Over The Rainbow

A Thousand Love ( One-Shot Collection )
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

 

 

Over The Rainbow

Cast: Jang Wooyoung, Nichkhun Horvejkul

Genre: drama, romance, slice of life

Author : Wooyochie

Word counts: 8575 words

 

Double Update !! And Happy Reading \(^0^) /

*a/n: Special gift for Nae, because you’re the rainbow in my sky. Happy birthday gal!

 

~*~*~*~

 

 

“Mereka bilang kamu dapat menemukan kebahagiaan tak terbatas di suatu tempat di ujung pelangi. Disana tak ada kata bernama kesedihan. Disana kamu akan selalu tersenyum sepanjang hari. Karena itu, ayo genggam tanganku. Aku akan membawamu kesana, ke sebuah tempat dimana sebuah peti berisi kebahagiaan tak terbatas berada, ke sebuah tempat di ujung pelangi.”

 

 

~*~*~*~

 

Orang bilang, hidup itu penuh dengan ketidakpastian. Saat kamu berpikir kamu telah berada di puncak kebahagiaan dan tak ada lagi hal yang lebih kamu inginkan selain menikmati semua itu, tiba-tiba saja entah darimana badai datang dan memporak- porandakan semuanya. Walaupun kamu sudah bersikeras untuk melawan takdir, tapi kamu bukanlah siapa-siapa. Sekeras apapun kamu berusaha untuk mempertahankan semuanya, saat takdir menginginkanmu jatuh, maka kamu tak bisa apa-apa.

 

Itulah yang terjadi dengan kebahagiaan seorang anak lelaki bernama Nichkhun Horvejkul.

 

Usianya baru menginjak 18 tahun. Hidupnya masih begitu singkat. Dan kebahagiaan yang ia peroleh masih terasa seperti lembaran awal kisah dongeng, belum mencapai separuh halaman ataupun mencapai titik klimaks yang seharusnya. Tapi setelah ulang tahunnya yang kedelapan belas, semuanya porak poranda. Seperti kisah dongeng putri Aurora yang tertidur karena kutukan tepat di usianya yang kedelapan belas, Nichkhun merasa dirinya terkena kutukan yang serupa. Bedanya jika putri Aurora hanya tertidur sementara bersama kebahagiaan yang akan menantinya saat seorang pangeran datang menciumnya, maka Nichkhun harus tertidur dalam kegelapan bersama kebahagiaannya yang hancur.

 

Tepat di usianya yang kedelapan belas, Nichkhun harus kehilangan seluruh anggota keluarganya karena kecelakaan hebat. Dari enam orang yang terlibat kecelakaan, hanya Nichkhun yang selamat. Entah itu mukjizat atau kutukan, Nichkhun tak tahu. Yang ia tahu, walaupun raganya selamat, tapi jiwanya telah ikut mati bersama anggota keluarganya yang lain. Kebahagiaanya telah tertidur jauh di salah satu sudut hatinya, tertutup selimut tebal kesedihan dan putus asa. Ia merasa dunianya tak akan sama lagi, jadi untuk apa ia tetap hidup?

 

Tapi ia tak berani untuk melakukan hal bodoh karena ia tahu nyawanya adalah pemberian Tuhan dan mungkin ia bisa selamat karena ia mengemban harapan akhir dari ayah, ibu dan saudaranya. Nichkhun tahu, ia harus bersyukur, walaupun ia sebenarnya tak bahagia.

 

Hari pertama Nichkhun terbangun dari koma selama tiga hari adalah hari terberat dalam hidupnya. Ia menemukan dirinya terbaring dengan tangan dan kaki terbalut perban, sendirian di sebuah ruangan serba putih. Tak ada ayah, ibu, atapun kakak dan adiknya. Hanya seorang bibi yang menatapnya dengan penuh kesedihan saat ia menanyakan tentang anggota keluarganya yang lain. Ia tak mendapat jawaban dari mulut bibinya. Tapi ia mendapat jawaban dari berita di koran dan televisi. Dan malam itu, dokter terpaksa menyuntikkan obat penenang untuk membuat Nichkhun berhenti menjerit histeris dan mencegahnya melakukan tindakan bodoh.

