chapter 9

Another Angel

Disclaimer: All the cast belong to themselves.

Warning: AU, typo, BL, OOC, Don’t Like, Don’t Read! ;)

Summary: [Krisho] …seperti kau mempersiapkan dirimu untuk terluka kapan saja, tapi kau tidak akan pernah terbiasa dengan rasa sakitnya…/Orang yang aku sukai juga memiliki orang yang dia sukai.

XoXo-XoXo-XoXo

XoXo

Another Angel © Kiriya Arecia

XoXo

XoXo-XoXo-XoXo

Suasana kamar yang tenang dan hanya ada dua orang berada disana, saling memandang, duduk lesehan di lantai dengan layar tivi yang menampilkan tulisan ‘You Lose’ beserta bungkus-bungkus snack yang masih terisi separuh dan kaset game yang berhamburan.

 Keadaan yang tidak bisa disebut romantis memang, tapi biarlah. Yifan, salah satu namja tinggi yang berada di kamar itu tampak menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Mengambil langkah pertama menuju pembicaraan yang penting.

“Aku suka kamu.” Yifan berucap dengan lancar, tegas dan lugas. Mata tajamnya fokus menatap sang lawan bicara. Berharap untuk hasil yang terbaik.

Chanyeol yang mendengar ucapan Yifan menyahut dengan serius, “Maaf, aku gak suka sama kamu.”

Bugh!

Sebuah bantal melayang menghantam kepala Chanyeol.

“Sialan kamu Yeol.”

Chanyeol yang tadinya menutup wajahnya dengan kipas tangan plastik bergambar raut wajah Junmyeon yang lagi senyum (hasil dari ngeprint foto pakai printer kemudian ditempel di kipas itu) buka suara, “Kamu memasang wajah kayak serigala mau makan daging. Horror. Rileks dong. Junmyeon-hyung keburu kabur melihat wajahmu yang kayak mau ngajak berantem begitu.”

Fix. Latihan ini gagal. Untuk yang kesekian kalinya.

“Susaaahhh! Aaarrgghh!” Yifan melompat ke atas ranjang milik Chanyeol dan rolling disana, yang syukurnya luas. Muat 4 orang kalo mau berbaris seperti ikan sarden kalengan.

“Iya, susah memang,” Chanyeol menatap Yifan prihatin. “Nyerah?”

“Nyiapin mental dan hati dulu. Yuk main ps lagi.” Ujar Yifan kemudian kembali bersemangat.

“Yang serius dong hyung.”

Yifan kembali menjatuhkan dirinya di kasur, matanya menatap ke arah langit-langit, “Kamu sendiri, gak nembak Baekhyun gitu?”

“H—hah?” mata Chanyeol langsung mengarah pada Yifan.

“Iya, kamu suka dia kan?”

“Tentu saja aku menyukainya. Makanya aku masih bersahabat dengannya sampai sekarang. Kami itu sahabat masa kecil, hyung.”

Yifan melirik Chanyeol sekilas dengan sudut matanya sambil mengerutkan alisnya. “Oh, begitukah? Sekedar suka hanya sebagai sahabat?”

Chanyeol bersandar di tepi ranjang kasurnya, “Apa sih, pikirkan dulu percintaanmu sebelum memikirkan yang lain.” Matanya menerawang.

Benarkah begitu? Selama ini Yifan mengira kalau Chanyeol suka sama Baekhyun lho.

Bukannya sok peduli ataupun tidak ingin peduli. Yifan tentu akan dengan senang hati membantu jika diperlukan. Jika diminta. Yifan hanya tidak ingin hal buruk terjadi karena dia memutuskan melakukan hal seenaknya tentang perasaan teman dekatnya yang satu ini. Yang ingin Yifan pastikan, dia akan selalu ada baik saat dibutuhkan maupun tidak. Akan siap menarik ataupun memberi dorongan. Seperti halnya yang dilakukan Chanyeol untuknya sekarang sebagai sosok sahabat.

XoXo-XoXo-XoXo

“Baiklah… kita mulai saja.” Ucap Kyungsoo dengan nada serius. Saat ini mereka, Kyungsoo, Yixing, Junmyeon, Yifan dan Chanyeol duduk dengan keadaan kursi dan meja yang diatur secara melingkar di ruangan klub dance saat jam istirahat. Entah bagaimana caranya Chanyeol—selaku anggota klub yang berstatus murid kelas 1 bisa menguasai kunci ruangan klub dan masuk sesuka hati tanpa dipermasalahkan oleh para Sunbae.

Para namja yang mendengar perkataan Kyungsoo di ruangan klub itu segera mengangguk, sementara Yifan meneguk ludahnya kasar.

Kenapa scene ini terlihat begitu serius?

Mereka hanya ingin makan siang bukan?

Bukan sedang menginvestigasi tersangka pembunuhan ataupun main ToD yang penuh dengan tantangan laknat semacam kalau kamu pilih dare, cium orang yang pertama kali masuk kelas. Ah, lupakan. Kembali pada topik makan siang bersama hari ini.

