Bab 10

My Peter Pan [Indonesian]

Aku kembali dibawa ke kenyataan oleh sorak-sorai dari kerumunan orang. Teman-teman Luhan langsung menangkap perhatianku karena mereka lebih ramai daripada tamu-tamu yang lain. Mereka terlihat sangat bangga dan bahagia karena hyung mereka akhirnya menemukan kebahagiaannya. Janji pernikahan sudah dilaksanakan dan sekarang adalah pertukaran cincin.

Yang-segera-menjadi-istri Luhan terlihat mempesona. Rambutnya hitam-raven yang membuat kulit seperti-porselinnya bersinar. Matanya dalam, coklat hazel yang cocok dengan bibir merah mudanya secara sempurna. Dia seperti seorang dewi yang turun ke bumi. Dia sangat sempurna untuk seseorang seperti Luhan.

“Cincin ini adalah simbol dari penyatuan yang mana dua kehidupan sekarang bergabung dalam sebuah lingkaran tak putus. Kemanapun kami pergi, kami akan selalu kembali ke yang lain. Ini adalah janji cintaku untukmu..” ucapnya dengan manis selagi dia menyelipkan cincin ke jari Luhan.

Senyuman Luhan bersinar dan matanya sangat berkilauan daripada sebelumnya.

“Kuberikan padamu cincin ini sebagai simbol dari cinta dan kesetiaanku..” mulai Luhan

Kukira aku menjadi bahagia untuk mereka, namun aku sakit. Ini sangat menyakitkan..

“Selama aku menempatkan cincin ini di jarimu, kuserahkan hati dan jiwaku padamu..”

Kugigit bibirtku karena air mata mengancam untuk jatuh lagi. Aku tak bisa menangis, setidaknya tidak sekarang.

“Cincin ini adalah sebuah tanda dari cintaku. Aku menikahimu dengan cincin ini, dengan semua yang kupunya dan segalanya tentangku. Aku akan menjadi pasangan setia untukmu, sepanjang aku hidup.” ucap Luhan sambil menyelipkan cincin ke jari istrinya.

Setiap kata yang dia katakan terasa seperti aku sedang ditikam oleh ribuan pisau belati.

“Dan sekarang, dengan kekuasaan yang diberikan padaku, dengan ini aku nyatakan kalian sebagai suami dan istri”, ujar sang pendeta. Dia kemudian memutar ke Luhan dengan sebuah senyuman dan berkata, “Kau boleh mencium pengantinmu”.

Seyuman Luhan semakin cerah selagi dia menngulurkan tangan ke kerudung putih yang menutupi wajah istrinya. Dengan perlahan dia mengangkatnya dan menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya. Dia mengatakan sesuatu pada istrinya namun aku tak bisa mengartikannya karena penglihatanku menjadi kabur.

Saat bibir Luhan menyentuh bibir istrinya, kurasakan seperti aku ditikam lagi, namun saat ini, langsung mengenai jantungku. Ditikam, dan ditikam, dan ditikam lagi sampai tak ada kehidupan yang tertinggal. Kucoba yang terbaik namun air mata tetap turun. Tangisan bisu dari jantungku. Aku ingin meneriakkan sakit ini namun kupilih untuk menangis dalam diam.

“Noo..na? Eun Ae noona?” sebuah suara tiba-tiba memanggilku.

Secara naluri aku menengadah dan bertemu dengan tatapannya. Itu Baekhyun. Aku tak bicara sepatah katapun dan sebelum dia bahkan bisa bicara lagi, aku berbalik dan menyembunyikan wajahku.

“Maaf, Baekhyun, aku harus pergi.” Ucapku sambil berjalan menjauh. Aku tahu aku tidak sopan namun aku tak bisa membiarkannya melihat aku sedang menangis. Tak seorangpun harus tahu.

Hanya sedikit yang tahu kedatanganku, aku keluar dari gereja tanpa masalah dan mencapai mobilku. Aku duduk di kursi kemudi dan kaget ketika melihat diriku di cermin. Mataku merah dan bengkak, riasanku berantakan dan eyelinerku dimana-mana.

Kutarik selembar tisu dan membersihkan wajahku. Kusadari beberapa tamu meninggalkan gereja juga ketika tiba-tiba aku mengingat sesuatu… aku seharusnya… setidaknya mengucapkan salam dan selamat ke Luhan agar dia mengetahui bahwa aku datang, yang tak pernah melupakan janji kita.

Aku keluar dari mobilku dan berjalan kembali ke gereja. Aku mencarinya namun masih banyak tamu jadi tak mudah untuk menemukannya. Aku menabrak Jongin dan bertanya padanya jika dia mengetahui dimana Luhan berada.

“Aku tak yakin, noona, tapi mungkin kau bisa menemukannya disana”, katanya sambil menunjuk sebuah kumpulan orang. “Kau baik-baik saja, noona?”, tanyanya, dia pasti menyadari mata bengkakku.

