Reason

Wae

 

Di halaman belakang sebuah rumah kuno yang besar, tampak seorang laki-laki sedang melamun. Ia duduk di teras kayu sambil memeluk lututnya. Pandangannya menerawang menatap air yang naik turun dari pancuran bambu. Rambut coklatnya dibelai hembusan angin malam musim dingin.

 

Tiba-tiba ada seseorang yang menyampirkan jaket di bahunya. Namja itu menoleh dengan terkejut dan mendapati pria yang tiga tahun lebih tua darinya sedang menatapnya.

 

“Di sini dingin. Ayo masuk. Yang lain sudah berkumpul,” ujar pria itu dengan suara dalam.

 

Namja dengan postur mungil itu berdiri dan mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah.

 

“Ng.... Kris-hyung...” panggilnya sambil menyentuh lengan Sang Kakak yang berjalan di depannya.

 

Kris menoleh dan menatap adik sepupunya. “Ya?”

 

Sang adik menunduk, ia terlihat merasa bersalah dan ragu. “Mianhe...”

 

“Hm?” Kris mengangkat alisnya tak mengerti. “Maaf? Untuk apa?” tanyanya.

 

Namja dengan paras manis itu menggigit bibir bawahnya, lalu mendongak menatap sang kakak. “Aku membuatnya marah. Dia jadi marah... gara-gara aku,” ujarnya lirih.

 

Bibir Kris mengukir seulas senyum tipis. “Itu bukti perhatian dan rasa sayangnya padamu,” ujarnya.

 

“Karena itu,” mata coklat sayu sang adik menatap kakaknya dengan perasaan bersalah. “Karena itu, aku minta maaf padamu, Kris-hyung.”

 

Kris tak sepenuhnya mengerti apa yang membuat adiknya terlihat begitu merasa bersalah padanya. Tapi, bagaimanapun juga, meski sang adik tak pernah sadar, Kris tak pernah bisa marah pada adik yang sangat disayanginya itu. Dan tentu, Kris tidak suka melihatnya bersedih.

 

Mahasiswa tahun pertama di Seoul University itu mengangkat tangan kekarnya dan mengusap rambut halus adik sepupunya dengan lembut. “Sudahlah,” ujarnya. “Ayo, yang lain sudah menunggu.” Kris menggenggam tangan adiknya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Meski sang adik kini sudah jadi siswa SMA, Kris tak bisa menghentikan dirinya menganggap bahwa sang adik tetaplah adik kecilnya, yang harus dilindunginya.

 

Ah... memang, siapapun yang melihat adiknya itu akan memiliki perasaan ingin melindunginya.

 

.

 

.

 

.

 

“Apa yang terjadi padamu, Channie!?” jerit seorang wanita umur akhir 30-an pada pemuda di hadapannya.

 

Chanyeol hanya menatap ibunya sambil nyengir.

 

“Omona! Kasihan sekali, wajahmu yang tampan jadi babak belur begini,” ujar ibunya lagi sambil perlahan menyentuh pipi Chanyeol yang lebam.

 

“Aaa....” Chanyeol tak tahu apa yang harus dikatakannya, karena hal yang ditakutinya belum datang dan ia jadi tegang karena itu. Ia semakin panik begitu mendengar langkah kaki menuruni tangga, menghampiri mereka di pintu masuk.

 

“Eomma, ada apa?” tanya orang itu dan diikuti dengan munculnya seorang laki-laki dengan surai coklat cerah.

 

Chanyeol menelan ludah dengan gugup. Ini dia yang ditakutinya. ‘Datang, deh! Kenapa dia tidak tidur atau apalah!’ batinnya. Harapan kosong sebenarnya. Karena Chanyeol tahu pasti adiknya yang hanya berbeda beberapa bulan darinya itu hanya akan tidur saat larut malam, setelah ia belajar dan memastikan anggota rumah yang lain sudah tidur.