 

Hari kedua, Nichkhun hanya diam, tak mau bicara, tak mau makan, atau melakukan apapun. Ia hanya terbaring di ranjang rumah sakit, menatap kosong langit-langit kamar. Dan dokter terpaksa menyuntikkan makanan lewat infus agar ia bisa segera membaik.

 

Hari ketiga Nichkhun mulai menangis. Tapi ia tak lagi histeris, hanya menangis dalam diam sembari mendekap erat selimutnya, seakan berharap itu adalah anggota keluarganya, bukan selimut yang tak bernyawa. Dan keadaan ini terus berlanjut sampai hari keenam. Setiap malam ia terus menangis, membuat kerabat yang menungguinya tak bisa melakukan apa-apa.

 

Dan akhirnya pada hari ketujuh, dokter yang menanganinya, dokter Jinyoung, mengajak Nichkhun keluar kamarnya. Dengan kursi roda, ia membawa Nichkhun jalan-jalan ke taman rumah sakit. Dokter Jinyoung berharap Nichkhun bisa mendapatkan udara segar dan sedikit melupakan kesedihannya. Dan tampaknya usaha itu cukup membuahkan hasil. Nichkhun terlihat rileks, walaupun ia masih tak mau bicara dan hanya menatap kosong pemandangan di hadapannya.

 

“Dokter Jinyoung, ini siapa?”

 

Nichkhun mendongak saat mendengar sebuah suara ceria, yang ternyata berasal dari seorang anak lelaki yang seumuran dengannya. Wajahnya terlihat pucat, tapi raut keceriaan terpancar jelas dari kedua bola mata hitamnya.

 

“Ahh Wooyoung, kebetulan kita bertemu. Ayo kenalkan, ini Nichkhun. Nichkhun, ini Jang Wooyoung. Ia juga pasien di rumah sakit ini.” Dokter Jinyoung berkata lembut kepada namja di kursi roda, tapi Nichkhun hanya menatap Wooyoung dengan ekspresi datar. Tak ada senyum ataupun reaksi positif, hanya tatapan kosong dan anggukan kecil sebagai respon saat Wooyoung melambaikan tangan sambil tersenyum ceria.

 

“Wooyoung, apakah kamu bisa menemani Nichkhun sebentar? Aku harus kembali lagi bekerja, masih ada pasien lain yang menungguku.” Dokter Jinyoung bertanya pelan, dan segera mendapat anggukan semangat dari Wooyoung. “Terima kasih Woo. Kamar Nichkhun ada di pavilion B nomor 201. Jika kau merasa lelah, cukup panggil suster untuk mengantarnya, oke?”

 

“Oke dokter!” Wooyoung mengangguk semangat sembari mengacungkan jempolnya. Dokter Jinyoung hanya tertawa pelan, lalu pergi meninggalkan mereka setelah berpamitan singkat pada Nichkhun. Namja itu hanya mengangguk pelan, lalu kembali menatap taman dengan tatapan kosong.

 

“Apakah sakitmu parah?” Itulah hal pertama yang keluar dari mulut Wooyoung saat ia berjongkok di depan kursi roda Nichkhun, menatap namja itu dengan mata hitamnya yang penuh keingintahuan. Tapi Nichkhun hanya menatapnya sebentar, lalu menggelengkan kepalanya pelan.

 

“Lalu mengapa kamu terlihat begitu sedih? Matamu juga begitu merah, apa kamu menangis semalaman?” Wooyoung bertanya lagi, dan kali ini Nichkhun mengangguk dengan sedikit ragu, berharap Wooyoung berhenti bertanya. Tapi Wooyoung masih saja berjongkok di depannya, menatapnya dengan tatapan yang sama, dan bersiap membuka mulutnya lagi.

 

“Apakah karena itu sakit?” Wooyoung menunjuk tangan dan kaki Nichkhun yang masih terbungkus perban. Dan Nichkhun menggeleng pelan. “Lalu mengapa kau menangis?” meluncur pertanyaan yang lain dari mulut Wooyoung, tapi kali ini tak ada jawaban, bahkan tak ada anggukan ataupun gelengan. Hanya tatapan kosong Nichkhun yang penuh dengan kesedihan, membuat Wooyoung terdiam.

