Worry

Wae

 

“Dia tidak apa-apa, Tuan. Ya. Dia baik-baik saja.”

 

“Geure? Syukurlah. Mianhe tiba-tiba menelepon sepagi ini. Sejak semalam aku merasakan firasat buruk. Tapi mungkin aku hanya terlalu khawatir... Mianhe...”

 

“Tidak apa-apa, jeonha,” sahut Sang Abdi. “Tapi, Anda tak perlu secemas ini, Tuan.”

 

“Ya... aku tahu. Mianhe...”

 

 

“YAAA!! LULU!! Kau sedang apa!?? Ppali!!” Terdengar seruan dari lantai bawah.

 

 

“Ah, dia memanggilmu,” ujar Sang Tuan di seberang sana. “Sekali lagi tolong maafkan aku karena telah mengganggumu. Jika terjadi sesuatu, tolong segera hubungi aku.”

 

“Saya mengerti, Tuan.”

 

“Baiklah... kalau begitu, sampai bertemu di sekolah..”

 

“Nde.” Terdengar jeda sesaat, lalu sang abdi menambahkan perlahan, “Saya pasti akan melindunginya, Tuan. Anda tak perlu cemas.”

 

“Ya, aku tahu. Gomawo.”

 

Cheonmaneyo.

 

Ingin sekali Luhan mengucapkan kata itu berulang-ulang pada tuannya. Tapi, tenggorokannya seolah tercekat. Ia hanya mampu bergumam tak jelas sebelum hubungan terputus. Namja bersurai coklat terang itu menghela napas panjang dan memejamkan mata.

 

 

“Cheonmaneyo... jeonha,” bisiknya lirih. Ya, itu bukan apa-apa. Sama sekali bukan apa-apa. Karena ia melakukannya demi dia. Tidakkah Sang Tuan tahu bahwa apapun akan dilakukannya agar ia senang?

 

Luhan tahu – ia sangat mengerti bahwa orang itu benar-benar sangat berharga bagi tuannya. Ia juga tahu bahwa tuannya memang orang yang peka dan perasa. Ia tahu, ia tak berhak ikut campur. Tapi....

 

“Ah pa yo... neomu ahpeuda... nae gaseum....arasseo yo, jeonha..?” bisiknya dengan suara yang begitu perlahan. (Sakit... sangat sakit... hati ini... apakah kau mengerti, tuan?)

 

Ini bukanlah sekedar cemburu. Jika perasaan tuannya itu tak bertepuk sebelah tangan, Luhan sangat mengerti ia akan mundur dengan tertib. Namun, masalanya adalah orang itu justru membenci tuannya. Orang itu! Orang yang demi dia, tuannya rela mengorbankan keselamatannya sendiri. Orang yang mati-matian dibela tuannya. Justru malah menghina dan memandangan rendah Sang Tuan. Itulah yang membuat hati Luhan tersiksa. Ia tidak terima tuannya yang begitu baik, begitu mempesona, mendapat perlakuan seperti itu. hatinya berontak, tak bisa terima hal itu.

 

“YAAA!!! LULU!!! Mwo hae!? YA! Ppali!!” teriakan dari lantai bawah terdengar semakin keras dan mulai tak sabar.

 

Luhan membuka matanya, bangkit dari kursinya dan bergegas keluar kamar.

 

“YA!! LU –“

 

“Dagchyeo!!” bentak Luhan memutus teriakan laki-laki berambut landak itu. “Tak perlu teriak-teriak seperti orang gila begitu!”

 

“Enak saja kau bilang seperti orang gila! Kau itu yang gila! Dari tadi terus ngomel padaku untuk cepat-cepat agar tak terlambat, tahunya malah kau sendiri yang melakukan hal entah apa dan kita jadi telat sekarang!”

 

“Mwoya? Kalau kau bisa bangun sendiri, kita tidak akan tergesa-gesa begini! dan aku juga tidak perlu ngomel-ngomel begini!” seru Luhan tak mau disalahkan.

 

“Heee? Bangun sendiri? Untuk apa aku susah-susah bangun sendiri kalau ada kau yang siap membangunkanku?? Malas amat bangun sendiri,” sahut Chanyeol cuek.

 

Luhan menggertakkan giginya kuat-kuat. ‘Orang ini!! Kenapa sih, dia selalu membuatku kesal!? Kenapa sih, dia selalu membuatku kehilangan kendali diri!! Dasar!!’

