chapter 11

Another Angel

Disclaimer: All the cast belong to themselves.

Warning: AU, typo, BL, OOC, Don’t Like, Don’t Read! ;)

Summary: [Krisho] [Chanbaek] Gimana ya, meskipun sudah ditolak, dan rasanya sakit. Rasa cinta tidak bisa menghilang begitu saja, kan?

XoXo-XoXo-XoXo

XoXo

Another Angel © Kiriya Arecia

XoXo

XoXo-XoXo-XoXo

Duduk di sofa ruang tamu, minuman telah tersedia meja namun masih belum tersentuh sama sekali oleh sang tamu yang berkunjung. Wanita cantik itu memperhatikan kedua sosok yang duduk itu bergantian.

“Kami gak macam-macam kok tante, serius deh!” Junmyeon hampir mewek. Belum juga ngapa-ngapain tapi malah mendapatkan kesan murahan saat pertama kali ketemu orang tua Yifan. Junmyeon sedih dan malu. :’(

Sosok cantik itu menilik Junmyeon dengan intens. Mata sipitnya melihat dari atas hingga bawah, kemudian menghela napas. Duduk dengan kaki menyilang, kedua tangan terlipat, ibu Yifan yang memakai dress biru tua itu tampak kalem. Masih terlihat awet muda dan cantik dengan rambut pirang ikal yang tergerai.

“Tumben mama datang berkunjung,” Yifan berucap kalem, seperti scene yang terjadi di kamar bukanlah hal besar. “Pekerjaan di China tidak masalah ditinggalkan?”

Junmyeon menyikut Yifan pelan.

Mama Yifan menghela napas, “Pasti anak tante yang tadi maksa kamu ya?” matanya mengarah pada Junmyeon.

Junmyeon mengibaskan kedua tangannya dengan cepat, “Nggak kok. lagian kami tadi gak macam-macam. Hanya sebatas c-cc—”

Dia tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

“Sebenarnya tante tidak mempermasalahkan Yifan punya pacar atau tidak.” Nyonya muda itu menyesap teh dengan elegan.

“Ma, wajahku memang rada kalem serius, tapi aku tidak pernah memaksa anak orang untuk macam-macam. Seperti tidak kenal anak sendiri aja.”

“Siapa tahu kamu sudah berubah semenjak mencoba hidup mandiri di Korea. Mama cemas tahu!”

“Sedikit sih. Tapi gak bejat juga kali, ma. Lagipula yang terjadi adalah hal bagus, karena aku sudah bisa masak sendiri sekarang.”

“Yang benar? Coba buatkan mama makan malam nanti. Eh, apa ya, bagaimana kalau bikin steak tenderloin?”

Wajah Yifan tampak begitu datar, “Ma, jangan rekues yang begituan. Jangan berekspektasi terlalu tinggi.”

Junmyeon hanya sweatdrop, duduk tenang. Jadi untuk apa jantung hampir berhenti, cemas setengah mati. Namun ternyata apa yang terjadi tadi tidak dipermasalahkan sama sekali. Dan mereka sekarang malah membahas mengenai menu makan malam.

“Aku tidak percaya mama datang ke sini hanya untuk sekedar berkunjung. Meninggalkan pekerjaan bukan hal yang akan mama lakukan kalau tanpa alasan.”

Senyap melanda, menyisakan detik jam dinding yang terdengar. Sang ibu menghela napas setelahnya, kembali mengarahkan netra kemana-mana, menatapi dinding, perabotan, pintu kamar, mencari sosok lainnya, “Mana Tao?”

“Akan pulang malam, ada hal yang …” Yifan memikirkan kalimat yang tepat untuk digunakan, sayangnya tidak menemukannya. “Belajar kelompok dengan teman-temannya karena ujian sudah dekat. Mama tahu kan, bahasa korea kami masih cukup lemah, jadi dia perlu bantuan belajar.”

Alasan mainstream, walaupun ada benarnya.