 

“Ah, apakah kamu mau berkeliling taman ini?” Melihat raut wajah Nichkhun, Wooyoung tahu bahwa ia lebih baik tak melanjutkan interogasinya, maka ia segera mengalihkan pembicaraan. Dan itu cukup berhasil karena Nichkhun segera mendongak ke arahnya, menatapnya dengan penuh pertanyaan.

 

“Ada banyak hal menyenangkan yang bisa kamu lihat. Selain itu aku suka berbicara dengan pasien lain di sini. Mereka ramah-ramah. Nanti akan kukenalkan kamu pada mereka.” Sebuah senyum hangat mengembang di bibir Wooyoung saat Nichkhun dengan sedikit ragu mengaggukkan kepalanya. Dan detik berikutnya, namja chubby itu sudah mendorong kursi roda Nichkhun di setapak taman rumah sakit.

 

Perjalanan mereka hari itu sangat menyenangkan. Walaupun Nichkhun masih tak banyak bicara, tapi sedikit banyak ia bisa melupakan kesedihan yang selama ini mengendap di hatinya. Ia seakan mendapat angin kesegaran setelah seminggu berada di kamarnya, larut dalam dunianya sendiri.

 

Wooyoung menunjukkan banyak hal menarik di taman rumah sakit. Ia mengenalkannya pada beberapa pasien. Ada seorang nenek Kim yang pikun tapi sangat baik hati, ada kakek Jung yang mantan tentara dan harus dirawat karena komplikasi, ada bibi Park yang cerewet tapi menyenangkan, serta seorang gadis kecil bernama Hyoji yang baru dirawat seminggu ini akibat radang paru-paru. Nichkhun mendapatkan banyak hal dari orang-orang itu. Terlebih saat Wooyoung mengenalkannya pada Junho, pasien kecelakaan sepertinya yang terpaksa kehilangan kaki kanannya karena luka yang parah. Junho berusia dua tahun lebih muda darinya, dan ia juga menderita kesedihan yang sama karena masa depannya yang hancur. Tapi Nichkhun tak menemukan kesedihan dalam mata Junho saat mereka bicara. Junho terlihat ceria dan tegar, berbeda dengan dirinya.

 

“Aku berusaha untuk menikmati hidupku. Kehilangan satu kaki bukan berarti akhir dari segalanya. Aku masih punya kaki yang lain dan sepasang tangan untuk tetap berlari mengejar mimpiku. Jadi tak ada alasan bagiku untuk terus meratapi nasibku.”

 

Kata-kata Junho terus terngiang di benak Nichkhun sepanjang malam itu. Untuk pertama kalinya dalam seminggu ini, Nichkhun tidak menangis. Ia lalu ingat semua mimpinya, semua cita-citanya yang pernah ia utarakan kepada kedua orangtuanya. Tahun ini ia akan lulus ujian universitas pilihannya dan belajar untuk menjadi seorang pengacara yang tangguh seperti ayahnya. Ia ingat semua dukungan ayah dan ibunya saat ia mengutarakan keinginannya itu. Kata-kata ayahnya masih terngiang jelas di benaknya.

 

“Berlarilah Nichkhun. Kejar impianmu. Buatlah ayah bangga melihatmu.”

 

Dan untuk pertama kalinya dalam seminggu ini ia menyadari bahwa mungkin saja kehidupan yang diberikan untuknya ini adalah harapan terakhir ayahnya. Mungkin saja ia masih memiliki arti untuk hidup di dunia ini. Dan untuk pertama kalinya setelah seminggu ini, Nichkhun tak lagi bermimpi buruk dalam tidurnya.

 

 

--=-=-KY-=-=--

 

 

Saat membuka mata keesokan harinya, hal pertama yang dilihat Nichkhun adalah senyum ceria Wooyoung di hadapannya. Nichkhun hampir saja melompat jatuh dari kasurnya jika Wooyoung tidak segera menahan tubuhnya.

 

“Ahh maaf mengagetkanmu sepagi ini. Tapi aku hanya ingin tahu, apakah kamu mau berkeliling taman lagi bersamaku? Dokter bilang udara pagi sangat baik bagi kesehatan.” Wooyoung berkata pelan, menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.

