Bab 4

My Peter Pan [Indonesian]

Aku masih tidur ketika handphoneku berdering. Kuambil dan mulai membacanya sambil masih setengah mengantuk. “Bertemu… hari ini… taman… makan siang…”. Setelah membacanya, kulempar ke samping tempat tidur. Mataku masih terpejam ketika akhirnya mengerti apa yang pesan itu maksud. Tunggu, APA?!

Aku langsung bangun dan mengambil handphoneku kembali, meyakinkan untuk membaca dengan hati-hati saat ini.

“Eun! Temui aku hari ini di taman setelah makan siang, oke? Aku akan menunggumy! –Lu

Kukira apa yang dia butuhkan sekarang. Jika hanya aku bisa memberitahunya bahwa dia menghantui pikiranku setiap malam dan aku tak bisa tidur kemudian aku bisa mempunyai sebuah alasan untuk menolakknya. Aku tertawa kecil pada pikiran itu karena aku tahu di hatiku bahwa bahkan meskipun aku punya 100 alasan untuk menolak, aku akan tetap menemukan satu alasan untuk pergi dengannya.

Kulihat jam, dan terkejut dengan waktunya. Ini sudah terlambat? Oh, Tuhan, aku harus mulai bersiap-siap sekarang. Ya, aku tahu. Ini bahkan bukan kencan, dia mungkin hanya akan memintaku menemaninya untuk melakukan sesuatu yang bodoh lagi, tapi tetap, aku merasa sangat senang ketika dengannya. Kadang-kadang tak bisa membantu untuk berpikir bahwa aku sangat beruntung untuk bisa bersama dengan anak laki-laki yang kusuka tanpa merasa aneh.

Setelah mandi, aku memakai baju biru dan mencoba jeans. Kuselipkan dan menyelesaikan pakaianku denggan memakai topi yang cocok. Aku bukan seorang yang berlebihan. Aku jenis orang yang akan baik-baik saja hanya dengan sebuah kaos dan jeans.

Ini sudah lewat jam satu siang ketika aku mencapai taman. Tidak banya orang jadi aku menemukan dengan mudah untuk mencari Luhan tapi tetap dia tidak disini. Aku duduk di sebuah kursi ayunan kosong  dan mendesah. Apakah aku terlalu gembira? Aku mendesah lagi. Tidak seperti ini pertama kalinya terjadi.

“Kau terlalu banyak mendesah, Eun..” sebuah suara yang tak asing. Aku mendongak hanya untuk melihat Luhan berdiri tepat di depanku.

Aku memandangnya beberapa saat, mengerjapkan mata sebelum bertanya “Lu, mengapa kau selalu muncul dari manapun juga?”

“Maaf! Tapi kau satu-satunya yang bingung itulah mengapa kau tak melihatku datang”, alasannya meskipun kupikir iru sangat benar.

“Terserah. Jadi apa yang kau butuhkan hari ini? Tidakkah kau tahu ini akhir minggu”, tanyaku padanya, sedikit terganggu.

“Eh? Ada apa dengan akhir minggu, Eun?” bingungnya.

Kugosok kepalaku, “Maksudku adalah, jika ini hanya belajar, tidak bisakah menunggu hari senin?”, jelasku.

“Ah, ini bukan belajar, Eun!”, dia tertawa. “Kau benar-benar lupa tentang ada apa dengan hari ini?”, dia bertanya padaku. Kugelengkan kepalaku, berpikir sangat keras. “Baiklah, aku akan memberitahumu” dia berbisik ke telingaku. Semakin dia mendekat, detak jantungku semakin bertambah sangat cepat. Aku berdoa sangat keras bahwa dia tak akan mendengarnya karena dia terlalu dekat, “Hari ini adalah peringatan pertemanan kita”, bisiknya.

“Peringatan- peringatan-apa? Bisakah kita makan itu, Lu?” tanyaku dengan alis berkerut

Dia tertawa sangat keras. Dia sungguh tertawa sangat keras, dia harus memegang perutnya. Aku mengerutkan dahiku. Apakah dia gila atau sesuatu?

“Kau sangat lucu, Eun!” katanya diantara tawa. Dia sangat senang sampai matanya berair. “kita tak bisa memakannya tentu saja, ini sudah sebulan sejak kita menjadi teman! Aku sedih kau lupa” katanya setelah mengusao air mata.

“Eh? Ini sudah sebulan?”, tanyaku tidak percaya, mendapat anggukan darinya “Sangat cepat! Bagaimana bisa aku tak menyadarinya?” tanyaku pada diri sendiri.

“Mungkin karena kau senang? Beberapa orang berkata bahwa ketika kau sangat senang, waktu cenderung berjalan cepat dan ketika kau sedih, menjadi sangat lambat”, jelasnya.

“Mungkin? Tapi mengapa aku akan menjadi sangat senang?”, tanyaku tapi aku sudah tahu jawabannya. Aku bahagaia karena aku dengannya.

“Jadi, ayo, Eun!” katanya sambil menyentakkan ke lengan bajuku.

“Huh?! Kemana?”, tanyaku, bingung.