“Aku membuat bibimbap dan chapcae,” ucap Kyungsoo sambil menampakkan isi bekalnya. Mata bulat namja itu kemudian mengarah pada Yixing.

“Aku membuat nasi goreng Beijing!” sahut Yixing mengeluarkan bekalnya yang dililit serbet bermotif kotak-kotak.

“Oh, giliranku,” Junmyeon membuka kotak bekalnya, “Karena aku masih pemula, aku membuat ssambap (nasi kepal korea) dengan Yukjeon (meat jeon).”

“Karena aku terbiasa dengan makanan barat, aku membuat sandwich dan telur gulung.” Ujar Yifan menunjukkan kotak bekalnya yang berisi enam potong roti isi itu. “Aku tiba-tiba merasa jadi begitu feminim…” gumamnya pelan.

Jangan sampai nantinya para temannya ini punya ide yang lebih ekstrim semacam mengajak crossdress bersama. Hii.

“Laki-laki yang pandai memasak itu termasuk seni!” terdengar sahutan dari Kyungsoo dengan nada yang begitu mantap.

“Wah, telur gulung!” Chanyeol langsung mengarahkan sumpitnya ke bekal Yifan, namun berhasil ditangkis Yifan dengan sumpitnya, “Eitss, tidak bisa sekarang. Perlihatkan bekalmu dulu.”

“Yaahh, hyung…” Chanyeol mencebil, “Milikku adalah… jeng jeng jeng~ Samgyupsal!” seru Chanyeol. “Aku bahkan harus ke toko daging malam-malam karena ingin membuat ini di pagi harinya!”

“Mari makan!” ucap Kyungsoo sambil mengeluarkan sumpitnya.

“Bolehkah aku mencicipi yukjeon buatanmu, Suho-ssi?” ucap Yixing lembut.

“Tentu saja, silakan.” Junmyeon menyodorkan kotak bekalnya.

“Coba chapcae ini hyung, bagaimana menurutmu?” Kyungsoo mengarahkan sumpitnya kepada Junmyeon. Junmyeon mengangguk, “Tidak diragukan lagi. Ini enak! Calon chef masa depan!” ucapnya sambil mengacungkan jempolnya.

Sementara itu namja bermarga Park itu bukannya memakan bekalnya malah mencomot telur gulung milik Yifan, dia berkata kalau dia penasaran apakah makanan buatan Yifan itu enak. Sementara itu Yifan juga sudah mengambil potongan samgyupsal dari kotak bekal Chanyeol untuk yang kedua kalinya.

“Lay-hyung~ aku ingin mencoba nasi goreng Beijing! Ah ya, chapcae milik Kyungsoo aku juga mau!” seru Chanyeol kemudian.

“Ah, coba cicipi ini, Suho-ssi,” Yixing menyuapkan nasi goreng yang dibuatnya ke arah Junmyeon. “Bagaimana?”

“Ahh… ini pertama kalinya aku memakan makanan ini. Rasanya enak! Ternyata Yixing pandai memasak ya!” puji Junmyeon.

“Tidak sehebat itu kok…” namja ber-dimple itu mengelus rambutnya karena merasa malu dengan pujian Junmyeon. ‘Kalau Junmyeon mau, aku mau kok masakin kamu tiap hari.’ Gumam Yixing ringan. Hanya diucapkan untuk dirinya sendiri.

“Kyungsoo bisa jadi calon istri idaman—”

Jleb.

Sebuah sumpit melewati tepat pipi Chanyeol, mengenai sehelai rambutnya secara slow motion. Sumpit itu jatuh setelah menghantam tembok.

“Mungkin maksudmu suami idaman,” suara Kyungsoo terdengar dalam dan tajam.

Chanyeol langsung mengelus pipinya lalu mengangguk-angguk cepat tanda mengiyakan ucapan Kyungsoo dengan tatapan horror. Itu sumpit kalau meleset terus nancep di mata gimanaaa?!

“Mungkin kalian bisa mengelola restoran atau café bersama nantinya lho, kalian jadi chef utama!” seru Junmyeon sambil menunjuk Kyungsoo dan Yixing.

“K—Kalau begitu, aku jadi manajer!” seru Chanyeol sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Ani, kau cocoknya jadi pelayan, lalu Yifan jadi penjaga kasir dan aku yang jadi manajer!” sahut Junmyeon.

Nde? Ahh, waeyo?” Tanya Chanyeol dengan nada tidak terima.

“Karena Chanyeol tampan, kau pasti bisa menarik banyak pelanggan!” Junmyeon mengacungkan ibunya jarinya. Menjual wajah tampan Chanyeol sepertinya ide bagus.

Chanyeol tampak bergumam sambil merapikan topi yang dipakainya, ‘Oh… aku memang tampan, sih.’

“Kalau begitu aku harusnya jadi ketua pelayan,” ucap Chanyeol lagi.