 

“Yo, Lulu,” ujar Chanyeol dengan agak gemetar. Saat berkelahi tadi, ia sama sekali tidak takut menghadapi lawan-lawannya. Tapi, begitu sampai di rumah, ia benar-benar takut akan omelan adiknya itu.

 

Luhan menatap Chanyeol yang babak belur dengan tatapan tajam. “Eomma, tolong siapkan handuk dan baskom air hangat,” ujarnya.

 

“Ah, nde.” Ibu dari dua pemuda itu bergegas menuju dapur.

 

Kini tinggal mereka berdua yang saling tatap di lorong di depan pintu masuk itu. Ah, sebenarnya, tidak saling tatap. Chanyeol bergerak-gerak gelisah dan sebisa mungkin menghindar untuk menatap Luhan. Sementara itu, mata coklat Luhan tetap terpaku pada sosok jangkung Chanyeol. Mungkin meneliti kerusakan pada tubuh kakaknya itu dan menilai sehebat apa perkelahian yang dilakukan namja itu hingga baru pulang setelah larut seperti ini.

 

Setelah saling terdiam, Luhan menghampiri Chanyeol. Berandalan SM High itu sudah siap-siap memejamkan mata dan menutup telinganya untuk menghadapi serangan Luhan. Tapi, bukannya marah-marah seperti yang ditakutkan Chanyeol, namja yang sebenarnya cantik itu meraih lengan kakaknya dan menyeretnya ke ruang keluarga.

 

Chanyeol mengikutinya dengan terkejut.

 

“Duduk,” ujar Luhan dengan nada agak memerintah setelah mereka tiba di ruang keluarga. Dalam keadaan biasa, Chanyeol pasti akan menolak dan marah-marah, lalu mereka akan saling adu mulut. Tapi kali ini namja dengan surai gondrong berantakan itu memilih menurut karena Luhan terlihat sangat serius dan tidak main-main.

 

Setelah duduk dengan manis di atas karpet yang lembut, Chanyeol mengawasi Luhan yang berjalan menghampiri lemari dan kembali sambil membawa kotak p3k.

 

“Ini handuk dan air hangatnya,” ujar eomma mereka.

 

“Gomawo.”

 

Nyonya Park meletakkan baskom berisi air hangat itu di meja.

 

“Biar aku yang mengobatinya, eomma,” ujar Luhan sambil mencelupkan handuk pada air hangat di dalam baskom.

 

“Baiklah.” Ibu dari kedua pemuda itu bangkit dan perlahan meninggalkan ruangan.

 

Luhan menatap Chanyeol yang babak belur dan berdarah-darah. “Apa yang terjadi? Berkelahi lagi?” tanyanya dengan suara datar sambil membersihkan luka yang menganga.

 

“Kalau aku bilang aku terjatuh dari tangga, kau tidak akan percaya, kan?” sahut Chanyeol balik bertanya.

 

Luhan menggertakkan giginya dan memejamkan mata, berusaha meredam kekesalannya. Namja bersurai coklat itu tak menyahut. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Berusaha mengendalikan kemarahannya.

 

“Kau kenapa?”

 

“Hm?” Luhan menatap Chanyeol dengan heran. ‘Aku kenapa? Aku sehat-sehat saja. Yang babak belur kan, dia!?’ batinnya tak mengerti.

 

“Kau tidak ngomel seperti biasanya.” Chanyeol menatap adiknya lekat, lalu matanya memicing. “Kau bukan Lulu!”

 

“Mwo!?”

 

“Kalau Lulu, pasti langsung ngomel dan berisik seperti kereta api! Kau ini siapa? Lulu tidak mungkin bersikap kalem seperti ini!”

 

‘Uuukkhhh!!! Orang ini!!! Padahal aku sudah susah payah meredam kemarahan demi dia!’