 

“Seenaknya saja kau memutuskan begitu! Kenapa aku harus selalu membangunkanmu!!? Memangnya kau ini tuanku ap –“

 

‘Ya, itu benar.’ Luhan menjawab sendiri pertanyaannya. Fakta itu mengejutkannya, tapi... itu memang benar. Dia adalah abdinya. Dan orang ini – Luhan menatap Chanyeol – adalah orang yang sangat berarti, orang yang sangat berharga baginya, bagi tuannya. Kalau begitu, secara tidak langsung orang ini adalah tuannya juga.

 

Luhan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tak berniat melanjutkan pembicaraan. Ia bergegas menuju ruang depan, melewati Chanyeol begitu saja, tanpa memandangnya. Chanyeol menatapnya dengan heran.

 

“Ya, Lulu! Ada apa?” tanyanya. Ia merasa belakangan ini adiknya itu jadi aneh. Tapi, ia tak tahu kenapa. Bertanya padanya pun, sepertinya percuma. Chanyeol tahu betul sifat adik angkatnya ini. Setelah hidup bersama selama sepuluh tahun, Chanyeol tahu Luhan tak akan memberitahukan apa yang tidak ingin dia beritahukan.

 

Namja dengan rambut gondrong itupun memilih diam, mengikuti laki-laki yang lebih kecil darinya itu dari belakang. Ia hanya bisa menerka-nerka apa yang membuatnya aneh belakangan ini.

 

Sementara itu, Luhan terus mengingatkan dirinya akan fakta menyakitkan itu.

 

Dia adalah tuannya. Hubungannya dengan orang itu pun hanya sebatas hubungan antara abdi dan tuan. Ya, orang itu adalah tuannya, dan dia hanyalah abdinya. Hanya pelayannya. Hubungan mereka hanya sebatas itu. ya, hanya – sebatas – itu....

 

.

 

.

 

.

 

“Jinwoo! Kerjakan soal di depan!” suara Kwan-songsaengnim terdengar menggelegar di seluruh penjuru kelas 1-1 itu.

 

Seorang anak bernama Jinwoo maju ke depan kelas dengan malas-malasan. Tapi, sesampainya di depan papan tulis, ia sama sekali tidak tahu harus melakukan apa. Siswa itu hanya menatap soal matematika di hadapannya dengan ekspresi ngeri bercampur sebal.

 

“Wae? Kau tidak bisa?” sentak Kwan-songsaengnim. “Kalau kau memang tidak mengerti, perhatikan pelajaranku dengan baik! Jangan malah tidur!”

 

“Nde, songsaengnim,” gumam Jinwoo dengan dongkol.

 

Kwan-songsaengnim mendengus kesal. “Baekhyun-ssi, kau bisa menyelesaikan soal ini?” tanyanya dengan suara yang melembut.

 

Akan tetapi, tak ada sahutan Baekhyun.

 

“Baekhyun-ssi?” Dengan heran, Kwan-songsaengnim mengalihkan matanya dari Jinwoo. Semua kepala yang ada di kelas itu pun langsung menoleh ke arah Baekhyun.

 

“Baekhyun-ssi, bisa kau selesaikan soal di depan?” Kwan-songsaengnim mengulangi pertanyaannya. Kali ini dengan nada agak keras karena dilihatnya Baekhyun tak mendengarkannya.

 

Memang benar, Sang Mama tampak menatap keluar jendela sambil bertopang dagu. Matanya terlihat menerawang, ia sepertinya tak sadar dengan sekelilingnya. Tak sadar bahwa amarah Kwan-songsaengnim terancam meledak.

 

“Byun Baekhyun!! Aku sedang berbicara denganmu!” seru songsaengnim muda yang dikenal strict itu. wajahnya mulai memerah karena amarah. Sudah dua orang muridnya yang tidak memperhatikan pelajarannya! Bahkan, satu diantaranya adalah Sang Mama yang terkenal pintar itu! Amarah tampak sudah naik ke ubun-ubunnya.

 

Sayang, Baekhyun tenggelam terlalu jauh dalam lamunannya, sehingga meski suara Songsaengnim-nya itu begitu memekakkan telinga, ia tak terusik sedikitpun.

 

Seorang siswa yang duduk di belakang Baekhyun, Lay, menendang-nendang kursi Baekhyun sambil memanggilnya.