“Oh,” Sang mama menanggapi dengan singkat, “Memang ada hal penting yang ingin mama bicarakan,” sosok elegan itu jelas bermaksud menyampaikan lisannya pada Yifan, meskipun netra bening itu menuju pada Junmyeon. Junmyeon menyadari itu, berpikir apa kiranya hal penting itu. Hal yang lebih penting dibandingkan memergoki anaknya hampir nganu di kamar.

“Tapi, lebih baik kalau ada Tao juga. Jadi mama akan menginap disini.”

XoXo-XoXo-XoXo

“Jadi bagaimana?” Kyungsoo tiarap di kasur Junmyeon, tangan kanan meraih remahan keripik yang tersisa. Sebungkus sudah dihabiskan olehnya seorang. Entah kenapa sepertinya Junmyeon tidak berniat ngemil, diet barangkali.

“Apanya?” Junmyeon menyahut lesu, bersandar pada ranjangnya, duduk lesehan di karpet berbulu yang ada di kamarnya. Mata menerawang.

“Ya itu, kamu disuruh pulang begitu saja?”

“Karena itu kan urusan keluarga Yifan, mana bisa aku ikut campur begitu saja kan. Lagi pula kalau penting ataupun berpengaruh, aku yakin Yifan akan mengatakan sesuatu padaku…”

Kyungsoo jelas sekali mendapati nada keraguan dan kecemasan dalam perkataan Junmyeon, tentu mempertanyakan lagi bukanlah pilihan yang bagus.  Temannya ini sedang galau.

Kyungsoo sebenarnya tidak terlalu memikirkan masalah percintaan dengan serius, tentunya begitu, karena dia masih single. Lagipula, sepertinya hal-hal berbau romansa seperti itu hanya membuat hidup lebih rumit. Contohnya seperti apa yang terjadi pada Chanyeol dan Baekhyun… dan juga Yixing. Atau semacam hubungan yang membingungkan antara Sehun, Luhan, Xiumin dan Chen. Apakah ada hanya ada unsur pertemanan atau romantik disana.

Tentunya Kyungsoo tidak cukup polos, setidaknya dia bisa membaca suasana. Walaupun ada juga beberapa hal yang memang tidak terduga olehnya. Kyungsoo belum pernah memikirkan lebih serius—atau tepatnya mendalam. Mungkin Kai sedikit ada hati padanya, yeah, mungkin. Dan lagi, Kyungsoo tidak memikirkannya dengan begitu serius. Memikirkan hal yang terdapat kata semacam ‘mungkin’ dan ‘seandainya’ hanya membuat waktu terbuang sia-sia.

“Sayang sekali ya, kalian tidak sempat ngapa-ngapain,” ucap Kyungsoo setelah beberapa saat pikirannya terfokus tentang dirinya.

“Kyung!” Junmyeon berseru. “Kami gak bermaksud ngapa-ngapain!”

Kyungsoo hanya memutar bola matanya.

Junmyeon menatap ke arah luar jendela dengan tatapan menerawang. Ada hal penting dan serius yang ingin dibicarakan oleh ibu Yifan dengan kedua anaknya itu.

Hal penting.

Setelah dipikir-pikir, sejauh ini, sudah hampir setahun, Yifan tidak pernah membahas mengenai kedua orang tuanya maupun apa alasannya tinggal di rumah sang paman. Dia pikir selama ini alasan Yifan adalah karena dia ingin mencoba hidup mandiri. Mungkin sebenarnya bukan itu alasannya?

Junmyeon rasa dia mungkin harus siap untuk apapun yang terjadi nantinya.

XoXo-XoXo-XoXo

Junmyeon bangun pagi sekali,  lebih duluan satu jam dari setting waktu alarm miliknya. Bahkan Siwon pun masih belum bangun waktu itu. Junmyeon menjalankan aktivitas pagi dengan cepat, setelahnya dia berdiri di depan rumahnya sambil mondar mandir menunggu tetangga sebelah rumah yang bertatus sebagai pacarnya. Penasaran apakah ada hal yang terjadi setelah kedatangan tiba-tiba ibu Yifan.

Mendengar suara pintu dibuka, dengan gerak cepat Junmyeon melongokkan kepala menuju rumah tetangga, mendapati Tao berseru dengan semangat, mengucapkan sapaan kepadanya sebelum pergi ke sekolah.