 

“Jadi, kau ingin aku marah!?” Luhan menatap mata hitam Chanyeol dan menyunggingkan senyuman yang aneh. “Oooh... ternyata kau suka kalau aku ngomel, ya? Kenapa tidak bilang? Aku akan sering-sering ngomel kalau begitu!”

 

Chanyeol menatap Luhan dengan seringai ketakutan. “Ah... ani... soal itu...”

 

“Aku ini marah tau! Tidak sadar, ya!? Aku sangat marah! Marah besar!!” seru Luhan sambil menekan luka Chanyeol dengan keras.

 

“Aaaakkkhh!! Appoo!!” teriak Chanyeol sambil meringis.

 

Park Sungmin menatap kedua putranya dengan senyum terkembang. Ia mengintip mereka dari lorong.

 

Tiba-tiba pintu masuk terbuka diikuti sesosok pria awal umur 40 dengan pakaian kerjanya. “Aku pulang,” ujar pria itu.

 

“Ah, Hyunnie, selamat datang,” sahut Sungmin. Ia menghampiri suaminya dan membawakan tas dan jas kerjanya.

 

Kepala keluarga Park itu kelihatan heran. “Ada ribut-ribut apa ini?” tanyanya.

 

Sungmin hanya tersenyum sambil mengerling ruang keluarga, tempat Chanyeol sedang dibantai oleh Luhan.

 

 

“Kenapa baru pulang jam segini?! Ini sudah larut, tahu! Babak belur pula! Kau kan, sudah SMA!.....”

 

“Ooh...” Kyuhyun mengangguk-angguk paham begitu diajak mengintip ke ruang keluarga. “Lagi-lagi dia dimarahi, ya?”

 

“Iya. Tapi, Luhan memang cerewet, ya?” sahut Sungmin sambil tersenyum.

 

“Yaah... entah turunan gen dari siapa. Yang pasti bukan darimu.”

 

“Hehehehe... kadang aku kagum, habis yang biasa memarahi pasti dia.”

 

“Ya. Aku sendiri takut kalau sampai membuatnya marah,” ujar Kyuhyun agak merinding, mengingat betapa menyeramkannya Luhan saat memarahinya dulu.

 

Sungmin hanya tertawa kecil.

 

 

“Seenaknya saja suruh-suruh membuat makan malam yang banyak!! Aku sudah susah payah membuatnya! Kenapa kau malah pulang selarut ini!?”

 

Dari arah ruang keluarga, masih terdengar bentakan-bentakan dari Luhan. Sementara Chanyeol dalam hati meratapi nasibnya yang sial. Sudah babak belur, perut keroncongan, harus dengar eksekusi dari Luhan pula!

 

‘Malangnya nasibku?’

 

 

 

“Mereka sudah besar, ya,” ujar Kyuhyun dari luar ruangan. Tangannya merangkul pundak sang istri.

 

“Tidak terasa sudah sepuluh tahun berlalu sejak saat itu,” tukas Sungmin. “Meski awalnya karena perintah, tapi...aku tidak menyesal.”

 

“Yah, syukurlah mereka bisa akrab. Mulanya aku khawatir, tapi...”

 

“Dia ternyata menyambut dengan sangat hangat, ya.” Sungmin melanjutkan kata-kata suaminya. Ia menyandarkan kepalanya pada pundak Kyuhyun. Sambil menatap Luhan dan Chanyeol yang ada di ruang keluarga, keduanya kembali teringat kejadian masa lalu. Kurang lebih sepuluh tahun silam....

 

 

 

”Tolong jaga dan rawat anak ini layaknya anak kalian sendiri. Memang ini perintah yang tidak biasanya dan merupakan tugas yang cukup berat. Tapi... ini permintaan Baekhyun, jadi....”

 

“Kami mengerti, Tuan. Kami akan melaksanakannya sebaik mungkin. Apalagi jika itu adalah permintaan Tuan Baekhyun.”

