Chapter 8

Here I Am

Kris Wu, sebagaimana keinginannya untuk hidup mendampingi Amber sampai sakit itu berbatas pada apapun yang belum ia ketahui saat ini. Dia ingin gadisnya itu selalu tersenyum dan bahagia. Menghapus rasa sakit serta air mata yang begitu mudah jatuh dari mata berbentuk almond  miliknya. Dia akan selalu mencoba melakukan yang terbaik untuk kesembuhan yang rendah kemungkinannya. Kris Wu, bersumpah pada dirinya sendiri takkan begitu mudah melepas Amber pada nasib.



 

Kris sedang duduk di taman rumah sakit saat melihat Amber berlari menghampirinya. Dia tersenyum kala gadis yang ia tunggu sudah terlihat batang hidungnya.

"Kris... Kalau Luna kemari dan mencari ku, bilang padanya kau tidak tahu. Oke!" pesan Amber dengan suara ngos-ngosan lalu berlari untuk bersembunyi di balik pohon besar yang tidak jauh dari tempat Kris duduk.

Baru beberapa detik yang lalu Amber bersembunyi, Luna dengan nafas yang juga ngos-ngosan datang kearah Kris.

"Kris, apa kau melihat Amber?" tanya Luna.

Seperti yang dipesankan oleh Amber, Kris berbohong pada Luna dengan cara menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.

"Ya sudah, aku pergi dulu." Luna pergi meninggalkan Kris.

"Apa dia sudah pergi jauh?" bisik Amber dari balik pohon namun masih bisa didengar olehnya.

Kris mengangguk.

Amber pun berjalan mendekati Kris lalu duduk di sampingnya.

"Kenapa Luna mengejarmu?" tanya Kris menatap gadis itu.

"Dia menyuruhku terapi."

Rasanya Kris begitu menyesal membohongi Luna tadi. Seandainya saja dia tahu lebih awal alasan Amber melarikan diri, dia pasti akan berada dipihak Luna.

"Kenapa kau tidak mau melakukan terapi?" tanya Kris.

Amber menggeleng.

"Tidak mau saja." jawabnya enteng.

"Kau harus terapi, Am! Ini demi kesehatanmu!" bujuk Kris.

"Kesehatan apanya? Jelas-jelas aku ini sakit." jawab Amber yang terdengar pesimis.

"Amber!!" bentak Kris yang tidak suka kalau Amber berkata seperti itu.

"Terapi atau tidak, aku tetap akan mati. Terapi itu melelahkan, menyakitkan dan aku tidak suka melakukannya." kata Amber mulai berlinang air mata.

"Sakit atau tidak, aku juga akan mati. Kita mana tahu, Amber.. " Kris menahan amarahnya.

"Kalau kau bersikap seperti ini, kau menyakiti semuanya. Kau menyakitiku, menyakiti Luna dan menyakiti orang lain yang menyayangimu!" Lanjutnya

Amber, dalam keluhan soal terapi yang membuatnya sakit, memikirkan ucapan Kris.

"Sekarang, kau harus terapi. Aku akan menemanimu." perintah Kris.

Amber masih terdiam.

"Apa mau ku gendong?" tawar Kris sudah bersiap menggendong Amber ala bridal style.

"Tidak perlu. Aku bisa jalan laki." tolak Amber bangkit dari tempat duduknya.

Kris merasa lega karena akhirnya Amber dapat dibujuk juga.

"Lagi pula aku ini masih sehat." tambah Amber lalu mulai melangkah.

Kris tersenyum mendengarnya.

Itulah yang dia harapkan dari Amber. Gadis itu haruslah bersikap tegar dan kuat. Karena kalau gadis itu putus asa, maka Kris akan lebih putus asa. Kalau keadaan Amber semakin parah, pula Kris akan semakin sakit.

"Tunggu aku!" teriak Kris lalu berlari menyamakan dirinya dengan Amber.

Tangan kanannya dengan sengaja ia lingkarkan ke pinggang Amber, menarik gadis itu lebih dekat dengannya.

Kris tersenyum karena merasa begitu lega. Dan Amber hanya membiarkannya begitu saja.