“Kenapa aku kasir?” Tanya Yifan.

“Karena… itu satu-satunya pekerjaan yang tersisa dan cocok untukmu.” Ucap Junmyeon dengan nada ragu. Soalnya kalau Yifan jadi pelayan, nanti kan banyak yang naksir. Soalnya Yifan tampan…

Tsaahhh…

Mana mungkin Junmyeon dengan jujurnya berkata seperti itu.

Yifan menyikut bahu namja itu sambil menunjuk ke arah bekal Junmyeon, kemudian menunjuk mulutnya. Dengan sigap tangan kanan namja angelic itu menyuapkan yukjeon pada Yifan dengan tangan kiri yang menjaga agar remahannya tidak jatuh ke lantai, Yifan mengangguk-angguk pelan sambil mengunyahnya, namun tangan kirinya meraih sandwich buatannya dan menyuapkannya pada Junmyeon. Diiringi dengan menyapu sudut bibir dengan ibu jari karena remah roti.

Adegan bikin ngiri macam apa ini!

Rasanya ketika disuapi sama yang lain kesannya biasa aja, tapi saat mereka malah terlihat romantis. Duh.

“Kurasa itu memang cocok untuk Kris-hyung,” sahut Kyungsoo, mengabaikan adegan suap-suapan. “Yahh, ini mungkin bisa jadi salah satu impianku di masa depan,” ucap namja bermata bulat itu sambil membayangkannya. Impian yang tidak tahu apakah akan terwujud 5 atau 10 tahun lagi. Yeah, menjadi chef terdengar lebih keren dari pada jadi ‘istri’ idaman. Karena terakhir kali Kyungsoo keluar dari toilet, toilet itu masih berlabel dengan lambang ‘cowok’.

XoXo-XoXo-XoXo

Pelajaran sudah dimulai sekitar 40 menit yang lalu, dan sekarang Junmyeon terlihat tampak gelisah. Awalnya Junmyeon merasa masih bisa menahannya, tapi serius, sepertinya dia tidak bisa menahannya sampai bel istirahat! Itu terlalu lamaa! Dan dia ingin ke toilet sekarang. Tapi mengenang kakinya yang seperti itu… oh ayolah Junmyeon, ini tidak seperti kamu akan ngesot dengan dramatis kan. Masih bisa dipakai jalan kok. Hanya tidak bisa dipakai lari.

Yaa! Ayo izin ke toilet, daripada seperti ini! Dia tidak sanggup menahannya lebih lama. Panggilan alam paling 3 menit juga kelar. Daripada nanti jadi aib selama 3 tahun gara-gara khilaf tidak bisa menahannya lagi.

Ssaem!” Junmyeon mengangkat tangannya.

Nde, Junmyeon-ssi?” Ssaem mengalihkan matanya dari buku materi.

“Aku ingin izin ke toilet…”

“Ya, silakan,” ujar Ssaem.

Junmyeon mengangguk dan segera berdiri, berjalan dengan pelan, menyeret kakinya yang masih sakit itu. Rasanya nyut-nyutan kalau boleh jujur. Tapi Junmyeon kan cowok, masa begini saja mengeluh? Mana boleh! Tapi rasanya cukup awkward ketika dia menyeret kakinya keluar sambil diperhatikan teman sekelasnya dengan tatapan iba. Macam pengamen yang tidak dapat uang receh.

Ssaem!” Kali ini tampak Yifan mengangkat tangannya.

“Apa lagi?” namja paruh baya itu memperbaiki letak frame kacamatanya.

“Aku juga ingin ke toilet.”

“Sudah, pergi sana.”

Yifan segera berdiri dan menyusul langkah Junmyeon yang sudah keluar kelas terlebih dulu. menghampiri namja pendek itu dan membantu memapahnya.

“Minta tolong bukan hal yang sulit bukan?” Tanya Yifan.

“Iya sihh… aku hanya tidak ingin merepotkan. Lagipula aku bisa sendiri…”

Perkataan Junmyeon terputus ketika melihat tangga turun. Yifan menjauhkan tangannya yang tadi memapah lengan Junmyeon.

“Kau mau yang mana?” Tanya Yifan kepada Junmyeon.

“Ya?” Junmyeon tampak bingung. Memangnya Yifan menawarkan apa padanya?

Piggyback atau bridal style?”

“C—cukup papah aku saja!”

“Bahuku sakit dan aku harus menunduk ketika melakukannya karena tinggi kita terlalu jauh. Kenapa tidak ambil jalan yang mudah saja. Aku akan menggendongmu. Naiklah!” ucap Yifan panjang lebar sambil turun satu tangga agar bisa menggendong Junmyeon dipunggungnya.

Junmyeon tampak cemberut ketika mendengar ucapan Yifan tentang tinggi, “Aku jalan sendiri saja!”

“Iya, lalu selesai satu mata pelajaran, baru kamu sampai kelas, gitu?”

“Tapi itu memalukan!”