 

Sepuluh tahun yang lalu, saat Kyuhyun membawa Chanyeol kecil ke rumah mereka, anak itu terlihat takut. Luhan yang sudah mengenalnya lebih awal dari tuannya, menghampiri Chanyeol yang sepertinya agak kesulitan bersosialisasi.

 

“Luhan imnida. Chanyeol, kan? Mulai sekarang kau adalah Park Chanyeol dan kau tidak sendirian lagi. Aku akan menjagamu,” ujar Luhan saat itu.

 

 

“Terimakasih banyak kalian bersedia memenuhi permintaanku. Maaf telah merepotkan.”

 

“Kami sungguh senang bisa memenuhi perintah Anda.”

 

Sebuah senyuman tampak menghiasi wajah yang pucat itu. “Mohon bantuannya, Xiao Lu. Tolong jaga dia untukku.”

 

 

“Aaaaaarrrggghhh!!! Appo, Lulu!! Appo!!!” teriakan Chanyeol terdengar lagi dari arah ruang keluarga, memutus lamunan suami istri itu. “Pelan-pelan, dong! Kau niat mengobati tidak, sih?!” serunya sambil menahan sakit menerima pengobatan brutal dari Luhan.

 

“Suruh siapa babak belur begini!? Sok jagoan! Rasakan saja akibatnya! Rasakan!!” tukas Luhan tanpa ampun.

 

“GYAAA!!! Iblis!!! Tolong... aku dijerat iblis!! Aissh! Appo! Appo!!”

 

“Enak saja panggil aku iblis! Kau itu yang iblis, tahu!!”

 

 

Sungmin dan Kyuhyun menatap kedua putranya sambil tersenyum.

 

“Mereka akrab, ya?”

 

“Syukurlah. Rumah kita jadi tidak sepi, kan?”

 

“Heii! Berisik!! Ini sudah malam tahu!!”

 

Yang terakhir itu adalah teriakan tetangga. Yah... memang tidak akan sepi, sepertinya.

 

.

 

.

 

.

 

“Dasar si Lulu itu! Pengobatan macam apa itu!? Malah bikin tambah sakit saja!” Chanyeol memasuki kamarnya yang ada di lantai dua sambil ngedumel. Ia menyalakan lampu kamarnya, meletakkan tasnya di lantai begitu saja, lalu merebahkan diri di atas kasur dengan masih berseragam lengkap.

 

“Dia itu benar-benar cerewet! Eomma saja tidak secerewet itu!” gumamnya sambil menatap langit-langit kamar. “Tapi masakannya memang sangat enak.”

 

Tanpa sadar, laki-laki itu menyentuh perutnya yang kini telah terisi penuh oleh masakan Luhan.

 

Perlahan Chanyeol memejamkan matanya karena lelah. Tapi, kejadian tadi menyita pikirannya. Kejadian yang menyebabkannya pulang sangat larut dan babak belur.

 

Saaat dalam perjalanan pulang setelah mendapat ceramah dari kepala sekolah – yang tak perah ia perhatikan – ia kembali dicegat oleh berandalan-berandalan dari sekolah lain yang mendendam padanya. Dan.. yah... mau tidak mau dia harus membela diri. Tapi, Chanyeol ingat, ada sesuatu yang aneh pada penyerang-penyerangnya itu. Mereka... jadi lebih kuat. Maksudnya, benar-benar kuat melebihi batas kewajaran. Para penyerangnya itu pernah dikalahkan oleh Chanyeol. Tapi tadi mereka sulit sekali dikalahkan, sampai membuat namja jangkung ini kewalahan.

 

Selain itu, jika penglihatannya tidak salah, Chanyeol yakin ia melihat para penyerangnya itu seperti tidak sadar dengan tindakan mereka. Mata merepa seperti berpendar merah, dan suara mereka terdengar lebih berat seperti geraman.

