Chapter 1

Claimed: My Fiancée

Iklan-iklan tadi tiba-tiba tergantikan oleh logo pembuka flash news yang memang hanya akan muncul saat terjadi suatu hal penting yang mendadak, atau mendesak, atau saat keadaan genting, atau---yah kau tahu, keadaan-keadaan sejenisnya. Diikuti dengan munculnya reporter nasional dengan wajah super serius dan... stress?

“Pangeran Seoul, Kim Kai dikabarkan telah diculik oleh The Dragon, kelompok mafia terkenal yang sangat berbahaya dan paling diburu beberapa tahun terakhir ini. Raja dan Ratu sangat khawatir, saat ini mereka mengerahkan semua usaha untuk mendapatkan kembali putra semata wayang mereka. Bagi siapapun yang dapat menemukan Pangeran Kim, pemerintah akan---“

Lagi?

Aku menghela napas, mulai bosan dengan berita semacam ini. Pandanganku kembali ke meja, tanganku mulai bekerja membersihkan permukaannya. Ini sudah yang ke empat kalinya--- mungkin? Ayolah, aku punya banyak hal yang lebih penting daripada menghitung kasus penculikan seorang pangeran---dalam bulan ini. Sungguh aku mulai mempertanyakan penjagaan keluarga kerajaan, maksudku empat kali dalam sebulan? Jangan bercanda, penjaga seperti apa yang mereka sewa memangnya? Dan Pangeran Kai? Dia bukan anak umur empat tahun yang belum mengerti siapa dirinya. Bagaimana bisa dia diculik semudah itu? Dia tidak bodoh kan?

Aku melirik lagi ke arah televisi yang menggantung di sudut kafe. Foto terakhir Pangeran Kai sebelum diculik memenuhi layar kaca itu dengan tulisan “Dimana keberadaan Sang Pangeran?” di bagian bawahnya.

Pada foto itu, Pangeran Kai terfokus kepada IPhone-nya dengan ekspresi.. kesal mungkin? Dan jika aku tidak membaca judul di bawahnya, aku mungkin tidak akan menganggap orang itu sebagai seorang Pangeran. Ia mengenakan kaus putih dengan lengan ¾ berwarna hitam, jeans biru laut dan sneakers hitam. Tipikal pemuda pada biasanya.

Pupil coklat gelap menghiasi matanya yang cukup lebar mengimbangi warna kulitnya yang juga tergolong gelap untuk keturunan Asia Timur. Bibir penuhnya meneriakkan aura seksi didukung rambut blonde-nya yang tak terlalu tertata rapi---terima kasih kepada angin yang membuatnya begitu. That’s what we called perfection. Well, dia seorang Pangeran tentu saja.

Suara bel dari pintu kafe---yang menandakan bahwa seseorang telah membukanya---membuatku berhenti memikirkan betapa sempurnanya pangeran yang kami miliki. Seorang pria berjalan ke salah satu meja di pojok kafe pinggir jendela. Aku langsung bergegas mendekatinya dengan daftar menu di tanganku. Aku menyodorkan daftar menu itu sebelum meletakkannya di meja, tepat di depan pria itu.

“Permisi, apa yang ingin Anda pesan?” Tanyaku dengan penuh kesopanan, dan senyuman tentunya. Kafe tempatku bekerja ini akan memberikan bonus kepada siapapun karyawannya yang mampu mendapatkan sedikitnya 30 poin respon positif dari pelanggan dalam seminggu. Sebelum pergi, pelanggan kami akan menuliskan nama karyawan yang nenanganinya dan memberinya nilai dari 1 sampai 5 poin.

Kembali ke pria yang masih meneliti menu kami. Aku menunggunya. Satu menit.. dua menit.. lima menit.. delapan menit. Delapan menit dan pria itu masih membuatku menunggu. Aku mulai kehilangan kesabaran.

“Permisi, Tuan?” panggilku, yah mungkin saja pria itu malah melamun.

Pria itu masih terfokus pada daftar menunya. Aku menggigit lidahku, siapa tahu itu akan meningkatkan kesabaranku.

Aku masih harus menunggu. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil paksa menu itu dari genggamannya kemudian memukul kepalanya dengan menu yang aku pegang---oh tidak, aku hanya bercanda. Setidaknya itu adegan yang ada di pikiranku sekarang. Aku masih mencintai pekerjaanku sehingga memilih untuk tetap bersabar.

