part5

It's You

 

Suara musik menggema didalam ruangan Woozi, Woozi duduk di tengah-tengah dance hall sambil menulis beberapa lirik lagu. Ia menarik nafas pelan sebelum ia memandang cermin lebar yang ada dihadapannya, mengedipkan matanya beberapa kali kemudian menyentuh dada kirinya, memejamkan matanya kemudian menunduk.

                Sebuah instrumen ballad mengalun (*alunan musik Say Yes*), Woozi semakin menundukkan kepalanya, air matanya menetes. Sedangkan tangan kirinya menggenggam erat pena yang sedang ia pegang. Tangisnya tanpa suara, namun air matanya deras mengalir.

                Tak lama kemudian ia mendengar suara pintu diketuk, ia segera mengusap air matanya dengan lengan bajunya dan membereskan kertas-kertas yang ada dihadapannya. Ia memastikan wajahnya dicermin agar tidak terlihat seperti seseorang yang habis menangis dan kemudian membuka pintunya.

                Wajah Mingyu yang pertama kali dia lihat, Mingyu memberikan senyuman kecilnya sebelum masuk keruangan Woozi. Ia berjalan ke dance hall dan duduk sambil berselonjor kaki. Ia menepuk space disebelahnya, Woozi menutup pintu kemudian duduk di samping Mingyu.

                “Kau sendiri?” Tanya Woozi. Mingyu menooleh kearah Woozi kemudian mengangguk.

                “Apa kau mengharapkannya datang bersamaku malam-malam begini?” Mingyu balik bertanya, Woozi hanya diam, memandang kebawah dan memainkan pena yang ada ditangannya.

                “Ji...”

                “Mingyu, biarkan seperti ini. Aku mungkin tidak sanggup untuk melangkah lebih jauh, aku harus menahan emosiku ketika aku bersamanya.” Woozi memotong ucapan Mingyu. Mingyu mengangguk.

                “Ini baru permulaan dan kau sudah hampir lepas kendali? Lakukan perlahan, aku akan membantumu.”

                Namun Woozi menggeleng, “Cukup seperti ini, aku sudah bisa bahagia. Aku bisa bersamanya walaupun sebagai orang lain. Asal aku dapat melihatnya kembali, itu cukup untukku.”

                Mingyu menarik nafas, “Tapi kenapa?”

                “Mingyu, aku tidak ingin merusak kebahagiaannya bersama Jeonghan, aku tidak ingin masa lalu memberatkannya, biarlah seperti ini. Aku...Jeonghan...” Woozi mulai tidak bisa menahan air matanya, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan air matanya agar tidak jatuh.

                Mingyu merangkul Woozi, mengusap bahunya. “Menangislah Ji, aku mengerti, jangan ditahan.”

                Woozi tidak dapat menahan tangisnya. Ia berbalik, memeluk Mingyu dan menangis dipundaknya, kali ini tangisnya benar-benar keluar, air matanya membanjiri wajahnya dan kemeja yang Mingyu gunakan. Mingyu mengusap punggung Woozi perlahan tanpa berusaha menghentikan tangisan Woozi.

                “Aku—Aku merindukannya Mingyu, aku sangat merindukannya...” Ucap Woozi disela-sela tangisnya, Mingyu mengangguk.

                “Aku tahu, Jihoon... Aku tahu.”

                Woozi mememluk Mingyu dengan erat, menumpahkan rasa yang tertahan didadanya dengan air mata, ia tidak berkata-kata begitu pula dengan Mingyu.

=+=+=+=+=

                Aku memutar instrumen yang tadi siang Woozi berikan padaku, mendengarkannya berulang-ulang sambil membaca liriknya. Woozi benar-benar jenius, ia membuat instrumen dan lirik yang sempurna, belum pernah aku mendengar yang seperti ini. Bahkan liriknya pun terkesan seperti ucapan sehari-hari, bukan kata-kata kiasan yang biasanya diungkapkan dalam setiap lagu.