Tao masih terlihat seperti biasanya.

Mungkin tidak ada hal serius yang terjadi. Mungkin Ibu mereka hanya sekedar berkunjung saja. Jadi kenapa Junmyeon merasa cemas?

“Hei, pagi.” Seseorang menyentuh pipinya, membuat sang namja angelic terkejut.

Junmyeon langsung mengelus-elus dadanya dengan tatapan kaget ke arah orang yang menyapanya.

“Melamun apa sih, pagi-pagi gini,” Yifan mengerutkan alis.

“Bu—bukan hal penting kok. Aigoo… jantungku hampir lepas rasanya,” Junmyeon menghela napas.

“Yaah, maaf sudah membuatmu kaget,” Yifan mengelus kepala Junmyeon. “Udah yuk, ayo berangkat.” Menggandeng tangannya, membuat namja yang lebih muda tertinggal beberapa langkah dibelakangnya karena terlambat menanggapi.

Nothing happen, though…

“Panas woy!” Chanyeol merangkul Yifan, mendaratkan lengannya di leher namja tinggi sepantarannya. Yifan yang mendapat perlakukan seperti itu langsung protes.

“Selamat pagi, Junmyeon-hyung! Yifan-hyung!” Baekhyun berseru dengan senyuman cerianya.

“Pagi, hyung,” dibelakangnya, Kyungsoo ikut menyapa dengan kalem.

“Pagi, Chan, Baekkie, Kyung,” Junmyeon membalas sapaan disertai senyuman.

“Jam segini udah main romantis-romantisan aja, yang jomblo sakit mata nih,” Chanyeol berucap dengan nada bercanda.

 “Ya udah, jadian aja sama Baekhyun sana,” Yifan berkomentar seenaknya.

Dengan segera Yifan dihadiahi tabokan oleh Chanyeol, “Ahahaha, hyung bisa aja bercandanya. Mana mungkin kami pacaran kan.”

Baekhyun tampak sedikit terkejut mendengarnya, namun tidak berkomentar. Dia melirik kedua namja tinggi itu sekilas lalu menyamakan langkah dengan Junmyeon. Mengajaknya mengobrol.

Sampai sekarang Junmyeon tidak menanyakan apapun. Dan Yifan tidak mengatakan apapun.

Kyungsoo yang berjalan di belakang hanya diam memperhatikan mereka semua. Lalu menghela napas.

XoXo-XoXo-XoXo

Hari ini sebenarnya jadwal latihan klub vocal. Jadi sudah dipastikan, Junmyeon pulang terlambat daripada biasanya. Tapi saat keluar dari gerbang, dia mendapati Yifan bersandar di gerbang sekolah sambil mengetukkan sepatunya. Sepertinya namja itu menunggunya.

“Hei,” Junmyeon menyegerakan dirinya menuju ke tempat Yifan berada. Pemuda tinggi itu membalas sapaannya dengan lambaian tangan. “Menungguku?”

“Hmm…” pemuda tinggi itu tersenyum dengan amat tipis, “Sebenarnya aku sedang menunggu kekasihku. Orangnya cute manis gitu.”

Elah. Junmyeon rasanya pengen nabok muka Yifan begitu mendengar ucapan cheesy dari pemuda tiang listrik itu.

“Ada yang pengen diomongin?” Junmyeon memutuskan untuk bertanya. Langkah kaki mereka beiriringan, tentunya karena Yifan yang menyesuaikan langkahnya dengan pemuda itu.

“Gimana ya…” sejenak jeda menyapa, “Ada sih. Tapi ngobrolnya jangan di jalan juga.”

“Oke…”

Yifan mengajaknya ke pinggir sungai Han, tempat dimana mereka pernah bersepeda bersama, makan bersama, jalan-jalan bersama. Tidak ada pilihan selain mengingat memori itu dengan mudah ketika Junmyeon berada di tempat itu. Semua kenangan seakan terputar secara otomatis. Junmyeon tidak bisa lagi menganggap tempat ini sebagai tempat biasa.

