Bab 1

My Peter Pan [Indonesian]

Aku berjalan menyusuri lorong memakai sebuah gaun putih mewah dengan sulaman yang memeluk tubuhku dengan sempurna, menunjukkan bentuk badan rampingku. Tanganku saling berpegangan didepan saat aku berjalan dengan elegannya. Lorong didekorasi dengan vas-vas porselin yang diisi dengan mawar putih yang cantik, diambil oleh penjual bunga terbaik di kota.

Selama ini, aku melihat ke bawah ke karpet yang ditaburi dengan mahkota bunga warna putih, takut oleh pandangan mata dengan seseorang yang sedang menunggu di ujung lorong.

Pelan-pelan aku menengadah dan bertemu dengan matanya. Matanya bersinar dengan terang dan bibirnya melengkung menjadi sebuah senyuman lebar. Dia sedang memakai sebuah jas hitam yang sempurna cocok dengannya. Dia seperti seorang malaikat yang sedang menghormati setiap orang dengan kehadirannya. Dia tidak terlihat seperti usianya, dia masih terlihat seperti anak lelaki yang kutemui sebelumnya. Hanya melihat padanya, aku bisa memberitahukan bahwa dia sangat bahagia.

Kuberikan sebuah senyuman kecil kembali padanya, aku menjadi berkaca-kaca. Aku tak pernah berpikir bahwa hari ini akan datang dengan cepat.

Aku mencoba untuk menyimpan segalanya di dalam, tapi air mata bisu ini masih jatuh.

Di saat itu, segala yang terjadi di masa lalu datang membanjiri diriku.

…………

Aku sedang makan sendirian di kafetaria sekolah baruku. Ini adalah hari pertama dan aku tak punya satupun teman. Aku sangat benci untuk dipindah tapi harus karena ibuku mendapat tugas di kota besar, yaitu Seoul. Sekolah ini sangat besar dibandingkan sekolah lain, fasilitas kelas tinggi mengatakan itu semua. Ada banyak murid namun, tentu saja, tidak semua orang ramah.

Pikiran panjangku diganggu ketika tiga anak lelaki, yang sangat terlihat seperti penggertak, mendekatiku.

“Hai, wajah baru, bagaimana kalau kau memberi kita makananmu, huh?”, kata anak laki-laki yang terlihat seperti pemimpinnya. Apa? Gertakan? Kita sudah di tahun terakhir sekolah tapi masih ada murid-murid seperti mereka? Ini menyebalkan.

Aku terlalu terkejut untuk memikirkan segala respon yang tepat, “T-tapi, aku tak bisa –ini-.” kataku dengan gagap namun anak laki-laki itu bahkan tidak membiarkanku menyelesaikan dan dia mulai merebut sandwichku.

“Hei!” teriakku.

“LEPASKAN!”, teriak anak lelaki itu di belakangku.

Aku sedang menarik sandwich dengan susah, ketika anak lelaki itu menghentikan tarikan yang menghasilkan, aku terjatuh ke bawah, tepat di pantatku dengan sandwich semua menutupi seragamku. Aku mendengar tawa mengejek di sekelilingku. Hebat, hanya hebat. Mimpiku untuk memiliki kehidupan sekolah yang terbaik sangat rusak di hari pertama.

“Itu yang kau dapatkan untuk tidak membiarkan kita memiliki makananmu, wajah baru. Tahuilah tempatmu”, dia berkata dengan sombongnya. Aku sangat mual. Tahu tempatku? Seperti, kita semua sederajat disini. Aku tidak akan duduk disini dan hanya menangis.

Aku berdiri dan melihat langsung dimatanya, “ Apa yang kau inginkan, huh?” tanyanya padaku dengan sebuah nada yang menyebalkan.

“Kembalianmu.” ujarku sambil berlari ke arahnya dan menginjak kakinya dengan sangat keras.

“OUCH! Kau!” teriakannya menggema di seluruh kafetaria. Dia melihatku dengan mata yang benar-benar marah sambil mengepalkan tinjunya. Uh-ah. “Kau akan membayar ini,” katanya sambil menyiapkan tinjuannya di udara. Siap untuk memukul seseorang, yang mana dengan tak beruntungnya, aku.

