Bab 6

My Peter Pan [Indonesian]

Luhan dan aku dengan canggung berdiri di luar lapangan sepak bola sekolah. Kami menunggu semua orang untuk membenahi barang-barang mereka jadi kita semua bisa pulang.

“Eun?”, panggilnya.

“Hm?”, jawabku. Ketika aku melihatnya, dia, dia terlihat seperti benar-benar cemas.

“Kau  rasanya benar-benar muram hari ini, apakah ada sesuatu yang salah?”, tanyanya.

Aku diam untuk sementara, “… tidak. Segalanya baik-baik saja.”, ujarku dengan sebuah senyum yang menenangkan. Dia melihat ke arahku dengan wajah keraguan dan baru saja akan mengatakan sesuatu ketika kami menyadari bahwa mereka sudah selesai membersihkan semuanya dan sekarang ini sedang berjalan ke arah kami.

“Tunggu beberapa menit, En.” dia dengan tiba-tiba berkata sebelum berlari ke arah teman-temannya. Mereka membentuk lingkaran dan memulai mendiskusikan sesuatu. Aku mencebik. Aku mengira apa yang sedang mereka bicarakan. Itu pasti sesuatu yang benar-benar penting yang harus dibicarakan oleh mereka sendiri. Aku duduk di tanah seperti anak kecil dan bermain dengan batu-batuan, setidaknya ini lebih menarik daripada berdiri dan tak melakukan apapun.

Setelah beberapa waktu, aku melihat mereka berjalan ke arahku dengan senyum yang lebar di wajah mereka. Kusipitkan mataku dan melihat mereka dengan curiga.

“Eun Ae noona~” panggil mereka semua padaku sementara melakukan puppy eyes, mencoba berakting manis.

Dengan seketika aku berdiri dan munduru, “H-hei, apa yang salah dengan kalian?”, tanyaku tak percaya. 12 anak laki-laki dewasa melakukan aegyo itu sedikit… mengerikan?

“Eun Ae noona~” yang termuda, Sehun, memanggilku lagi. Kumiringkan kepala dalam kebingungan. “Ayo pergi ke pusat permainan terdekat!” lanjutnya, masih mencoba untuk berakting imut. Aku hanya berdiri disana sementara melihat ke arahnya dengan wajah kosong.

“Hyung! Ini tak bekerja!” deru  mereka semua  dalam kefrustasian pada Luhan. Tawaku meledak keluar yang membuat mereka melihat ke arahku. Ekspresi mereka  sangat tak ternilai.

“Baik, baik. Aku akan ikut.” Kataku diantara tawa. Ini tak akan menjadi buruk jika aku sedikit menikmati malam ini, kan?

“Eh sungguh?!”, mereka semua berseru, mendapatkan sebuah anggukan dariku.

 

Ketika kami semua berjalan bersama ke pusat permainan yang hanya menyeberang dari sekolah kami. Setelah masuk, hampir semua dari mereka berpisah dari kita dan berlari ke arah permainan favorit mereka. Mereka terlihat seperti segerombolan anak kecil yang belum pernah memasuki pusat permainan sebelumnya.

“Ayo bermain, Eun! Apa yang mau kau mainkan?”, tanya Luhan padaku.

“Hm.. bagaimana dengan itu?”, ujarnya sambil menunjuk sebuah permainan dimana kita akan menggunakan senjata untuk menembak musuh.

Aku tertawa kecil pada pilihannya, “Baik, baik.” Ujarku sambil mengikutinya. Aku sangat percaya diri dengan kemampuan bermaianku sejak aku banyak bermain permainan komputer di rumah namun kemampuan Luhan jauh lebih baik. Aku masih tak bisa menerima kenyataan bahwa aku kalah darinya.

Setelah permaian kita, Sehun dan Kris meminta Luhan untuk bermain dengan mereka jadi aku hanya berkeliling di tempat ini. Sebentar saja, ketika berkeliling, aku menubruk Kyungsoo yang sedang sibuk bermain sebuah permainan yang sedang menghasilkan banyak tiket hadiah.

 

“Oh, Eun Ae-sshi!” katanya, terkejut.

Aku tertawa, “Eh, kau bisa bicara informal padaku. Bahkan kau memanggilku noona sebelumnya”, ujarku.

“Jika kau mengatakan demikian, kemudian Eun Ae n-noona.” dia bicara gagap. “Uhm, kau ingin mencobanya?” tanyanya sambil berdiri dari bangku dan menawariku.

“Ah tidak, lanjutkan saja permainannya, Kyungsoo. Aku bahkan tak tahu bagaimana memainkannya”, kataku, sedikit tertawa sambil menggaruk kepalaku.

Dia membungkuk untuk mendapatkan tiket hadiah dari mesin. “Ini noona. Kau bisa menggunakan itu untuk membeli barang.” Katanya sambil menyampaikan tiket padaku.

“Waa. Ini banyak sekali, Kyungsoo. Apakah kau benar-benar yakin?”, tanyaku, takjub. Aku tak tahu kemungkinan mendapatkan tiket sebanyak ini. Dia hanya mengangguk sebelum memaafkan dirinya sendiri. Dia pergi ke arah Suho, yang sedang bermain sebuah permainan uang.

