Chapter 4

Claimed: My Fiancée

-Kim Kai-

 

“Huh?”

 

Sudah kuduga! Aku tahu cepat atau lambat dia pasti akan datang padaku, maksudku, siapapun tahu merupakan sesuatu yang mustahil untuk lari dari pesonaku. Tapi sejujurnya, aku sempat berpikir bahwa aku tak sesempurna yang aku pikirkan sebelumnya setelah tiga hari tak ada kabar tentang Han Jihoon yang mencariku. Tapi kelihatannya pemikiranku salah, aku memang sempurna.

 

“Bawa dia kemari,” ucapku segera. Dalam hati aku berdoa agar nada suaraku terdengar seperti biasa.

 

“Segera, Yang Mulia.”

 

Setelah pelayan tadi menutup pintu. Aku mulai bergerak---uh sebenarnya aku sedikit bingung kenapa aku berdiri, kenapa aku tidak tetap duduk santai melanjutkan permainanku sembari menunggunya. Akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri permainan GTA V di layar televisiku dan menggantinya dengan sebuah film berjudul ‘The Notebook’. Well, aku tidak tahu apa isi film itu, namun beberapa hari yang lalu aku sempat menguping---tanpa sengaja---para pelayan memperbincangkan tentang betapa bagusnya film itu. Mungkin Jihoon juga akan menyukainya.

 

Eh, tunggu dulu! Peduli apa aku? Bukan tugasku untuk membuat orang lain senang. Sebaliknya, mereka yang harus menghiburku. Aku mengambilremote dari sofa dan menekan tombol merah yang seketika membuat layar televisi menghitam.

 

Aku mengacak rambut pirangku dengan tangan. Semoga saja tidak terlalu jelas terlihat bahwa aku sengaja---tiba-tiba pintu terbuka. Aku menurunkan tanganku dan berbalik menghadap jendela besar membelakangi pintu. Langkah kaki mulai menggema dan suaranya semakin dekat.

 

“Uhh, sepertinya seseorang baru terbangun dari tidurnya,” suaranya mulai membungkam gema langkah kaki di ruang ini. Han Jihoon.

 

Aku memutar tubuhku menghadapnya, “ummm well, jika bukan karena tunanganku yang datang,” aku mulai mendekatinya dengan kedua tangan ku rentangkan, “aku mungkin masih sangat lelap.”

 

Saat jarak kami masih cukup jauh, Jihoon ikut bergerak mendekat---dengan langkah yang lebih panjang ketimbang langkahku. Namun selanjutnya, hal yang tak pernah aku perkirakan akan terjadi malah terjadi.

 

“Dasar tolol!” Jihoon mengambil segenggam rambutku dan menariknya, menjambakku. “Aku diikuti, dikuntit sampai dikejar sejak kau mengumumkan kepada suluruh belahan dunia bahwa kita telah bertunangan! Sekarang sebaiknya kau katakan pada mereka bahwa itu hanya salah satu lelucon yang kau buat!” teriaknya.

 

Gadis ini. Setelah memanggilku brengsek, menolak ciumanku, berteriak di hadapanku, menggigit tanganku, sekarang datang bukan untuk meminta permohonan maaf dariku malah menjambakku. Benar-benar penuh kejutan.

 

“Ahh... awww.. lepaskan... hh---aww... lepaskan aku!” aku menarik tangannya mendekati kepalaku, berharap dengan begitu rasa sakitnya berkurang.

 

“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau berjanji akan menyelesaikan semua ini!” ungkapnya. Ia kemudian berjalan, masih dengan tangan menggenggam rambutku, aku tidak memiliki pilihan lain selain mengikutinya. Karena jika aku dengan sengaja menjatuhkannya, nasib baik pun tak akan menghampiriku.

 

“Baiklah, baiklah. Kita bicarakan baik-baik, oke?” rintihku di sela-sela adegan kami, “aku benar-benar tidak bisa berpikir dengan keadaanku yang sekarang.” Jihoon masih berjalan, menarik kepalaku, seakan tak mendengarkanku. “Kita bicara, oke?” kataku lagi, “dengan segelas teh dan croissantcoklat,” tambahku.