 

“Byun Baekhyun!!!” teriakan Kwan-songsaengnim membuat seisi kelas merinding karena kaget. Kali ini, teriakan songsaengnim-nya itu bertepatan dengan sentakan kaki Lay di kursi Baekhyun. Sang Mama SM Highschool ini akhirnya tersadar dari lamunannya. Ia terlonjak dari kursinya karena terkejut. Ia bahkan langsung berdiri karena refleks.

 

“N-nde, songsaengnim,” ujarnya tergagap.

 

“Aku memanggilmu sedari tadi! Apa kau tidak dengar?!” sentak Kwan-songsaengnim.

 

“Jeosonghamnida, songsaengnim,” sahut Sang Mama membungkukkan badannya penuh penyesalan.

 

Kwan-songsaengnim kembali mendengus sebal. “Kerjakan soal di depan,” ujarnya. Jika pada murid lain, mungkin ia akan membentak-bentak. Tapi, entah kenapa, begitu melihat wajah innocent Baekhyun yang terlihat begitu menyesal, kemarahan Songsaengnim ini seolah hilang.

 

“Nde, songsaengnim.” Baekhyun berjalan ke depan kelas dan mengerjakan soal di papan tulis. Tak berapa lama, papan tulis sudah penuh oleh jawabannya.

 

Seisi kelas tampak menahan napas karena kagum. Songsaengnim muda itu pun hanya mengangguk-angguk setuju dengan jawaban Baekhyun.

 

Sang Mama menoleh dengan agak takut atas kemarahan songsaengnim-nya. Ia merutuki diri karena telah membuat gurunya marah. Setelah meletakkan kapur tulis di tempatnya, ia menghampiri Kwan-songsaengnim dan kembali membungkukkan badannya.

 

“Jeosonghamnida, songsaengnim,” ujarnya.

 

“Yaah... sudahlah,” sahut Kwan-songsaengnim. Lalu sambil bergumam, ia menambahkan perlahan,”Untungnya kau pintar.”

 

“Eh? Maaf?” Baekhyun menatap songsaengnimnya dengan tanda tanya, tak mendengar dengan jelas perkataannya.

 

“Ah, bukan apa-apa,” sahut Kwan-songsaengnim. “Lain kali  ku harus memperhatikan pelajaranku.”

 

“Nde, songsaengnim.”

 

“Yah... baiklah –“ Kwan-songsaengnim sudah hendak menyuruh Baekhyun kembali duduk ketika ia menyadari bahwa Sang Mama sangat pucat.

 

“Kau baik-baik saja, Baekhyun-ssi?”

 

“Hm?”

 

“Wajahmu pucat sekali. Apa kau sakit?”

 

Baekhyun terlihat sangat terkejut ditanya seperti itu. “Ah – animnida, gwenchana yo.”

 

“Kau yakin? Kalau memang sakit, kau boleh pergi ke UKS.”

 

“Animnida, songsaengnim. Gwenchana yo,” sahut Baekhyun sambil tersenyum meyakinkan. “Boleh aku kembali ke bangkuku, songsaengnim?”

 

“Ah – n-nde.. Yah, duduklah.”

 

“Kamsamhanida.” Baekhyun pun kembali ke bangkunya.

 

Pelajaran kembali dilanjutkan. Meski begitu, semua orang terus bertany-tanya. Apa kira-kira yang membuat Sang Mama yang murid teladan itu sampai melamun di tengah pelajaran?? Tampaknya itu adalah hal yang sangat serius. Apalagi Sang Mama sampai terlihat sakit begitu,

 

.

 

.

 

.

 

Bunyi bel menandakan isitirahat makan siang terdengar. Ruang kelas yang semua sunyi langsung ramai begitu songsaengnim meninggalkan kelas.

 

Kelas 1-1 pun tak kalah ramainya. Hanya saja, berbeda dengan kelas lain yang ribut karena berbagai macam obrolan tak jelas, di kelas 1-1 itu hanya ada satu pusat permasalah. Sang Mama. Seisi kelas berkumpul di suatu tempat, berembuk, mempertanyakan ‘apa yang terjadi dengan Mama mereka?’

 

“Tampaknya sesuatu hal yang gawat telah terjadi.”

 

“Ya. Baru kali ini kulihat Baekhyun-nim seperti itu.”

