Finally....

Wae

 

Sinar matahari pagi yang menerobos jendela membuat Chanyeol terbangun. Sambil memegang kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba duduk.

 

“Kau sudah bangun?” tanya ibunya yang berdiri di hadapan jendela kamarnya.

 

“Eomma?” gumamnya.”Jam berapa sekarang?”

 

“Jam 8. Kau boleh tidak masuk sekolah hari ini. Istirahat saja di rumah,” ujar ibunya.

 

Chanyeol menggeleng dan bergerak turun dari kasurnya. “Aku tidak apa-apa, eomma,” gumamnya. Lalu pergi ke kamar mandi.

 

 

Beberapa menit kemudian, Chanyeol sudah berseragam lengkap dan siap pergi. Ia memakai sepatunya sambil menggigit roti panggang. “Mana Lulu?” tanyanya.

 

“Ah... Luhan ada urusan sebentar. Sepertinya dia akan telat ke sekolah,” sahut ibunya sambil memaksakan senyum.

 

Chanyeol merasa ibunya menyembunyikan sesuatu, tapi ia memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Jadi ia hanya bergumam, “Geure..” sebelum bangkit berdiri dan berjalan keluar rumah.

 

“Aku berangkat,” ujarnya.

 

“Hati-hati di jalan,” sahut ibunya. Setelah anaknya menghilang dari pandangannya, Sungmin menghela napas panjang. Wajahnya tampak berkerut sedih.

 

.

 

.

 

.

 

Ia terbaring lemah. Tak bergerak. Selang infus membelit tubuhnya, wajah cantiknya tampak begitu pucat. Rambut coklatnya tergerai di atas bantal. Kristal kembarnya yang indah terpejam, tak pernah membuka sejak semalam.

 

‘Salahku! Ini salahku! Seharusnya aku melindunginya! Seharusnya aku menjaganya! Itu tugasku!! Seharusnya aku –‘

 

Tiba-tiba ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Luhan mendongak dan mendapati Kris menatap kearahnya.

 

“Pergilah ke sekolah. Biar aku yang menjaganya,” ujar pria yang lebih tua empat tahun darinya itu.

 

Luhan tak menjawab. Kepalanya tertunduk. Dengan sedih ia menatap tuan yang dikasihinya.

 

.

 

.

 

.

 

Dengan langkah tertatih-tatih karena kakinya agak pincang akibat pertarungan kemarin, Chanyeol memasuki kelasnya. Begitu dia masuk, orang-orang langsung berbisik-bisik tentang tubuhnya yang penuh luka.

 

Ah... ia sudah tidak peduli lagi dengan omongan orang. Tanpa menggubris orang-orang di sekitarnya, Chanyeol menghampiri bangkunya. Begitu sampai, dia langsung menidurkan kepalanya di antara lipatan lengannya.

 

Ia masih sangat mengantuk dan masih ingin mengingat saat-saat yang dilaluinya bersama bidadari peraknya....

 

.

 

.

 

.

 

Kris menatap adik sepupunya lekat. Setelah beberapa kali dibujuk, akhirnya Luhan bersedia pergi ke sekolah. Kini di ruangan itu hanya ada dia dan adiknya yang masih belum sadarkan diri.

 

Mahasiswa itu menghela napas panjang. Di antara anggota keluarga yang lain, memang dirinya lah yang paling dekat dengan Baekhyun. Sejak kedua orang tuanya meninggal dan anak itu menjadi satu-satunya keturunan langsung Sang Guardian, orang tua Kris memperlakukan Baekhyun sebagai anak mereka sendiri. Kris juga amat menyayangi bocah yang sudah dianggapnya adik sendiri itu. Dan Kris tahu betul sifat adiknya. Di balik sifat lembut dan penuh kasihnya, sebenarnya Baekhyun adalah anak yang keras kepala. Memiliki tekad yang kuat dan... nekat. Seperti yang baru saja dilakukannya semalam.

 

Saat ia dan Luhan membawa Baekhyun pulang dalam keadaan pingsan kemarin malam, seisi rumah langsung panik. Semua orang langsung menjadi murung, seolah kehilangan cahaya....

 

Kris tersenyum tipis. “Kau memang cahaya kami, Baekhyun-ah,” gumamnya.

 

Laki-laki itu juga tak bisa menyangkal bahwa ia sendiri sangat panik. Dalam hati ia terus menyalahkan dirinya karena sebagai pemimpin klan yang baru, ia tak bisa melindungi penerus langsung Sang Guardian. Dan Kris benci dengan apa yang dirasakannya. Firasatnya buruk. Sangat buruk. Dia mencoba menyiapkan dirinya untuk menghadapi kenyataan paling buruk yang mungkin terjadi.

 

Akan tetapi, ia tidak tahu apakah anggota klan yang lain juga akan siap menerimanya. Eomma... appa... Luhan... dan, orang itu ... – seandainya orang itu tahu...