 

Entahlah. Mungkin itu hanya perasaan Chanyeol. Tapi, laki-laki berambut berantakan itu berani bersumpah, saat bertarung tadi ia merasakan aura aneh yang menyesakkan. Aura yang rasanya sempat sangat dikenalnya.

 

Laki-laki itu berusaha mengingat. Setelah memutar memorinya, Chanyeol ingat, aura yang menyesakkan itu adalah aura yang selalu mengelilinginya sepuluh tahun kebelakang. Sebelum ia diangkat anak oleh keluarga Park. Ya, Chanyeol yakin. Itu adalah aura yang membuatnya bisa bertemu dengannya. Dia. Sang Bidadari berambut perak, yang hingga kini selalu memenuhi hati dan pikirannya.

 

Chanyeol membuka matanya. Ia meraih kalung yang tak pernah lepas dari lehernya. Yang jadi bandul kalung itu adalah sebuah lambang berbentuk matahari berwarna perak. Ia menatap benda itu dengan tatapan menerawang, lalu mengecupnya penuh kasih.

 

“Kau di mana? Akankah kita bertemu lagi suatu hari nanti? Bogosippo,” bisiknya.

 

.

 

.

 

Baekhyun menarik napas dalam dan memenuhi semua rongga dalam paru-parunya dengan udara malam. Semilir angin memainkan ujung rambutnya. Ia menyandarkan tubuhnya di balkon kamarnya yang ada di lantai dua. Letak rumahnya yang ada di kawasan bukit membuatnya bisa melihat rumah penduduk di bawahnya dengan cukup leluasa.

 

Kristal kembarnya memandang ke kejauhan dengan tatapan menerawang. Ah – sebenarnya ada satu tempat yang jadi titik fokus pandangannya. Di dekat pusat kota, tampak sebuah taman umum, tempat anak-anak biasa bermain. Ke sanalah mata Sang Mama terfokus.

 

Tempat itu menyimpan kenangan tersendiri untuknya. Meski sudah bertahun-tahun silam, kenangan itu tak pernah pudar dari ingatannya.

 

“Saat ini dia sedang apa, ya?” gumam Baekhyun. Wajahnya yang memang terlihat lembut itu semakin melembut setiap kali ia teringat pada orang itu. Seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya. Orang yang demi dirinya, ia takkan segan berkorban. Meski harus mempertaruhkan nyawa.

 

Namja dengan paras manis itu kembali menarik napas panjang. Ia merasakan firasat buruk merayapi hatinya.

 

“Apakah terjadi sesuatu?” gumamnya resah. “Ah, tapi kalaupun terjadi sesuatu. Xiao Lu pasti akan segera menghubungiku. Jika ia tak menghubungi, itu pasti berarti tak ada hal gawat yang terjadi. Ya. Aku harus mempercayai Xiao Lu. Dia pasti akan segera menghubungiku.”

 

Baekhyun menatap langit malam di atasnya. “Dia pasti baik-baik saja. Semoga,” bisiknya pada beberapa bintang yang menghiasi kelamnya langit malam.

 

.

 

.

 

.

 

Sudah beberapa menit berlalu dan Luhan hanya menatap layar HP-nya. Ia masih belum memutuskan apakah ia akan menghubunginya atau tidak. Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, akhirnya ia pun memutuskan tak perlu.

 

‘Dia pasti akan khawatir kalau kuberitahu,’ batinnya. ‘Lagipula.. ah, sudahlah. Dia pulang dengan babak belur kan, sudah biasa. Aku tak perlu mengganggunya.’

 

Luhan pun meletakkan handphone-nya dan memejamkan mata sambil bersandar di kursinya. Akhir-akhir ini perasaan hatinya kacau. Dan ia tak mengerti dengan perasaannya sendiri.

 

.

 

.

 

.

 

Malam sudah semakin larut. Jalanan sepi. Yang terdengar hanyalah semilir angin dan gemerisik dedaunan. Semua orang tampaknya telah terlelap.