“Meskipun pantai lebih romantis—” ucapan Yifan menyapa pendengarannya, “Tapi tempat ini rasanya spesial, iya kan. Aku tahu kau berpikir begitu.”

“Pedenya ih.”

“Karena bagiku ini juga tempat yang spesial,” pemuda itu kembali tersenyum, “Tidak hanya tempat ini, rumah tempatku sekarang, sekolah, dan hari-hariku juga terasa lebih menyenangkan.”

Junmyeon mendengarkan, mendengarkan dengan penuh debaran. Suara Yifan terdengar jelas, terdengar lebih jelas dibanding deru angin dan suara keramaian. Fokus namja angelic itu tetap tertuju pada orang disebelahnya.

“Semalam mamaku datang tiba-tiba, kamu pasti kaget ya.”

Junmyeon menggangguk-angguk dengan gerak yang cepat, “Yaa, siapa yang gak kaget kalau begitu kejadiannya. Harusnya kamu bilang kalau orang tuamu akan datang.”

Yifan tertawa kecil, “Benar juga. Tapi aku sendiri juga gak menduga kalau mamaku akan datang tiba-tiba begitu. Ganggu momen iya kan?”

“Hush. Ibu kamu tuh, masa ngomongnya begitu.”

“Soalnya baik itu tentang mamaku maupun itu papaku, mereka biasanya selalu lebih mementingkan pekerjaan. Jadi aku jarang ketemu.”

Junmyeon mengerti hal itu. Sama halnya dengan dirinya, kedua orangtuanya juga sibuk bekerja. Meskipun dia tahu jelas, orangtuanya bekerja demi dirinya dan kakaknya, sehingga dia tidak mempermasalahkan hal itu.

“Selama ini kau tidak pernah menanyakan alasan aku tinggal di Korea. Meskipun kamu tahu aku berdarah China-Kanada. Harusnya paling nggak, aku akan tinggal di China atau Kanada, bukannya terdampar di Korea.”

“Kupikir kau hanya ingin mencoba hidup mandiri… dan karena rumah di sebelah itu adalah milik pamanmu yang sedang kosong…”

“Salah satunya sih. Bukan utamanya.”

“Begitu…”

Mereka berdiri tanpa jarak dengan railing. Menyandarkan tangan pada besi dingin itu dengan tatapan mengarah ke sungai. Angin bertiup dengan lebih berani, membuat surai mereka tampak jelas berantakan karenanya. Tapi Junmyeon memilih tidak peduli tentang angin ini.

“Kedua orang tuaku selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Dan karenanya mereka jarang di rumah dan menjadi tidak akur. Mereka memutuskan untuk bercerai dan meminta aku dan Tao memilih untuk ikut dengan siapa. Begitulah, aku memilih untuk tinggal di tempat paman Han, tentunya dengan izin dari paman. Kemudian Tao ikut menyusulku.”

“Oh… aku tidak tahu kau menjalani hal seberat itu.”

Yifan terkekeh, “Tentu saja, aku kan belum pernah cerita. Tapi, semua jadi terasa lebih ringan karena kau—kalian semua.”

“Jadi… kenapa ibumu datang kemarin?” Junmyeon bertanya dengan hati-hati. Ada jeda setelah pertanyaan dilontarkan oleh Junmyeon.

“Meminta kami untuk pulang.”

Oh. Junmyeon sudah menduga hal itu sejak beberapa saat yang lalu.

“Katanya mereka memutuskan untuk tidak jadi berpisah dan mama memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Ingin menikmati waktu menjadi orang tua yang baik.”

“Itu awal yang bagus untuk orang tuamu kan. Artinya kamu memiliki kesempatan untuk mendapatkan hal yang membahagiakan bersama keluargamu lagi.”

Yifan mengarahkan pandangan pada junmyeon dengan sirat sedih, “Tapi aku sudah cukup bahagia denganmu.”

Junmyeon tersenyum. Senyumnya selalu indah.

“Tapi, Fan. Kau tahu pilihan mana yang lebih baik.”

XoXo-XoXo-XoXo

Serius ya, Baekhyun tidak mengerti. Sejak kapan posisinya sebagai teman dekat Chanyeol tergeser?