 

Semua kepala serentak menoleh ke arah Sang Mama, idola SM High itu tampak begitu murung. Kepalanya disandarkan ke jendela dan matanya menatap ke luar dengan tatapan kosong. Aura di sekelilingnya seolah menjadi gelap.

 

“AAAH!! Aku tidak tahan lagi! Aku tidak tahan melihat Baekhyun-nim terus seperti itu!” teriak Yoomae sambil berdiri.

 

Yang lain tampak menggangguk-angguk setuju. Mereka terlihat sama cemas dan tak sabarnya. Semua siswa dan siswi penghuni kelas 1-1 itu sepakat menghampiri Sang Mama. Mereka bertekad untuk mengetahui apa permasalahan Sang Mama, atau setidaknya mereka bertekad untuk mengembalikan Sang Mama.

 

Meski semuanya peduli pada Mama yang mempesona itu, tapi tak semuanya berani mendekati apalagi mengobrol dengannya. Bukannya apa-apa, hanya saja mereka merasa tidak pantas bersikap seperti itu pada Sang Mama. Mereka merasa bahwa Sang Mama  terlalu mempesona, terlalu menyilaukan sehingga sulit untuk didekati.

 

Karena itu, meski mereka semua khawatir, tapi yang berani menghampiri dan mencoba mengusik lamunan Sang Mama hanya beberapa orang.

 

Yoomae tentu saja salah satu diantaranya. Ia yang paling cepat tiba di bangku Sang Mama.

 

“Baekhyun-ah,” ujarnya perlahan sambil menyentuh pundak Baekhyun.

 

Tak ada reaksi. Bebera[a kali dipanggil, namja mungil itu tetap tak terusik sedikitpun. Mereka terlihat semakin cemas.

 

“Baekhyun-ah!! Bangunlah!” seru Yoomae sedikit frustasi. Saking tak sabarnya, ia sampai mengguncang bahu Sang Mama. Tapi, sosok manis itu masih belum sadar juga. Mereka tampak hampir putus asa.

 

 

“YA!! Chanyeol-ah!!” Tiba-tiba terdengar teriakan di lorong di luar ruang kelas mereka.

 

Begitu mendengar hal itu, Sang Mama langsung tersadar dari lamunannya. Matanya langsung fokus, ia langsung duduk tegak dan tampak mencari-cari sosok jangkung Chanyeol.

 

Namja dengan surai gondrong itu tampak melewati pintu kelas 1-1 yang terbuka.

 

“Hei. Ada apa?” serunya. Lalu terdengar percakapan antara dia dan namja lainnya.

 

Selama beberapa saat mata Sang Mama terpaku pada sosok tegap berambut berantakan itu. pandangannya seolah terkunci, terus mengikuti arah kepergiannya sampai sosok itu menghilang dari jangkauan matanya.

 

Setelah sosok itu tak terlihat, ekspresi Sang Mama kembali sendu.

 

Para penghuni kelas 1-1 pun selama beberapa saat tak berani mengeluarkan suara. Mereka ikut terpaku menyaksikan Sang Mama yang seperti terhanyut. Mereka mendadak speechless. Tak tahu apa yang harus diucapkan, melihat suasana sentimentil yang – tanpa sadar – dihasilkan oleh Mama yang kini menunduk dengan tatapan kosong.

 

Yoomae adalah yang pertama sadar akan permasalahan inti mereka. Dengan suara halus, ia memanggil nama Sang Mama.

 

“Baekhyun-ah.”

 

Kali ini tampaknya Baekhyun respect terhadap sekitarnya. Ia mendongak menatap sosok bossy Yoomae dengan tatapan bingung.

 

“Nde? Ada apa?” tanyanya dengan suara lembutnya.

 

Yoomae menggigit bibir bawahnya pelan. Mendadak ia juga jadi tak tahu apa yang harus disampaikannya begitu matanya bertemu dengan kristal kembar berwarna pekat yang tampak sangat kelelahan dan mengandung kesedihan mendalam itu.

 

“Kau baik-baik saja, Mama?” Suara kecil Hyunae terdengar khawatir.

 

“Eh? Nde, gwenchana,” Baekhyun menjawab sambil memaksakan seulas senyum.

 

“Tapi... kau pucat, Baekhyun-ah.” Lay ikut bersuara. Meski ia tak sefanatik Tao dalam hal mengidolakan Sang Mama, Lay tak bisa menyangkal bahwa ia juga menaruh perhatian pada namja cantik di hadapannya ini.