“Tuan, apa Anda sudah memilih pesanan?” tanyaku lagi, berusaha menjaga suaraku agar tetap stabil, terhindar dari aura kesal.

Akhirnya, akhirnya dia mengangkat kepalanya melihatku. Rambut blonde-nya jatuh hampir menutupi matanya. Ia bergumam, “belum,” dan mengembalikan pandangannya ke daftar menu.

What the---this little !

Aku ingat dengan benar kami tidak memiliki lebih dari 15 menu berbeda. Bagaimana mungkin menjadi hal yang sulit untuk memilih salah satunya?! Aku mencengkram erat pulpen di tangan kananku, lagi-lagi karena menahan kesal. Berdoa saja aku tidak sampai menghancurkannya. ”Bailah, silahkan dilihat lagi.”

Tanpa sadar sepenuhnya, aku menekankan suaraku pada kata ‘lagi’. Sepertinya pria itu menyadarinya karena ia kembali mengangkat kepala ke arahku.

“Apa ada masalah, huh? Jika kau tidak dapat bekerja dengan benar, sebaiknya kau berhenti. Dasar orang susah,” pandangannya kembali meninggalkanku, suaranya lembut, kontras dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku yakin orang ini dapat membelah besi dengan kata-katanya.

Aku masih dalam kondisi terkejut. Apa katanya? Orang susah? Woah, dia benar-benar membuatku kehabisan kata-kata. Aku memandangnya dengan tatapan tak percaya. Sekarang matanya jatuh di... dadaku? ! Reflek aku mengangkat kerta pesanan dan memposisikannya di depan dadaku. “Apa yang kau lihat, brengsek!” teriakku. Haerin, Daehee, Minah dan semua pelanggan saat itu kini memandang kami---aku dan pria ini.

Dia mengabaikan teriakanku dan mengambil secarik kertas kuning yang telah disediakan di meja. Rasa penasaran menggerogotiku seketika aku melihatnya menuliskan sesuatu. Aku berusaha mengintip apa yang ia tulis.

Tulisannya rapih dan elegan, terlalu bagus untuk pria dengan penampilan sepertinya. Disana tertulis...

Waitress     : Han Ji Hoon
Experience  : Sangat buruk
Rate           : 0
Comment    : Sangat disarankan untuknya membeli bra di Lusty Lingerie.

The Hell! Angka 0 bahkan tidak ada di pilihan. Hanya 1 sampai 5! Apa orang ini sebodoh itu dengan berpikir bahwa angka 0 ada di antara angka 1 dan 5?! Dan apa maksud dari komentarnya? Sudah kuduga! Dia memang pria mesum! Dan bagaimana bisa dia mengetahui namaku? What a creep!

Uhh tunggu dulu. Name tag. Tanpa sadar aku memukul keningku sendiri. Aku memakai name tag, itulah kenapa dia melihat ke arah dadaku! Ini benar-benar memalukan. Aku berharap bumi menelanku saat itu juga.

Ia kembali melihatku, dengan senyuman---ah no, not a smile, that’s a smirk. “Kau harusnya berterima kasih aku tidak memberimu nilai minus.” Sebelum aku sempat menjawabnya ia mendahuluiku lagi, “aku sudah siap memesan,” tangannya bergerak, menyibakkan rambutnya ke atas, membuat mata gelapnya terlihat jelas menatap mataku. “Aku ingin... kau.”

“Apa?!” responku dengan mata terbelalak.

Dia pikir siapa dia? Pangeran seantero Seoul? Aku mengumpat dalam hati. Aku masih memandangnya dalam keterkejutan dengan ekspresi aneh, dan penuh amarah. Apa-apaan dia dengan percaya dirinya menginginkan ‘aku’, memangnya dia pikir aku semacam barang?!

Huh, terserah saja! Dia sudah memberiku penilaian negatif, buat apa lagi aku bertingkah sopan terhadapnya?

Mataku kembali menelitinya. Rambutnya kini sudah mulai turun kembali.

Sombong, arogan, bajingan. Benar-benar kata yang cukup untuk mendeskripsikannya secara penuh.

Tiba-tiba ia berdiri di hadapanku. Kini tatapanku berada lebih rendah dari tatapannya. Tangan kanannya menyentuh daguku dan mengangkatnya, membuat aku menengadah kembali ke matanya.

