PART 14

PERFECT HUSBAND

Author’s POV

Takaki mengecek sekali lagi tuxedo yang dikenakan Inoo. Tuxedo warna putih keluaran Valentino, ada sentuhan emas dibagian tertentunya. Terakhir Yaotomelah yang menyematkan kuncup bunga anggrek kecil disaku tuxedo Inoo. “Arigatou.” Ujar Inoo pada kedua saudaranya. Yabu menepuk bahunya dari belakang. Menatap tubuh Inoo yang sudah siap dengan tuxedonya. “Jaga dia selalu.” Ujar Yabu. Inoo menoleh dan mengangguk cepat.

“Mempelai pria. Sepuluh menit lagi stand by.” Ujar Arioka dari arah pintu. Inoo mengacungkan jempolnya tanda mengerti.

 

 

Chinen membantu Nina mengenakan tiaranya, “Nii-chan, agak ketengah sedikit.” Ujar Nina sambil mengecek bayangannya di cermin. Chinen sudah menyelesaikan tugasnya. Dilihatnya lagi gaun pengantin selutut buatan Vera Wang yang membalut tubuh Nina. “Kau cantik sekali. Tapi masa iya kau mau pakai sepatu keds warna biru langit begitu. Ganti ya dengan yang kubelikan.” Ujar Yamada sambil menunjukkan sepasang sepatu bersol merah.

Nina tersenyum menatap dua orang ini, yang begitu sibuk mengurus pernikahannya selama enam bulan lebih cepat dari yang dijadwalkan.

 

(Flashback)

1 bulan yang lalu..

Nina mengguncang-guncang tubuh Inoo yang masih tidur. Mereka kini sudah tinggal bersama di apartemen Inoo selama dua bulan sejak mengantongi restu dari 8 saudara angkat mereka. Morimoto masih enggan memberikan restu dan memilih melarikan diri ke Eropa dengan alasan mengambil short course disana. “Kei-channnnn….. bangunnnnn… Keiiiiii…” Nina mulai tidak sabar dan berteriak ditelinga Inoo.

“Ahhh itaiiii…” ujar Inoo sambil mengucek matanya. “Nande honey?” tanya Inoo sambil meraih pinggang Nina. Nina memukul-mukul bahu Inoo dan menjambak rambut Inoo yang berantakan khas orang tidur. “Kubilang kita harus berhati-hati sebelum acara pernikahan kita. Kubilang gunakan pengaman. Kau sihhh tidak mendengarku. Huwahhhhh…” Nina mulai menangis.

Inoo yang tidak mengerti kini mengusap kepalanya yang tadi dijambak Nina, Sakit! “Kenapa? Ada apa? Coba katakan pelan-pelan.” Ujarnya sambil menangkap tangan Nina yang berdiri didepannya. “Aku hamil! Huwahhhh… bagaimana ini. Bagaimana.. aku tidak mau pakai baju pengantin dengan perut besar. Ahhhh tidakkkk…” Nina berteriak makin histeris dan menangis.

Kontras dengan Inoo yang matanya membulat bahagia, “Hamil?? Ahhhh baguslah! Omedetou Nina!!” ujarnya sambil mendekatkan wajahnya keperut Nina, mendaratkan kecupan diperutnya. Nina malah memukuli kembali dan menjambak rambut Inoo. “Itaiiii itaiii…” teriak Inoo. Nina masih menolak berhenti. Lalu menangis sejadi-jadinya. Inoo hanya tersenyum dan bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman, memeluk Nina dan menepuk punggung gadis yang dicintainya. Menunggu tangisan Nina reda. Dia selalu bisa menunggu Nina sampai berhenti menangis. Dia akan bersabar. Selalu.

“Hei.. kita bisa memajukan pernikahan kita. Tenanglah. Semua akan baik-baik saja.” Ujar Inoo setelah lima belas menit. Tangisan Nina sudah mereda tapi kini memukul kembali dada Inoo dengan kesal.

 

 

Yaotome tertawa mendengar kalimat pengakuan Nina dan Inoo yang mengatakan kalau Nina sedang hamil. Sedangkan Yabu hanya mengernyit, “Kenapa kalian tidak menahannya. Akan lebih mudah menjelaskan pada anak kalian nanti kan kalau kalian memiliki mereka setelah pernikahan.” Ujar Yabu sambil melipat korannya. Nina menatap Yabu tanpa berkata apa-apa, wajahnya semakin muram dan terlihat ingin menangis. Inoo dengan segera menepuk-nepuk bahunya, mencegah Nina menangis.

“Baiklah, Dai-chan, kita harus memajukan semua rencana pernikahan mereka. Setidaknya dua bulan lagi semua baru bisa dilaksanakan.” Ujar Chinen sambil menulis-nulis di jurnal merahnya. Yamada tersenyum sambil menyentuh perut Nina, “Akan jelek sekali dong kalau kau pakai gaun pengantin saat sedang hamil.” Godanya. Nina kembali menangis. “Huweeee….. kau bodoh Kei-channnnn… aku benci padamuuuuu…. Aku tak mau terlihat jelek!!!” teriak Nina.