Mata sipitnya memperhatikan Kyungsoo yang sedang membahas sesuatu dengan sahabat dekatnya. Entahlah, Baekhyun tidak mengerti. Bahasanya terdengar seperti bahasa alien. Bukan hanya itu, jarak mereka dekat. Terlalu dekat hingga bahu mereka saling bersentuhan. Setahunya Kyungsoo tidak ada minat pada Chanyeol.

Baekhyun menyedot jus kotak miliknya dengan tatapan fokus pada kedua makhluk itu. Yang pada nyatanya sedang mengerjakan soal matematika bersama jam istirahat itu dengan tatapan tidak terima. Wajahnya cemberut, namun tampaknya tidak terdeteksi sama sekali oleh Kyungsoo maupun Chanyeol. Menyebalkan.

Ekor matanya melirik pada sosok Junmyeon yang juga tampak mengerjakan soal matematika. Tadinya Baekhyun pikir begitu, tapi nyatanya sosok itu malah tampak menumpu dagunya dengan pikiran yang melayang. Tahu begini, lebih baik Baekhyun kumpul bareng Jongdae dkk aja.

“Kenapa hyung? Soalnya susah?” Chanyeol membuyarkan lamunan Junmyeon.

“Ah—ya, lumayan…” Junmyeon berjengit kaget.

Kyungsoo menatap Junmyeon beberapa saat, “Tumben.”

“Memang sulit kok,” Chanyeol mengiyakan ucapan Junmyeon. “Memangnya kamu gak ngerasa soal ini susah banget, Kyung.”

“Menurutku seperti biasanya.”

“Kalau begitu ajarin yang ini dong.”

Kyungsoo menatap Chanyeol yang memandangnya penuh harap. Lalu melirik Baekhyun sekilas. Pemuda sipit itu tampak menikmati kegiatannya yang hanya santai memperhatikan mereka.

Kyungsoo tersenyum pada Chanyeol. Sesuatu yang jarang dilakukan, “Oke.”

Chanyeol melongo, “Hehh? Jarang-jarang melihatmu senyum begitu. Sering-sering dong. Biar keliatan manisnya, hehe…” Chanyeol mengucapkannya dengan nada perlahan dan waspada takut ditusuk pulpen.

Mata bulat Kyungsoo menatap Chanyeol, membuat pemuda jangkung itu tampak waswas.

“Be—becanda doang kok, Kyung…”

Kyungsoo tersenyum manis.

Cute sumpah.

Jarang banget anak satu ini menebar senyum semacam ini.

Chanyeol benar-benar mangap.

Jangan-jangan kyungsoo kerasukan?!

Mabuk?!

T—tapi itu tidak mungkin—

“Tuh kan, ada manis-manisnya, Kyung! Cute banget sumpah,” Chanyeol menepuk kedua pipi Kyungsoo.

Plak!

“Wadaw!”

Kyungsoo menghantamkan buku paket matematikanya ke kepala Chanyeol. “Udah. Balik belajarnya.” Senyumnya menghilang seketika. Chanyeol ketika di kasih hati, malah minta jantung. Dasar.

“Aku balik ke kelas aja,” Baekhyun segera bangkit dari kursinya berada.

“Eh, kok buru-buru?” Chanyeol mengelus kepala seraya mengarahkan tatapannya pada Baekhyun yang telah berdiri.

“Kalian sibuk ngerjain tugas tuh. Dah.”

Baekhyun berlalu begitu saja, menyisakan sebersit kebingungan dipikiran Chanyeol.

“Kenapa tuh?”

“Entahlah,” Kyungsoo menyahut sekenanya.

Junmyeon? Kembali larut dalam lamunannya dan melupakan sekitarnya.

XoXo-XoXo-XoXo

Sehun memainkan ponselnya, memberikan kesan tidak peduli pada kedua temannya yang sangat jelas dalam situasi tidak baik. Terlihat tidak bersemangat. Untuk Tao, sepertinya sudah jelas, kemungkinan besarnya adalah ditolak gebetan. Kalau Jongin…

Ah, mungkin karena di kursi kumpulan anak SMA sana, Kyungsoo tampak sedang mengobrol akrab dengan Chanyeol. Membuat Kai merasa diabaikan.