“Aku tidak tahu jika kau memang benar-benar belum menyadarinya atau kau memang terlalu bodoh untuk menyadarinya, tapi aku.. aku adalah seorang Pangeran. Aku adalah Pangeran Seoul,” dalam suara datarnya itu, kesombongan masih bisa terdegar.

Wajahnya semakin dekat. Hanya beberapa inci dari wajahku. Dua inci... satu inci dan.. aku meletakkan telapak tanganku di wajahnya kemudian mendorongnya. Detik itu juga aku tertawa.

“Kau? Pangerannya? Kau pikir aku ini bodoh? Kau sama sekali tak terlihat seperti Pangeran Kai kecuali rambut pirangmu! Dan pupil gelapmu..” aku masih tertawa, dia pikir bisa mengelabui seisi kota dengan rambut pirangnya?

Aku meneliti penampilannya lagi, “.. dan hidungmu.. juga bibirmu,” pandanganku beralih ke tubuhnya, “dan juga... kulit gelapmu,” suaraku mengecil, tawaku entah kemana. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu menghantamku.

Ya Tuhan.

Tidak! Ini benar-benar aneh. Kebetulan yang sangat aneh. Tidak mungkin. Kenapa pria ini jadi terlihat mirip Pangeran Kai? Tidak. Aku dengar bahwa setiap orang di dunia ini memiliki tujuh kembaran, mungkin aku harus mempercayai hal itu.

Kalau hal tentang tujuh kembaran itu benar, pria ini benar-benar beruntung memiliki wajah selevel Pangeran Seoul. Tapi apa harus ia membohongi dunia dengan mengaku sebagai seorang pangeran?

“Buktikan. Apa sekarang kau membawa jeruk mandarin?” entah dari mana ide tentang jeruk mandari itu datang. Tapi aku tak memiliki waktu untuk merasa bodoh.

“Woah. Kau benar-benar rasis. Hanya karena kau pikir aku diculik oleh The Dragon, kau pikir aku pulang membawa jeruk mandarin? Memangnya kau pikir jeruk mandarin itu berasal dari China?” ia menatapku terngangah, “lagipula The Dragon bukan orang-orang China. Mereka dari Kanada.”

“Berhenti menyebut China, kau membuatku bingung! Kau terlalu banyak menyebutkannya!” jawabku seadanya, “Ya Tuhan! Kalau kau memang benar seorang pangeran, kenapa cara bicaramu seperti kaum barbar?!”

Detik berikutnya, tanpa aba-aba, gerombolan manusia masuk ke dalam kafe dan mengerumuni kami---aku dan orang yang mengaku pangeran ini. Hampir semua orang menyodorkan lensa kamera atau ponselnya ke arah kami.

“Yang Mulia!” “Pangeran Kai!” “Tolong lihat kemari!” “Kami pikir kau diculik!”. Suara mereka terdengar tumpang tindih.

Flash. Flash. Flash.

Terlalu menyilaukan. Aku menggunakan lenganku untuk melindungi mataku. Tanpa sadar aku merapat ke bagian ujung meja hingga tiba-tiba aku merasakan sebuah lengan melingkar di pinggangku.

Situasi kacau dengan semua teriakan dan lampu kamera itu. Aku dapaat mendengar pekikan gadis-gadis. Namun pada saat itu, semua perhatianku terpusat kepada lengan di pingganggku. Aku benci mengakui hal ini tapi, aku merasa ringan saat itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
haninur32 #1
Chapter 11: Wahhh makin seruuu. Penasaran kenapa kai teriak teriak. Ayoo semangatt author-nim. Ditunggu update nya
baeknoona #2
Chapter 1: kai memang cocok jadi pangeran, keren!
venusangelic #3
Chapter 5: Update update :-)
edelweisses #4
Chapter 5: Akhirnya di post jugaaaa, aihh thor update asap dong, aku nunggu banget nih ff ini hihi
edelweisses #5
Chapter 4: Sebenernya past mereka gimana sih thor? Kayak nya dulu pernah kenal deket gitu ya?
edelweisses #6
Chapter 1: Hay authornim, haha bener sih cerita nya komik banget tapi aku suka. Lanjut yah thor, penasaran Kenapa Kai milih si Han Jihoon itu,sengaja, niat, atau caper? Sudahlah lanjutkan yah thor, fighting