Kucoba yang terbaik untuk tersenyum “Aku baik-baik saja. Terima kasih, Jongin” aku berterimakasih padanya sambil mendatangi kumpulan itu. Aku mencarinya di kumpulan orang itu namun tak ada gunanya, aku masih tak bisa menemukannya. Aku mendesah. Aku seharusnya sudah menghubunginya terlebih dahulu. Aku baru saja akan mengambil telepon genggamku ketika aku menangkap sebuah bayangan dua orang yang akrab keluar ke taman gereja. Itu dia…

Aku mengejar mereka, hampir tersandung beberapa kali karena heels dan gaunku. Ketika aku akhirnya mencapai taman, dia sedang berbicara dengan seseorang. Orang satunya menghadapi Luhan dan semua yang aku bisa lihat adalah punggungnya sementara aku bisa melihat wajah Luhan dengan jelas. Takut bahwa Luhan mungkin melihatku, aku merunduk untuk menyembunyikan diriku.

“Hyung, mengapa kau bahkan mengundang Eun Ae noona kesini?” kudengar orang satunya berbicara.

Aku? Aku sangat yakin aku mendengar namaku… tapi mengapa?

“Hm? Apa yang salah dengan mengundang Eun kesini? Disamping, aku sudah membicarakan tentangnya dengan Haera-“ itu perkataan Luhan yang dipotong oleh orang satunya.

“Hyung! Ini bukan tentang Haera noona, ini tentang Eun Ae noona!” bentak orang satunya. Hanya kemudian aku menyadari orang satunya yang berbicara dengan Luhan… itu adalah Baekhyun.

Karena menyadarinya, aku panik. Jangan… tolong, jangan… dia tak akan memberitahunya, kan? Jangan, tak bisa kemungkinan memberitahunya.

Aku berdiri, membuat diriku terlihat oleh Luhan, dan baru saja akan mencapai mereka ketika Baekhyun tiba-tiba berkata, “Tidakkah kau melihatnya menangis sebelumnya hyung? Eun Ae noona sangat menyukaimu bahkan sejak kita masih di sekolah!”.

Aku membeku. Aku berdiri disana, tercengang. Luhan bahkan tidak perlu bersusah payah melihat Baekhyun. Dia langsung melihat ke arah mataku. Kita berdua sudah mempunyai ekspresi terkejut di wajah kita.

Ketika Baekhyun menyadari bahwa aku ada disana dan hal berantakan yang baru saja dibuatnya, “Aku minta maaf” dia dengan cepat meminta maaf. “Aku akan pergi sekarang..” ujarnya sebelum berbalik ke arahku untuk minta maaf lagi, “Maaf, noona.”

Beberapa menit sudah berlalu sejak Baekhyun pergi, namun tak ada seorang pun dari kita bahkan bisa bergerak atau bicara. Kita hanya berdiri disana dalam diam sambil saling melihat ke mata yang lain, mencoba untuk saling membaca pikiran yang lain.

“Eun Ae..” dia memanggil namaku dengan lembut. Ini sangat merindukan. Sudah beberapa tahun berlalu sejak dia memanggilku dengan nama itu. Sekarang yang aku pikirkan tentang itu, dia terlihat lebih laki-laki dewasa daripada sebelumnya dan mendapatkan perasaan bahwa dia dewasa beberapa tahun lalu.

Dia mungkin sudah sedikit berubah, namun dia masih sama. Suaranya masih seperti musik untuk telingaku. Kehadirannya masih membuat jantungku berpacu. Kugigit bibirku dan menunduk.

“Aku minta maaf. Maaf untuk menjadi tidak sensitif.. dan aku bahkan memanggil diriku sendiri sebagai sahabatmu” ucapnya. Suaranya penuh dengan ketulusan. “Dulu, aku berjanji pada diriku untuk tidak membiarkanmu terluka. Eun, akukah alasan mengapa kau sedih sebelumnya?”

Aku tak mengatakan satu katapun namun menengadah dan bertemu dengan tatapannya. Wajahnya menampilkan banyak emosi. Topeng yang aku kenakan putus ketika kesedihan yang tercermin di mataku sebelumnya bisa dilihat di matanya sekarang juga. Ini bahkan lebih mematahkan jantungku.

“Eun, Maaf. Hanya jika aku tahu-“ mulainya tapi terpotong ketika aku bicara.

“Lu, jika kau tahu, hal akan masih tetap sama atau kita akan menghadapi yang terburuk, persahabatan kita yang sampai sekarang mungkin sudah putus sejak lama” kataku dengan sedih sementara satu tetes air mata meluncur turun di pipiku. Lebih banyak air mata yang mengikuti namun aku bahkan tak mecoba untuk menyembunyikannya dari Luhan.

Dia terkejut. Hari ini adalah pertama kali dia melihatku sangat hancur. Dia membuka mulutnya untuk bicara namun tak ada kata yang keluar. Digigit bibirnya sambil sia mencari kata-kata yang tepat untuk dikatakan.

“Luhan.. kau tak harus mengucapkan sesuatu.. kau tak perlu menenangkanku… jangan.. hanya untuk kali ini, biarkan aku menangisi semua.” Aku memohon dengan suara serak, air mata tetap membanjiri dari mataku, kututupi wajahku dengan kedua tanganku untuk menenangkan diriku, tapi terkejut, sebuah perasaan hangat mengelilingiku.