 

Kris dan Amber sampai di sebuah ruangan dokter. Amber melepas pelukan Kris sebelum mengetuk pintu yang ada di hadapannya dengan mantap.

"Amber!" terdengar seseorang memanggilnya dari arah belakang.

Kris menoleh begitu pula yang punya nama.

"Aku mencarimu." ucap pria berpakaian serba putih yang sepertinya tidak asing bagi Kris.

Ah! Kris ingat siapa pria yang mungkin adalah dokter di hadapannya. Lee Jin Ki, dokter yang merawat Amber.

"Aku juga mencarimu." Amber bersuara datar.

"Sudah siap?" tanya dokter muda bernama Jin Ki itu lembut pada Amber.

Amber mengangguk pelan, sementara Kris tersenyum melihatnya.

"Ayo kita pergi ke ruang terapi sekarang!" ajak Lee Jin Ki yang kemudian melangkah dan diikuti oleh Kris dan Amber.

Sesampainya di depan ruang terapi, Jin Ki yang hampir masuk kembali dan melihat kearah Kris.

"Aku baru ingat sekarang. Kau yang 2 hari lalu ke rumah Amber kan?" Jin Ki bertanya

Kris mengangguk.

"Aku menunggu Amber memperkenalkanmu, tapi dia tidak bertindak apapun. Jadi aku berinisiatif sendiri. Siapa namamu pemuda?" dengan gaya sok serius Jin Ki mengulurkan tangan.

"Aku Kris Wu." balas Kris menyambut tangan Jin Ki.

"Aku Lee Jin Ki, kau bisa panggil aku Jin Ki atau Onew atau hyung juga boleh." Jin Ki tersenyum ramah.

"Baiklah hyung." Kris membalas

"Jadi kau adalah teman baru Amber yang diceritakan Luna akhir-akhir ini!" ucap Jin Ki

"Ya, begitulah. Aku adalah teman baru Amber, Teman yang spesial." ucap Kris menekan pada kata spesial.

"oh, aku mengerti." Jin Ki mengangguk mengerti.

"Ku kira aku akan terapi." tiba-tiba suara Amber menyela mereka.

"Oh, tenang Am, aku tidak melupakanmu." Jin Ki mengalihkan perhatiannya kepada Amber. Dia kemudian mengelus pundak Amber dengan lembut sampai sebuah tangan tiba-tiba menghentikannya. Tangan lain itu menggenggam lengan Jin Ki kuat.

"Jangan coba-coba menyentuhnya selain kebutuhan medis." Kris sang pemilik tangan itu berujar dengan serius sambil menurunkan tangan Jin Ki yang berada di pundak Amber. Sang dokter hanya bisa kehilangan kata-kata karena terkejut. Sementara Amber melihat Kris dengan heran.

"Aku hanya bercanda, hyung!" atmosfer aneh itu pecah ketika Kris berkata sambil tersenyum kearah Jin Ki.

"Ya walau kelihatannya kau sangat serius tapi karena kau bilang bercanda, aku mengerti padamu dongsaeng." Jin Ki membalas.

"Ayo, kita mulai terapi sekarang Amber." Jin Ki merangkul pundak Amber lalu mengajak gadis itu masuk ke dalam ruangan.

"Ehem!" suara Kris menghentikan langkah Jin Ki dan Amber.

"Oh Kris ada apa? Apa kau mau ikut masuk?" tawar Jin Ki.

Kris menggeleng.

Jin Ki mengangguk lalu mulai melangkah lagi.

"Ehem!" lagi-lagi Kris bersuara yang tentu saja membuat Jin Ki dan Amber berhenti lagi.

"Ada apa?" tanya Jin Ki bingung.

Kris terdiam. Tetapi kemudian pandangan matanya tertuju pada tangan Jin Ki yang sedang merangkul pundak Amber.

" Hahaha.. Aku paham sekarang! Hahaha!" tawa Jin Ki pecah menyadari hal apa sebenarnya yang membuat Kris aneh. Diapun segera menurunkan tangannya dari pundak Amber.

"kau tidak mengerti."  gumam Kris pelan.

"Ada apa sih?" Amber yang bingung tidak bisa menyembunyikan rasa pemasarannya.