 

“Di bawah matamu juga ada lingkaran hitam.” Eunjae menambahkan. Ekspresinya sama khawatirnya dengan semua penghuni kelas itu – kecuali Baekhyun, sepertinya.

 

Sang Mama terlihat terkejut dikomentari seperti itu. Tidak! Dia tidak akan mengizinkan dirinya terlihat sakit! Andwae!

 

“Ahaha... ani... gwenchana yo. Jinja!” Baekhyun mencoba meyakinkan mereka sambil memakasakan sebuah tawa. “Ngomong-ngomong kenapa kalian semua berkumpul? Ada sesuatu yang ingin dibicarakan?” Sang Mama menatap wajah mereka satu persatu.

 

“Ya, ada.” Yoomae tampaknya sudah mulai bisa mengendalikan dirinya. Ia menatap lurus kristal kembar Sang Mama sambil berusaha keras mengendalikan dirinya agar tak terlalu trenyuh oleh tatapan sendu itu.

 

Baekhyun balas menatap Yoomae dengan pandangan bertanya-tanya. Sama sekali tidak sadar bahwa ekspresi innocent-nya membuat mereka – termasuk Yoomae – sebisa mungkin menahan diri untuk tidak melakukan hal konyol yang mungkin kelewatan – seperti memeluknya, misalnya.

 

Yoomae menarik napas panjang. “Apa yang terjadi denganmu hari ini, Mama?”

 

“Aku tidak apa – ap –“

 

“Apany ayang tidak apa-apa kalau seharian ini kau terus melamun, bahkan di tengah pelajaran sekalipun!?” sentak Yoomae memotong ucapan Sang Mama – berusaha keras agar tidak membentak Mama-nya dengan jeritan histeris atau frustasi.

 

Eunjae menyentuh pundak Yoomae yang naik turun dengan cepat menahan emosinya. “Tolong beritahu kami masalahmu, Mama.”

 

“Kami semua di sini sangat mengkhawatirkanmu, Baekhyun-ah.” Lay tampak sedikit terkejut mengucapkan ini. Bukan saja tak menyangka dirinya akan mengatakan kalimat tersebut, ia lebih terkejut lagi saat sadar bahwa yang diucapkannya itu benar. ‘Semua’ sangat khawatir – termasuk dirinya.

 

Seulas senyum manis kembali mampir di bibir Sang Mama – yang memang terlihat pucat. “Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku benar-benar tidak apa-apa. Sungguh,” ujarnya. Lalu ia membungkukkan badanya. “Maaf sudah membuat kalian semua cemas.”

 

Mereka yang ada di sana menjadi salah tingkah. Sama sekali tidak menyangka Sang Mama akan melakukan itu.

 

Terdengar helaan napas Yoomae. “Kau tidak bisa membohongi kami, Baekhyun-ah! Jelas-jelas kau itu apa-apa!”

 

Baekhyun mengangkat wajahnya dan mendapati matanya bertemu dengan bening Yoomae yang terlihat kesal.

 

“Pasti orang itu, kan?” Yoomae mengedikkan kepalanya ke arah lorong kelas – di mana Chanyeol sempat lewat tadi. “Kali ini apa lagi yang dilakukannya padamu?”

 

“Aku tidak terima kau memanggilnya dengan nada merendahkan begitu, Yoomae-ah,” tukas Baekhyun. Dalam suara lembutnya terkandung sedikit kemarahan karena tersinggung. Meski begitu, seulas senyum tetap mengiringi.

 

Yoomae mendengus sebal sambil membuang muka. Ia menyilangkan tangannya di depan dada. Sungguh, ia – dan sepertinya semua orang, bukan saja di kelas itu bahkan semua orang di sekolah atau mungkin semua orang di dunia – tak pernah mengerti kenapa Sang Mama bisa begitu mencintai si berandalan tengik Chanyeol, yang bahkan bersikap sangat sinis padanya. ‘Sungguh ironis,’ bisiknya dalam hati.

 

“Tapi, memang dia, kan, permasalahannya?” Gadis yang memang keras kepala ini kembali menatap Baekhyun. Pertanyaannya tadi adalah sebuah tuntutan.

 

“Bukan salahnya,” sahut Baekhun perlahan.

 

“Kau mau memberitahu kami?” Suara Yoomae terdengar melunak.

 

Baekhyun menggeleng perlahan. “Bukan hal penting,” sahutnya, terdengar seperti ditujukan untuk meyakinkan dirinya sendiri.