“Aish, kau punya banyak pertanyaan,” katanya, sungguh menjengkelkan. “Tentu saja, kita akan merayakan! Biarkan aku menjadi pemandumu hari ini!” katanya dengan berlebihan. Aku mendesah dan mengikutinya. Aku tak tahu mengapa aku jatuh cinta dengan anak kecil 5 tahun ini dalam tubuh 18 tahun.

Kita pergi ke sebuah taman hiburan. Ada banyak orang disana karena ini adalah akhir minggu. Aku benar-benar lelah mengikutinya karena orang-orang tetap menabrakku. Aku hampir kehilangannya ketika dia tiba-tiba menarik tanganku dan membimbingku ke suatu tempat yang tak ada banyak orang. Pipiku memanas dan aku tahu kalau sudah memerah karena malu.

Setelah keluar dari keramaian, seketika aku memindahkan tanganku darinya dan berpura-pura merapikan rambutku dan menyembunyikan wajah merahku. Aku akan menjadi benar-benar malu jika dia melihatnya.

“Ah! Lihat itu, Eun! Tidakkah terlihat menyenangkan?” tanyanya dan tanpa menunggu jawabanku, dia menarikku ke siapa-yang tahu-permaninan-apa.

Aku tak punya pilihan tapi untuk menaikinya dan disamping tak punya masalah dengan itu semua. Setelah setiap permainan, dia akan menarikku ke permainan lain yang terlihat menarik untuknya dan mengulanginya. Kita tak menyadari waktu dan hanya menikmati waktu kita disini. Sebelum kita mengetahuinya, hari ini sudah gelap.

“Woah. Aku sangat lelah”, rengeknya sambil memerosotkan tubuhnya ke bangku.

“Ya, ini salahmu. Aku tak tahu kau berencana menaiki semua permainan disini”, kataku. Aku duduk disampingnya dan mendesah, lelah. Kita bahkan tak punya energi untuk berjalan. Aku melihatnya dan baru saja akan mengatakan sesuatu ketika kulihat matanya berkilauan sambil mkelihat kesuatu tempat. Aku mencari apa yang dilihatnya, hanya untuk melihat kincir di depan kita.

“Kau tak bisa menjadi serius…” omelku pada diri sendiri.

“EUN! Itu yang terakhir kemudian kita akan pulang!”, katanya berlebihan lagi. Untuk sekali, kupikir dia sudah lelah namun ini dia, bersemangat hanya melihat sebuah kincir.

“Oke. Terakhir, kan?” kataku sambil mulai berjalan ke arah permaian itu.

Ini sedikit mengerikan pada awalnya namun dengan segera aku beradaptasi. Aku bukan penyuka ketinggian namun pemandangan dari atas sini benar-benar mengambil nafasku. Cahaya kota Seoul sungguh indah, aku tak bisa membantu tapi mengaguminya.

Kita sangat sibuk melihat keluar jendela ketika dia tiba-tiba berkata, “Aku sangat senang menghabiskan hari ini denganmu, Eun. Aku sungguh gembira bahwa kau adalah teman wanita pertamaku.” Ucapnya dengan sungguh-sungguh.

Aku terkejut. Kekasih? Aku memerah jadi melihat kebawah namun tiba-tiba sadar dengan apa yang dia maksud. Menjadi berpikiran-sederhana, aku sangat yakin yang dia maksud untuk dikatakan bahwa aku adalah teman “wanita” paling pertamanya. Aku terluka. Namun aku salah juga, kan? Aku berharap terlalu tinggi.

“Eun? Adakah yang salah?, tanyanya, cemas.

Kututup mataku dan mengambil nafas sangat dalam sebelum melihat dan bertemu mata dengannya. “Tidak, aku baik-baik saja. Tiba-tiba aku pusing, namun sekarang sangat baik.” Kataku, tersenyum. Sebuah senyuman yang menyembunyikan hancurnya diriku.

Setelah kincir, kita memutuskan bahwa seharusnya sudah pulang. Dia mendesak untuk mengantarku pulang malam ini bahkan juga meskipun aku menolaknya. Ini bukan seperti aku bisa berkata “tidak” padanya jadi aku hanya membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan.

“Eun, kau baik-baik saja? Kau sangat diam”, tanyanya.

“Ya. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu”, kataku jujur.

“Hm? Maukah berbaginya denganku? Mungkin aku bisa membantu?” ujarnya.

Aku memikirkannya. Ini adalah kesempatanku, jika aku tidak menanyakannya hari ini, kemudian ini hanya akan menambah pikiranku. Aku mangambil nafas dalam sebelum melihat ke arahnya, “Lu, apa yang kau rasakan tentang gadis-gadis yang sedang menyukaimu?” tanyaku.

Dia terlihat terkejut pada pertanyaanku. Dia mulai melihat ke langit untuk beberapa waktu, mencari sebuah jawaban. “Hmm.. sejujurnya, aku merasakan ketidaknyamanan. Aku cenderung menjauh pada gadis-gadis yang menyukaiku.”

Aku takut. Jika dia mengetahui bahwa aku menyukainya, kemudian akankah aku kehilangan persahabatan kita?

……………………..

Aku tak ingin persahabatan kita berakhir,

namun ada sebuah bagian diriku yang berharap menjadi lebih dari sekedar teman.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D