 

Lagi-lagi Kris menghela napas panjang. Lalu sambil mengelus kepala adiknya dengan lembut, ia berbisik, “You’re so lovable...”

 

.

 

.

 

.

 

Chanyeol yakin ia tertidur cukup lama. Namun, saat ia bangun, suasana di kelasnya masih sama: ribut dan tak terlihat tanda-tanda kehadiran guru.

 

“Hei, kenapa belum masuk?” tanya laki-laki bersurai berantakan itu pada seorang siswi yang duduk di sebelah bangkunya.

 

Siswi itu tampak kaget dan menatap Chanyeol dengan agak takut. “Ah... itu... guru-guru... mendadak harus rapat...” sahut siswi itu perlahan.

 

“Geure...” Tanpa mempedulikan siswi itu lagi, Chanyeol hendak kembali tidur, ketika telinganya mendengar seseorang berteriak dari arah pintu.

 

“Guys, ada kabar buruk!” teriak siswi itu dengan napas terengah karena habis berlari. “Aku dengar dari kelas 1-1, Baekhyun-Mama tidak masuk! Mama sakit dan sejak semalam tak sadarkan diri!!”

 

Seisi kelas langsung ribut dengan gumaman-gumaman resah dan khawatir menanggapi berita itu. Semua orang tampak cemas. Semua – kecuali Chanyeol yang kembali memejamkan mata dengan cuek.

 

“Ya! Chanyeol-ah. Apa kau tahu apa yang terjadi pada Mama?”

 

“Dia sakit apa? Apakah parah?”

 

“Tubuh Baekhyun-Mama memang lemah, kan?! Omona... Apa kau tahu sesuatu, Chanyeol-ssi?!”

 

“Di mana dia dirawat?”

 

“Bagaimana kondisinya sekarang?”

 

“Apa kau bersamanya saat ia jatuh pingsan?”

 

“Ya! Chanyeol-ah!!”

 

Sudah cukup! Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dengan berebut itu membuat kepala Chanyeol hampir meledak. Ia sudah muak. Muak dengan gosip itu!

 

“Dagchyeo!!” teriaknya, menghentikan pembicaraan semua orang. Kini, semua mata tertuju padanya. “Kenapa kalian tanya padaku!? Itu bukan urusanku, tahu! Dia mau sakit, atau apapun, memangnya aku peduli!?? Aku –“

 

Chanyeol tak pernah sempat menyelesaikan kalimatnya karena tiba-tiba ada seseorang yang meraih kerah bajunya dan mengangkatnya hingga ia berdiri. Lalu, sebelum Chanyeol sempat merespon, sebuah pukulan yang sangat kuat menghantam rahangnya.

 

Laki-laki itu terlempar menubruk kursi dan meja di belakangnya hingga terguling. Para siswi menjerit-jerit ketakutan. Sementara para siswa hanya bengong melihat apa yang terjadi.

 

Chanyeol merasakan sudut bibirnya berdarah. Sambil menyusut cairan merah itu dengan punggung tangannya, ia menatap penyerangnya dengan garang. “Mwo – “

 

Bentakan yang hendak dilontarkannya langsung menghilang begitu saja saat ia mendapati Luhan berdiri di hadapannya dengan sangat murka. Wajah manisnya tampak merah padam dan tubuhnya gemetar menahan amarah.

 

“SEENAKNYA SAJA KAU BERKATA SEPERTI ITU!!” teriak Luhan. Seketika terasa suatu tekanan yang sangat hebat menguar dari tubuhnya. Jendela, kursi dan lampu terasa bergetar seolah hendak terlepas dari posisinya semula.

 

Chanyeol menatapnya dengan terkejut. Ia tak pernah melihat Luhan semarah itu. Ia bisa merasakan kemarahan mendalam dari reiki berwarna hijau yang dipancarkannya.

 

“KAU TIDAK TAHU APA YANG TERJADI!! KAU TIDAK TAHU APA YANG SUDAH DILAKUKANNYA UNTUKMU!! KAU TIDAK TAHU BAGAIMANA –“

 

Air mata tampak menggenang di mata coklat itu. Tanpa menyelesaikan kalimatnya, Luhan meninggalkan kelas.

 

Begitu ia pergi, suasana di kelas menjadi normal. Tak terasa lagi aura yang begitu menekan. Semua orang kembali menghembuskan napas lega, setelah beberapa saat tadi menahan napas karena tegang.

 

Chanyeol tak bergerak dari tempatnya. Kepalanya tertunduk. Sudut bibirnya terasa nyut-nyutan. Tapi, lebih daripada itu, ia benar-benar bingung. Ia tak pernah menyangka Luhan bisa semarah itu, sampai reiki-nya seolah hendak memporakporandakan ruangan itu. Ia tak mengerti, memang apa yang sudah dilakukannya sampai adiknya begitu murka?