 

“Apakah boleh kita keluar sepagi ini?” Nickhun bertanya pelan, membuat namja chubby di hadapannya terbelalak kaget.

 

“Kamu bicara!” Wooyoung berteriak senang sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Nichkhun, membuat namja itu mengernyit heran sembari mengangguk pelan. “Akhirnya kamu bicara padaku Nichkhun! Yeay..” Nichkhun tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya saat Wooyoung tiba-tiba memeluknya. Tawa bahagia terdengar dari mulutnya.

 

“Emm Woo, sakit…” Mendengar perkataan Nichkhun, Wooyoung segera melepaskan pelukannya dengan muka sangat bersalah.

 

“Ahh maaf, maafkan aku Nichkhun-sii.” Nichkhun hanya mengangguk pelan sembari mengusap lengan kanannya yang terbalut gips. Senyum tipis mengembang di sudut bibirnya, membuat Wooyoung kembali tenang. “Jadi apakah kamu mau jalan-jalan bersamaku? Aku sudah minta ijin suster Ahn, tenang saja.” Senyuman lebar mengembang di bibir Wooyoung, membuat Nichkhun tak bisa menolak ajakan tulus namja itu.

 

“Baiklah, ayo kita jalan-jalan.” Nichkhun berkata pelan, membuat Wooyoung segera berlari mengambil kursi roda di sudut ruangan. Dan diam-diam, senyum kecil mengembang di sudut bibir Nichkhun saat matanya tak lepas dari sosok namja yang tengah sibuk mempersiapkan kursi rodanya. Ia merasa begitu bersyukur bertemu Wooyoung di rumah sakit ini.

 

 

--=-=-KY-=-=--

 

 

“Hyung, apa kamu pernah mendengar tentang legenda ujung pelangi?”

 

Sebuah pertanyaan meluncur dari mulut Wooyoung sore itu, saat ia dan Nichkhun tengah memandangi langit biru dari jendela ruang inap Nichkhun. Beberapa jam sebelumnya gerimis turun mengguyur bumi di tengah cerahnya langit musim panas, membuat sebuah pelangi terlukis indah di langit setelah hujan reda.

 

“Ujung pelangi?” Nichkhun bertanya pelan, sembari menatap Wooyoung dengan ekspresi bingung.

 

“Yap. Seperti di cerita dongeng, katanya ada suatu kotak harta karun tersimpan di ujung pelangi.” Wooyoung mengangguk yakin, sebuah senyum terukir di bibirnya.

 

“Apa isi kotak itu?” Mau tidak mau, Nichkhun akhirnya merasa penasaran.

 

Tapi Wooyoung tidak segera menjawab. Namja chubby itu hanya memandang Nichkhun dengan mata yang berbinar dan senyum ceria khas anak kecil miliknya. Ia mencondongkan tubuhnya untuk berbisik ke telinga Nichkhun.

 

“Kebahagiaan yang tidak terbatas.”

 

Hening. Nichkhun hanya menatap Wooyoung, yang masih saja tersenyum lebar, dengan tatapan tidak percaya. Semenit kemudian ia menarik nafas pelan lalu kembali berbaring di kasurnya sembari membaca buku yang beberapa menit lalu ia acuhkan saat mendengar pertanyaan aneh Wooyoung. Dari ekspresinya terlihat seakan ia sudah melakukan hal yang sangat bodoh dengan membuang waktu untuk mendengarkan pernyataan kekanakan Wooyoung.

 

“Yaah, kenapa reaksimu begitu?” Merasa diacuhkan, Wooyoung menatap Nichkhun dengan kesal, membuat namja itu berpaling dari bukunya dan menatap Wooyoung.

 

“Lalu aku harus bagaimana?”

 

“Setidaknya tunjukkanlah antusiasme hyung! Bayangkan, peti harta karun berisi kebahagiaan tidak terbatas. Bukankah itu terdengar sangat menarik?” Wooyoung menatap Nichkhun dengan mata berbinar, membayangkan harta karun yang bisa ia dapatkan di ujung pelangi itu. Tapi, Nichkhun hanya mengangkat sebelah alisnya, terlihat tidak tertarik dengan apapun itu yang ada di ujung pelangi.