 

Jihoon melepaskan genggamannya, namun masih menatapku dengan tatapan penuh ancaman. Tanpa perintah lebih lanjut, ia bergerak mendekati sofa dan duduk disana tanpa menungguku mempersilahkannya.

 

Hah, tentu saja aku tahu kelemahannya, dan untunglah hal itu belum berubah. Fakta itu membuatku tersenyum pada diriku sendiri.

 

“Hal paling utama yang masih membuatku bingung. Aku pikir kau diculik?” ia manatapku, “Raja dan Ratu sangat khawatir dan berita itu menyebar ke seluruh pelosok negeri.”

 

“Baiklah, asal kau tahu, seumur hidupku, aku tidak pernah diculik. Uhh pernah sih, tapi itu saat umurku 4 tahun dan hanya terjadi sekali,” jelasku sambil menatap matanya, menunggu respon apa yang akan ia berikan. Namun ia hanya menatapku balik dengan tatapan kosong. “Kau pikir aku sebegitu bodohnya untuk diculik berkali-kali?”

 

“Huh?”

 

Aku menghembuskan napas panjang, “aku hanya bermain-main, oke? Aku hanya senang berpura-pura diculik, aku juga hanya ingin tahu apakah ayah dan---“ aku menghentikan penjelasanku. Kenapa aku memberi tahukannya tentang hal ini?

 

Jika aku pikirkan lagi, berapa kalipun aku berpura-pura berada dalam bahaya, berapapun aku merencanakan kasus penculikan terhadap diriku sendiri, mereka tidak pernah benar-benar turun tangan langsung mencariku. Mereka hanya akan mengangkat telepon dan memerintahkan seluruh petugas keamanan mencariku.

 

Sederhananya mereka tidak benar-benar peduli, kan?

 

“Kau merasa kesepian, bukan?” suara Jihoon menarikku kembali dari lamunan sesaatku. Suaranya kini berbeda, lembut, tanpa pekikan, tanpa umpatan.

Jihoon juga menatapku dengan tatapan baru, tatapan yang membuatku menyadari betapa ia tumbuh menjadi seorang gadis cantik sekarang.

 

Aku menggelengkan kepalaku, pelan. Aku mendorong semua perasaan dan pemikiran yang saat itu muncul. Tentang Jihoon, tentang ayah dan ibuku, tentang semuanya.

 

“Tidak. Kenapa aku harus merasa kesepian?” jawabku dengan nada yang biasa aku gunakan, “aku tidak merasa kesepian karena aku tahu aku akan menghabiskan sisa hidupku bersamamu,” lanjutku dengan seringaian.

 

 

 

-Han Jihoon-

 

Setelah mengatakan hal menggelikan itu. Pangeran Kai duduk di sofa, mengambil tempat tepat di samping kiriku. Belum cukup, ia mergerak lebih mendekat hingga lengan kami bersentuhan.

 

Ia menengokkan kepalanya ke arahku, manatap mataku. Coklat gelap di matanya terasa hangat, membuatku terus menatapnya tanpa sadar. Ia menjilat bibir bawahnya---yang entah apa maksud sebenarnya karena aku mungkin mengartikannya dengan arti yang berbeda---kemudian mengangkat ujung kanan bibirnya. That smirk tho.

 

Selanjutnya ia memposisikan tangan kanannya melingkari pundakku. Jika saja aku tak tahu tentang arogansinya, hatiku mungkin akan terus mempercepat detakannya seolah tak mengenal hari esok akan tiba.

 

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu jatuh di dadaku, tepat di antara kedua milikku---tangan kirinya. Mataku melebar, melirik ke arahnya.

 

“Cium aku,” matanya tertutup dan bibirnya mengerucut.

 

Gila! Baru beberapa menit yang lalu aku bersimpati kepadanya karena kupikir ia begitu kesepian. Dan sekarang, perasaan simpati itu hilang. Pria ini benar-benar menguapkan segala pikiran positifku tentangnya.