                Aku mencoba menyanyikannya dan terus mengulangnya, nadanya mudah untuk dinyanyikan namun sulit ketika itu masuk kedalam taham rapp. Sebenarnya, mudah saja bagiku untuk menyesuaikan instrumen dengan lirik dan nadanya. Tapi untuk lagu ini, sepertinya Woozi benar-benar berusaha untuk mempersulitku dengan beat yang tidak terlalu cepat, namun harus benar-benar dapat menyesuaikan dengan musik yang mengalun.

                “Argh! Kenapa ini begitu rumit!!”

                Aku mematikan instrumentnya, lelah setelah beberapa jam aku harus berlatih sendiri dan tidak langsung diruangan Woozi. Saat aku dan Mingyu kembali ke rumah, ia bilang ia harus kembali ke kantor untuk beberapa urusan, jadi dia hanya mengantarku saja ke rumah. Namun, bicara tentang Woozi, entah mengapa setiap kami berbincang, ia tidak akan pernah memandang langsung ke arahku, ia akan melihat ke arah sekitar kecuali hal itu benar-benar penting untuk diucapkan. Ada yang aneh dengan Woozi, aku benar-benar merasa tertarik untuk mengetahui tentang dirinya.

                Handphoneku berdering. ID Jeonghan tertera di layar ponselku, aku tersenyum kemudian segera mengangkatnya.

                “Hallo? Coupsie Coupsie Coupsiieeeeee.”

                Aku tersenyum, suara Jeonghan benar-benar lucu. “Aku disini sayang, apa yang sedang kau lakukan? Bagaimana Jeju?”

                Aku dapat merasakan Jeonghan tersenyum, “Ah, disini menyenangkan namun sanagat dingin. Untunglah aku membawa mantel tebal, ah! Joshua mengirimkan salam untukmu, ia bilang setelah jadwalnya selesai, dia mengundangmu dan aku untuk premier penerbitan majalah terbarunya, kita akan datang kan?”

                Aku mengangguk, sambil mencoret-coret kertas kosong yang ada dihadapanku. “Tentu saja sayang, kita akan datang. Jangan terlambat makan sayang dan jangan lupa untuk minum vitaminmu.”

                Jeonghan terkekeh, “Aku akan makan sebentar lagi, kami sedang menunggu pesanan. Aku akan kembali beberapa hari lagi, aku merindukanmu, Coups.”

                “Aku juga merindukanmu Jeonghan, sangat merindukanmu.”

                Terdengar suara seseorang meneriaki Jeonghan, “Ah! Sayang, makanannya sudah tiba, jangan lupa makan okay? Aku pergi dulu, aku sangat lapar. Sampai jumpa sayang, i love you..”

                “I love you too Jeonghan, makan yang banyak!”

               Jeonghan tertawa, “Baiklah, bye...” Dan teleponpun dimatikan. Aku tersenyum, terkadang aku kalah oleh makanan, Jeonghan sangat susah menolak jika itu tentang makanan.

                Tak lama setelah Jeonghan menelepon, pintu apartmentku terbuka, Mingyu masuk sambil menggendong Woozi dibelakangnya, aku hampir saja tersedak ludahku sendiri, apa yang dia lakukan dengan membawa Woozi pulang? Apa dia mabuk? Benar-benar.

                Aku segera menghampiri Mingyu, “Apa yang terjadi? Kenapa kau bawa anak ini kesini?!” tanyaku dengan menahan suaraku agar tidak terlalu tinggi.

                Mingyu merebahkan tubuh mungil Woozi diatas sofa yang kududuki sebelumnya, “Dia sakit, tubuhnya panas tinggi, dia pingsan di ruangannya.”

                “Apa? Kenapa? Dan setelah dia pingsan, kau membawanya kemari? Kenapa tidak kau antarkan saja dia kerumah sakit atau ke rumahnya?” tanyaku sambil sedikit melirik wajah Woozi yang kemerahan dan sedikit pucat itu.