 

Semua penduduk kelas 1-1 itu menghela napas, putus asa. Tampaknya Sang Mama sama sekali tak berniat memberitahu mereka. Semua, kecuali...

 

Yoomae mendapat ide cemerlang.

 

“Baik! Kalau kau memang tak ingin memberitahu, aku akan tanyakan langsung pada orang itu!” ujarnya lantang dan tegas. Dengan langkah menghentak, ia berbalik hendak menuju pintu kelas dan menemui orang yang ia yakin sejak tadi selalu dipikirkan Sang Mama.

 

Namun, baru saja satu langkah, Yoomae mendapati lengannya ditahan oleh Baekhyun yang kini berdiri dan menatapnya dengan ekspresi takut, cemas, dan permohonan mendalam.

 

“Andwae.. jebal...” ujarnya.

 

Yoomae memasang ekspresi menimbang-nimbang dan tak suka. Meski dalam hati ia tersenyum senang, tampaknya rencananya ini akan berhasil.

 

“Jadi, kau mau memberitahu kami?” tanyanya memastikan.

 

Baekhyun menundukkan kepalanya. Ia terlihat bimbang. Haruskah ia memberitahu mereka hal yang hanya didasarkan pada instingnya ini?

 

“Kalau kau memang tak mau –“

 

“Andwae, Yoomae-ah!” Tanpa sadar, baekhyun berseru panik memotong perkataan Yoomae. Ia menghela napas mengalah. “Baiklah. Akan kuberitahu.”

 

Yoomae tak bisa menyembunyikan senyum puasnya. Yang lainnya menatap Yoomae dengan kagum. Akhirnya Sang Mama yang sangat tertutup mengalah.

 

Mereka menatap Baekhyun intens. Menunggu penjelasan keluar dari bibir tipis yang kini pucat itu. sementara, Baekhyun sendiri bingung, tak tahu harus memulai dari mana.

 

“Ini... bukan salah Chanyeol.” Itu adalah kalimat pertamanya. Dia tak ingin orang-orang terus memandang orang yang menempati posisi pertama di hatinya itu dengan tatapan merendahkan. “Memang ini... tentang Chanyeol-ssi. Tapi.... sama sekali bukan salahnya.” Baekhyun terdiam, tidak yakin dengan apa yang akan dikatakannya. Semua penghuni kelas 1-1 pun tak ada yang bersuara. Mereka menanti kelanjutkan kata-kata dari Sang Mama.

 

“Sejak kemarin malam, aku mendapat firasat buruk tentang Chanyeol. Aku sangat cemas, jadi... aku kepikiran terus. Begitu. Konyol, kan? Makanya sama sekali bukan hal yang penting.” Baekhyun berusaha tertawa. Setelah diucapkan, ia semakin merasa konyol. Seluruh perhatiannya terserap hanya karena sebuah firasat tanpa bukti pasti.

 

Dia sudah mempersiapkan diri untuk mendapatkan keluhan mereka, seperti:  ia terlalu khawatirlah, terlalu membesar-besarkan masalah padahal itu bukan hal yang terlalu penting, apalagi hal tidak jelas seperti itu.

 

Karenanya, Sang Mama benar-benar terkejut saat mendapati mereka tetap menatapnya dengan serius.

 

“Firasat seperti apa?” Yoomae bertanya, terlihat jelas bahwa ia benar-benar ingin tahu.

 

“Eh?” Baekhyun mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka semua memasang ekspresi yang sama dengan Yoomae. Sama sekali tak ada tanda bahwa mereka sedang mengolok-oloknya.

 

“Aku... juga tidak tahu pasti. Aku hanya merasa ia sedang dalam bahaya,” sahut Sang Mama dengan suara lirih.

 

“Kau sudah memberitahunya?” Lay angkat bicara.

 

Senyum pahit mampir di wajah cantik Baekhyun. “Dia tidak akan mau mendengarkanku.” ‘Melihatku saja sepertinya.... sungguh enggan.’ Tambahnya dalam hati. Ia menolak memakai kata jijik dan memilih kata enggan, karena ia sadar kata itu hanya akan melukainya lebih dalam. Terlebih, karena ia tahu memang kata itulah yang lebih tepat menggambarkan tatapan Chanyeol bila melihatnya.

