Bab 2

My Peter Pan [Indonesian]

Setiap orang tetap melihatku dengan mata menghakimi itu, membisikkan hinaan yang cukup keras untuk kudengar ketika aku berjalan ke depan mereka. Mereka pasti telah membenciku karena menyebabkan adegan memalukan di kafetaria dan menjadi sangat dekat dengan oh-pangeran-sangat-sempurna mereka. Tapi baiklah, dia benar-benar sempurna jadi apa yang bisa kukatakan?

Aku mencoba yang terbaik untuk fokus pada pelajaran tapi sekarang dan kemudian, beberapa gadis akan memutar kepala ke arahku dan melihatku dengan wajah muak. Aku mendesah dan hanya melihat keluar jendela sambil menciptakan sebuah dinding tak terlihat untuk memisahkan diriku dari kenyataan keras ini. Ini satu-satunya jalan keluarku.

Kehadiran Luhan adalah satu-satunya hal yang tetap menjagaku dari sekolah ini. Jika aku tidak bertemu Luhan kemudian kukira aku seharusnya sudah meminta ibuku untuk memindahkanku ke sekolah lain.

Waktu berjalan dengan cepat, aku ditarik kembali ke kenyataan ketika kudengar dering bel yang menjadi tanda berakhirnya kelas. Aku mulai untuk mengumpulkan barang-barangku juga seperti orang lain ketika aku tiba-tiba mendengar keributan keras dari koridor. Itu adalah jeritan dari gadis-gadis genit. Aku heran apa yang salah dengan mereka?

Aku penasaran namun aku tak berani untuk melompat di kerumunan itu, yang terlihat seperti sebuah gerombolan monyet kelaparan, hanya untuk melihat apa yang sedang terjadi jadi aku berjalan dengan cepat ke pintu seperti seorang ninja, menghindari menabrak teman sekelasku. Setelah beberapa dorongan dan tabrakan, akhirnya keluar dari kerumunan mengerikan itu.

Aku baru saja mau berjalan menuruni tangga ketika, “Eun! Tunggu!” teriak seseorang yang sedang terengah-engah.

Kuputar kepalaku untuk melihat siapa pemilik suara itu, hanya untuk melihat seorang Luhan yang kurus. Dia terlihat seperti baru saja berlari di seluruh kampus karena dia sangat berkeringat. Aku baru saja akan mengucapkan sesuatu ketika kami mendengar jeritan lemah datang semakin dekat dan semakin dekat.

“Ayo, kita harus buru-buru!” paniknya, menarikku dengannya ke dimana-siapa-tahu. Kami tersandung di jalan ke perpustakaan. Ini sangat sepi karena hanya ada sedikit siswa. Dia dengan biasa berjalan ke sebuah kursi kosong dan duduk disana. Dia kemudian melihatku, seperti sedang bertanya mengapa aku masih berdiri disana jadi kuikuti dia dan duduk di sebuah kursi kosong disampingnya.

“Apa yang salah denganmu?”, tanyaku, sungguh terganggu.

“Maaf, aku telah menarikmu ke dalam kekacauan ini, Eun, tapi aku sungguh butuh untuk berbicara padamu…” jelasnya.

“Eh?” kataku tanpa disadari. Aku tidak ingat mempunyai urusan dengannya.

“Baiklah, kudengar kau mendapatkan nilai tertinggi dalam bahasa Inggris di ujian masuk.” mulainya, “ jadi aku sedang berpikir jika kau bisa mengajariku? Aku sebal dengan bahasa Inggris.” Katanya, hampir berbisik di kalimat terakhir. Aku tertawa di pikiranku. Aku hanya membuktikan bahwa tak ada seorangpun yang sempurna.

“Tapi mengapa harus aku?” deruku sampil sedikit mencebik.

“Hmm, aku juga dengar kau susah di Matematika”, godanya.

“Apa?!!” seruku. Aku malu.

“Kukatakan, aku mendengar kau sukar dengan Matematika, jadi jika kau mau mengajariku bahasa Inggris, lalu aku bisa mengajarimu Matematika! Tidakkah itu perjanjian yang adil?” usulnya, namun kadang aku merasakan perasaan ini bahwa dia masih menggodaku. Kuhembuskan nafas. Benar bahwa aku sukar dengan Matematika dan aku tak menyangkal fakta bahwa baru saja mengatur untuk lulus ujian masuk Matematika.

“Hmph. Baiklah.” Aku menyetujuinya, “Jadi, apakah kau membawa buku bahasa Inggrismu?”, tanyaku padanya tepat setelah aku setuju.

“Tentu saja. Ini,” ujarnya sambil dia mengeluarkan buku bahasa Inggris dari tasnya. “dan aku juga membawa sebuah buku matematika denganku, hanya jaga-jaga!” tambahnya. Dia nampak sangat bangga bahwa dia membawa sebuah buku  tambahan untukku.

“Seperti aku akan membutuhkan itu. Aku punya bukuku sendiri, Lu.” kataku  sambil meleletkan lidahku keluar ke arahnya.

“Aw, ayolah. Setidaknya hargai usahaku,” rengeknya seperti seorang anak kecil. Aku tertawa keras.

“Ya benar” kuputar mataku, “Ayo mulai sehingga kita bisa menyelesaikan  dengan cepat”, ujarku sambil meraih penaku. Dia sedang mengerjakan pekerjaan rumah bahasa Inggrisnya sementara aku mengerjakan pekerjaan rumah matematika.

Aku tak tahu bahwa dia sebagus ini dengan matematika. Dia tidak terlihat seperti itu. Aku sedang berpikir keras ketika hanya menemukan diriku sendiri memandang ke arahnya. Dia sangat tampan, dia terlihat seperti seorang pangeran. Aku sungguh berpikir ciri terbaiknya adalah matanya. Mata coklat indah itu yang akan melelehkanku jika memandang langsung padanya. Rasanya seperti kau akan kehilangan momen .. Eh? Tunggu, melihat langsung ke arahku?

Kuhembuskan nafas. Dia tertawa kecil pada reaksiku sebelum mengatakan, “Senang apa yang kau lihat?

“Tidak pernah.” ucapku sambil dengan bercanda memukul lengannya. Ah, terlalu percaya diri, kawan.

Kita tinggal di perpustakaan hampir satu jam. Kita menertawakan candaan milik kita sendiri dan tertawa sangat keras. Kita juga saling berbicara tentang kami. Seperti momen mendapatkan-untuk-saling-mengenal-satu-sama-lain kita. Bahkan ada waktu ketika kami hampir ditendang keluar perpustakaan oleh pustakawan karena sangat berisik.

Aku tahu aku baru saja bertemu dengannya, tapi aku merasa sangat aneh ketika dia disekelilingku.

Aku tidak yakin perasaan apa ini, namun aku tahu bahwa aku merasakan kenyamanan dengannya

………..

Hari itu adalah satu dari hari-hari yang kuhabiskan dengannya yang tak akan pernah aku melupakannya

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D