 

Aku mengepalkan tanganku, menahan diri agar tak meninju wajah bangsawannya, “Yang Mulia Pangeran...” ucapku sarkatis, “kau tidak buta kan? Sofa ini panjangnya hampir dua kali panjang tubuhku. Haruskah kau memilih untuk duduk sedekat ini?” tanyaku masih menahan suaraku dan semua umpatan yang kini memenuhi pikiranku.

 

Kepalaku lurus ke depan, meski tatapan mataku terus meliriknya. Tangannya masih belum berpindah dan wujud bibirnya belum kembali ke semula. Jika saja aku menengokkan kepalaku ke arahnya, bibir kami akan bersentuhan, lagi. Dan itu akan menjadi ciuman kedua kami. Memikirkan hal itu membuatku merasa kosong. Rasanya seluruh darahku mengalir ke kepala.

 

Ya Tuhan.

 

Sadarlah, Jihoon! Dia pria bajingan!

 

Pangeran Kai membuka kelopak matanya, menarik diri dan kembali membuat jarak dariku.

 

“Kau sama saja seperti gadis lainnya. Kau sama sekali tidak melakukan apa-apa saat aku menyentuhmu, benar-benar tidak menyenangkan. Aku kira kau ini berbeda dengan yang lainnya,” uangkapnya enteng.

 

Aku mematung. Menyakitkan.

 

Kata-katanya menyakitkan.

 

Sangat.

 

Aku tidak dapat bersuara. Semua kata-kata yang ingin aku keluarkan seakan tersangkut di tenggorokanku. Aku ingin meneriakinya atas segala kepercayaan dirinya. Namun aku tak bisa melakukannya. Ia tak sepenuhnya bersalah. Aku memang tidak mendorongnya menjauh. Aku membiarkannya, menyentuhku.

 

Mataku terasa panas menahan air mata. Tanpa pikir panjang, tubuhku bergerak dengan sendirinya. Aku melihat tanganku menggapai remote di meja, menggenggamnya super erat di samping tubuhku. Setelah beberapa detik diam, aku mengayunkan tanganku---tangan yang menggenggam romote itu---tepat ke bahu Pangeran Kai. Aku mendengar suara retakan setelah benda itu tepat mendarat di bahu kirinya. Kini yang ku dengar Pangeran Kai berteriak, kesakitan.

 

“BAJINGAN KAU! JANGAN PERNAH MENYAMAKAN AKU DENGAN PELACUR-PELACURMU ITU!” teriakku sambil terus menghantam bahunya, tak peduli apa yang dirasakannya. Layar televisi yang tadinya rata hitam, mulai menampakkan warna. ‘The Notebook’?, what the?!

 

“Hah! Pria sepertimu, menikmati film seperti itu?!” ujarku dengan nada bertanya tanpa menginginkan jawaban.

 

“Yah! Hentikan! Berhenti memukul! Apa kau sadar siapa aku? Aku Pangeran Seoul!” jelasnya dengan menitik beratkan suara pada status sosialnya.

 

“Katakan itu kepada orang yang peduli!” Aku mendorongnya.

 

Tepat setelah itu, seseorang membuka pintu. Seorang pelayan membawa nampan dengan piring penuh dengan tumpukan croissant di atasnya, dan seorang lagi datang dengan nampan bermuatan dua cangkir kosong dengan sebuah teko kramik.

 

Aku melempar remote dari tanganku ke sofa kemudian berjalan menuju mereka---pelayan-pelayan itu. Aku mengambil dua potong croissant dari piring yang masih mereka bawa dan berputar melihat Pangeran Kai yang masih meringis menyentuh bahu kirinya, “aku akan membawa pulang yang satu ini,bye.” kataku datar.

 

Aku melanjutkan langkahku keluar ruangan. Masih dengan amarah membakar hatiku dan air mata menggantung di pelupuk mataku. Tapi aku tetap tidak akan menjatuhkan mereka sekarang. Yah, mungkin nanti, saat aku sendiri di kamar.

**

 

Aku mendengar langkah kaki memijak tangga kayu di luar kamarku. Rasa panik yang kuat muncul seketika. Aku bisa merasakan jantungku berdebar dengan kecepatan ekstra seakan ia tak lagi betah berada dalam rongga dadaku.

