PART 9

PERFECT HUSBAND

Author’s POV

Inoo membolak balik catatan yang diberikan padanya. Didepannya masih berdiri Nina dengan wajah tidak puasnya. “Inoo nii-chan… ini bagaimana? Kenapa laporannya menjadi acak-acakan disini? Perhitungannya salah. Bagian pelaporan memasukkan beberapa tanggal transaksi yang salah, sehingga akibatnya grafik berantakan.” Dengan berapi-api Nina menjelaskan padanya. Inoo memandangi laporan itu sekali lagi.

“Wakatta. Aku mengerti. Akan segera aku perbaiki dan kusampaikan pada bawahanku.” Ujar Inoo. Nina mengangguk meskipun wajahnya masih tersirat rasa kesal. “Hei… jangan manyun gitu dong, Nina-chan. Semua akan baik-baik saja.” Hibur Inoo. Nina hanya mampu tersenyum singkat. Inoo bangkit menghampiri gadis yang hanya terpaut satu tahun dibawahnya.

Ditepuknya bahu Nina beberapa kali, berusaha menenangkannya. Sudah tiga bulan mereka bekerja bersama. Selama dua minggu terakhir dia dan timnya bahkan mengerjakan laporan itu. Dan saat ini Nina tengah panik karena pergerakan saham Kaminari Group sedang tidak stabil akibat adanya gangguan ekonomi global. Nina menghela nafasnya, namun tanpa disadarinya air matanya luruh. Sejujurnya Nina merasa lelah akan tekanan yang dihadapinya. Baru tiga bulan bekerja tapi kenapa kebetulan sedang krisis begini.

Biasanya dia bisa mengeluarkan jalan keluar ajaib yang biasanya membawa keuntungan pada perusahaan. Tapi kali ini tidak. Air mata Nina terus luruh, “Hei… jangan menangis.” Ujar Inoo sambil menepuk-nepuk punggung Nina, berusaha menenangkannya. “Kau harus tenang Nina-chan, semua akan baik-baik saja.”

Kemudian tanpa diduga Nina sudah memeluk Inoo dan menangis dalam pelukan Inoo. Inoo tersenyum kemudian membalas pelukan itu, lebih erat. Dia melirik jam hitam ditangan kanannya. Sudah hampir pukul 11 malam. Dia berpikir wajar kalau Nina merasa lelah dan tertekan. Selama seminggu ini mereka terutama timnya terus menerus lembur. Berbagai masalah silih berganti, dan untunglah mereka adalah tim yang solid sehingga bisa menghadapi bersama-sama.

“Mau minum wine malam ini?” tawar Inoo. Nina mengurai pelukannya, mengangguk, “Mungkin sedikit alkohol lebih baik. Besok sabtu kan ya? Mungkin aku bisa mabuk sedikit.” Ujar Nina. Inoo menggeleng. “Tidak di wine lounge kalau begitu. Kita ke apartemenku saja.” Ajak Inoo. Nina mengangguk dan meraih handbagnya.

Mereka keluar ruangan tepat saat Morimoto akan masuk keruangan Nina. “Nina-chan, sudah mau pulang?” tanyanya. “Malam ini aku yang akan mengantarnya pulang, Ryuu.” Ujar Inoo. Nina mengangguk kemudian memeluk singkat pada Morimoto. “Kau hati-hati ya Ryuu Nii-chan. Jyaa ne.” ujar Nina. Lalu baik Nina dan Inoo sudah beranjak masuk ke dalam lift.

“Harusnya, kan aku yang diposisi itu.” Ujar Morimoto sambil mengepalkan tangannya.

 

….

 

Nina’s POV

Aku meneguk segelas red wine yang disediakan oleh Inoo, ini sudah gelas kelima yang sudah kuteguk. Inoo sduah menarik gelasku yang belum habis kuminum isinya. “Sudah jangan minum lagi.” Begitu yang aku dengar dari Inoo. Aku bisa melihat senyumnya. “Aku ingin minum lagi.” Ujarku mencoba meraih gelas yang disita oleh Inoo.

“Tidak. Sudah cukup. Kau sudah mabuk. Ayo kuantar pulang.” Ujarnya. Aku menggeleng kuat. Aku masih mencoba meraih gelasku. Lalu rasa ngilu dikepalaku melanda, dan rasanya aku ingin muntah. “Huwekkk….”

 

 

Author’s POV

“Huwekkkk….” Akhirnya Nina memuntahi baju dan lantai apartemen Inoo. Sedikit mengumpat, namun tetap saja Inoo membantu Nina agar dapat berbaring ditempat tidurnya untuk sementara, sedangkan dia membersihkan bekas muntahan milik Nina. Inoo menghela nafasnya, bergegas menuju kamar mandi, beberapa menit kemudian dia sudah keluar kamar mandi dengan dada telanjang dan hanya menggunakan selembar handuk warna putih dipingganggnya.

Inoo membuka lemari pakaian, biasanya dia menyimpan beberapa potong baju cadangan disana meskipun dia jarang menempati apartemen yang dibelinya dengan menyisihkan dari gaji bulanannya. Dia selalu memilih pulang kerumah Kaminari dimana Sembilan saudara angkatnya menunggu disana. Inoo memilih kemeja warna putih paling atas tumpukan kemejanya yang memang tidak banyak. Lalu meraih celana panjang warna hitam yang pertama kali dilihatnya.

