Peterpan and His Thai Prince
A Thousand Love ( One-Shot Collection )
Peterpan and His Thai Prince
Cast : Khunyoung
Genre : , fluff, romance
Author : Wooyochie
A/n: How I really love EXO’s Peterpan, so I decided to make this fanfic based on the song’s lyric. It’s really sweet and fluff song, reminding me of some memories of first love and childhood.. Happy reading.. :)
--=-=-KY-=-=--
“Uyoungie, apa kamu yakin kita tidak akan dimarahi?” Junho berbisik pelan kepada bocah lelaki yang tengah berusaha meraih batang yang kokoh untuk dipanjat. Sembari memeluk batang di depannya dengan sedikit takut, pandangan mata Junho kembali beredar ke halaman rumah yang katanya baru dihuni lagi sejak tadi pagi itu.
“Sst, diamlah Nuneo. Kita tidak akan ketahuan selama tidak membuat keributan.” Bocah laki-laki bernama Wooyoung, yang sedari tadi sibuk menaikkan tubuhnya ke dahan yang lebih tinggi memberikan isyarat pada temannya itu untuk diam. Pandangannya tertuju pada jendela di lantai dua, tempat ia samar-samar mendengar suara biola dimainkan. “Aku hanya ingin tahu seperti apa orang Thailand itu. Apa kamu tidak penasaran bagaimana wajah mereka dari dekat?”
“T-tentu saja aku penasaran, tapi kita kan bisa mengetuk pintu dan berkenalan baik-baik. Bukankah ibu guru selalu mengingatkan kita bahwa menyusup itu bukan perbuatan baik?” Junho bersungut kesal, sedikit bergidik saat membayangkan bagaimana jika guru mereka di TK tahu perbuatan mereka ini.
“Yaa, makanya jangan berisik. Kamu benar-benar seperti Tinkerbell yang selalu saja cerewet.” Kali ini mau tak mau Wooyoung mengalihkan pandangannya dari jendela yang sedari tadi diamatinya, lalu melemparkan tatapan kesal pada sahabat ciliknya yang terlihat bersungut marah karena dipanggil ‘Tinkerbell’.
“Yaa, aku ini namja! Masa aku disamakan dengan Tinkerbell, dasar Peterpan abal-abal!” Sontak Junho berteriak kesal, membuat Wooyoung ganti membelalakkan matanya karena merasa tidak terima dengan sebutan Junho padanya.
“Yahh, aku bukan Peterpan abal-abal! Aku bisa terbang seperti peterpan tau!”
“Bohong! Dasar Uyoung tukang khayal! ”
“Dasar Nuneo cerewet!”
Dasar anak kecil, begitu sudah bertengkar, mereka berdua pun lupa tujuan semula untuk menyusup diam-diam ke beranda rumah besar bergaya Victorian itu. Bahkan mereka juga lupa dengan jika pertengkaran mereka bisa didengar oleh seorang anak lelaki yang sedari tadi asyik memainkan biola di kamarnya.
Mereka masih saja sibuk bertengkar saat jendela kamar itu terbuka dan seorang anak lelaki cantik melangkah keluar ke beranda, menatap kedua bocah itu dan tentu saja, membuat Junho sontak terdiam dan Wooyoung menengok untuk melihat siapa yang datang.
“Who are you?”
Bahasa alien. Anak lelaki itu bicara bahasa alien!
Itulah hal pertama yang melintas di benak Junho saat mendengar suara si bocah Thailand. Sedangkan Wooyoung, bocah itu justru sibuk melongo sambil terus memandangi bocah Thailand yang terlihat sangat cantik di matanya.
“Wendy?” Hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Wooyoung sebelum kedua matanya bertemu dengan si bocah Thailand yang membuat ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh bebas, membuat Junho dan si bocah Thailand berteriak kaget.