 

Mereka datang untuk menangkapku! Aku tahu mereka pasti akan datang mencariku. Aku benar-benar berpikir mereka akan langsung mengejarku sesaat setelah aku meninggalkan istana kemarin. Namun nyatanya mereka bergerak sekarang! Mungkin mereka memberiku waktu satu hari lagi untuk menikmati dunia ini.

 

Aku bingung, aku kalap. Aku harus bersembunyi. Tapi dimana?! Bahkan tikus pun tidak dapat menyembunyikan diri di dalam kamarku ini! Aku seharusnya sudah melarikan diri sebelum mereka datang! Kemanapun! Mungkin pulang ke rumah.

 

Aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sepasukan polisi akan datang mengepung kafe dan pemimpin mereka memegangmegaphone meneriakkan:

 

“Kami datang untuk menahanmu! Tidak ada gunanya bersembunyi! Pangeran Kai kini tak bisa menggunakan tangan kirinya karena KAU!!!”

Setelah itu mereka akan mendobrak pintu kamarku. Mendorongku hingga jatuh dengan posisi wajahku menghadap lantai dan mulai memborgolku. Lalu mereka menarikku berdiri dengan paksa dan menyeretku keluar. Lalu---

 

Tok... tok... tok...

 

“Nona Han, kau mendapat kiriman paket.” Sebuah suara mengintrupsi bayangan-bayangan liarku. Tukang Pos. Aku menghembuskan napas lega.

 

Uhhh... sepertinya aku memiliki imajinasi yang terlalu kreatif tadi.

 

Aku bergerak membuka pintu kamarku dan mendapati tukang pos dengan kotak berukuran cukup besar di tangannya. Senyumku mengembang saat pria seumuran Sehun itu menyodorkan kotak itu ke hadapanku. Aku selalu merasa bersemangat setiap menjumpai orang ini karena hanya ada satu penjelasan di balik kemunculannya di pintu kamarku. Buku pesananku tiba.

 

Dalam dua minggu, aku terbiasa memesan paling tidak 3 buku secara online. Hakyeon selalu mengeluhkan kebiasaanku, apalagi saat mengetahui buku yang ku beli juga tersedia di toko buku milik orang tuanya. Pemborosan katanya.

 

Tapi aku punya alasan sendiri. Ini tentang kepuasanku. Maksudku, kau tahu perasaan bahagia saat tukang pos akhirnya datang mengirimkan barang yang kau pesan? Saat akhirnya kau membuka isi paket itu? Setelah beberapa hari manunggu. Bagiku rasanya mendebarkan, mendebarkan yang menyenangkan.

 

“Terima kasih, Joon.”

 

Pintu kembali tertutup setelah aku selesai menandatangani bukti penerimaan. Aku membawa kotak paket itu menuju kasurku. Agak aneh, aku baru menyadari paketku kali ini berbeda dari paket yang kuterima biasanya. Kertas sampulnya berwarna krem dengan sedikit motif coretan yang entah motif apa namanya, bukan coklat polos seperti biasanya.

 

Aku segera merobek sampul itu dan menemukan box dalamnya berwarna pink pucat, bukan kardus. Hampir kulewatkan sebuah kertas tebal di atasnya. Aku mengambilnya dan menangkap tulisan tangan yang cukup cantik terhias disana, mataku membaca tulisan 2 kata itu.

 

‘Marry Me.’

 

Ya Tuhan.

 

Tidak mungkin. Tidak! Tidak! Tidak mungkin!

 

Tidak! Jangan! Aku berharap semuanya tidak seperti yang aku pikirkan sekarang!

 

Aku mengangkat bagian tutup box tersebut dan menemukan sesuatu yang putih disana. Tanganku meraba permukaan benda itu. Lembut. Aku kemudian mengangkat benda itu untuk mengetahui wujut utuhnya.

 

Gaun.

 

Ternganga kaget, aku baru menyadari keberadaan kertas lain, kali ini dari dalam box itu bersama dengan gaunnya. Aku melempar gaun di tanganku ke atas ranjang dan mulai membaca kertas yang baru aku temukan. Lagi-lagi tulisan tangan yang indah. Namun kali ini catatan yang lebih panjang.