“Tidak ada yang lihat, untuk apa merasa malu? Pikirkan keadaan kakimu itu.” Yifan sudah siap dengan posisinya.

“..…” dengan perlahan Junmyeon meletakkan lengannya di leher Yifan. Membiarkan dirinya digendong menuju toilet. Sisanya, ya bisa dia lakukan sendiri tentu saja.

Yifan menatap ke arah cermin yang tersedia di toilet laki-laki setelah membasuh wajahnya dengan air di wastafel. Namja itu menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Mengingat semboyan practice makes perfect. Berlatih untuk dapat melakukan pernyataan dengan baik.

“Junmyeon, aku mencintaimu,” dia berucap dengan percaya diri di depan cermin itu. Begitu percaya diri. Tapi kenapa begitu berhadapan langsung dengan orangnya, kata-kata itu begitu sulit untuk diucapkan?!

Brakk!

Jduk!

Yifan yang tampak masih bercermin di depan wastafel ketika mendengar bunyi sesuatu di bilik toilet tempat Junmyeon berada. Namja itu segera menoleh kearah pintu yang dibuka Junmyeon.

“Apa? Ada apa?”

Junmyeon mengelus dahinya yang memerah, tampaknya dahinya membentur pintu toilet. Namja mengaduh pelan beberapa saat sebelum menatap lurus ke arah Yifan, “Yifan, kau mencintaiku?”

Jderrr!

Yifan membeku di tempat. Mungkin dia lupa salah satu hal kalau berbicara di dalam tempat semacam toilet, suara terdengar lebih jelas karena itu adalah ruangan yang tertutup.

Di toilet. Pernyataan cinta yang awkward sekali.

Kalau boleh dibilang, pernyataan cinta yang sungguh payah.

Dan jelas sekali, itu bukan diniatkan untuk menyatakan perasaan. Jadi Yifan harus berkata seperti apa sekarang? Mendadak sistem pernapasannya berantakan, membuat jantungnya memompa lebih cepat dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Panik. “I—itu…”

Kriekk…

Pintu bilik toiletnya lainnya tampak dibuka oleh seseorang, kedua orang yang saling diam selama beberapa saat itupun menoleh kearah sumber suara. Seseorang yang mereka kenal keluar dari sana dengan wajah canggung.

“Uhh… aku sudah selesai dengan toilet, jadi… aku akan keluar…” ucap Baekhyun sambil menunjuk pintu depan toilet. Dia menyadari kalau tidak sengaja terlibat dalam situasi yang tidak dia harapkan. Bergegas, Baekhyun berniat keluar mengabaikan tatapan dari dua pasang mata yang masih mengarah padanya dengan mode silent, dia membuka gagang pintu sambil menghela napas lega dan kemudian tanpa sengaja melihat Yixing berada di samping pintu masuk toilet.

 XoXo-XoXo-XoXo

Yixing ikut meminta izin ke toilet tidak lama setelah Yifan mengangkat tangannya kepada Ssaem. Dia khawatir dengan keadaan Junmyeon yang masih belum sembuh benar, dia mengabaikan wajah kesal sang Ssaem. Namja berkacamata berstatus sebagai pengajar itu mengedarkan pandangannya pada penghuni kelas sambil menyipitkan matanya. Apa mata pelajaran yang diajarkannya sebegitu membosankan jadi banyak yang izin ke toilet? Atau apakah dia menggunakan metode pembelajaran yang begitu membosankan?

Yixing membuka pintu dengan perlahan dan tampak terkejut ketika tidak sengaja mendengar suara namja yang dikenalinya.

“Yifan, kau mencintaiku?”

Yixing tahu… Junmyeon memang tidak ada perasaan lebih terhadapnya. Yixing sudah berusaha keras untuk menahan perasaannya. Patah hati itu tidak membunuh, patah hati itu hanya sakit…

Tapi meskipun tidak berdarah. Ini benar-benar menyakitkan.

Namja berdarah China itu kemudian mengurungkan niatnya, dia kembali menutup pintu dan terdiam beberapa saat.

“Lay-hyung?”

Dia menoleh dan mendapati Baekhyun menatap kearahnya dengan bingung.

“A—aku… merasa sedikit sakit, aku lupa letak UKS dimana…”

Yixing berbohong.

“O—oh, tidak jauh kok, aku akan mengantarmu, hyung,” ucap Baekhyun kemudian.

Sejurus kemudian, terdengar beberapa derap langkah kaki yang beiringan di koridor. Yixing dan Baekhyun yang berjalan menuju ruang UKS. Hanya suara langkah kaki, tidak ada pembicaraan khusus diantara keduanya. Sayup-sayup terdengar suara seonsaengnim yang menjelaskan materi dan murid-murid yang khas dengan keributannya. Masing-masing sibuk dengan pemikirannya, walaupun pada dasarnya mereka sama-sama memikirkan momen yang terjadi beberapa saat lalu. Pembicaraan antara Yifan dan Junmyeon. Mungkin mereka cukup penasaran, tapi juga tidak cukup berani untuk mendengarkan kelanjutan percakapan itu. Karena ada rasa sakit begitu memikirkannya.