 

Di tengah kebingungannya, Chanyeol menyadari ada seseorang yang menghampirinya dan berdiri di hadapannya. Namja bertubuh jangkung ini mendongak dan seorang siswi dengan rambut pirang bergelombang balas menatapnya. Siswi bernama Jessica itu mengulurkan sebuah buku tebal dengan sampul bergambar lambang matahari. Chanyeol memandangnya tak mengerti.

 

“Bukalah,” ujar Jessica.

 

Dengan ragu, Chanyeol mengambil buku itu. Sesuatu langsung jatuh begitu ia membukanya. Chanyeol mengambil benda yang terjatuh itu dan sangat terkejut saat menyadari benda apa itu.

 

Sebuah kepingan berbentuk matahari dengan rantai kecil di empat ujungnya!

 

“Ini...” Chanyeol mengangkat bandul matahari itu dengan pandangan bertanya pada Jessica. Jantungnya berdentum-dentum karena rasa senang, akhirnya ada seseorang yang mungkin mengenal bidadarinya itu.

 

“Ah, itu? Itu milik Baekhyun,” sahut Jessica.

 

Jawabannya itu membuat Chanyeol terpaku, tak mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya. “Baek..hyun...?” bisiknya gugup.

 

“Nde. Itu adalah buku diari Baekhyun yang... yang kuambil dari lemarinya. Bacalah. Kau akan mengerti bagaimana perasaannya padamu. Sebenarnya Baekhyun melarangku memberitahukan hal ini...”

 

“Jadi... yang selama ini menolongku adalah... Baekhyun? Sepuluh tahun yang lalu... dan... dan... kemarin malam? Apakah itu Baekhyun?” tanya Chanyeol dengan suara tercekat. Dadanya terasa sesak mengetahui fakta itu. Ia menatap Jessica dan dalam hati memohon dengan putus asa agar dugaannya salah. Siapapun. Siapapun selain Baekhyun. Siapapun selain namja manis yang telah disakitinya itu....

 

Namun permohonannya tak terkabul. Karena dugaannya benar dan Jessica mengangguk. “Nde. Itu dia,” ujar gadis itu. “Sebenarnya Baekhyun tidak boleh terlibat dalam pertarungan lagi, karena tubuhnya sangat lemah akibat insiden sepuluh tahun yang lalu itu. Tapi demi dirimu, kemarin malam ia...”

 

Chanyeol merasa dirinya dijatuhkan kedalam kegelapan tanpa batas. Hatinya serasa dipukul berulangkali dengan gada berduri yang sangat besar, mendengar kenyataan tu.

 

“Sampai sekarang Baekhyun masih belum sadarkan diri.” Suara Jessica yang bercampur dengan isakan itu kembali mencapai telinga Chanyeol.

 

Tanpa berpikir panjang, Chanyeol langsung berdiri dan berlari meninggalkan kelas sambil membawa dua barang bukti yang terasa sangat berat itu.

 

“Ya! Park Chanyeol! Kau mau ke mana?!” teriak Jessica.

 

Namun Chanyeol tak menggubrisnya. Ia berlari sekencang mungkin, mengejar Luhan yang sudah mencapai pintu gerbang sekolah.

 

Begitu sampai di dekatnya, Chanyeol meraih lengan adiknya dan menghentikan langkahnya. Luhan menatapnya dengan terkejut dan heran. Tapi Chanyeol tak memberinya kesempatan untuk bertanya-tanya.

 

“Antarkan aku ke tempat Baekhyun,” ujarnya dengan nada mendesak. “Jebal!”

 

Luhan sangat terkejut mendengar permintaan itu. Akan tetapi, melihat kesungguhan kakaknya, ia pun mendesah. “Baiklah. Berpeganganlah yang erat padaku. Kita akan berteleportasi,” ujarnya sambil berkonsentrasi.

 

Chanyeol menatapnya bingung. Namun ia tak sempat bertanya-tanya karena tiba-tiba ia merasakan dirinya terangkat dan kepalanya berputar-putar.

 

.

 

.

 

.

 

Setelah selama beberapa detik yang terasa begitu lama Chanyeol merasa tubuhnya ditarik ke segala arah dan berputar-putar pada waktu bersamaan, akhirnya ia merasakan kakinya kembali menyentuh permukaan bumi.

 

Berbeda dengan Luhan yang berdiri mantap seolah tak terjadi apa-apa, Chanyeol tampak terhuyung-huyung. Ia merasa mual dan pusing. Setelah berhasil menguasai diri, Chanyeol mendapati dirinya berada di sebuah lorong dalam rumah dengan lantai kayu.

 

“Di mana ini?” tanyanya.