Dikenakannya tanpa terbru-buru, karena yakin Nina yang sedang mabuk tidak akan bangun dalam waktu dekat. Selesai mengenakan pakaiannya Inoo menghampiri tubuh Nina yang masih bau muntahannya sendiri. Inoo menggelengkan kepalanya, “Dia ini tidak jago minum. Tapi pasti tekanannya berat sekali sampai dia ingin mabuk segala.” Ujar Inoo sambil membantu membetulkan posisi tidur Nina.

Saat Inoo akan beranjak dari tempat tidurnya, tangan Nina menahannya. Inoo melihat gadis itu, matanya sudah terbuka dan perlahan air matanya keluar dari mata kanannya, membasahi pipinya. Inoo mengusap pipi basah Nina. “Kenapa hidupku menjadi lebih susah? Harusnya aku tidak kembali ke Jepang, kan?” ujar Nina masih dengan mata yang merawang namun mengalirkan air matanya. Inoo tersenyum, kemudian dia merebahkan dirinya disamping Nina.

“Bukankah kau jadi memiliki kami? Bukankah katamu kau tidak ingin selamanya sendirian? Apakah keputusan ini terlalu buruk? Jika iya, kenapa tidak segera kembali? Melarikan diri tentu lebih mudah.” Ujar Inoo. Nina menoleh kearah pria disamping kanannya, wajah pria itu penuh senyum yang menghangatkan relung hatinya. ‘dia begitu bijaksana.’ Batin Nina.

“Melarikan diri memang lebih mudah, tapi amanah kakek lebih penting kan? Lebih penting dari segalanya. Karena ratusan ribu karyawan termasuk didalamnya.” Jawab Nina, kemudian mengalihkan pandangan matanya dari Inoo kearah langit-langit. Inoo tersenyum kemudian membalik posisi tidurnya menyamping, sehingga dengan posisi ini dia bisa melihat Nina dengan jelas. Nina masih terus menangis dalam diam. Irama nafasnya naik turun.

Entah keinginan dari mana, yang jelas Inoo memulainya. Dengan gerakan cepat dikecupnya bibir pinkish Nina. Dan entah bagaimana meskipun Nina merasa kaget dia tidak menghindar sama sekali. Bahkan cenderung membalas ciuman dari Inoo. Matanya terpejam meskipun masih menangis, dan Inoo terus mencium bibir Nina, dengan irama pelan tapi penuh gairah. Tak berapa lama, hanya hitungan detik, Inoo melepas ciumannya. Kemudian menghapus bibir Nina. Juga menghapus air mata Nina.

“Kau sudah tau kan, kalau beban kita semua hampir sama. Ratusan ribu nasib orang dipundak kita. Lalu kenapa kita mengeluh dan memilih melarikan diri? Bukannya seharusnya kita menghadapinya dengan kepala dingin?” ujar Inoo dengan tersenyum. Nina menatap pria itu, lalu dengan gerakan cepat Nina sudah meraih leher pria itu, membawanya kedalam pelukan dan lagi-lagi menangis.

Perlu belasan menit untuk Nina agar lebih tenang, dan Inoo dengan sabar menunggu tangisan Nina yang disembunyikan Nina dilehernya. Posisi tubuh mereka juga tidak berubah. Tapi Inoo tetap menunggu. Perlahan tangisan Nina mereda, Inoo bisa merasakan kemejanya basah. Lalu dibelainya rambut Nina yang panjang sebahu. “Gomen tadi aku menciummu. Aku tidak bermaksud melakukannya. Hanya saja aku…”

“Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf ya Inoo Nii-chan, jadi merepotkanmu.” Ujar Nina masih memeluknya. Inoo tersenyum dan membawa Nina agar lebih tegak duduknya. Karena bagaimanapun posisi mereka tidak tepat, apapun bisa terjadi. “Arigatou, Inoo nii-chan.” Ujar Nina, kemudian dia melepaskan pelukannya dileher Inoo. Inoo tersenyum dan kembali membelai puncak kepala Nina.

Nina menatap sepasang mata Inoo. Lalu menghadiahkan sebuah kecupan kecil dan hangat dibibir Inoo. Kecupan kecil yang benar-benar singkat. Keduanya tersenyum. “Mari aku antar kau pulang.” Ujar Inoo. Nina mengangguk. ‘Lebih baik menyetujuinya sebelum aku dan dia melakukan lebih dari ini, aku tidak ingin melukai Ryuu.’ Batin Nina.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
greyrani
#1
Chapter 14: Oke, the end sudah. Aku komen jujur ya, Ciel-chan. Agak sedikit kecewa dengan development plotnya, karena awalnya berharap akan lebih dalam dan banyak twist nya, juga karena I do not condone outside a marriage. Makanya paling sedih waktu part Inoo dan Nina melakukannya dan juga hamil sebelum menikah. But well, it's not my story.
Anyway, terima kasih banyak sudah menulis cerita ini, Ciel-chan :)
greyrani
#2
Chapter 10: Maaf ya Ciel-chan... tapi aku jadi sebel sama Nina sekarang :( Aku setuju sama Daichan... Nina harusnya gak flirting begitu :o Yah, tapi semua plot ada di tanganmu, Ciel-chan. Gonna wait for the next update :)
greyrani
#3
Chapter 5: Ah, I like the last part of this chapter! Yamachan becomes a gentleman here, ahaha. Curious for what will happen next. Thanks for updating, author-san :)
greyrani
#4
Chapter 3: Woah, I like it very much. Plotnya sangat menarik dan gaya penulisannya juga indah, menurut penilaianku. Aku jarang menyukai fanfic berbahasa Indonesia, tapi cerita ini benar-benar bagus. Semoga cepat di-update XD
Thanks for writing this awesome story XD