“Hei.. yama-chan, sudah hentikan. Aku perlu berjam-jam membuatnya melupakan itu.” Ujar Inoo dengan wajah sebal. Dihampirinya Nina dan dipeluknya erat-erat dimana Nina memukuli kembali bahu Inoo dengan keras. “Gomen ne.” ujar Yama dengan wajah yang sama sekali tidak merasa bersalah dan cenderung sangat jahil. “Tidak. Satu bulan lagi pernikahan ini harus diadakan Chinen, Daiki. Yuto.. kau coba kabari Ryuu, paksa dia pulang satu bulan lagi. Kita cari tanggal yang tepat. Harus bulan depan. Lebih cepat 6 bulan dari yang kita rencanakan. Tapi semua harus dilakukan. Semakin cepat semakin baik. Aku tidak mau keponakanku bertanya soal kelahirannya nanti.” Ujar Takaki tegas.

Nina membersit tangisannya kemudian memeluk Takaki, “Nii-channnn huweeeee….” Menangis kembali dan berpindah dari prlukan Inoo ke dalam pelukan Takaki. Inoo hanya mampu menggaruk kepalanya sambil nyengir pada Yabu dan yang lainnya.

(flashback end)

 

“Aku tak mau pakai sepatu tinggi nanti beresiko pada kandunganku tau, Nii-chan.” Ujar Nina sambil mengusap perutnya yang tersembunyi dibalik gaun pengantin yang bermodel rok mirip tutu. Chinen terkekeh, “Yama-chan, sepatu stiletto yang kau beli untuknya itu hanya akan berisiko tinggi mengakibatkan kandungannya keguguran tau. Kau ini ada-ada saja.” Ujar China sambil merapihkan kembali anak rambut Nina yang susah diatur.

“Aku kecewa sekali, kalian nampak bahagia tanpaku.” Suara dari ambang pintu membuat Nina, Chinen dan Yamada menoleh kearah sis umber suara.

“Ryuu!”

“Ryuu!”

“Ryuu…” ketiganya hanya mampu berteriak kaget. Kecuali Nina, suaranya lirih. Morimoto nampak tersenyum dan dia hanya menggunakan setelan celana jeans robek, kaos putih polos dan mantel hitam serta topi fedora hitam. “Kau datang?” ujar Nina. Morimoto mengangguk dan berjalan masuk kedalam ruangan khusus Nina.

“Baiklah, aku dan Chii akan menyiapkan hal lainnya. Kutinggal kalian berdua. Jangan menculik hime kita ya, Ryuu.” Ujar Yamada sambil mengedipkan matanya. Chinen tersenyum sambil menepuk bahu Morimoto, lalu keduanya pergi meninggalkan ruangan. Meninggalkan Nina yang menatap Morimoto yang tersenyum janggal terhadapnya. Morimoto berjalan maju kemudian menyentuh perut Nina, “Jadi sudah ada Inoo kecil didalam sini?” tanya Morimoto dengan senyum jahilnya.

Nina bergerak maju dan memeluk Morimoto, “Kau kemana saja?” ujar Nina suaranya bergetar menahan tangis. “Hei… jangan menangis hime nanti aku dimarahin Chinen membuat make-upmu luntur. Aku hanya berlibur ke eropa, dan akan kembali besok pagi kesana. Aku butuh menenangkan diri sementara.” Jawab Morimoto sambil menepuk-nepuk punggung Nina yang terbuka. Nina mengangguk.

“Arigatou. Terima kasih sudah datang dan memaafkan kami.” Ujar Nina. Morimoto melepas pelukannya. Dipegangnya kedua bahu Nina yang terbuka, ditatapnya wajah Nina yang benar-benar cantik. Morimoto baru menyadari betapa dia kehilangan senyuman yang dulu selalu dilihatnya dari wajah gadis didepan matanya kini. “Aku akan sangat kehilanganmu Nina.” Ujarnya.

Air mata Nina akhirnya menitik, lalu terisak pelan dan kembali memeluk Morimoto. “Ryuu…” suara Inoo membuat Morimoto melepaskan pelukannya. Dia berbalik menghadapi Inoo. “Inoo nii-chan..” Nina segera menghapus air matanya saat Morimoto menyebut nama Inoo. “Kau kemana saja huh? Tiga bulan menghilang. Untunglah kau datang.” Ujar Inoo sambil memeluk adik kesayangannya.

“Kau terlalu baik sih Inoo nii-chan, aku tidak bisa benar-benar marah padamu. Menyebalkan.” Ujar Morimoto merajuk. Inoo terkekeh begitupun Nina. “Inoo nii-chan, boleh aku mencium pengantinmu untuk yang terakhir kalinya?” tanya morimoto iseng. Inoo nampak kaget lalu bertanya pada Nina, “Bagaimana?” Nina tersenyum, “Terserah padamu Kei. Aku sih boleh saja.” Ujar Nina balas bercanda. Inoo nampak berpikir lalu mengangguk, “Cium aku dulu, baru nanti kau boleh mencium dengan ciuman yang persis kau lakukan padaku.” Ujar Inoo.