 

“Rumah utama EXO Clan, lebih tepatnya, rumah kediaman Keluarga Byun,” sahut Luhan. Ia menyentuh pintu di hadapannya – yang tampak modern dibandingkan benda lain di tempat itu yang semuanya kuno dan terbuat dari kayu. Pintu itu terbuat dari besi, seperti pintu-pintu yang ada di rumah sakit.

 

“Pintu ini menuju ruangan khusus, semacam rumah sakit pribadi. Baekhyun-jeonha ada di salah satu kamar di balik pintu ini. Sementara ujung lain lorong ini menuju rumah utama kediaman keluarga Byun,” jelas Luhan.

 

Chanyeol memandang ke belakang punggungnya. Lorong itu sangat panjang, ia tak bisa melihat ujungnya. Yang bisa dilihatnya hanya sebagian dari lorong itu yang melintasi taman. Lalu, pemuda jangkung ini kembali menatap adiknya.

 

“Jadi, ia tidak dirawat di rumah sakit umum?” tanyanya.

 

“Tidak. Peralatan di sini sudah lengkap dan Changmin-songsaengnim juga seorang dokter profesional. Lagipula... masalahnya akan rumit kalau kami membawanya ke rumah sakit umum,” sahut Luhan.

 

“Geure...”

 

Tiba-tiba Luhan berdiri sigap di depan pintu itu dan menatap Chanyeol dengan waspada. “Aku tidak akan mengizinkanmu menemui Baekhyun-jeonha....”

 

Chanyeol menatapnya dengan terkejut.

 

“... sebelum kau menjawab pertanyaanku.”

 

Sambil menatap kristal kembar adiknya, Chanyeol mengangguk. “Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan?”

 

Luhan menatap kakak angkatnya dengan tatapan tajam. “Apa yang membuatmu berubah pikiran? Begitu drastis...? Dalam waktu begitu singkat...?”

 

Chanyeol menghela napas panjang. Ia sudah menduga akan ditanya seperti ini. ‘Memang hal yang benar-benar di luar dugaan sepertinya. Mengingat perlakuanku pada Baekhyun selama ini...’ batinnya sambil tersenyum kecut.

 

Untuk menjawab pertanyaan adiknya, ia menunjukkan buku diari Baekhyun dan kalung yang terselip di dalamnya.

 

“Itu milik Baekhyun-jeonha! Dari mana kau mendapatkannya?” tanya Luhan dengan terkejut.

 

“Gadis dengan rambut pirang bergelombang sepunggung itu,” sahut Chanyeol.

 

“Jessica-ssi? Lalu?” Luhan menatap kakaknya bingung. Masih belum mengerti apa keterkaitan itu semua.

 

Chanyeol merogoh ke balik seragamnya dan mengeluarkan untaian benda yang selama ini terus menggantung di lehernya. Sebuah untaian bandul berupa kepingan matahari berwarna perak. Kepingan yang persis sama dengan yang terselip di buku diari itu.

 

Luhan memandang bandul itu dengan sangat terkejut. “Jadi... jadi selama ini pasangannya ada padamu?” tanyanya memastikan.

 

“Nde. Sepuluh tahun yang lalu benda ini terlepas darinya dan aku memungutnya. Aku terus menyimpannya selama ini. Berharap suatu hari ia akan menemuiku dan mengambilnya,” sahut Chanyeol.

 

Manik coklat Luhan mengerjap beberapa kali. Ia mencoba mencerna apa yang tersembunyi di balik kata-kata itu. “Jadi...?”

 

Seulas senyum sedih tersungging di bibir Chanyeol. “Selama sepuluh tahun ini aku terus menunggunya. Penyelamatku. Bidadari perak-ku,” ujarnya perlahan. “Seandainya saja aku tahu kalau itu Baekhyun....”

 

Luhan tiba-tiba merasa hatinya sakit. Bukan saja karena ia tahu akhirnya tak ada tempat baginya. Tapi, lebih dari itu. hatinya sakit mendengar pengakuan itu dari kakaknya... sekarang. Saat Baekhyun.....

 

‘Sungguh ironis,’ batinnya.

 

“Mianhe.... Baekhyun-jeonha melarangku memberitahumu,” ujar laki-laki dengan rambut coklat terang itu.

 

Chanyeol memandangnya dengan terkejut. “Jadi, kau tahu?” tanyanya.

 

“Tentu saja aku tahu. Aku adalah orang yang dilahirkan dengan takdir untuk menjaganya. Aku adalah abdinya,” sahut Luhan ‘Dan aku gagal menjalankan tugasku untuk melindunginya, hingga ia –‘

 

“Geure...?” gumam Chanyeol. Ia memandang pintu di balik tubuh adiknya. Di suatu tempat di balik pintu itu, ada Baekhyun yang tak sadarkan diri karena menolongnya. Ia sangat ingin menemuinya. Tapi, pada saat bersamaan, ia takut... Takut dan tidak tahu bagaimana harus menemuinya. Menemui orang yang mendapat perlakuan buruk darinya, padahal dia adalah orang yang selama ini dicarinya.