Sore ini seperti biasanya, bersantai di café Moonlight yang merupakan salah satu tempat mereka nongkrong, karena harga menu yang masih dapat dijangkau kantong pelajar. Meskipun kali ini hanya ada beberapa orang di sini.

Manik hitam kecoklatan Sehun menjelajah, mendapati Junmyeon sedang bicara dengan Baekhyun yang duduk disebelahnya. Mungkin mereka sedang membahas promo menu es krim baru di café—samar-samar itu yang Sehun lihat dari halaman buku menu yang dibuka oleh mereka. Kakak Tao tidak terlihat, begitupula dengan Luhan, Xiumin dan Jongdae.

Lalu, gebetan Tao juga masih tidak tampak batang hidungnya.

Namun, baru dipikir begitu, iris kecoklatan Sehun mendapati orang yang baru dipikirkannya muncul dari balik pintu café. Tampak melambaikan tangan pada kumpulan anak SMA. Sekilas mereka bertemu pandang. Sehun tahu, namanya Zhang Yixing. Tao sering membicarakannya. Pemuda ber-dimple itu tampak melirik ke arah Tao yang tampak lesu, sebelum berjalan menuju tempat Junmyeon berada.

“Tao, itu gebetan kamu tuh, datang,” Sehun menepuk bahu sang kawan yang masih terlarut dalam dunianya sendiri.

Tao tampak terkesiap, dengan segera mengarahkan pandang ke segala penjuru café untuk menemukan sosok itu. Ah ya… dia, Zhang Yixing, tampak duduk di sebelah Junmyeon.

“Hahh, lesung pipitnya begitu manis seperti biasanya….”

Tao menopang dagunya, dengan tatapan tertuju pada pemilik lesung pipit. Masih dengan tatapan yang penuh rasa cinta, mungkin?

“Kupikir dia sudah… menolakmu?” Sehun berucap ragu.

Tao melirik Sehun, dahinya tampak berkerut sedih. Sehun jadi sedikit merasa bersalah tentang hal itu, dia sudah membuat raut wajah itu menjadi tambah jelek dari sebelumnya.

“Iya,” Tao menghela napas.

“Duh, maaf deh,” Sehun menepuk-nepuk bahu Tao pelan, “Aku traktir minum deh.”

“Es krim aja boleh gak, hun?”

“Terserah deh. Mumpung aku baik hati,” Sehun sedang mencoba jadi sosok sahabat yang pengertian.

“Hun, traktir aku juga dong,” Kai menatapnya penuh harap, begitu melihat ketidak adilan dihadapannya, “Hatiku juga sedang hampa nih.”

Kali ini Sehun ikut menghela napas. Yaa—kebahagiaan pasti semakin menjauh dari mereka bertiga karena hal ini—setidaknya itu yang terpikirkan oleh Sehun.

“Iya, iya, nih kalian pesan,” Sehun menyodorkan buku menu pada keduanya.

Kai langsung saja mengarahkan netra pada menu paling mahal, sedang Tao melihat-lihat menu es krim.

Gak apa-apalah, sekali-kali. Sehun membatin sambil menoleh ke arah luar café.

“Cinta itu rumit ya.”

Tao memandang sang sobat setelah menentukan es krim yang akan dipesan, “Gimana ya, meskipun sudah ditolak, dan rasanya sakit. Rasa cinta tidak bisa menghilang begitu saja, kan?”

 XoXo-XoXo-XoXo

“Tao…?”

Pemuda pemilik mata panda itu menoleh segera pada pemilik sumber suara, begitu dia keluar beberapa langkah dari bilik toilet.

 “Sore, Yixing-ge.”

“Uhm, ya, sore juga.”

Dari nada suaranya, Yixing tampak sungkan. Tampak tidak menduga kalau akan bertemu pemuda smp itu di toilet.

