seven
DREAMJongdae berjalan dengan lesu menuju tokonya. Ia merasa sangat lelah, seolah-olah ia belum tidur selama seharian. Tubuhna pegal-pegal. Namun yang terpenting, pikirannya penuh dengan masalah pagi tadi.
Ia sudah biasa dicaci maki. Kehidupannya sejak kecil membuatnya tumbuh sedikit lebih kuat dari pada anak sebayanya. Ia biasa mendengar olokan dari teman sekelasnya. Ia tahu benar rasanya dikucilkan karena sesuatu yang bukan salahmu. Ia mengerti rasanya sendirian.
Ia sudah biasa dicaci maki. Tapi ia tak mau ditampar oleh wanita kesayangan Chanyeol. Hal itu membuat hatinya sakit.
Jongdae menarik nafasnya kembali, mencoba menahan air mata yang nyaris jatuh. Ia takkan menangis karena masalah seperti ini. Ia adalah perempuan kuat. Ia pun berusaha mengalihkan pikirannya dengan melihat jalan di depannya.
Dari jauh, dapat ia lihat seorang pria, menunggu tepat di depan toko bukunya. Ketika sudah lebih dekat, wajah pria itu semakin jelas.
Jongin.
Jongin bersender di depan kaca toko bukunya, sambil tersenyum dan melambaikan tangan kearah Jongdae. Jongdae yang melihatnya hanya mengeluh, lantas berbalik badan dan berjalan kearah berlawanan dengan tempat Jongin berada. Ia memang terlihat seperti tengah menghindari Jongin, namun sebenarnya, ia hanya ingin sendiri.
“Noona!” panggil Jongin. Jongdae semakin mempercepat langkahnya, masih tidak mau bicara dengan Jongin.
“Noona! Tunggu aku!” teriak Jongin lagi. “Jangan cepet-cepet jalannya.”
Tiba-tiba, Jongdae merasakan tangannya ditarik dari belakang, dan ia dipaksa berbalik badan. Disana dilihatnya Jongin menyeringai lebar, sambil masih memegang pergelangan tangannya.
“Jongin—“
“Noona, kamu harus makan. Inget kata dokter tadi. Aku yakin noona belum makan, kan?”
Oh, Jongdae bahkan melupakan bayinya sekarang. Ia adalah ibu yang sangat buruk.
“Aku bisa makan sendiri. Lepa—“
“Noona! Pipi noona kenapa?” Tanya Jongin khawatir.
“Gak apa-apa. Noona gak apa-apa.”
Jongin masih menatapnya dengan tatapan tak percaya, tapi memutuskan untuk membiarkannya saat ini.
“Kalau ada apa-apa, noona ke aku aja. Aku mau jadi telinga buat noona kok.”
Jongdae hanya mengangguk. Ia takut kalau ia buka mulut, ia malah akan menangis dan membuat Jongin khawatir. Sudah cukup banyak orang yang ia bebani, tak usah menambah 1 orang lagi.
“Jadi gimana? Noona, aku juga belum sarapan.Noona tega ngebiarin anak beruang kaya aku
Comments