 

“Baekhyun pasti membenciku, ya?” ujarnya sambil tersenyum pahit.

 

Luhan menatapnya dalam sebelum akhirnya menunduk dan mendesah. “Tidak. Kurasa tidak. Dia pasti akan sangat senang kau menjenguknya,” sahutnya perlahan. Lalu ia berbalik dan membuka pintu. Saat pintu terbuka, ia menambahkan. “Kau harus memberitahunya. Perasaanmu itu,” ujarnya. Dan dengan suara amat perlahan, ia melanjutkan, ”Jika ia terbangun...”

 

Chanyeol memandang adiknya dengan bingung. Tapi Luhan tampaknya tak ingin menjelaskan apa-apa lagi.

 

Begitu melewati pintu, Chanyeol mendapati dirinya berada di sebuah lorong berubin, seperti lorong tempat tunggu di rumah sakit. Luhan membawanya ke kamar pertama yang dilewatinya. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu beberapa kali.

 

Di kamar itu ada Kris dan Tiffany – ibu Kris – yang langsung menoleh menyadari kehadiran Luhan.

 

“Luhan? Wae...?” Kris tak menyelesaikan pertanyaannya saat melihat siapa yang datang bersama Luhan. Mahasiswa itu meraih lengan ibunya dan dengan lembut mengajaknya keluar. “Kita sarapan dulu, eomma,” ujarnya.

 

Sebelum pergi dengan berat hati, Tiffany meremas jemari keponakan yang telah menjadi anaknya itu penuh kasih.

 

Saat berpapasan di pintu, Kris menepuk bahu Chanyeol brotherly. Laki-laki dengan surai gondrong itu hanya menatapnya dengan terkejut. Ia sedang berpikir apakah ia mengenal pria itu, ketika Luhan berjalan memasuki kamar dan menghampiri tubuh Baekhyun yang terbaring.

 

Chanyeol tak berani mendekat. Ia masih ragu.

 

“Baekhyun-jeonha. Lihat siapa yang datang bersamaku,” ujar Luhan perlahan. “Aku akan tinggalkan kalian berdua...”

 

Setelah mengatakan itu, ia pergi keluar ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Meninggalkan Chanyeol sendirian, bersama Baekhyun yang masih koma.

 

Pemuda jangkung ini tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Jadi, ia memandang sekeliling kamar dan mendapati bahwa ruangan itu ditata sedemikian rupa sehingga benar-benar seperti kamar rumah sakit. Saat mata hitamnya tertuju pada sosok pucat Baekhyun yang terbaring lemah, tanpa sadar ia menghampirinya dan duduk di kursi di samping tempat tidurnya.

 

Jika dilihat seksama dan dari jarak dekat begini, Chanyeol menyadari bahwa wajah cantik itu memang mirip dengan wajah cheonsa-nya yang samar-samar diingatnya.

 

‘Bodohnya aku karena selama ini tak menyadarinya! Hanya karena warna rambutnya berbeda...’

 

Perlahan Chanyeol menyentuh jemari Baekhyun. Tangan itu begitu pucat dan sangat kecil bila dibandingkan dengan tangannya. “Cheonsa...” bisiknya. “Jadi... itu memang kau... Baekhyun-ssi?”

 

Itu adalah pertama kalinya pemuda jangkung ini menyebut nama sosok di hadapannya. Dan Chanyeol baru sadar, betapa indahnya nama itu. Ia mendapati dirinya tersipu hanya karena menyebut namanya. Chanyeol menggenggam tangan mungil itu dengan erat. Ia menunduk, tak berani menatap Sang Mama. Sikapnya pada Baekhyun selama ini seolah membayang di depan matanya.

 

“Mianhe,” ujarnya lirih. “Aku... sudah berbuat sangat jahat padamu selama ini. Padahal kau penolongku, tapi... aku malah.... Mianhe.... jeongmal mianhe....”

 

Rasa sesak memenuhi dadanya. Kini dirinya diliputi rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam.

 

“Aku tak pernah sungguh-sungguh membencimu, Baekhyun-ssi,” lanjutnya perlahan. “Aku hanya tidak ingin... seorang idola sepertimu digosipkan dengan berandalan sepertiku. Aku tidak ingin kau terlibat rumor dengan orang sepertiku.... Karena itu aku menyakitimu. Agar kau membenciku dan mencari orang lain. Tapi....” Ia tercekat. “Tapi... seandainya saja aku tahu bahwa itu kau... cheonsa.... Seandainya aku tahu bahwa kau adalah orang yang selama ini kucari... Seandainya aku tahu....”