Tao mencuci tangannya pada keran wastafel, lalu mengeringkan tangannya, menatap sang lawan bicara dari cermin, “Aku kebanyakan makan es krim, sampai mules, hehe. Mumpung di traktir sih, sampai khilaf lebih tiga porsi.”

“Lebih tiga porsi?” Yixing sweatdrop. Untuk seporsi es krim saja rasanya cukup susah untuk dihabiskan.

“Es krim promonya enak sih. Coba deh, ge. Asal gak banyak-banyak kayaknya gak apa-apa,” Tao mengacungkan jempolnya.

“Ahaha… boleh juga,” tawa kecil Yixing berubah jadi senyuman lebar.

Tao ikut tersenyum, “Nah… kalau senyum begitu kan ada manisnya ge, gak usah awkward begitu.”

Yixing mengelus lehernya pelan, “Maaf tentang hal itu, aku sungkan karena merasa bersalah—mungkin?”

“Loh kenapa? Itu tidak seperti kau berbuat salah padaku, kan? Lagi pula perasaan bukan sesuatu yang harus dipaksakan, kan?”

Yixing tidak tahu, anak ini polos atau terlalu berpikiran positif.

“Uh… iya sih. Aku merasa sungkan dan awkward karena kau bisa menanggapi semuanya dengan kalem. Tentang perasaanmu padaku, juga tentangku yang ada hati pada Suho-ssi dan juga patah hati karenanya—”

Mungin harusnya Yixing tidak mengatakan hal semacam ini di toilet. Bukan tempat yang sesuai dan layak untuk mengungkapkan isi hati.

Yixing membeku di tempat.

Junmyeon berada di depan pintu toilet.

Junmyeon merasa dejavu sebenarnya, walaupun ini adalah hal yang jelas berbeda. Pernyataan dari orang berbeda, namun hal yang dibicarakan adalah tentangnya.

Ucapan dari namja berdimple itu terlalu jelas untuk dipertanyakan.

“Yixing, jadi selama ini kau menyukaiku?”

Ya Tuhan… Yixing ingin tenggelam di sungai Han saja.

XoXo-XoXo-XoXo

Chapter XI

TBC

XoXo-XoXo-XoXo

A/N: Chapter depan tamat~

Kalteng, 04/05/2019 (aff)

-Kiriya-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweet_cheesecake
#1
Chapter 10: Nah lho hayoo ada yang bakal dimarahin mama habis ini wkkk
Makasi updateannyaa~
Krisho_daughter #2
Chapter 10: Next juseyooo
Krisho_daughter #3
Chapter 8: Akhirnya update ?
Sky_Wings
#4
>_< ♡
BabyBugsy
#5
Chapter 5: Waduh ternyata ini lbh dr sekedar cinta segitiga tp segi lima wkwkwkkwk.. Kira kira siapa nih ya mau nyatain duluan? Ayo dong kriss ngmng dulu sama suho. You are the real prince cool man bro hahahhaa.. Dont be a coward. Fighting!!!
BabyBugsy
#6
Chapter 4: Kyaaaa junmyeon tingkahnya emng ajaib banget dah hahahhaa.. Heemm kekny seru kalau lay sma kris terlibat cinta segita dg junmyeon wkwkkwkwkw..
Makin sweet ajah nih kriss
BabyBugsy
#7
Chapter 3: Aigoo fighting tao... Pengen lihat tao makin deket sama junmyeon sebenernya. Pasti gemesin kalau dia nempel mulu sama jumnmyeon hahahhaha
Mereka ga buli tao kn?? Fighting baby taoo
BabyBugsy
#8
Chapter 2: Haahaha kencan di pagi buta pada hari minggu. Otu terasa menyenangkan hahahhaa..
Cieee kris..
BabyBugsy
#9
Chapter 1: I love it. Gemesin lhat mereka berdua kenalan.. Wkwkkwkwk si dingin kris ternyatabisa senyambung itu kalau ngmng sama suho yg bawel ^^~
ihc_ocohc #10
Chapter 4: Makin manis aja hubungan krishonya, semoga cepet jadian ya kalian berdua <3
Btw kalo ada scene sulay, please lay aja yg jadi semenya hehe