Luhan memelukku dan berbisik, “Kau tak harus berkata tolong… aku benar-benar minta maaf, Eun. Selama ini, aku hanya membuatmu sakit.”

Air mata bisu kembali mengalir lagi, aku tak mengatakan sepatah katapun dan dia juga. Kesunyian mengisi segalanya. Aku tak yakin berapa menit kita tinggal seperti itu namun aku ingin tinggal seperti ini selamanya, aku merasakan sangat dilindungi dalam kehangatannya. Namun, aku tahu ini salah.. dia sudah menjadi laki-laki yang menikah. Segera aku tenangkan diriku. Aku sedikit mendorongnya menjauh.

Dia melihatku dengan cemas. “Terima kasih”. Gumamku sambil mencoba yang terbaik untuk tersenyum. Kuatur dan memperbaiki diriku. Menghirup udara sangat dalam dan melihat ke atas ke langit warna jingga pudar. Ini sudah matahari terbenam.

“Luhan… kau mungkin menyebabkan aku sakit tapi itu bukan satu-satunya hal. Kau menyebabkan kebahagiaanku dan kau membuatku sadar apa sebenarnya cinta itu.” Mulaiku sambil melihat ke atas. “Aku selalu ingin kembali ke waktu itu, ke kenangan berharga kita, tawa dan senyum yang kita bagi.. tapi aku tak bisa.. kita tak bisa… karena aku juga sadar bahwa akhir yang sedih itu ada”. sambungku . ini adalah kebenaran yang menyakitkan, kebenaran yang harus aku terima. Ada sepi yang kaku lagi.

Aku melihat ke arahnya dan berkata, “Pergi ke istrimu, Luhan. Kau tak bisa membuatnya menunggu.”

Dia tak berkata apapun namun bagaimanapun perasaan ini, dia seharusnya menghabiskan hari ini dengan istrinya, Wendynya.

Ada keraguan di matanya, keraguan apakah dia seharusnya tinggal atau pergi. Aku mengharapkannya untuk berjalan menjauh disaat aku terkejut, dia berjalan ke arahku dan menarikku ke dalam sebuah pelukan lagi, “Aku minta maaf, Eun Ae.. tolong.. tolong berjalan terus”.

Aku terkejut. Sangat terkejut untuk bicara atau bergerak dan semua yang aku bisa lakukan adalah memberikan sebuah anggukan kecil. Sebelum pergi, dia mencium dahiku dan mengatakan salam perpisahannya.

Mataku mulai berair. Berapa kali aku menangis hari ini? Bahkan aku tak tahu lagi.

Aku merasakan sebuah perasaan tiba-tiba dari rasa rindu

Lagi, aku melihat sosoknya yang pergi.. namun tidak dengan senyuman yang menggambarkan sebuah cinta yang mekar seperti sebelumnya… sekarang menggambarkan kesepian yang aku rasa. Rasanya benar-benar sepi ditinggal sendirian.

Tak bisa membantu namun melihat ke atas lagi dan bertanya mengapa. Mengapa seperti ini?

Bagaimana aku berharap perasaan ini akan pergi semudah matahari terbenam.

Bagaimana aku berharap aku bisa terus melangkah dengan mudah.. tapi aku tak bisa..

“Kau akan selalu menjadi Peter Panku. Tak peduli berapa banyak waktu kehidupan yang ku harus tunggu, aku akan tetap menungu. Aku akan selamanya menjadi Tinkerbellmu”

 

 

 

 

 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hai, terima kasih sudah membaca sampai bab terakhir

Dan ini sudah selesai ^^

Maaf karena lama updatenya, dan juga aku belum mahir menerjemahkannya jadi agak aneh tulisanku

HAHAHA~~~~~

Selamat tinggal

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dNAmaple
Udah hampir 2 tahun.. terima kasih semuanya

Comments

You must be logged in to comment
BintangAnandaa
#1
luhannn:')
luhaena241
#2
Chapter 10: Ok.. sad ending.... #nangis
luhaena241
#3
Chapter 9: Sedih banget :-(
Lu ge mau married!
Yg tabah ya Eun Ae..
luhaena241
#4
Chapter 3: Typo....
Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua *berubah~~~~ :D
luhaena241
#5
Chapter 3: Si yeoja berfikir ia tidak akan pernah jatuh cinta, namun anggapan itu salah. Ketika bertemu Luhan, itu semua salah~~~~
luhaena241
#6
Chapter 2: Han ge pakai narik" segala~ Makin menyulitkan sang yeoja dah -_-
savoki48
#7
Ini sangat menyedihkan!
luhaena241
#8
Chapter 1: Oh jd ini flashback gitu ya?
luhaena241
#9
Lu ge jd Peter Pan? Duh bikin potek Tinkerbell deh~
cit___
#10
Mau baca yang versi indonesia-nya ataupun inggris-nya tetep aja bikin air mata meleleh :'D