 

Chanyeol tak melanjutkan kata-katanya. Ia membungkuk dan menyandarkan keningnya di tangan Baekhyun yang digenggamnya dengan erat. Tanpa bisa ditahannya lagi, air matanya jatuh. Hatinya sungguh sakit karena mengetahui bahwa dirinya telah membuat orang yang sangat dikasihinya itu menderita dan terluka selama ini.

 

“Baekhyun-ah... buka matamu.... jebal... kumohon buka matamu,” ujarnya dengan suara tercekat karena air mata dan luapan emosi. “Aku... aku ingin melihat senyummu... Aku ingin berbicara denganmu... Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu... Aku ingin meminta maaf atas sikapku... berterimakasih atas apa yang kau lakukan padaku... dan... dan aku ingin memberitahumu bahwa –“

 

Ucapannya terhenti karena mendadak jemari indah yang ada dalam genggamannya bergerak. Chanyeol langsung mengangkat wajahnya dan menatap Baekhyun.

 

Perlahan, kelopak mata itu bergerak membuka. Kristal kelamnya yang indah menatap Chanyeol lekat. Seulas senyum terbentuk di bibirnya. Dengan tangan gemetar, ia melepas masker yang menutupi mulutnya. Lalu menekan tombol di samping tempat tidurnya yang membuat sandaran kepalanya naik hingga posisinya kini setengah berbaring setengah duduk.

 

“Suaramu sampai, Chanyeol-ah,” bisiknya dengan suara yang amat lemah.

 

Chanyeol tak mempercayai apa yang dilihatnya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memeluknya. Merengkuh sosok yang terlihat sangat rapuh itu dalam dekapannya. “Syukurlah... syukurlah...” isaknya.

 

Baekhyun sendiri tak mempercayai apa yang dilihatnya begitu membuka mata. Seandainya hal ini hanya mimpi sekalipun dia tidak menyesal. Namun, dekapan itu begitu nyata. Suhu tubuh Chanyeol, suara dalamnya, desahan napasnya yang menyentuh tengkuknya serta tetesan air mata yang membasahi punggungnya, membuatnya yakin bahwa ini bukanlah mimpi.

 

Perlahan Baekhyun pun melingkarkan tangannya di punggung Chanyeol. Memejamkan mata, merasakan kenyamanan dari kehangatan tubuh pemuda itu.

 

“Mianhe, Baekhyun-ah.” Suara lirih Chanyeol menarik perhatiannya. “Maaf, selama ini aku –“

 

“Sudahlah,” sahutnya dengan suara pelan seperti bisikan. “Aku tidak apa-apa. Tapi... kau tidak membenciku, kan, Chanyeol-ah?”

 

“Tentu saja tidak!” sahut Chanyeol cepat. Ia melepas rangkulannya dan menatap Baekhyun. “Memang selama ini sikapku menunjukkan seolah aku membencimu. Tapi... itu karena aku tidak tahu. Seandainya aku tahu... Tidak! Aku tidak membencimu. Tidak bisa...”

 

Baekhyun tersenyum mendengar hal itu. Manik kembarnya tergenang air. “Syukurlah,” bisiknya.

 

Chanyeol merasa wajahnya memerah melihat senyuman Sang Mama. Sungguh bodoh dirinya yang selama ini menampik perasaannya dan membuatnya terluka. “Gomawo,” ujarnya kemudian. “Itu adalah hal yang selalu ingin kuucapkan sejak pertama kali kau menyelamatkanku sepuluh tahun yang lalu.”

 

“Jadi... kau memang sudah tahu?” tanya Baekhyun. “Siapa yang memberitahumu?”

 

Bukannya menjawab, Chanyeol malah balik bertanya. “Kenapa kau tidak ingin aku tahu?”

 

Pertanyaan Chanyeol itu tampaknya membuat Sang Mama terkejut. “Molla yo...” sahut Baekhyun sambil tersenyum tipis. “Kupikir... kau tidak tahu juga tidak apa-apa....”

 

“Pabo!” gumam Chanyeol. Lalu ia tersenyum sedih. “Kau tahu? Selama sepuluh tahun aku mencarimu. Selama sepuluh tahun aku menunggumu. Selama sepuluh tahun aku menahan kerinduanku padamu...”

 

“Mwo?” Baekhyun menatapnya dengan kaget sekaligus bingung.

 

“Selama sepuluh tahun aku menunggu dan menahan keinginanku untuk mengatakan ini padamu. Saranghae. Saranghae Baekhyun-ah...” ujar Chanyeol sambil menatap lurus kristal gelap mempesona Sang Mama yang melebar karena terkejut.

 

Tampaknya Baekhyun benar-benar tak menyangka karena ia tak mengatakan apa-apa. Bibirnya tampak bergetar dan matanya menatap Chanyeol dengan tatapan tak percaya.