                “Entahlah, aku pikir membawanya kemari itu lebih baik dan lagi pula aku tidak tahu dimana dia tinggal.” Mingyu menghela nafas kemudian menyelimuti Woozi dengan jaketnya.

                “Dengar Mingyu, aku tak ingin berurusan apalagi merawat orang sakit. Aku buruk akan hal ini kau tahu itu kan?”

                Mingyu mengangguk, “Sementara ini, biarkan dia istirahat, jaga dia sebentar, aku pergi mandi dulu.”

                Mingyu meninggalkanku di ruangtamu bersama Woozi, ia segera masuk ke kamarnya dan mengambil perlengkapan mandinya sebelum ia kembali menghilang dibalik pintuk kamar mandi. Aku duduk disofa yang lain tak jauh dari Woozi, entah kenapa saat aku memandangi wajah Woozi, aku merasa pernah bertemu dengannya dan aku merasa bahwa aku seperti telah mengenal dia sebelumnya, tapi aku tak ingat apapun dan kepalaku selalu saja sakit saat aku mencoba menginat hal yang telah lama berlalu.

                Pelan-pelan Woozi membuka matanya, ia mulai sadar dan melihat sekeliling kemudian matanya mengarah kepadaku. Ia mengedipkan matanya berkali-kali kemudian mencoba untuk duduk tanpa melepas pandangannya padaku, namun tangannya masih belum kuat untuk menahan tubuhnya, dia hampir saja jatuh jika aku tidak segera memegang bahunya dan membantunya untuk duduk. Namun setelah duduk, Woozi masih saja memandangiku tanpa berkedip, mulutnya terbuka sambil pelan-pelan tangannya menyentuh pipiku.

                “Se-Seungcheol...”

                Aku berkedip kebingungan, dia memanggilku dengan nama asliku. Tangannya yang panas itu mengusap pipiku, tangannya mungil dan terasa halus. Aku merasakan hal yang aneh ketika Woozi menyentuh pipiku, seperti seseuatu yang tidak asing dan tidak pernah kurasakan saat Jeonghan menyentuh pipiku, aku terdiam seketika karna sentuhan tangan Woozi.

                “Woozi? Kau baik-baik saja?” Tanya ku pelan. Woozi terhenyak kemudian segera melepaskan tangannya dari pipiku dan tertunduk.

                “A-Ah, kenapa aku disini?” Tanya sambil bergeser menjauhiku.

                “Ekhem... Mingyu yang membawamu kemari, Mingyu bilang kau pingsan.” Ucapku sambil segera duduk disofa.

                “Pingsan?” Woozi berpikir sejenak kemudian melihat kearahku. “Aaah...” ia mengangguk.

                “Mingyu sedang mandi, kau butuh minum? Akan ku ambilkan.” Aku baru saja akan berdiri namun Woozi menggeleng pelan.

                “Aku akan pulang, terima kasih dan maaf sudah merepotkanmu dan Mingyu. Sampaikan salamku pada Mingyu.” Woozi berdiri perlahan, namun badannya terlihat lemah dan hampir saja jatuh, aku segera memegang tangannya.

                “Kau akan pulang seperti ini?! Aku akan mengantarmu.” Ucapku. Apa dia sudah gila akan pulang semalam ini dengan tubuh yang seperti ini?!

                Mata Woozi terbelalak kemudian menggeleng, “Aku kan menelepon temanku untuk menjemputku.” Ia segera mengambil ponselnya disaku celananya. Aku menahan tangannya.

                “Aku tak ingin banyak orang tahu dimana aku tinggal, aku ini artis  terkenal kan? Bagaimana jika nanti banyak fans datang kemari jika mereka tahu dimana aku tinggal? Ayo aku antar. Kau tinggal tunjukkan saja jalannya.”

                Tak lama kemudian Mingyu keluar dari kamar mandi, ia bingung melihatku yang sedang memegangi Woozi dan kemudian segera menghampiri.

                “ji—Ah maksudku Woozi, bagaimana keadaaanmu? Kau mau pergi kemana?”