 

Meski begitu, di suatu tempat masih terdengar suara orang berbisik-bisik. Orang-orang itu tampak mengerumuni meja. Di tengah kegelapan, mereka tampak seperti sedang mengadakan rapat.

 

“Kurang ajar orang itu! Dia benar-benar kuat!”

 

“Kau benar. Aku semakin bernafsu untuk menghabisinya!”

 

“Sial! Aku tidak bisa terima kekalahanku! Dikalahkan dengan begitu mudah oleh manusia rendahan macam dia! Dia bahkan sepertinya tak tahu kelebihannya sendiri!!”

 

“Kenapa reiki sehebat itu bisa luput dari pengamatan kita selama ini?”

 

“Benar juga. Reiki sedahsyat itu mestinya bisa dideteksi dengan mudah. Apa jangan-jangan dia baru mendapatkan kekuatannya?”

 

“Tidak... kalian salah...”

 

Mereka yang ada di ruangan itu langsung menoleh ke arah lorong begitu mendengar suara itu. suasana di situ benar-benar gelap. Meski tak terlihat apapun, mereka tahu akan kehadiran pemilik suara yang seperti geraman itu.

 

“Ah – jeonha...” ujar mereka berbarengan penuh hormat.

 

“Apa maksud perkataan Anda tadi?”

 

“Kalian salah jika menganggap kekuatan itu baru ada sekarang. Sepuluh tahun yang lalu aku mendeteksinya. Aku bahkan mengincarnya,” sahut sosok yang dipanggil jeonha itu.

 

“Saat itu dia sangat lemah, tak menyadari kekuatannya dan aku hampir saja bisa mendapatkannya. Tapi gara-gara dia! Sosok perak itu! dia melindunginya, menggagalkan rencanaku, dan bahkan mencoba mengirimku dengan paksa ke dunia bawah! Khukhukhu... Gara-gara itu dia sendiri terluka parah, mungkin sekarat. Hahahaha....! Rasakan saja! Memangnya aku, Raja Iblis ini bisa dikalahkan anak kecil ingusan begitu!!?” Suara sosok gelap itu terdengar meninggi karena keangkuhan. Para pengikutnya mendengarkan dengan patuh.

 

“Jika benar kekuatan orang itu sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu, kenapa selama ini kami tak bisa mendeteksinya?”

 

“Entahlah. Sejak pertarunganku dengan sosok perak itu, reiki-nya memudar, seolah terselubung oleh sesuatu.”

 

“Kalau begitu, itu artinya pelindungnya itu sekarang sudah terbuka?”

 

“Sepertinya begitu. Hahahaha....! Aku tidak sabar ingin segera melahap reiki dahsyat yang gagal kudapatkan sepuluh tahun yang lalu itu!” Sosok itu menggeram sambil memancarkan aura gelap menyesakkan, tapi orang-orang yang ada di ruangan itu menatapnya penuh kekaguman.

 

“Kami akan membantu Anda, jeonha,” ujar mereka dengan seringaian. Mata mereka tampak berpendar merah di tengah kegelapan.

 

“Tunggulah aku, Chanyeol!”

 

.

 

.

 

.

 

TBC

 

.

 

.

 

A/N: Hahaha... mianhe readers-nim jangan bunuh author karena sering cantumin TBC ini xDD

 

Yak karena ini ff fantasy, jadi bersiap-siaplah dengan hal-hal aneh yaa... Terus karena authornya otaku dan penyuka hunterxhunter, jadi kebanyakan istilah kekuatan yang dipakai di ff ini disadur dari hunterxhunter. Siapa yang tahu hunterxhunter, tunjuk tangan xD #plak #berasadiTK *ditimpukin readers*

 

Di chapter ini udah mulai muncul satu istilah tuh, “reiki”. Reiki itu istilah lainnya untuk aura, atau energi kehidupan alam semesta.