"Tidak apa-apa! Ayo." Ajak Jin Ki yang kini berjalan di depan dan kemudian diikuti Amber.

Gadis itu menoleh sebentar ke arah Kris.

"Semangat!" ujar Kris mengepalkan tangannya lalu ia angkat keatas sampai depan dada.

Amber terlihat kesal dan masuk ke dalam begitu saja.

Sementara Amber sedang melakukan terapi, Kris hanya menunggu di luar. Duduk di bangku depan ruangan itu sampai Luna datang dan mengambil duduk di sampingnya.

"kenapa kau tidak menemani Amber di dalam?" tanya Luna.

Kris menggeleng sambil tersenyum tipis.

Saat ingat Amber pernah bilang kalau terapi itu menyakitkan, Kris enggan masuk ke dalam menemani Amber. Dia belum sanggup melihat Amber kesakitan.

"Aku harus menangis dulu baru Amber mau terapi." kala Luna tiba-tiba.

"Tapi kau berhasil membujuknya dengan cepat." lanjut gadis berambut panjang yang di ikat satu itu.

"Aku hanya melakukan hal yang seharusnya. Amber terkadang sangat kekanak-kanakan." Ujar Kris.

"Dia pasti sudah bosan karena harus terapi ini dan terapi itu." tambah Kris.

"Aku senang kau ada, Kris. Amber tidak akan kesepian lagi kalau aku sedang pergi."

"Aku juga senang selama ini kau sudah menjaga Amber dengan baik. Terimakasih Luna."

"Jangan pura-pura, kau pasti kadang kesal denganku kan?" Luna tertawa.

"Sudah pasti. Kau selalu mengganguku dan Amber."

Luna hanya tertawa, sementara Kris hanya tersenyum.

 

Tidak sampai Amber selesai terapi, Luna sudah pergi karena ada hal yang diurus. Kris pun dengan setia masih menunggu Amber di sana.

Saat mendengar suara pintu yang terbuka, sontak Kris langsung menoleh.

"Kau sudah selesai." Ucap Kris pada Amber si penyebab pintu terbuka itu sambil tersenyum senang.

Amber diam seolah tidak peduli kalau Kris berada di situ.

"Mana Jin Ki?" tanya Kris.

"Entahlah, aku tidak peduli." jawab Amber ketus.

Kris beranjak dari duduknya lalu melangkah dan mengambil posisi berjongkok, menawarkan punggungnya menjadi tumpangan buat Amber. Sayangnya, Amber berjalan melewati pemuda itu dengan acuh tak acuh. Tapi Kris tak kehilangan ide. Dia kemudian  melangkah mengejar Amber lalu menggendong Amber ala bridal style.

"Ya! Turunkan aku, Kris!" berontak Amber sambil memukuli pundak Kris.

"Tidak mau. Aku mau jadi kendaraanmu untuk saat ini." Kris beralasan.

"Ini memalukan!" komplain Amber.

"Kau kira aku peduli." Kris tetap melangkah sambil menggendong Amber meski banyak pasang mata yang ada di rumah sakit tertuju pada keduanya.

Amber yang akhirnya luluh mengaitkan tangannya di leher Kris lalu membenamkan wajahnya di dada pemuda itu untuk menyembunyikan wajah merahnya karena rasa malu.

Setelah acara jalan-jalan sore yang membuat mood Amber jauh membaik, sekarang mereka berdua berada di taman rumah sakit seperti biasa. Duduk berdua menikmati keindahan malam. Ada banyak bintang yang bertabur di langit malam, membuat mata Amber terpaku karena terpesona oleh benda langit yang bersinar di atas sana. Lain dengan Amber, Kris pemuda yang duduk di samping kiri gadis itu justru memandang sepenuhnya ke arah Amber. Memperhatikan garis yang menurutnya terlihat sempurna membentuk wajah Amber. Dia tersenyum.

"Kenapa melihat ke arahku terus, Kris?" tanya Amber akhirnya yang sejak awal sudah tahu kalau pemuda di sampingnya terus memperhatikannya.

"Kenapa kau melihat bintang terus?" Kris balik bertanya dan masih tersenyum tanpa mengalihkan matanya dari Amber.