                “Mingyu, aku akan mengantar Woozi, anak keras kepala ini ingin pulang sendiri jadi aku akan mengantarnya.” Ucapku, Mingyu melihatku dengan wajah kagetnya kemudian melihat kearah Woozi, Woozi hanya menundukkan kepala tanpa berkata apa-apa.

                Mingyu tersenyum lebar, “Baiklah, antarkan dia dengan selamat dan pastikan kau langsung pulang.”

                Aku memutar bola mataku lalu berdecak, “Aku tidak akan mampir kemanapun, lagi pula Jeonghan tidak ada sekarang, dia di Jeju!”

                Tubuh Woozi menegang saat aku mengucapkan nama Jeonghan, namun aku tidak menyadarinya. Mingyu langsung melirik Woozi kemudian menatapku kembali.

                “Pergilah.” Ucap Mingyu singkat. Aku mengangguk kemudian membantu Woozi berjalan keluar rumah dan membantunya menaiki mobil.

                Diperjalanan, kami tidak bicara apapun, alamat Woozi sudah ditulis di handphoneku dan sudah tertera dinavigasi. Woozi memandang keluar jendela dan menyandarkan kepalanya di kaca jendela sedangkan tangannya memainkan ujung bajunya, ia menggigit bibirnya sesekali dan benar-benar tidak mengucapkan sepatah katapun.

                Kami sampai didepan sebuah apartment, seseorang sudah menunggu Woozi di depan pintu apartmentnya saat sebelumnya Woozi meneleponnya dan menintanya untuk menunggunya di depan pintu utama apartment. Woozi hampir saja turun sebelum aku memegang tangannya, menahannya untuk turun.

                “Woozi, pastikan kau sembuh sesegera mungkin. Kita harus segera menyelesaikan lagu ini kan?” ucapku sambil sedikit meremas tangannya. Woozi memandang kearah tangannya yang kugenggam kemudian mengangguk.

                “Baiklah, Selamat malam, Woozi...”

                “Selamat malam, Seungcheol....” balas Woozi pelan kemudian turun dari mobil, teman Woozi yang sejak tadi menunggu langsung merangkul Woozi dan membantunya berjalan dengan perlahan.

                Aku memndangi Woozi dari belakang sampai dia masuk kedalam gedung Apartmentnya. Entah mengapa, rasa tak suka menghampiriku saat aku melihat teman Woozi merangkulnya dengan erat dan membantunya. Tangan Woozi yang kugenggam masih terasa ditanganku, aku benar-benar seperti sering menggenggam tangan mungil itu. Tangan Woozi benar-benar terasa pas ditanganku, seperti benar-benar membuatku kembali ke masa lalu yang tidak bisa aku ingat sama sekali. Siapa sebenarnya Woozi? Aku nggeleng kemudian segera pergi meninggalkan gedung apartment Woozi.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

sebentar lagi flasback dan masa lalunya bakalan terungkap. makasih buat semua yang ngikutin ceritanya dan udah ninggalin komentarnya, maksih semuaaaaa >< <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
leejihoon92
#1
Chapter 22: Ahh akhirnya..... seneng banget bacanya aku ehh
sseundalkhom
#2
Chapter 22: ya lord aku bahagia ....


sangat
Altariaaa #3
Chapter 22: aaaaahhhh :"333
lakeofwisdom
#4
Chapter 22: Akhirnyaaaa huhuhuhuhu
scoupstu #5
Chapter 21: Lanjut ya :") I need more jicheol than yeolhoon kali ini xD
goddess_tamtamie #6
Chapter 21: Mereka yang ketemu kenapa gue yg degdegan ya ? :"
leejihoon92
#7
Chapter 21: Kyyaaaaaaaaa pandang pandangan
Aduh kok aku yg malu
lakeofwisdom
#8
Chapter 21: NOOOOOO KENAPA HANGING DISINI
sseundalkhom
#9
Chapter 21: KETEMU YES KETEMU
FrainZL #10
Chapter 20: Update plis updateeee (┳Д┳) ya ampun hati saya tak sanggup :'(