 

“Itu hanya dongeng Woo..”

 

“Kata siapa? Mungkin saja harta itu benar-benar ada.”

 

“Hmm… oke.. mungkin…” Nichkhun menggumam pelan, lalu kembali asik dengan bukunya. Ia tak mau berdebat lebih panjang lagi dengan Wooyoung tentang suatu hal yang entah ada atau tidak. Lagipula selama ini ia tak pernah menang saat berdebat dengan Wooyoung.

 

“Harta itu pasti ada, percayalah padaku!” teriakan Wooyoung sontak membuat Nichkhun menoleh dan memandang Wooyoung, membuat namja itu tersenyum semakin lebar sembari meraih tangan Nickhun, mengenggamnya erat. “Aku akan menemukan jalan untuk pergi ke sana, lalu kita akan pergi bersama. Aku akan membawamu ke sana, ke ujung pelangi dan membuatmu menemukan kebahagiaanmu lagi.”

 

Nichkhun tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menatap Wooyoung yang masih saja tersenyum seperti orang bodoh. Entah kenapa, jauh di dalam hatinya, ia berharap tempat bernama ujung pelangi itu benar-benar ada, dan ia ingin Wooyoung membawanya menemukan kebahagiannya lagi, kebahagiaan yang hilang bersama dengan seluruh anggota keluarganya.

 

“Bodoh.”

 

Tapi entah mengapa, hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Nichkhun, dan Wooyoung hanya tertawa dan memeluk Nichkhun.

 

 

--=-=-KY-=-=--

 

 

Hari ini Nichkhun terbangun tanpa suara berisik Wooyoung yang selalu berteriak dan menarik selimutnya begitu matahari mulai muncul di langit biru. Ya, suara Wooyoung seperti sudah menjadi alarm pagi bagi Nichkhun. Tapi entah kenapa pagi ini berbeda. Tidak ada suara berisik Wooyoung, tidak ada tangan jahilnya yang menarik selimut tebal Nichkhun. Ia hanya mendapati bibinya tengah meletakkan sarapan paginya di meja.

 

“Selamat pagi Nichkhun.”

 

“U-umm selamat pagi bi.” Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, masih mencoba mencari keberadaan Wooyoung yang mungkin saja sengaja bersembunyi.

 

“Ada apa Khunnie?” Tingkah aneh Nichkhun tentu tak luput dari perhatian bibinya.

 

“Apakah Wooyoung tidak kemari pagi ini?”

 

Nichkhun menatap bibinya, menunggu jawaban dari wanita paruh baya itu. Namun ia hanya menggeleng pelan. “Wooyoung belum kemari Khun. Mungkin dia belum bangun.” Wanita itu tersenyum lembut, membelai rambut Nichkhun dengan sayang. Diambilnya makanan yang sudah disiapkan pihak rumah sakit untuk Nichkhun.

 

“Makanlah dulu sayang, nanti cobalah kamu mengunjungi Wooyoung. Bukankah selama ini dia terus yang mengunjungimu kemari?”

 

Nichkhun hanya mengangguk pelan, lalu mulai menyuapkan bubur ke mulutnya. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang terjadi pada namja chubby itu. Tapi buru-buru ditepisnya pikiran buruk itu. Ia akan mengunjungi Wooyoung siang ini untuk memastikan keadaan namja itu.

 

 

***

 

“Dokter Jinyoung, apakah anda tahu di kamar mana Wooyoung dirawat?” Nichkhun memberanikan diri bertanya saat dokter Jinyoung datang untuk memeriksa keadaannya. Sekilas Nichkhun melihat raut kaget di wajah dokter itu, tapi sebuah senyum segera terukir di pipi pria paruh baya itu.

 

“Ah apakah kamu ingin mengunjunginya Nichkhun?” Nichkhun mengangguk pelan.

“Pagi ini Wooyoung tidak datang kesini. Apa terjadi sesuatu padanya dok?”

Dokter Jinyoung hanya terdiam. Ia terlihat berpikir sejenak sebelum kemudian menghela nafas pelan dan membuka mulutnya untuk bicara.

