkan masalah ini, Jessica merasa dirinya akan menangis. Dan kalau benar-benar menangis, itu mungkin akan menghancurkan segalanya. Jadi, dia mencoba untuk tertawa, lalu berubah menjadi cegukan tersiksa yang mengguncang sekujur tubuhnya.

“Kamu..” Jessica tersedak. Dia menghapus air matanya dengan cepat “..mempermainkanku.”

“Jangan begitu. Ini hanya masalah waktu. Mulai sekarang aku akan menghormatimu dan selalu memikirkan perasaanmu.”

“Tidak perlu melakukannya. Aku akan fokus terhadap perasaanku sendiri. Sudahlah, aku mau masuk ke dalam.”

“Tunggu. Kamu bilang jika kamu merindukanku di pertemuan awal.”

“Itu benar. Aku tidak berbohong. Faktanya, hanya aku yang memikirkanmu.”

***

“Selamat pagi.”

Yoona bersenandung sambil berkeliling rumah membawa seember air. Hari ini dia dan teman sekamarnya bertugas menyiram bunga setelah mengalami kekalahan dalam permainan angka.

“Astaga, ini sudah siang hari. Aku merasa malu mendengarnya.”

“Tidak apa-apa. Kamu bukan satu-satunya yang bangun terlambat. Aku belum melihat Jessica.”

Tiffany tertawa. “Dia masih tidur.”

“Kalian tidur larut malam?” tanya Yuri sambil mondar-mandir membersihkan lantai yang basah terkena cipratan air.

“Hm,” gumamnya meneguk segelas air dingin. Dia bertanya-tanya dalam hati mengapa rumah mereka tampak agak sunyi. Ke mana perginya orang-orang itu atau lebih tepatnya seseorang; mantan pacarnya. Tiffany berjalan menyusuri lorong dan mengetuk pintu kamar.

“Masuklah.” Taeyeon menatap ke arah wanita lain yang berdiri di ambang pintu dalam balutan baju tidur yang sederhana. Tiffany mengenakan katun ringan dan sandal berbentuk kelinci. Dia membawa tas berisi pakaian kotor.

Tiffany telah memikirkan cara ini di sepanjang waktu. Alih-alih hanya meratapi perasaannya yang terluka, dia harus memaksakan diri untuk berbicara dengan mantannya.

“Ah, kamu sedang memakai mesinnya. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencuci pakaian?”

“Sekitar satu jam.”

“Apakah aku boleh mencuci pakaianku bersama dengan milikmu?”

Taeyeon terkejut. “Dengan pakaianku?”

“Ya.”

“Bukankah akan agak aneh jika pakaian kita tercampur?”

“Tidak masalah. Aku tidak peduli.”

Taeyeon tidak mampu berkata-kata. Dia sangat menjaga status hubungan mereka di masa lalu tetapi gadis yang berdiri di hadapannya saat ini sama sekali tidak membuat hal tersebut terlihat mudah. Dia membiarkan kesunyian canggung di antara mereka hingga tanpa disadari seseorang telah berhasil menyelinap ke dalam kamar.

“Aku meninggalkan pakaianku di pengering dan lupa mengeluarkannya.” Sooyoung mengambil keranjang kosong dari dalam kamar mandi lalu bertanya, “kamu juga mau mencuci pakaianmu sekarang?”

“Ya tapi Taeyeon sedang memakainya. Atau apakah kalian punya handuk cadangan yang bisa kupinjam?”

“Sepertinya aku kehabisan. Semuanya dalam mesin pengering”

“Aku punya satu.” Taeyeon membuka lemari dan menyerahkan gulungan handuk berwarna putih. “Kamu bisa memakainya.”

“Terima kasih. Aku akan mengembalikannya.”

“Kembalikan padaku dengan bunga menjadi dua handuk.”

Tiffany tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya dan mata bulan sabit. Cantik. Sangat cantik. Saat itulah Taeye

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kwonyy #1
Chapter 10: Moga yulsic bisa kembali bersama kkkkk
Dan jgn sampai sica ama taeng. Sory thor tp aku g suka taengsic 😂
kimkimsara
#2
Chapter 10: Akhirnyaaa update lagiii
Makin penasaran. Semoga aja ngga ada yg tersakitiii
kimkimsara
#3
Chapter 9: Setiap ada chapter baru, pasti bikin kepo chapter berikutnya bakalan kaya gimana. Semangat Author!
kwonyy #4
Chapter 9: Apakah sica memilih yoona??
kimkimsara
#5
Chapter 8: Gemeeeszsssssss gtiap chapter bikin penasaran kelanjutannya gimana
kwonyy #6
Chapter 8: Yg tabah ya yulk. Kamu juga g ngirim sica pesan kan
onesleven
#7
Chapter 7: Woaah kirain umurnya bakal sama ma asli, eh ternyata beda, Sica malah lebih mudah wkwks
Bakal ada drama gak ya episode selanjutnya, soalnya Taeng mulai spik-spik sama Sica walaupun sasaran utamanya Yoona 🤭
kwonyy #8
Chapter 7: Dasar yulk kirain dia orang cool gtu ternyata sifat player nya g hilang"
kimkimsara
#9
Chapter 7: Yuri Om-Om Buaya!!! hahahahahaha
kimkimsara
#10
Chapter 6: Serius deh, asik banget baca cerita iniii <3
Paling suka bagian mereka ngirim pesan untuk orang lain unyumunyushabidubidam!