Yixing sendiri, meskipun dia sudah berusaha keras mempersiapkan hatinya untuk menerima keadaan terburuk. Tapi ternyata, ini lebih sakit daripada yang dia pikirkan. Saking sakitnya, rasanya Yixing ingin menangis dan berteriak sekencang-kencangnya karena patah hati.

Dia berterima kasih pada Baekhyun yang telah berbaik hati berniat mengantarkannya ke UKS, setelah mendapatkan surat izin yang menyatakan dia sakit dari Hyeri-ssaem, dia menitipkannya pada Baekhyun untuk disampaikan pada ssaem di kelasnya. Dan lagi, Baekhyun dengan baik hati mengiyakan permintaan dari Yixing.

Dan disinilah Yixing sekarang berada. duduk di kasur ruangan UKS, menolak tawaran segelas air putih yang ditawarkan oleh ssaem yang sejurus kemudian pergi ke kantor guru untuk mengurus entahlah-Yixing-tidak-peduli.

 Yixing benar-benar merasa melankolis sekarang. Dia merasa pandangannya memburam selama beberapa saat. Dia menggosok matanya yang berkaca-kaca dengan lengan baju seragamnya.

 XoXo-XoXo-XoXo

Junmyeon masuk ke kelas terlebih dahulu dibanding Yifan (dia yang meminta Yifan masuk belakangan saat sudah di atas tangga). Junmyeon tampak menatap ke arah kursi Yixing yang kosong dengan tatapan heran. Dia kemudian mengalihkan pandangan pada Kyungsoo.

“Mana Yixing?” bisiknya pada Kyungsoo.

“Oh, izin di UKS, sepertinya dia merasa kurang sehat. Tadi Baekhyun mengantarkan surat izin dari Hyeri-ssaem.”

Junmyeon mengangguk mengerti, mengembalikan perhatiannya pada buku materi di hadapannya.

“Ngomong-ngomong, hyung…” Ucap Kyungsoo dengan mata bulat yang menatap Junmyeon intens.

“Kenapa muka kamu merah seperti Kris-hyung?” Kyungsoo berujar sambil menunjuk kearah Yifan yang baru saja masuk ke kelas.

Dengan kata lain, pertanyaan Kyungsoo adalah, apa yang telah terjadi pada kalian berdua?

Mata Kyungsoo cukup jeli ternyata.

XoXo-XoXo-XoXo

To: Lay hyung

Hei hyung, kau dimana? Katanya kamu sakit, tapi saat kami mencarimu di ruang UKS, kami tidak menemukanmu. Kamu kemana?

Yixing membuka pesan dari Kyungsoo. Dia memang sempat berada di ruang UKS dengan alasan merasa kurang sehat, dan entah kenapa dia juga memutuskan untuk pulang lebih cepat dengan izin dari Hyeri-ssaem.

To: Kyungsoo

Aku izin pulang. Aku naik taksi kok, tidak usah khawatir. Aku titip tas aku ya Kyung.

Yixing berbohong. Dia tidak naik taksi, yang dilakukannya sekarang hanya berjalan di jalanan dengan tidak semangat. Dia menatap langit sesaat sambil menghela napasnya.

“Ini pertama kalinya aku bolos sekolah.” Gumamnya. Tidak ada satupun orang yang mendengarnya mengucapkan hal lirih itu di keramaian lalu-lalang kota Seoul.

Kamu tidak bolos Xing, kamu sudah minta izin.

XoXo-XoXo-XoXo

“Hei, mau ikut kami ke game center tidak Tao?” Kai merangkul bahu namja bermata panda itu, sementara Sehun tampak berjalan di belakang mereka dengan tatapan fokus pada majalah yang dibawanya.

Game center?” Tao tampak berpikir beberapa saat, namun padangannya mengarah pada seseorang yang familiar. “Mungkin lain kali!” ucap Tao sambil melepas rangkulan tangan namja yang bernama resmi Jongin itu, dia menoleh lalu melambaikan tangannya pada kedua sobatnya itu, “Ada hal lain yang mau kulakukan, sampai nanti! Ciao!”

Sejurus kemudian namja ahli martial arts itu menghilang diantara keramaian, membuat Kai hanya bisa menyisakan tatapan penuh tanya, kenapa dengan anak itu?

“Duh, kita jadinya ngedate dong kalau cuma berdua gini.” Kai beralih memperlambat langkahnya dan merangkul bahu Sehun.

Sehun menatap datar kearah Kai, “Kapan aku setuju kita akan ke game center?”

“Loh? Kamu tidak mau kesana? Tidak mau ngedate dengan Kim Jongin yang terkenal diantara para perempuan sekolah kita?”

Sehun mencibir, “Kalau kamu menganggap hal ini sebagai kencan, berarti kamu yang bayarin di game center ntar.”