“Sebenarnya penyakit Wooyoung kambuh lagi. Padahal selama dua minggu ini ia terlihat baik-baik saja, tapi entah kenapa semalam ia mendapat serangan dan belum sadarkan diri hingga sekarang.”

Jantung Nichkhun serasa hampir melompat dari tulang rusuknya saat ia mendengar jawaban dokter Jinyoung. “S-serangan?” Ia menatap dokter itu dengan tatapan antara kaget dan bingung. Sedangkan dokter Jinyoung hanya mengangguk pelan.

“Jantungnya sakit lagi. Tapi semoga saja keadaan tidak memburuk.” Entah kenapa, mendengar nada bicara dokter Jinyoung yang terkesan menutupi sesuatu, Nichkhun mau tak mau menjadi berpikiran yang tidak-tidak. Entah kenapa ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Wooyoung.

“Hey, jangan kahwatir, semuanya akan baik-baik saja Khun.” Seakan bisa membaca kekhawatiran Nichkhun, dokter Jinyoung menepuk pundaknya dan tersenyum dengan lembut. “Kunjungilah Wooyoung siang ini, siapa tahu keadaannya segera membaik setelah bertemu denganmu.”

Nichkhun hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Entah kenapa ia masih saja merasa khawatir. Wooyoung, ada apa denganmu?

 

***

Saat pintu kamar itu terbuka, sesosok wanita paruh baya tersenyum ramah dan mempersilakan Nichkhun masuk. Sebenarnya Nichkhun berharap Wooyoung sendiri yang membukakan pintu untuknya, tapi itu tidak mungkin sebab namja itu tengah terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur. Selang infus dan ventilator terpasang di tubuhnya. Keadaannya begitu berbeda dengan Wooyoung yang selama ini Nichkhun kenal. Saat memandang wajah pucat namja itu, Nichkhun seakan melihat sosok lain. Sosok seorang namja yang dalam keadaan tak sadarnya tengah berjuang untuk melawan suatu penyakit yang Nichkhun juga tak tahu apa itu.

“Bibi, sebenarnya Wooyoung sakit apa?” Tanpa mengalihkan pandangan dari namja chubby itu Nichkhun bertanya pelan pada wanita paruh baya yang diyakininya adalah ibu Wooyoung.

Namun setelah beberapa menit tak kunjung ada jawaban, ia akhirnya menengok dan mendapati ibu Wooyoung tengah berdiri di sampingnya dan membelai tangan anaknya dengan senyum sendu.

“Wooyoung… sejak kecil dia sudah menderita kelainan jantung. Ada masalah di pembuluh arteri sehingga jantungnya tidak bisa memompa darah dengan normal. Awalnya dokter mengira itu adalah penyakit bocor jantung biasa yang bisa sembuh setelah menjalani operasi, tapi ternyata kelainan yang diderita Wooyoung lebih kompleks.”

Nichkhun menatap ibu Wooyoung dengan tidak percaya, masih berusaha mencerna setiap penjelasan yang mengalir dari bibir wanita itu. Wooyoung punya kelainan jantung?

Ditatapnya wajah namja chubby yang tengah tertidur itu. Tak sekalipun terlintas di benaknya bahwa namja yang selalu terlihat ceria dan sangat hidup itu mengidap suatu penyakit yang sedemikian parah.

“Sebenarnya Wooyoung pernah menjalani operasi untuk menutup lubang di jantungnya, tapi ternyata gagal. Permasalahan sebenarnya tidak hanya terletak pada lubang itu, tapi juga otot jantung Wooyoung. Ototnya terlalu lemah untuk memompa darah, sehingga lagi-lagi lubangnya terbuka setelah beberapa bulan pasca operasi. Dokter sudah mencoba berbagai macam cara, hingga mencoba memasang alat pacu jantung, tapi tak ada hasilnya juga.”

“A-apakah itu berarti Wooyoung sudah tak bisa sembuh lagi?” Nichkhun bertanya pelan.

“Entahlah, hanya Tuhan yang tahu mengenai hal itu.” Wanita itu tersenyum getir, kembali membelai tangan Wooyoung. “Sebenarnya kami sudah hampir menyerah, tapi anak ini luar biasa. Saat dokter sudah memvonis bahwa dengan jantungnya yang sekarang, ia hanya bisa bertahan hidup sampai usia 17 tahun saja, Wooyoung justru tetap berjuang. Ia terus meyakinkan kami bahwa ia akan tetap hidup karena ia percaya Tuhanlah yang berhak menentukan hidup dan matinya seseorang, bukan vonis dokter.”