 

Karena ff ini sebetulnya adaptasi dari ff dengan cast OC buatan author, jadi berbahagialah, ceritanya udah tamat jadi apdetannya ga akan lama-lama~~ karena authornya lagi liburan fufufu.... Kecuali authornya males ngetik #plak

Oke deh, ditunggu masukannya readers-nim...

Yang nungguin katalisator, bersabar ya... feels katalisator itu susah hahahaha #curcol

 

Regards,

 

Allotropy

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
stellarstarlight
#1
it make me feel so many emotions!
Nisa_Park
#2
Chapter 10: emaaakk!
Padahal baekhyun udah berhasil mendapat tuh si chanyeol...
Kenapa author udh nyulik dia aja TT_TT aku nangis... Emaak.. Huhuhu
tapi ya.. Ini emang bagus.. Kenapa setiap angst selalu diakhiri dgn salah satunya pergi? Kenapa gk keduanya aja #nista
biar kyk romeo juliete gitu #plak
5 jempol buat author-nim
jujur awalnya sempat gk ngerti soalnya author nulis percakapannya pake rahasia2an jadi aku gk tau siapa aja yg ngomong..
Tapi, akhirnya aku ngerti sangat ngerti..
Ditunggu karya selanjutnya!
gotikuneko
#3
Chapter 10: T_T bagus bgt ff nya... Tp sad ending... Tp baguuuus bgt T_T
gotikuneko
#4
Hueee suka bgt ma ceritanya author-nim xD
chyshinji
#5
Chapter 10: T_T Sad ending ..... Kasian sekali chanyeol. Wah, ternyata Kris suka sama Luhan yah? Masa takut kalah sama Baekhyun sih,, kekekek,, ayo taklukan (?) Luhan.
chyshinji
#6
Chapter 9: Huweeeeeeeeeee,, gimana bisa Baekhyunnya malah metong T_T Padahal kan baru aja dapet first kiss dari chanyeol kan, huwaaaaaa,, nyesek sekali kalo jadi chanyeol, masa baru beberapa menit bahagia, langsung sedih selamanya -_-
chyshinji
#7
Chapter 8: Aigoooooooooooooooooo,, Chanyeol, lo bego apa tolol sih? Kan cuman mata baekhyun doang yang ditutup, wajahnya kan engga, masa engga kenal sih sama bidadari lo itu. Itu baekhyuuuuuuuuuuuunn >.< Aigooo,, itu baekhyun gak mati kan ya? semoga,, kekekek
chyshinji
#8
Chapter 7: Aigoooooo Lulu udah tau ada masalah sepenting ini lah malah masih mentingin gurunya, harus bisa dong pilih yang lebih penting -_- Urusan nyawa mah gak bisa ditunda, gak kayak urusan sekolah -_- Aigoooooo,, takutnya kalo nanti sampe Baekhyun nolongin Chanyeol trus mati, huwaaaaaaaaaaa
chyshinji
#9
Chapter 6: KYAAAAAAAAAAA!!! Bawa Sehun buat Luhan please!! Sumpah aku malah kasian sama Luhan disini. Oh ayolah Luhan kamu gak boleh suka sama baekhyun, masa namja cantik sama namja cantik juga. uke uke dong. Luhan lindungin Chanyeol yah,kekek
chyshinji
#10
Chapter 5: Luluuuuuuuu,, jangan jangan Chanyeol ini bisa terdeteksi sama para Iblis gara gara perlindungan Luhan yang mulai luntur. habisnya Luhan dalem hatinya marah marah terus sih sama Chanyeol, malah kayaknya lumayan benci juga gitu sama Chanyeol. Lindungi Chanyeol ya author. kasih pasangan buat my Lulu, biar dia nantinya gak ngerecokin Baekyeol, kekekek. kai ataupun Sehun gak masalah, dua duanya oke.