 

Mengingat sikap namja jangkung pembuat onar itu pada Sang Mama, semua setuju bahwa percuma memberitahunya tentang firasat ini.

 

“Bagaimana kalau beritahu dia saja?” usul Yoomae.

 

Baekhyun sudah bersiap menjelaskan pada gadis itu betapa tidak mungkinnya ia memberitahu Chanyeol, ketia sadar bahwa yang dimaksud Yoomae adalah orang lain.

 

Melihat Sang Mama menatapnya dengan ekspresi tanda tanya, Yoomae melanjutkan kata-katanya. “Park-ssi yang satu lagi.”

 

“Luhan-ssi, maksudmu?” tanya Hyunae.

 

Yoomae mengangguk. “Nde. Dia adik angkatnya, kan? Hubungan mereka juga tidak buruk. Beritahu lewat dia saja. Dia pasti mau mendengarkan kata-kata adiknya. Iya, kan?”

 

“Iya benar. Beritahu Luhan saja. Dia anak yang baik.” Tao yang sejak tadi diam saja karena terlalu terpesona pada Sang Mama, akhirnya ikut bersuara. Dan ia langsung salah tingkah, merasa dirinya seolah terbakar begitu Baekhyun menoleh padanya dan menatapnya secara langsung.

 

“Kau mengenalnya?” tanya Lay.

 

Tao benar-benar berterimakasih pada sahabatnya ini, kalau tidak dia bisa pingsan saking groginya.

 

“Nde. Aku satu klub dengannya di klub fotografi,” ujar Tao masih dengan wajah memerah karena Sang Mama tetap memandang ke arahnya.

 

‘Dan ia juga sangat menyukaimu, Baekhyun-ss. Aku bisa rasakan itu. Karena kami memiliki perasaan yang sama, aku pun bisa menyadarinya. Hasil jepretannya pun adalah foto-foto Anda sebagai objeknya,’ Tao menambahkan dalam hati. ‘Jadi, kurasa ia pasti akan mendengarkan kata-kata dan permintaan Anda. Seperti halnya aku jika aku ada di posisinya. Permintaan Anda adalah prioritas utama.’

 

“Aku setuju,” ujar Eunjae. “Aku memang tidak mengenalnya. Tapi aku yakin dia orang baik. Pasti dia mau membantumu menyampaikannya pada Park Chanyeol.”

 

“Benar. Dia memang orang yang menyenangkan.” Tao tak bisa menahan dirinya untuk ikut berkomentar. Meski dia tahu Luhan adalah saingannya, tapi ia tidak bohong. Ia mengakui bahwa namja dengan surai coklat itu memang teman yang menyenangkan.

 

Akan tetapi, ia harus menerima konsekuensi atas perkataannya itu. konsekuensi yang menyenangkan sebenarnya, karena Sang Mama tersenyum lembut begitu mendengar perkataannya tadi. Lay berusaha agar tak tertawa melihat sahabatnya benar-benar jadi merah seperti kepiting rebus.

 

Sayangnya, Baekhyun sepertinya tak sadar akan pesona dirinya dan akibat dari senyum tulusnya itu. dia bahkan tak sadar bahwa bukan hanya Tao yang berubah warna. Namja bertubuh mungil ini hanya senang mendapati fakta Xiao Lu yang disayanginya itu dipuji dan disukai orang-orang sekitar.

 

‘Kalau kuberitahu hal ini, Xiao Lu pasti akan mengelak dan merendahkan diri dengan wajahnya yang memerah karena malu.’ Batinnya, tersenyum penuh rasa sayang.

 

“Kau mau memberitahunya, Baekhyun-ah?” Yoomae bertanya memastikan. “Apa perlu kupanggilkan dia?”

 

“Ah, tidak usah.” Baekhyun tersadar dari lamunannya. “Aku akan menemuinya sendiri.”

 

Ucapan Baekhyun itu secara tidak langsung menyatakan bahwa ia tak perlu ditemani untuk menemui Park Luhan yang tak lain adalah abdinya ini.

 

Sebenarnya Baekhyun sudah memberitahunya. Tentu saja. Luhan adalah orang pertama yang diberitahunya. Tapi, ia tidak tega menolak ide teman-teman yang sudah bersedia membantunya ini. Selain itu, tadi pagi Baekhyun hanya memperingatkan Sang Abdi agar menjaga Chanyeol. Tak ada salahnya bila ia kembali mengingatkannya dan memintanya memberitahu Chanyeol untuk menjaga diri dan berhati-hati. Ia juga bisa memastikan kondisi namja yang dicintainya itu. siapa tahu Sang Abdi punya sesuatu untuk dilaporkan.