“T-tujuh belas tahun?” Nichkhun tercekat. Kali ini ia benar-benar tak sanggup berpikir lagi. Yang bisa ia ingat adalah saat dimana Wooyoung mengatakan bahwa tahun ini ia akan berusia 17 tahun, dan ia begitu ingin mendapatkan SIM agar bisa pergi keluar dari rumah sakit ketika ia sudah sehat nanti.

“J-jadi, usia Wooyoung cuma bisa bertahan sampai tahun ini saja?” Nichkhun berbisik, menatap wajah tidur Wooyoung dengan tidak percaya. Ingin rasanya ia melihat kedua kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan sepasang manik hitam yang ceria. Ingin rasanya ia melihat Wooyoung terbangun lalu tertawa sambil mengatakan bahwa ibunya cuma bercanda dan ia cuma sakit flu ringan. Tapi Wooyoung tetap tertidur, tak ada tanda-tanda ia akan bangun.

“Entahlah nak Nichkhun. Bibi hanya berharap Tuhan mendengarkan doa Wooyoung dan semua orang yang mencintainya.”

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak dirawat di rumah sakit, Nichkhun memutuskan untuk pergi ke kapel rumah sakit dan berdoa untuk Wooyoung, berharap mukjizat Tuhan benar-benar terjadi padanya. Bukankah Ibu Wooyoung berkata bahwa mungkin saja Tuhan akan mendengar doa orang yang mencintai Wooyoung?

 

--=-=-KY-=-=--

 

Esok harinya, Nichkhun sudah mendapati wajah Wooyoung di samping tempat tidurnya. Walaupun terlihat pucat dan terduduk di atas kursi roda, Wooyoung tetap tersenyum ceria seperti hari-hari biasanya, seolah kemarin ia tidak mengalami apa-apa. Ibu Wooyoung meninggalkan mereka berdua untuk berbicara. Nichkhun membantu Wooyoung duduk di kasurnya. Sebuah senyum terukir indah di bibir Wooyoung yang masih sedikit pucat saat kedua pasang manik mata mereka bertemu.

“Apakah sudah tidak apa-apa?” Nichkhun bertanya pelan sembari membelai punggung tangan Wooyoung, sementara namja chubby itu hanya memandang Nichkhun dengan bingung. “Apa kamu sudah cukup sehat untuk meninggalkan kamarmu?”

Mendengar pertanyaan Nichkhun yang bernada khawatir itu Wooyoung hanya mengangguk sambil tersenyum. “Aku sudah baikan kok. Lagipula, aku merindukanmu.” Semburat merah terlihat di pipi Wooyoung, membuat Nichkhun salah tingkah.

Tapi perasaan bahagia yang bersarang di hati Nichkhun tidak bertahan lama saat wajah pucat Wooyoung membuatnya teringat akan penyakit yang diderita namja chubby itu.

“Woo, tentang penyakitmu...” Nichkhun terdiam sejenak, membiarkan kalimatnya menggantung di udara. Ditatapnya namja di hadapannya itu dengan sendu. Entah mengapa, hatinya terasa teriris saat membayangkan bahwa namja yang selalu terlihat ceria dan sehat itu ternyata tak bisa hidup lama karena penyakit yang terus menggerogotinya selama ini.

Seakan tahu kegundahan hati Nichkhun, Wooyoung segera meraih tangan Nichkhun dan menggenggamnya erat. “Semuanya akan baik-baik saja hyung. Selama masih ada waktu yang tersisa untukku, aku akan terus berjuang melawan penyakit ini. Tenang saja.”

Bagaimana mungkin Wooyoung masih bisa tersenyum dengan begitu tenang saat ini? Itulah yang ada di benak Nichkhun. Ia merasa begitu frustasi. Wooyoung benar-benar kuat, seperti kata Ibunya. Ia adalah anak yang tangguh, yang akan tetap tersenyum dan berjuang untuk tetap hidup. Tapi entah kenapa, semua itu justru membuat hatinya semakin tercabik.

