Bab 3

My Peter Pan [Indonesian]

Kelas selesai hari ini dan sekarang aku berjalan ke arah rumahku ketika Luhan tiba-tiba muncul entah darimana. Aku terkejut jadi mengambil selangkah kebelakang.

“Hm? Apa yang salah, Eun?” tanyanya, menawan “Kau terlihat seperti baru saja melihat hantu. Ekspresimu meriah!” katanya sambil tertawa.

“HA. HA. Sangat lucu, Lu”, kataku dengan menyindir sambil memutar mataku.

Dia tertawa sedikit, “Baiklah, hanya bercanda, kau akan pulang ke rumah sekarang?” tanyanya.

“Err, ya? Kau membutuhkan sesuatu?”, tanyaku, mengira jika ada pekerjaan rumah yang tidak bisa  diselesaikan beberapa hari lalu.

“Tidak, tak ada yang khusus. Hanya berpikir bahwa karena kita sedang belajar setelah jam sekolah, kau selalu pulang ke rumah terlambat jadi aku sedang berpikir..” dia ragu diawalnya tapi tetap meneruskan, “Aku sedang berpikir untuk mengantarmu pulang?”

“Eh?! Kau tidak perlu dan kita tidak ingin membuat orang-orang salah paham,” tolakku.

“Salah paham apa? Apa yang salah dengan teman berjalan pulang bersama?” tanyanya tanpa dosa.

Aku mendesah. Teman. Ini sangat sederhana untukknya. “Baiklah.” Aku menyerah. Aku berjalan dulu dan dia mengikutiku.

Sangat sepi ketika dia berbicara, “Jadi dimana rumahmu?” mulainya.

“Dekat xxx. Hanya kira-kira 15 menit berjalan dari sekolah.” balasku.

“Ohh, aku tak tahu rumahmu dekat! Aku seharusnya sudah berjalan pulang denganmu beberapa hari yang lalu.” ujarnya, diam-diam kecewa.

“Aku sudah memberitahumu lebih dulu bahwa kau tidak harus melakukannya”, desahku, “dan tidakkah orang tuamu khawatir jika kau pulang terlambat?’, tanyaku. Aku penasaran. Dia tidak pernah memberitahuku apapun tentang keluarganya atau apapun.

Dia diam untuk beberapa saat dan hanya melihat ke atas ke langit. “Aku tinggal sendirian”, bisiknya, hampir tak terdengar olehku.

Aku terkejut. Ada begitu banyak kesedihan di suaranya. “Maaf. Kau tak harus membicarakannya”, ujarku dengan tulus.

“Tidak, ini bukan salahmu, dan sejak kau adalah temanku, aku tak menghiraukan untuk memberitahumu segalanya…”

Dia memberitahuku keluarganya tinggal di luar negeri, di China persisnya. Mereka memiliki sebuah perusahaan yang sangat besar yang akan membuka cabang di sini di Korea segera dan itu mengapa dia dikirim kesini, untuk memimpin perusahaan ketika dia menyelesaikan belajarnya. Dia tertekan dan sedih dengan fakta bahwa mereka mengirimnya kesini untuk semata-mata bertujuan memimpin perusahaan. Dia pasti merasa sangat sendirian dan merindukan rumah.

Aku mencoba untuk menghiburnya. Aku tahu dengan baik perasaan itu. Perasaan merindukan seseorang, seseorang yang sangat penting. Hanya berbeda, bahwa seseorang untukku adalah yang pergi untuk selamanya. Aku mati sedikit didalam sini setiap memikirkan kematian ayahku. Dia kecelakaan dan bahkan sebelum dibawa ke rumah sakit, dia sudah meninggal. Aku juga sedih tapi bagaimanapun dia tak perlu tahu tentang perasaan ini. Setidaknya tidak sekarang, dia juga sedih atau aku hanya akan menambah masalah lain ke dalam hidup cemasnya.

Kita sangat serius dengan perbincangan kita yang tidak kita sadari bahkan sudah sampai di depan rumahku. Aku ragu tapi tetap bertanya padanya, “Lu, apakah kau ingin masuk kedalam?”