“Kok kamu perhitungan gitu sih.”

“Kalau tidak mau ya tidak usah.” Sehun mempercepat langkahnya.

.

“Aku akan mentraktirmu!” Tao memasang senyuman di wajahnya. Tangannya terlipat rapi di atas meja.

Yixing tidak tahu bagaimana bisa berada di kedai Es krim bersama dengan orang yang ditabraknya di toko buku beberapa waktu yang lalu itu. Dia hanya ingat dia berdiri di sisi jalan, menunggu lampu hijau yang dilalui kendaraan berubah jadi lampu merah untuk mengizinkan para pejalan kaki yang berada bersamanya menyeberang. Walaupun dia sendiri tidak tahu tujuannya kemana.

Tepat ketika lampu merah menyala, kaki kirinya hampir menapak aspal jalan raya berbarengan dengan berpuluh orang yang tidak dikenalnya berlalu ke seberang jalan, sebuah tangan meraih tangannya. Sebuah senyum disertai kata hai, menyapanya. Tao tidak bertanya kenapa dia berada diluar meskipun sekarang masih jam sekolah anak SMA.

Ge, kita bertemu lagi!”

Dan kemudian dia berada disini, memegang menu es krim setelah berdalih tidak membawa banyak uang. Ditraktir oleh seseorang yang lebih muda dari pada dirinya. Tao mungkin tidak bertanya karena dia berpikir kalau Yixing bolos sekolah. Dan Yixing hanya bisa menghela napas setelah berpikir demikian.

“Kalau kau bingung, aku merekomendasikan Patbingsu disini. Itu menu populer disini. Atau Waffle sundae, ada potongan buah apel dan cherry-nya juga.”

“Kau tidak bertanya apakah aku sedang bolos?” Yixing menutup menu setelah memesan apa yang direkomendasikan oleh sang namja panda.

“Apa kau sedang bolos?” Tao balik bertanya. “Bagiku itu tidak masalah, aku hanya senang bisa bertemu denganmu ge. Bukankah hebat, diantara ribuan orang kita bisa bertemu lagi seperti ini?”

Yixing menatap kearah Tao yang tampak berbinar-binar. Polos sekali. Membuatnya tersenyum kecil, “Iya ya, benar juga.”

“Akhirnya kamu tersenyum!”

“Hah?” Yixing mengerutkan alisnya.

“Kau sedari tadi tampak muram. Seperti sedang ada masalah, ge. Apakah masalah pelajaran yang rumit di sekolah? Ah, atau seonsaengnim yang galak? Atau kau dapat nilai yang jelek?”

Yixing menggeleng pelan, “Ah, tidak, bukan begitu. Itu semua berjalan dengan baik saja. ” dia meraih sendok untuk menikmati Patbingsu yang telah diantarkan oleh sang pelayan. “Semua… baik-baik saja. Hanya sedang terbawa perasaan tentang romantika hidup… contohnya seperti orang yang kamu sukai, menyukai orang lain dan disukai orang lain,” Yixing berucap random. “…seperti kau mempersiapkan dirimu untuk terluka kapan saja, tapi kau tidak akan pernah terbiasa dengan rasa sakitnya…” dia tersentak sejenak, “Ah, aku ngomong apa sih. Maaf, jadi bicara yang aneh-aneh.”

Tao yang tampak lebih dahulu memasukkan sepotong tipis irisan buah apel yang dingin ke mulutnya, menatap Yixing dalam untuk beberapa saat. Mengunyah apel itu pelan hingga masuk ke tenggorokannya.

Satu buah cherry yang terdapat di atas Waffle Sundae dihadapannya ini biasanya adalah bagian terakhir yang akan dia nikmati. Menyimpan yang terbaik dan istimewa untuk dinikmati terakhir. Dan sekarang cherry itu beralih dari atas cream lembut rasa vanilla itu pada mangkuk kaca milik Yixing dengan sendok miliknya. Hal teristimewa milik Tao, Tao berikan dengan rasa ikhlas pada Yixing. Sederhana memang, sesuatu yang berharga memang relatif. Tapi rasanya seperti sedang menyerahkan hati kamu untuk menyembuhkan hati seseorang yang sedang luka.

“Special dariku. Free cherry untuk gege yang sedang patah hati.”

Orang yang aku sukai juga memiliki orang yang dia sukai.

XoXo-XoXo-XoXo

Napas Yifan sedikit tersengal dan berkeringat. Tidak hanya perlu mengumpulkan keberanian, dia juga perlu mengatur udara pernapasan untuk menormalkan detak jantungnya, tapi saat ini dia sedang menuju moment penting untuk kehidupan asmaranya. Jantungnya tidak bisa berdetak lebih cepat dari ini. Mengayuh sepeda sambil ngeboncengin itu melelahkan.

“Aku akan membeli minuman dulu,” Yifan berucap setelah menarik napas dalam.