“Tapi kata do

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
WinkAngel
maybe tomorrow i'll update hehe

Comments

You must be logged in to comment
babikhun
#1
Chapter 2: I thought it's in English T_____T
aririska #2
Chapter 17: aku reader baru disini .. boleh tahu blognya ochi g?? pengen baca fanficx ...
aririska #3
Chapter 16: authornya bener" .. abis dibuat nangis nangis ampe banjir ne ruanganku terus dikasih cerita ngakak badai kayak gini ... #plakk ...
bener" ne bikin mules ceritanya #dilempar sendal am author...
hahahaa...
aririska #4
Chapter 12: ahhh ... bener-bener bikin nyesek gak abis" ... untung lagi baca sendirian jadi gak ditanyain macem" ama momy .... #heheh good job author-shi ... tp aku juga setuju ... aku lebih seneng baca khunyoung ceria sampai akhir cerita ... bikin yang lebih bagus lagi y author-shi .. #Hwaiting ^_^
HottestKY #5
wheres the real chapter 1, authornim??
rinkhunyoung #6
Chapter 18: anyyoong authornim...aku readers baru...
setelah ku baca,semuanya benar keren...##
aku kehabisan kata untk comments...ini keren buanget...
ma`af tak bisa komen satu per satu chapterx...^^
adeumi
#7
Chapter 12: bener" nangis baca cerita ini T_T
jangwooyoung0730
#8
Chapter 12: woo begoooo, siapa yg bisa tersenyum saat seseorang yg paling dicintai bakalan mati. siapaaaa??? begoo begooo... dan khun, kau tidak seharusnya marah sama khun, kau mestinya marah sama authornya khun, yakin, kau harus benar benar marah sama authornyaaaaaaaa........

kesekian kalinya baca ini ,karena memang ingin, karena cerita ini sangat berkesan sama berkesan nya dengan cerita 'Heat' nya salah satu author fav ku juga. dan aku pertamana berharap, karena ini kesekian kalinya aku baca, aku bisa baca dg tenang, tanpa nangis sedikit pun, tapi apa? malah lebih parah. sakit banget rasanya.
hidup dg jantung orang lain past sangat tidak nyaman. tapi Kenapa woo harus terus trsenyum walaupun dia sekarat. itu benar benar sangat menjengkelkan. benci banget. wae wae wae?.? Kenapa saat mereka di mobil, kenapa ga sekalian aja mereka kecelakaan? adiil, lebih adil. mati bareng aja biar adil.
ouh, mata sakit, udah ga bisa melek. bengkak. Makasih authornim , cerita ini pasti akan sangat sangat berkesan sampai kapanpun. hadeuh. mestinya , khun bener bener marah sama authornya buat ngwakilin aku juga. sekalian kita serbu bareng bareng authornya.
sekali lagi, Makasih authornim ;)
Ndah_Young #9
Chapter 18: Ya ampun saya baru balik ke aff ternyata dapet kabar yg menyedihkan :( terima kasih juga thor untuk ffnya yg ngehibur banget walaupun ada yg sad end,,makin sepi aja deh ni aff *hikss
jangwooyoung0730
#10
Chapter 18: akhirnyaaa, author winkangel ngucapin salam perpisahan nya. fighting authornim. fighting. walaupun agak sedih, ga deh, sedih banget. karena aku kenal kalian ya dari ff ini. hiiks hiiks... tapi selama aku masih bisa menghubungi kalian, tidak masalah. Makasih buat story story nya. story kalian sangat menghibur dan yaah, walaupun ada juga yg buat aku nangis guling guling. asli, kenal sama kalian suatu keajaiban buat ku. kenapa? karena selama ini aku merasa aku hanya sendiri jadi kys dan angangels, tapi karena aff dan ffnya, aku serasa punya banyak pendukung, dan ga ngerasa sendiri lagi :)

sekali lagi, Makasih authornim. fighting buat author author. karena menurut ku, membuat cerita seperti ini pun, tidak slah, karena ini merupakan suatu karya/seni, dan aku akan selalu menghargai setiap karya itu.

bye bye authornim, take care dan good luck!!! :)#