 

Lalu, setetes air mata jatuh dari kristal pekat itu. Diikuti tetesan lain yang mengalir di pipinya. “J-jinja.. yo...?... jinjja... –“

 

Pertanyaan Sang Mama yang terlontar dengan suara gemetar itu tak terselesaikan karena ia tiba-tiba dibungkam oleh Chanyeol yang mengecup bibirnya dalam satu ciuman lembut, dan menghentikan pertanyaannya.

 

Chanyeol melepaskan ciumannya dan menatap Baekhyun yang terkejut dengan tatapan penuh kasih. “Jinjja. Jeongmal saranghae yo, Baekhyun-Mama,” bisiknya.

 

Wajah manis Sang Mama seketika memerah. Chanyeol juga sadar bahwa wajahnya sendiri pasti merona. Apalagi mendapati Baekhyun yang begitu manis dengan wajah merah padam.

 

“Lihat, itu masalah, kan? Aku tidak tahu itu sungguh masalah besar,” ujar pemuda ini sambil kembali merengkuh tubuh Sang Mama. “Seandainya kau memberitahuku, aku bisa mengucapkannya lebih awal.”

 

“Baru sekarang juga tidak apa-apa,” sahut Baekhyun perlahan. “Yang terpenting, kau memiliki perasaan itu.”

 

“Pabo,” gumam Chanyeol lagi. Lalu ia mengecup kening Baekhyun.

 

Sang mama tersenyum senang. Ia masih belum bisa percaya dengan apa yang terjadi. Chanyeol, ternyata juga menyukainya... Lebih dari itu, ia mendapatkan first kiss-nya bersama orang yang benar-benar dicintainya. Tak ada lagi yang mengganjal di hatinya. Perasaannya sudah terbalas. Dan kini, ia sudah tenang....

 

Sebenarnya ia sendiri tak tahu mendapat kekuatan dari mana hingga ia bisa tersadar dulu dan bercakap-cakap dengan Chanyeol. Tapi... tenaganya benar-benar sudah terkuras habis. Begitu pun dengan waktunya....

 

“Chanyeol-ah...” panggilnya dengan suara pelan.

 

“Hm?”

 

“Nado.. saranghae....” bisik Sang Mama.

 

Chanyeol tersenyum dan mempererat pelukannya. “Aku tahu.... Selama ini kan –“

 

Perkataannya tak pernah dilanjutkan karena tiba-tiba seisi ruangan dipenuhi suara memekakkan telinga. Suara yang paling tidak ingin didengarnya. Suara yang menandakan bahwa kekasihnya sudah tak lagi bersamanya.

 

Chanyeol menatap elektrokardiograf itu dengan mata melebar dan garis lurus bergradien nol berwarna hijau balas menatapnya. Suara itu semakin keras terdengar seolah menantangnya. Ia terkesiap.

 

“Andwae...” bisiknya. Ia menatap Baekhyun yang bersandar di pundaknya. “Baekhyun-ah! Andwae! Jangan katakan kalau kau – “ Saat ia melepas rangkulannya, tubuh Sang Mama lemas di lengannya. Matanya terpejam dan tak ada gerakan sedikitpun.

 

“Baekhyun-ah!” panggil namja jangkung ini putus asa. Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya. “Baekhyun-ah... kajima... Baekhyun-ah....”

 

Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka dan banyak orang yang masuk. Seorang pria, Changmin, mendorongnya menjauh dari tubuh Baekhyun. Pria berpakaian dokter itu mencoba merangsang detak jantung Baekhyun dengan pacemaker. Tapi, setelah beberapa kali dicoba, pria itu menggeleng sedih.

 

Seorang wanita yang tadi bersama Kris langsung menjerit dan menghampiri keponakan yang sudah dianggapnya anak sendiri itu. Mengguncang-guncang tubuh mungil Baekhyun yang mulai mendingin.

 

Chanyeol tak ingin mempercayai mimpi buruk yang terjadi di hadapannya saat itu. Dengan mata kabur karena air mata yang tergenang dan tubuh yang gemetar, ia meninggalkan ruangan itu.

 

Dengan pikirannya yang kalut, ia tidak tahu ke mana kakinya melangkah. Ia hanya tahu tubuhnya membawanya ke tempat terbuka. Mungkin taman atau halaman. Ia tak peduli. Dadanya begitu sesak. Ia sama sekali tak mau percaya. Ia masih bisa merasakan kehangatan tubuh mungil itu di tangannya. Ia masih bisa merasakan halusnya rambut yang dibelainya itu. Ia masih bisa merasakan sentuhan bibirnya yang lembut....

 

“BAEKHYUN-AH!!!!” teriaknya sekuat tenaga. Bersamaan dengan tubuhnya yang roboh ke atas rumput, air matanya pun ikut jatuh.

 

.

 

.

 

.

 

Dugaannya benar. Meski begitu, meski ia sudah memperkirakannya, meski ia sudah mempersiapkan dirinya menghadapi kemungkinan itu, Kris tak bisa menahan sebulir air mata jatuh dari sepasang kristalnya.