Junmyeon mengangguk pelan, dia mendudukkan dirinya di kursi panjang yang mengarah pada pemandangan sungai Han yang terhalang pagar pembatas.

Pemandangan hamparan air yang tenang. Berbanding terbalik dengan degupan jantung.

Ah… detak jantung yang membuat tangan terasa dingin.

Sekaleng jus jeruk dingin menghampiri indera penglihatan Junmyeon, membuatnya dengan refleks meraih kaleng itu disertai ucapan terima kasih. Yifan sendiri tampak sudah menghabiskan separuh isi botol minuman isotonik yang sekarang berada di ujung kursi tempatnya sekarang duduk.

“Tadinya aku mau ngajak kamu jalan sambil membahas apa yang aku ucapkan—dan kamu dengar waktu di toilet,” Yifan berucap sambil menatap kearah lain, menatap dedaunan hijau yang terlihat diantara terik sinar matahari siang menuju sore. “Tapi aku sadar, kaki kamu masih tahap penyembuhan.”

Berbeda dengan musim sebelumnya yang dipenuhi oleh warna khas musim semi. Tepi sungai Han biasanya pada siang hari memang terasa sangat terik karena musim panas, namun cukup adem ketika matahari mulai menuju ke ufuk barat—seperti saat ini.

Disinilah mereka sekarang berada, dengan sebuah sepeda terparkir tidak jauh dari kursi panjang tempat mereka berada. Sebuah sepeda. Yifan nebengin Junmyeon ke sungai ini pakai sepeda itu. Yeah, itu sepeda milik Luhan yang dipinjam oleh Yifan pakai ngemis-ngemis dengan kata ini demi cinta, (darurat, gue mau nyatain perasaan sama seseorang, plis pinjamin gue sepeda elo bro—semacam itulah) dan itu sukses membuat Luhan menggaruk kepalanya karena heran menjurus kepo, kenapa nembak orang pakai sepeda pinjaman, bukannya sebuket bunga atau sekuntum mawar merah.

Karena pakai sepeda bisa membuat moment pulang bersama terasa lebih romantis dan lama dibanding pakai motor apalagi angkot.

Junmyeon mengangguk, mendadak kembali berasa grogi, “Err—semacam kayak aku salah dengar gitu kan ya, haha…”

Soal aku cinta kamu, itu.

Yifan menghela napas, “Iya, salah…”

Jleb.

Salah?

Padahal Junmyeon sudah senang loh kalo Yifan juga punya perasaan yang sama kayak dia. Duh.

Rasanya menyakitkan. Kayak ketusuk ribuan jarum dibagian kokoro. Pada bagian organ tubuh yang rapuh tentang perasaan. Padahal itu hanya dua patah kata. Perkataan lebih tajam dari pedang itu ternyata memang benar adanya.

Bener sih kata orang, kalau berharap ketinggian, jatuhnya itu sakit banget.

Jadi pengen mewek.

Ingin segera melarikan diri ketempat yang jauh. Sejauh mungkin dari Yifan.

Oh ya, kakinya belum sembuh. Tidak bisa lari.

“Kamu mendengarnya di tempat dan waktu yang salah! Kan gak elit Myeon, nembak orang yang kamu suka di toilet, udah gitu ada orang yang keluar masuk lewat.” Ucap Yifan panjang lebar sambil ber-facepalm. “Itu tadi cuman buat praktik, bukan live. Anggap saja itu gladi resik!”

Live juga gak mungkin bakal milih nyatain di wc kan.

Eh. Gitu ya?

Oh...

Ehhh??

Manik mata Junmyeon yang tadi mulai tampak berkaca menunduk menatap sepatu langsung mengarah pada Yifan yang sejak awal memang mengarah padanya. Wajah yang selalu terlihat dingin dan serius, tapi kali ini ditambah dengan ekspresi cemas dan gugup.

“Aku memang cinta sama kamu Myeon, aku jatuh hati sejak pertama kali aku melihatmu diantara helaian kelopak bunga sakura yang berguguran di saat musim semi lalu.”

Angin musim panas bertiup. Satu musim telah berlalu. Dedaunan hijau yang rindang bergerak pelan tertiup angin, menjatuhkan beberapa helai daun yang berwarna kecoklatan.

“Mau tidak menjalin hubungan yang namanya pacaran denganku?”

Jeda beberapa saat, “Y—yah, tidak perlu menjawab sekarang juga tidak apa-apa, toh rumah kita dekat. Susah juga kalau menyimpan perasaan lama-lama. Aku juga akan mempersiapkan diriku kalau dito—”

“Tentu. Aku mau.” Junmyeon memegang lengan Yifan, “Aku juga memiliki perasaan seperti itu padamu… aku senang sekali mendengarnya…”

Oke, pendengaran Yifan 100% sehat. Dan 100% dia tidak salah dengar.

 “Serius?! Kamu nerima aku? Yes!” Yifan loncat keatas kursi dengan ekspresi horray! Lalu kembali melihat kearah Junmyeon dengan ekspresi seperti baru saja mencetak gol.