--=-=-KY-=-=--
Wooyoung tersenyum saat memori pertemuan pertamanya dengan Nichkhun terputar kembali di otaknya. Ia ingat, setelah hari itu, ia harus beristirahat total di rumah karena tangannya patah dan harus di-gips selama seminggu. Benar-benar kenangan yang memalukan. Bagaimana bisa ia mengira bahwa Nichkhun adalah Wendy hanya karena wajahnya yang cantik seperti seorang putri.
“Nichkhun, apa kabarmu sekarang?”
Wooyoung berbisik pelan. Matanya kembali tertumpu pada buku harian di tangannya. Di halaman yang terbuka tersebut, terselip sebuah foto dimana ia, Junho dan Nichkhun tengah tertawa riang. Ia ingat, foto itu diambil setelah pentas drama sekolah, dimana mereka memainkan cerita Peter Pan. Tentu saja Wooyoung memainkan peran sebagai Peter Pan saat itu, setelah seminggu merengek pada guru seninya dan terus berkata bahwa ia adalah Peter Pan. Sedangkan Junho, ia cukup bahagia memerankan tokoh Tinker Bell, walaupun selama seminggu sebelumnya ia terus mengeluh bahwa ia namja dan Tinker bell itu yeoja. Hanya Nichkhun lah yang satu-satunya yang dengan ikhlas menerima peran sebagai pohon karena ia belum lancar berbahasa Korea saat itu.
“Aku jadi penasaran bagaimana penampilanmu sekarang. Apakah kamu masih tetap cantik seperti dulu?”
Kali ini Wooyoung terkekeh pelan, mengingat bagaimana ia pernah begitu terobsesi utuk menikahi Nichkhun karena namja itu begitu cantik dibandingkan gadis-gadis cilik lainnya di sekitar Wooyoung. Bahkan dengan semena-mena Wooyoung mengklaim Nichkhun adalah Wendy miliknya sejak hari dimana ia menyelamatkan Nichkhun dari gangguan anak-anak lain yang mem-bully bocah Thailand itu hanya karena ia tidak bisa berbahasa Korea. Ia ingat bagaimana ia dengan arogannya meminta ciuman dari Nichkhun sebagai balas jasa. Dan dengan disaksikan oleh Junho yang dengan polosnya berakting menjadi penghulu, Nichkhun pun mencium Wooyoung tepat di bibir, resmi menyabet gelar sebagai namja yang berhasil mendapatkan ciuman pertama si bocah Peter Pan itu.
Mau tak mau, kedua pipi Wooyoung pun merona merah saat ia mengingat kejadian ciuman pertama itu. Jika dipikir lagi sekarang, ia jadi malu dan tak tahu harus bersikap bagaimana jika bertemu Nichkhun lagi, mengingat begitu banyak hal bodoh yang ia lakukan di masa kecilnya.
“Nichkhun, apa kamu juga masih ingat semua itu?”
Sambil tersenyum kecil, Wooyoung melanjutkan aktivitasnya membuka lembar demi lembar buku harian miliknya itu. Sebenarnya buku itu sudah lama terbengkalai karena ia sudah berhenti menulis sejak tahun pertama SMP. Ah tidak, lebih tepatnya ketika Nichkhun pindah dan meninggalkan Wooyoung serta kota kecil itu.
Tanpa disangka, sebuah surat terjatuh saat Wooyoung membuka halaman terakhir buku hariannya. Sepucuk surat beramplop kuning yang seharusnya ia berikan pada Nichkhun 10 tahun yang lalu. Tapi pada akhirnya hanya tertinggal di lembar terakhir buku hariannya, bersama dengan curahan hatinya tentang sebuah penyesalan dan pengalaman pahit pertamanya merasakan patah hati.
“Nichkhun, bagaimana reaksimu jika kamu tahu apa yang kutulis disini?”
Diletakkannya kembali surat itu di antara halaman baru yang masih kosong, lalu segera ditutupnya kembali buku harian itu. Entah kenapa, Wooyoung tak punya keberanian untuk membaca kembali lembar terakhir buku hariannya itu.
--=-=-KY-=-=--
“Aku bilang, aku mau pergi ke Seoul dan menemui Nichkhun disana, Nuneo!”
Comments