Jadi aku sendirian lagi. Tak tahu apa yang dilakukan dengan tiket-tiket ini jadi hanya pergi untuk melihat kemungkinan hadiah. Di jalan, aku melihat Chen dan Xiumin sedang melihat 4 orang yang lain, Chanyeol, Lay, Tao, dan Kai, yang sedang saling melakukan balapan mobil.

Mereka melihatku juga jadi mereka mendekatiku. “Wow. Kau mendapatkan banyak sekali tiket, noona!”, seru Chen.

“Ya. Aku juga terkejut ketika Kyungsoo memberikan ini padaku. Dia sangat bagus”, kataku.

“Ah. Setuju! Kyungsoo sangat baik di permainan tiket!”, Xiumin setuju.

Kemudian mereka membantu untuk membawa tiket ini ke kasir. Kita berpikir keras untuk membeli apa namun akhornya kita setuju untuk menukarnya dengan makanan ringan untuk setiap orang. Kita mendapatkan permen kapas, lollipop, keripik, kue dan banyak makanan lain yang membuat Xiumin benar-benar bahagia.

Ketika yang lain mendengar bahwa kami mendapatkan makanan, mereka dengan seketika pergi ke arah kami dan memakan yang mereka bagi. Aku duduk di kursi dan melihat mereka. Mata Luhan bersinar yang mana berarti dia sangat bahagia. Aku tersenyum. Laki-laki itu yang menyebabkan kesedihanku namun dia tak pernah gagal membuatku tersenyum.

“Kau sungguh menyukai Luhan hyunh, noona?” tanya sebuah suara yang kurasakan seseorang duduk disampingku. Aku terkejut. Seseorang tahu? Siapa?

Aku memutar untuk melihat siapa itu, hanya menemukan Baekhyun terseyum berdampingan padaku. Aku memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan ketika dia berbicara lagi, “Jangan khawatir noona, aku tidak pernah memberitahu siapapun. “ katanya menenangkan. Aku diam sambil melihat Luhan makan dan bermain dengan yang lain. “Hyung bisa benar-benar menjadi bodoh dan.. tak sensitif namun..”

Aku berdiri yang mana membuat dia berhenti bicara dan melihat kearahku, “Aku hanya temannya, Baekhyun, dan dia benar-benar bodoh dan tak sensitif”, kataku sementara menyembunyikan kesedihanku di belakang sebuah senyuman.

 

Tak lama setelah mereka selesai makan, kami memutuskan untuk pulang karena ini sudah telat.

“Eun, ayo!” kata Luhan sambil memimpin jalan ke arah rumahku. “Sampai jumpa besok, teman-teman!” lambainya pada teman-temannya.

“Tunggu, Lu!” panggilku yang membuatnya menghentikan jalannya. “Aku bisa pulang sendiri. Kau seharusnya jalan dengan mereka karena ini benar-benar bahaya untuk berkeliling sendirian khususnya pada malam hari.” Kataku. Aku sungguh khawatir tentang Luhan namun ini lebih karena aku tak ingin sendirian dengannya. Ini hanya akan membuat semakin kikuk.

“Tapi, Eun, ini lebih bahaya untukmu-“

“Ini hanya memakan waktu 15 menit berjalan, Lu.” Kataku. Dia bar saja akan protes lagi namu aku bicara lagi, “Tolong, dengarkan aku hari ini.” Aku hanya sangat lelah untuk berdebat dengannya. Aku sangat lelah.

“O..ke. Jaga diri baik-baik, Eun”, ujarnya ragu-ragu sebelum kita berpisah.

Aku mendesah. Merasakan sangat tertekan, aku tak pernah berpikir bahwa berpura-pura menjadi baik-baik saja sangat melelahkan. Perasaan ini yang kujaga menarikku ke bawah, menjagaku dari menjadi benar-benar bahagia.

Aku tetap berjalan dan berjalan sampai melihat sebuah kotak surat yang akrab di depanku. Eh? Kotak surat seharusnya di depan rumah jadi mengapa disini? Tunggu, aku sudah ada di depan rumah? Namun mengapa tak ada lampu yang menyala? Ibuku seharusnya ada dirumah hari ini…

Jujur, aku sungguh memiliki perasaan buruk ketika pulang terlambat hari ini. Jika bukan untuk mereka, aku seharusnya tida pergi ke pusat permainan.

Aku mengambil kunciku dan membuka rumah. Ketika kuhidupkan lampu, mataku membesar dalam keterkejutan.

Kulihat ibuku tergeletak di lantai, tak sadarkan diri. Aku langsung berlari ke sisinya dan memeriksa nadinya. Ibu masih bernafas. Terima kasih Tuhan.

“Bu! Bu! Bu!”, kucoba untuk membangunkannya namun tak ada respon darinya. “Tolong tunggu, Bu, bertanlah..”, kataku sambil mencari telepon genggam di dalam tasku. Dengan cepat memanggil rumah sakit terdekat untuk ambulan. Aku panik. Seandainya ini bukan keegoisanku untuk menginginkan sedikit kebagiaan, aku seharusnya sudah pulang lebih awal dan ibuku tak akan berada di kondisi ini.

Setelah menunggu, aku mendengat bunyi sirene semakin mendeat. Hal selanjutnya yang aku tahu, ada beberapa perawat yang membawa ibuku ke ambulan. Aku tak bisa melakukan apapun jadi hanya menutup mataku dan berdoa.

 

Tolong selamatkan, Ibu, atau aku tak akan bisa menangani kesalahan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D