Junmyeon mewek. Merasa hampir kena troll. “Tapi kenapa cara nyatain perasaan kamu kayak gitu sih?!” dia menutup wajahnya dengan lengannya. Antara kesal, malu dan senang pakai banget. Bukan maksudnya tidak romantik gitu, tetapi bikin gagal paham iya. Kokoro Junmyeon hampir saja retak jadi serpihan.

“Kok mewek gitu sih?” Yifan turun dari kursi, meraih tangan Junmyeon yang menutupi wajah angelic itu. Berdiri dihadapan namja itu. Membuat bayangan Yifan menutupi namja yang lebih pendek itu. “Maaf deh kalau tidak romantis. Tapi jangan sesedih ini dong, masa awalan hubungan ini aja udah bikin kamu nangis sedih gini.”

Junmyeon menggeleng, “Bukan karena itu kok. Ini luapan perasaan senang. Tidak menyangka kalau kamu ternyata benar-benar suka padaku. Pada orang sepertiku.”

Senyuman angelic. Senyuman yang selalu Yifan sukai menghiasi wajah Junmyeon.

“Justru karena ini kamu, bukan yang lain.” Yifan mencubit kedua pipi Junmyeon, membuat wajah sang lawan bicara tampak lucu.

Tidak ada adegan rate plus—karena tentu saja, sungai Han adalah area favorit yang ramai dengan kehadiran pengunjung.

Pulang berdua seperti biasa. Hanya saja kali ini pakai sepeda.

“Hm… sampai ketemu nanti,” namja angelic itu mengatakannya dengan berat hati, seperti tidak ingin melepas tautan tangan mereka, meskipun jarak rumah mereka hanya beberapa langkah.

“Yeah, tentu…” Yifan menyahut, meskipun begitu, tangannya juga masih memegang tangan Junmyeon dengan erat. Cukup aneh dan jarang terjadi, tapi senyum menghiasi wajah Yifan dan sepertinya senyuman itupun enggan menghilang dari wajah namja tampan itu. Kan jadi tambah ganteeengg!

Mereka saling memandang.

Ah, tidak bisa terus dalam keadaan seperti ini.

Diakhiri dengan cium pipi saat sampai depan gerbang rumah sepertinya tidak masalah.

Dan setelah beberapa waktu berlalu, kemudian gelindingan di kasur dengan senyuman lebar. Perasaan bahagia ini memenuhi ruang di hati.

Ada pertemuan di musim semi, di bawah pohon sakura.

Ada cinta dan patah hati di musim panas.

Cerita cinta ini belum selesai tentu saja.

XoXo-XoXo-XoXo

Chapter IX

TBC

XoXo-XoXo-XoXo

A/N: saking lupanya dengan alur ff ini, sampai bikin adegan Yifan ama Junmyeon jalan kaki bareng, dan baru sadar itu kaki Junmyeon belum sembuh. /facepalm/

Rasanya chapter ini jatuh banget romance-nya :(

republish: 20/10/2018

-Kiriya-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweet_cheesecake
#1
Chapter 10: Nah lho hayoo ada yang bakal dimarahin mama habis ini wkkk
Makasi updateannyaa~
Krisho_daughter #2
Chapter 10: Next juseyooo
Krisho_daughter #3
Chapter 8: Akhirnya update ?
Sky_Wings
#4
>_< ♡
BabyBugsy
#5
Chapter 5: Waduh ternyata ini lbh dr sekedar cinta segitiga tp segi lima wkwkwkkwk.. Kira kira siapa nih ya mau nyatain duluan? Ayo dong kriss ngmng dulu sama suho. You are the real prince cool man bro hahahhaa.. Dont be a coward. Fighting!!!
BabyBugsy
#6
Chapter 4: Kyaaaa junmyeon tingkahnya emng ajaib banget dah hahahhaa.. Heemm kekny seru kalau lay sma kris terlibat cinta segita dg junmyeon wkwkkwkwkw..
Makin sweet ajah nih kriss
BabyBugsy
#7
Chapter 3: Aigoo fighting tao... Pengen lihat tao makin deket sama junmyeon sebenernya. Pasti gemesin kalau dia nempel mulu sama jumnmyeon hahahhaha
Mereka ga buli tao kn?? Fighting baby taoo
BabyBugsy
#8
Chapter 2: Haahaha kencan di pagi buta pada hari minggu. Otu terasa menyenangkan hahahhaa..
Cieee kris..
BabyBugsy
#9
Chapter 1: I love it. Gemesin lhat mereka berdua kenalan.. Wkwkkwkwk si dingin kris ternyatabisa senyambung itu kalau ngmng sama suho yg bawel ^^~
ihc_ocohc #10
Chapter 4: Makin manis aja hubungan krishonya, semoga cepet jadian ya kalian berdua <3
Btw kalo ada scene sulay, please lay aja yg jadi semenya hehe