Dia menggosok kepalanya dengan indahnya, “Uhm, tidakkah itu aneh? Maksudku, kau mengatakan tadi bahwa ibumu ada di rumah.” katanya, malu.

“Ah, benar. Kau mendapatkan poin disana,” setujuku. Sangat bodoh. Mengetahui ibuku, tentu saja, akan menjadi aneh.

“Lalu, kupikir, aku akan pergi sekarang?” katanya meskipun dia seperti lebih menanyakannku.

“Eh, tentu. Mengapa kau bertanya padaku”, kataku.

Dia tertawa sebelum mengatakan, “ Sampai jumpa, Eun!” lalu dia mulai berjalan menjauh.

Aku hanya berdiri, melihat tubuhnya menghilang. Tak bisa membantu namun senyuman seperti seorang idiot. Beberapa menit telah berlalu namun aku masih bisa membaui parfumnya. Apakah ini yang mereka sebut cinta? Tapi kita baru saja bertemu … lalu cinta pada pandangan pertama? Tapi masih, ini tidak bisa cinta. Kugelengkan pikiran-pikiran itu dan mulai berjalan ke pintu.

Aku sedang berpikir keras, tidak menyadari ibuku sedang melihatku. Terkejut. Untuk berapa lama ibuku sudah disini?

“Hmm? Bagaimana harimu, sayang?” tanyanya sambil membuka pintu untukku. Kumiringkan kepalaku yang kacau. Aku tak tahu jika hanya aku tapi ibuku terlihat sangat lemah dan pucat hari ini. Aku baru saja akan bertanya padanya jika dia baik-baik saja ketika, “Kau terlihat sangat gembira” tambahnya dengan pandangan mengetahui.

Aku benar-benar lupa tentang itu dan menjadi malu. “Tolong, jangan goda aku, bu”, cebikku.

“Aigoo, gadis kecilku sudah menjadi seorang gadis dewasa! Jadi, siapa laki-laki itu, sayang?” tanyanya. Dia sungguh-sungguh menggodaku hari ini.

Aku mendesah sebelum menjawab, “Dia adalah temanku, bu. Teman pertamaku di sekolah.”

“Eh, benarkah? Tapi cara kau tersenyum ketika dia pergi – “

“Ibuuuu.” Rengekku sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya.

“Hmp, baiklah”, menyerah.

Aku sedang ada di tangga naik ke kamarku ketika ibuku berbicara lagi, “Tapi jika kau akan bertanya padaku, anak laki-laki itu sangat baik! Dia mempunyai wajah tampan dan sangat sopan juga, benar kan?”

Aku berhenti di jalanku dan melihat kebelakang ke ibuku yang sedang membaca majalah. Mungkin aku seharusnya bertanya padanya?

“Ibu..” panggilku dengan lembut menyebabkan dia berhenti apa yang sedang dilakukan dan melihatku.

Dia tak berkata satu katapun tapi aku tahu dia mendengar jadi aku teruskan, “Apakah ibu… percaya pada cinta pada pandangan pertama? Apa rasanya cinta, bu?”

“Waktu tak masalah, sayang..” dia tersenyum padaku kemudian melihat keluar jendela, mengenang hari-hari yang dia habiskan dengan ayah, “Menjadi cinta, ketika jantungmu berdetak sangat cepat ketika kau melihatnya, dia mempunyai cacat tapi dia sempurna di matamu, senyumnya sangat terang yang bisa membutakan matamu” dia berhenti sejenak dan melihat lurus ke arahku sebelum melanjutkan,

“Dan saat di momen ini, kau sedang memikirkan seseorang.”

Rahangku jatuh. Dia benar-benar membunuhku dengan kalimat terakhir itu.

Aku benar-benar sedang memikirkan seseorang. Aku sedang memikirkan Luhan.

………

Kupikir aku tak akan pernah jatuh cinta,

tapi dia membuatnya menjadi mungkin.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D