 

 

 

Han Jaejoon,

 

Aku tidak berniat untuk meminta maaf atas apa yang telah aku lakukan kemarin. Tidak akan. Malah semestinya kaulah yang harus datang meminta permohonan maaf dariku.

 

Kau akan bertemu dengan ayah dan ibuku besok di istana. Pukul 7 malam. Kenakan gaun yang aku berikan. Aku sendiri yang memilih gaun itu untukmu karena... well, ada resleting di belakangnya. Itu akan memudahkanku saat aku perlu melepaskan gaun itu dari tubuhmu.

 

Jika ayah dan ibu bertanya tentang pertunangan kita, kau hanya perlu menambahkan sedikit drama dalam jawabanmu.

 

Ps: Kamera CCTV merekammu saat kau memukuliku secara brutal. Sebaiknya kau menuruti apa yang aku katakan mulai sekarang.

 

 

 

“AAAHHHHHHH!!!!!” aku menghempaskan tubuhku jutuh ke ranjang setelah membaca kalimat terakhir di kertas itu.

**

 

 

Aku berbaring di atas ranjang menatap lampu tanpa daya yang menggantung di langit-langit kamarku. Pikiranku secara terus menerus meneriakkan pada diriku sendiri tentang keadaan hidupku yang kini sedang benar-benar kacau.

 

Aku melirik jam dengan desain Hello Kitty-ku, pukul 2 siang. Aku benar-benar tidak memiliki sesuatu untuk kukerjakan. Dan saat-saat itu terjadi, rasanya jarum jam ikut meledekku dengan bergerak lebih lambat. Membuat per menitnya serasa seperti per jam.

 

Tuhan sepertinya sedang benar-benar mengujiku. Pertama, Kyungsoo memberiku cuti---secara paksa--- untuk waktu yang cukup lama. Kedua, kemarin Hakyeon mengantar Nyonya Cha pergi ke luar kota untuk dan memutuskan untuk menutup toko sementara sampai ia kembali---hanya dua hari katanya. Dan sekarang, aku baru saja menerima email dari toko buku online langgananku. Mereka mengatakan bahwa paket yang aku pesan tertukar dengan pemesan baru sehingga mereka harus mengatur kembali jadwal pengiriman untukku.

 

Di tengah-tengah kefrustasianku, tanpa ada peringatan awal ataupun tanda-tanda sedikitpun, seseorang membuka pintu kamarku secara paksa. Atau kau bisa menuduh orang itu telah mendobraknya jika mendengar betapa kerasnya pintu itu berbenturan dengan dinding di belakangnya.

 

Aku terduduk dari tidurku hanya untuk mendapatkan pemandangan dua orang bertubuh besar dengan pakaian jas yang rapih berdiri beberapa langkah tak jauh dari ambang pintuku. Aku reflek berteriak saat salah satu dari mereka mendekat. Aku melemparkan semua barang yang dapat aku raih tanpa harus aku melihatnya ke arah mereka.

 

Rasa panikku semakin bertambah kuat saat salah satu tanganku dihentikan pergerakannya oleh salah satu orang tadi.

 

“LEPASKAN AKU!!!” aku meronta sejadi-jadinya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
haninur32 #1
Chapter 11: Wahhh makin seruuu. Penasaran kenapa kai teriak teriak. Ayoo semangatt author-nim. Ditunggu update nya
baeknoona #2
Chapter 1: kai memang cocok jadi pangeran, keren!
venusangelic #3
Chapter 5: Update update :-)
edelweisses #4
Chapter 5: Akhirnya di post jugaaaa, aihh thor update asap dong, aku nunggu banget nih ff ini hihi
edelweisses #5
Chapter 4: Sebenernya past mereka gimana sih thor? Kayak nya dulu pernah kenal deket gitu ya?
edelweisses #6
Chapter 1: Hay authornim, haha bener sih cerita nya komik banget tapi aku suka. Lanjut yah thor, penasaran Kenapa Kai milih si Han Jihoon itu,sengaja, niat, atau caper? Sudahlah lanjutkan yah thor, fighting