 

Dalam dekapannya, Sang Ibunda menangis histeris dan berusaha melepaskan diri. Ayahnya tampak memejamkan mata dan wajahnya berkerut penuh kesedihan. Heechul tampak menundukkan kepalanya dalam-dalam.

 

Kris melirik Luhan yang berdiri di sisi lain tempat tidur.

 

‘Ini buruk’, batinnya.

 

Laki-laki dengan surai coklat terang itu menatap lekat tuannya yang terbujur kaku. Sama sekali tak ada air mata yang terlihat. Tapi, itu lebih buruk. Ia hanya berdiri mematung dengan tatapan kosong. Seperti boneka yang kehilangan pengendalinya.

 

Kris mendesah dan menatap adiknya yang kini sudah tak bernyawa. ‘Baekhyun-ah, tampaknya rumah ini akan jadi suram tanpa kehadiranmu. Tapi kau tak perlu khawatir. Kami akan menangis untukmu selama beberapa waktu, sebagai bentuk penghormatan dan rasa sayang kami. Tapi, aku akan pastikan semua orang takkan larut dalam kesedihan dan akan kembali menghadapi kehidupan mereka. Meski kau pergi, kau akan selalu ada dalam hati kami. Selamat jalan, Baekhyunnie... My beloved little brother....’

 

Kris tak berusaha menghentikan atau menghapusnya saat air mata kembali mengalir di pipi tirusnya.

 

.

 

.

 

.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
stellarstarlight
#1
it make me feel so many emotions!
Nisa_Park
#2
Chapter 10: emaaakk!
Padahal baekhyun udah berhasil mendapat tuh si chanyeol...
Kenapa author udh nyulik dia aja TT_TT aku nangis... Emaak.. Huhuhu
tapi ya.. Ini emang bagus.. Kenapa setiap angst selalu diakhiri dgn salah satunya pergi? Kenapa gk keduanya aja #nista
biar kyk romeo juliete gitu #plak
5 jempol buat author-nim
jujur awalnya sempat gk ngerti soalnya author nulis percakapannya pake rahasia2an jadi aku gk tau siapa aja yg ngomong..
Tapi, akhirnya aku ngerti sangat ngerti..
Ditunggu karya selanjutnya!
gotikuneko
#3
Chapter 10: T_T bagus bgt ff nya... Tp sad ending... Tp baguuuus bgt T_T
gotikuneko
#4
Hueee suka bgt ma ceritanya author-nim xD
chyshinji
#5
Chapter 10: T_T Sad ending ..... Kasian sekali chanyeol. Wah, ternyata Kris suka sama Luhan yah? Masa takut kalah sama Baekhyun sih,, kekekek,, ayo taklukan (?) Luhan.
chyshinji
#6
Chapter 9: Huweeeeeeeeeee,, gimana bisa Baekhyunnya malah metong T_T Padahal kan baru aja dapet first kiss dari chanyeol kan, huwaaaaaa,, nyesek sekali kalo jadi chanyeol, masa baru beberapa menit bahagia, langsung sedih selamanya -_-
chyshinji
#7
Chapter 8: Aigoooooooooooooooooo,, Chanyeol, lo bego apa tolol sih? Kan cuman mata baekhyun doang yang ditutup, wajahnya kan engga, masa engga kenal sih sama bidadari lo itu. Itu baekhyuuuuuuuuuuuunn >.< Aigooo,, itu baekhyun gak mati kan ya? semoga,, kekekek
chyshinji
#8
Chapter 7: Aigoooooo Lulu udah tau ada masalah sepenting ini lah malah masih mentingin gurunya, harus bisa dong pilih yang lebih penting -_- Urusan nyawa mah gak bisa ditunda, gak kayak urusan sekolah -_- Aigoooooo,, takutnya kalo nanti sampe Baekhyun nolongin Chanyeol trus mati, huwaaaaaaaaaaa
chyshinji
#9
Chapter 6: KYAAAAAAAAAAA!!! Bawa Sehun buat Luhan please!! Sumpah aku malah kasian sama Luhan disini. Oh ayolah Luhan kamu gak boleh suka sama baekhyun, masa namja cantik sama namja cantik juga. uke uke dong. Luhan lindungin Chanyeol yah,kekek
chyshinji
#10
Chapter 5: Luluuuuuuuu,, jangan jangan Chanyeol ini bisa terdeteksi sama para Iblis gara gara perlindungan Luhan yang mulai luntur. habisnya Luhan dalem hatinya marah marah terus sih sama Chanyeol, malah kayaknya lumayan benci juga gitu sama Chanyeol. Lindungi Chanyeol ya author. kasih pasangan buat my Lulu, biar dia nantinya gak ngerecokin Baekyeol, kekekek. kai ataupun Sehun gak masalah, dua duanya oke.