"Bintang terlihat indah malam ini." jawab Amber akhirnya melihat ke arah Kris.

"Kau juga semakin terlihat indah malam ini." Ujar Kris membuat Amber memukul pundak Kris.

Kris membiarkan Amber memukulnya beberapa kali. Sampai akhirnya dia menghentikan aksi Amber dengan memegang tangannya erat. Matanya menatap penuh mata Amber. Wajahnya semakin ia dekatkan, memotong perlahan jarak keduanya. Amber terdiam. Terlalu gugup untuk bereaksi.
Perlahan tapi pasti, bibir Kris menyentuh bibir Amber. Hanya beberapa detik kecupan itu terjadi. Kris menjauh beberapa senti untuk melihat wajah Amber yang merah padam. Dia tertawa kecil membuat Amber menatapnya. Kris diam. Lalu membalas tatapan Amber dengan lebih intens. Tangannya mulai menangkup wajah Amber. Hingga akhirnya Kris menarik gadis itu ke dalam ciumannya kembali. Lebih dalam dari sebelumnya tapi begitu hati-hati dan penuh cinta. Gadis berambut pendek itu pun menutup mata lalu perlahan lahan membalas ciuman Kris.

Segalanya seperti sempurna untuk Kris sekarang. Dia hanya perlu Amber di sisinya. Menjaga gadis itu, selalu membuatnya tertawa, selalu mengasihinya dan mungkin juga selalu menciumnya seperti saat ini. Dia ingin memiliki Amber dalam hidupnya. Gadis yang membuatnya merasakan sesuatu yang menggelitik di dalam perutnya. Gadis yang membuat jantungnya berdetak tidak normal. Gadis yang selalu ia pikirkan sebelum terlelap setiap malam. Dan tentu, Kris ingin memberikan segalanya untuk Amber. Memberikan kebahagian yang lebih dari sebanding dengan rasa sakit gadis itu.

Kris mengakhiri ciumannya. Dia tersenyum ketika mendengar deru nafas Amber yang terengah-engah. Gadis di hadapannya membuka mata perlahan.
Kris lalu mengusap bibir Amber yang lembab dengan ibu jarinya.

"Dasar tidak sopan!" Amber bersuara sambil tersenyum malu.

"Aku kan mencium pacarku, bukan orang lain." balas Kris mengusap pipi Amber lalu mencium pucuk hidung gadis itu kilat.

"Ayo kita pulang saja! Luna pasti mencaritku." Amber beranjak dari duduknya berniat melangkah.Tapi Kris menariknya hingga jatuh ke pangkuan pemuda itu. Segera tangan Kris melingkari pinggang Amber dari belakang lalu menyandarkan kepalanya di bahu kanan gadis itu. Dengan santainya.

"Aku sudah ijin pada Luna." bisik Kris mempererat pelukannya.

Amber hanya terdiam. Entahlah, dia merasa sangat nyaman berada di pangkuan pemuda itu.

"Amber, pria kolot itu mengajakku makan malam. Kau mau menemaniku?"

" Pria kolot siapa?" tanya Amber bingung.

"Ayahku."

"Kenapa kau memanggilnya begitu! Bagaimana nanti kalau anakmu tidak memanggilmu ayah"

"Anakku?"

"Iya. Itu namanya hukum karma."

"Maksudmu anak kita." Kris tersenyum sambil melihat wajah Amber dari samping.

"Berhenti bercanda, Kris."

Kris menggeleng.

"Aku bukan tipe orang yang suka bercanda."

Amber tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Kalian berdua! Berhenti bermesraan! Ini sudah malam." sebuah suara yang sudah sangat mereka kenal tiba-tiba terdengar.
Luna, tidak jauh dari mereka menatap dengan ekspresi bosan.

Amber yang menyadari kedatangan Luna pun langsung melepaskan diri dari Kris.

"Ayo pulang, ini sudah malam." ajak Luna menarik tangan Amber.

"Dan kau tuan Wu! Kau juga harus pulang." Luna menunjuk ke arah Kris.

Pemuda bermarga Wu itu bangkit sambil tersenyum. Dia berjalan menuju Amber.

" Tidak apa kan kalau aku tidak mengantarkanmu pulang?"