Apakah dia benar-benar akan memukulku? Aku tahu aku membuat kekacauan ini tapi ayahku selalu berkata bahwa laki-laki sejati tidak akan memukul seorang gadis. Kututup mataku dan secara naluri menggunakan lenganku untuk melindungi wajahku. Aku menyiapkan diriku sendiri dan menunggu pukulan yang mendarat namun tak ada satupun yang datang. Namun, aku sangat yakin mendengar seseorang mendapat pukulan dan aku bisa mendengar bisikan ketakutan. Dengan pelan kubuka mataku dan terkejut dengan apa yang kulihat. Jantungku berdetak dengan cepat, kupikir jantungku akan keluar kapan saja.

Seorang malaikat mendapatkan pukulan itu dan darah keluar dibibirnya namun aku masih bisa melihat ciri sempurnanya. Mata seperti mata rusa, tulang pipi mungil, garis rahang yang menonjol, dan err… bibir yang bisa mencium lembut … wow, bagaimana bisa seseorang sesempurna dia ada? Hidup tidak adil.

“Kau baik-baik saja?” Anak lelaki yang terlihat seperti malaikat itu bertanya padaku. Aku terlalu pusing untuk menjawab dan hanya melihat padanya, tersesat di mata cokelat indahnya. “Hei, apakah kau baik-baik saja?” dia ulangi lagi tapi masih tak mendapat jawaban dariku. “Apakah kau terluka? Ayo, cepat ke klinik!” katanya sambil menarikku dengannya meninggalkan semua orang di kafetaria yang sunyi ini. Secara konstan dia menengok kebelakang untuk melihat apa yang sedang kulakukan. Wajahnya penuh dengan kecemasan. Apakah anak lelaki ini nyata? Kupikir orang sepertinya, yang baik dan mendapatkan tampilan yang bagus, tidak ada lagi.

Ketika kami sampai di klinik, perawat berkata bahwa aku tidak terluka dan dia meneruskan dalam merawat bibir anak lelaki yang mirip malaikat itu. Perawat itu menyelesaikannya dengan mengoleskan sebuah obat salep dan sebuah plester. “ Selesai. Jagalah dirimu lebih baik atau kau akan membuang wajah indahmu.” Perawat itu berkata dengan bercanda.

“Akan kulakukan, Ibu perawat. Terima kasih!” anak lelaki itu menjawab dengan malu.

Kami pergi keluar dan sekarang berada di jalan ke kelasku. Ada kesunyian yang canggung diantara kami. Ini hampir memekakkan ketika anak lelaki itu tiba-tiba memecahkannya. “Apakah kau benar-benar tak terluka? Kau sangat pendiam.” katanya, melihat dengan sangat cemas.

“Ah tidak, aku baik-baik saja. Aku… aku hanya sedang berpikir bagaimana berterima kasih padamu untuk menyelamatkannku lebih awal.” Kataku, sedikit malu.

Dia sedikit tertawa, “Tak apa-apa! Oh, sebenarnya ada satu hal yang bisa kau lakukan untukku..” katanya sambil menaruh tangannya di dagunya, bertingkah seperti dia sedang berpikir.

“Eh? Apa itu?”, tanyaku ; aku bingung.

“Ayo berteman! Kau tahu, kamu adalah gadis pertama yang pernah berbicara padaku tanpa memujaku.” ujarnya, masih dengan tersenyum.

“ Benarkah?!” aku sangat terkejut. Baiklah, jika kau mendapatkan tampilan seperti itu, tidak akan normal jika kau tak punya penggemar.

“Ya, jadi ayo berteman, oke?” dia menawarkan tangannya untuk sebuah jabatan tangan.

“Oke, lalu, er.. uhmm..” kataku, merasa ragu karena aku tak pernah mengetahui namanya sebelumnya. Aish, sangat bodoh.

Dia tertawa kecil sebelum berkata, “Lu Han. Hanya Lu Han karena aku adalah orang China.”

“Lu Han, lalu, ehm … terima kasih banyak Lu Han! Namaku Lee Eun Ae, ayo berteman!”

…………

Di hari itu, aku bertemu dengannya

Aku bertemu dengan Peter Panku

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D