 

.

 

.

 

.

 

TBC

 

.

 

A/N: Yah, dipotong dulu ya readers-nim kekekeke.... Wae? Ini emang tipenya pendek-pendek gitu per-chapternya.. beda sama katalisator yang panjang-panjang per-chapternya hahahaha... Maafkan segala typos-nya yaa author males ngedit #plak

 

Saya tahu, semua sangat menantikan Baekyeol moment-nya tapi untuk sementara nikmati dulu saja ChanLu dan BaekLu moment-nya yaaa hehehehe...

 

Eh iya, authornya sok-sokan pake bahasa korea nih. Kalo salah, mianhe, tolong dikoreksi kalau begitu hehehe... Oke deh, gomawo udah mau baca.. ditunggu lanjutannya yaaa ^^

 

Regards,

 

Allotropy

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
stellarstarlight
#1
it make me feel so many emotions!
Nisa_Park
#2
Chapter 10: emaaakk!
Padahal baekhyun udah berhasil mendapat tuh si chanyeol...
Kenapa author udh nyulik dia aja TT_TT aku nangis... Emaak.. Huhuhu
tapi ya.. Ini emang bagus.. Kenapa setiap angst selalu diakhiri dgn salah satunya pergi? Kenapa gk keduanya aja #nista
biar kyk romeo juliete gitu #plak
5 jempol buat author-nim
jujur awalnya sempat gk ngerti soalnya author nulis percakapannya pake rahasia2an jadi aku gk tau siapa aja yg ngomong..
Tapi, akhirnya aku ngerti sangat ngerti..
Ditunggu karya selanjutnya!
gotikuneko
#3
Chapter 10: T_T bagus bgt ff nya... Tp sad ending... Tp baguuuus bgt T_T
gotikuneko
#4
Hueee suka bgt ma ceritanya author-nim xD
chyshinji
#5
Chapter 10: T_T Sad ending ..... Kasian sekali chanyeol. Wah, ternyata Kris suka sama Luhan yah? Masa takut kalah sama Baekhyun sih,, kekekek,, ayo taklukan (?) Luhan.
chyshinji
#6
Chapter 9: Huweeeeeeeeeee,, gimana bisa Baekhyunnya malah metong T_T Padahal kan baru aja dapet first kiss dari chanyeol kan, huwaaaaaa,, nyesek sekali kalo jadi chanyeol, masa baru beberapa menit bahagia, langsung sedih selamanya -_-
chyshinji
#7
Chapter 8: Aigoooooooooooooooooo,, Chanyeol, lo bego apa tolol sih? Kan cuman mata baekhyun doang yang ditutup, wajahnya kan engga, masa engga kenal sih sama bidadari lo itu. Itu baekhyuuuuuuuuuuuunn >.< Aigooo,, itu baekhyun gak mati kan ya? semoga,, kekekek
chyshinji
#8
Chapter 7: Aigoooooo Lulu udah tau ada masalah sepenting ini lah malah masih mentingin gurunya, harus bisa dong pilih yang lebih penting -_- Urusan nyawa mah gak bisa ditunda, gak kayak urusan sekolah -_- Aigoooooo,, takutnya kalo nanti sampe Baekhyun nolongin Chanyeol trus mati, huwaaaaaaaaaaa
chyshinji
#9
Chapter 6: KYAAAAAAAAAAA!!! Bawa Sehun buat Luhan please!! Sumpah aku malah kasian sama Luhan disini. Oh ayolah Luhan kamu gak boleh suka sama baekhyun, masa namja cantik sama namja cantik juga. uke uke dong. Luhan lindungin Chanyeol yah,kekek
chyshinji
#10
Chapter 5: Luluuuuuuuu,, jangan jangan Chanyeol ini bisa terdeteksi sama para Iblis gara gara perlindungan Luhan yang mulai luntur. habisnya Luhan dalem hatinya marah marah terus sih sama Chanyeol, malah kayaknya lumayan benci juga gitu sama Chanyeol. Lindungi Chanyeol ya author. kasih pasangan buat my Lulu, biar dia nantinya gak ngerecokin Baekyeol, kekekek. kai ataupun Sehun gak masalah, dua duanya oke.