"Ya." Amber mengangguk.

"Aku akan menelpon nanti." Kris mencium kening Amber sebelum pergi meninggalkan kedua gadis yang ada di sana.




 

"Luna, apa kau marah?" tanya Amber saat perjalanan pulang mereka.

Luna menggeleng.

"Aku hanya kesal karena kau sekarang lebih suka bersama pria yang tergila-gila padamu."

"Kris tidak tergila-gila." Amber menyanggah.

"Aku ini ikut drama musikal. Dan aku sedikit belajar tentang ekspresi orang."

"Berarti kalau kau tahu Kris tergila-gila padaku. Kau juga tahu kalau Jin Ki tergila-gila padamu?" Amber menggoda Luna.

"Amber!" teriak Luna kesal tapi sedikit salah tingkah.

"Dan Luna juga tergila-gila pada Jin Ki." tambah Amber dengan girang.

Wajah Luna memerah. Kalau sudah membicarakan tentang Jin Ki, entah kenapa gadis itu selalu kalah oleh Amber.

"Amber, tadi kita kan bicara soal kau bukan soal diriku." Luna mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak ingat."

"Awas kau ya!" ancam Luna mencoba menggelitik pinggang Amber.

"Baiklah-baiklah, aku berhenti." Amber mengangkat tangannya memberi isyarat menyerah pada Luna.

Dan Luna nyengir senang karena jurus andalannya masih ampuh.

"Aku minta maaf karena lebih sering bersama Kris." Amber serius kali ini.

"Tidak apa-apa, selama kau senang Ambie." Luna tersenyum lalu menggandeng lengan Amber.

"Tunggu sebentar, ponselku bergetar." Amber menghentikan langkah mereka. Dia merogoh saku celananya mengambil ponsel.

"Siapa yang menelpon semalam ini? Apa Lee Jin Ki?" tanya Luna penasaran.

"Dasar Luna! Selalu memikirkan Jin Ki." Amber membalas asal.

"Ini Kris." ucapnya saat melihat nama pemanggil yang ada di smartphone-nya.

"Lihat kan! Ku kira baru sekitar 15 menit yang lalu kalian berpisah. Kris benar-benar tergila-gila padamu." Komentar Luna.

Amber tersenyum sebelum menjawab panggilan dari Kris.

"Halo."
 

Tbc.
 

Annyeong haseyo, hari-hari yang sibuk semuanya. Maaf baru update...
Pokoknya terima kasih buat para readers! Khususnya buat  yang subscrib dan meninggalkan komentar.
Terakhir. Buat pembacaku tersayang, doain author yang mau menghadapi UAS ya.. ^_^

Gomapseupnida.. #bow

PicsArt_1381702367934.jpg
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
dheaariftya
#1
Chapter 12: wow kris lucu bgt, bener2 tergila2 sama amber. selamat buat lunew couple.
dheaariftya
#2
Chapter 5: baru nemu dan baca sampai chap 4, nanti sore diterusin, kkk. uahhhhh ngantuk.
ikiranalf
#3
Chapter 12: aaaappdeett suunn wkwk update soon authornim!!
krisber_1806 #4
Chapter 12: cieh cieh cieh....
sweet bingit chap yang ini....
vewolowitz
#5
Chapter 12: Eaaaa, Onew in action bung! Akhirnya Amber gak ngeyel lagi. Tapi, kok pusing lagi? Udah deh langsung bawa ke luar negeri aja! Next author nim!
dewipur
#6
Chapter 12: ye...akhir nya baikan lagi...
lanjut.. :)
rismadjuanita27 #7
Chapter 12: Asik akhirnya luna ame abang onew juga walaupun blm pacaran sih
lanjut ya thor rame nih d ff nya jadi ada 2 cople
krisber and lunew
okeyberliu #8
Chapter 11: DAEEEBAAAAAAK.....!!!!
ini ff kuren abis thor, sukses bikin cemas, lega, nyesek, senyum2 gaje dan bikin mewek seketika
LANJUUUT.....!!
juju7442
#9
Chapter 11: update soon
krisber_1806 #10
Chapter 11: Yah ko bertengkar??
update soon.