Nina terkekeh mendengar kalimat Inoo. Dia tentu tahu itu semua bercanda antara saudara. Tapi kemudian Morimoto sudah mencium bibir Inoo, “Ahhhh menjijikkan, Ryuu…” suara Yabu terdengar menginterupsi ciuman Morimoto pada Inoo yang dengan segera melepas ciumannya. Terdengar suara tertawa tujuh saudara lainnya.

Morimoto hanya nyengir malu sedangkan Inoo sudah memukulnya berkali-kali, “Anak bandel. Dasar gila!” omel Inoo. Yang lain termasuk Nina sduah tertawa terbahak-bahak. “Lima menit lagi. Inoo, ayoo.” Ujar Arioka sambil menarik tubuh Inoo. Yang lain pun mengikuti Arioka dan Inoo, meninggalkan Nina dan Morimoto. “Ryuu, kau boleh menciumnya untuk yang terakhir. Tapi dipipi.” Ujar Inoo sebelum menutup pintu. Nina tersenyum simpul.

Morimoto justru canggung diijinkan demikian. Dia hanya menatap Nina. “Selamat nee-chan.” Ujar Morimoto. Nina nampak mengangguk. Lalu dengan gerakan cepat justru Ninalah yang meninggalkan kecupan dipipi kanan Morimoto. “Kau harus bahagia, Ryuu.” Ujar Nina. Morimoto mengangguk kemudian membawa tangan Nina kelengannya, “Aku akan menjadi pengiringmu. Kata Dai-chan aku bisa melakukannya sampai pintu ke altar. Ayahmu sudah bersedia kugantikan.” Ujarnya. Nina mengangguk sembari menggenggam lengan kokoh itu.

 

 

Nina’s POV

Pintu dihadapanku terbuka lebar. Aku menggenggam kuat lengan Ryuu yang menjadi pengiringku menggantikan Ayah. Ayah berdiri disebelah Inoo-chan di altar. Aku juga melihat Ibu tersenyum disebelah Yabu dan yang lainnya. Semua nampak bahagia. Aku menoleh kearah Ryuu yang lebih tinggi dariku. Pakaiannya benar-benar berantakan. Tapi aku tak akan menyesal membiarkannya menjadi pengiringku. Sebagai ucapan maafku.

Ryuu melangkah, membimbingku dengan telaten. Aku berjalan pelan. Perlu 38 langkah menuju altar. Kemudian Ryuu melepaskan jemariku dari lengannya, menyerahkanku pada Inoo, “Jaga Hime kita, Inoo nii-chan.” Ujarnya. Inoo tersenyum. Kemudian aku dan Inoo membungkuk kepada Ayah yang balas membungkuk, tanda memberikan restu. Kami juga membungkuk pada Ibu. Aku melihat Ibu sedikit menangis. Lalu kami membungkuk pada delapan saudara angkat kami. Mereka tersenyum.

Inoo kemudian membawaku menuju depan pendeta, mengucapkan janji pernikahan. Semua berjalan cepat dan lancar. “Silahkan pengantin pria, anda boleh mencium pengantin anda.” Ujar pendeta setelah kami mengucap janji penikahan kami. Aku dan Inoo berdiri berhadapan, dia membuka pembungkus wajahku yang minimalis, menyentuh pipiku dan mengusapnya pelan. “Aieru. Aierunda.” Bisiknya sebelum menciumku.

Aku tersenyum dan memejamkan mataku. Kini aku resmi menjadi istrinya. “Arigatou, Kei.” Bisikku disela ciuman kami. Aku mendengar keriuhan tepuk tangan para undangan. Tak ada yang lebih membuatku bahagia kecuali hari ini. “Bokuga iru. Aku akan selalu disini menjagamu Nina. Dan kelak menjaga anak kita. Bokuga iru.” Aku hanya mengangguk mendengar kalimat super romantis darinya. Bokuga iru, Inoo Kei-chan.

(END)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
greyrani
#1
Chapter 14: Oke, the end sudah. Aku komen jujur ya, Ciel-chan. Agak sedikit kecewa dengan development plotnya, karena awalnya berharap akan lebih dalam dan banyak twist nya, juga karena I do not condone outside a marriage. Makanya paling sedih waktu part Inoo dan Nina melakukannya dan juga hamil sebelum menikah. But well, it's not my story.
Anyway, terima kasih banyak sudah menulis cerita ini, Ciel-chan :)
greyrani
#2
Chapter 10: Maaf ya Ciel-chan... tapi aku jadi sebel sama Nina sekarang :( Aku setuju sama Daichan... Nina harusnya gak flirting begitu :o Yah, tapi semua plot ada di tanganmu, Ciel-chan. Gonna wait for the next update :)
greyrani
#3
Chapter 5: Ah, I like the last part of this chapter! Yamachan becomes a gentleman here, ahaha. Curious for what will happen next. Thanks for updating, author-san :)
greyrani
#4
Chapter 3: Woah, I like it very much. Plotnya sangat menarik dan gaya penulisannya juga indah, menurut penilaianku. Aku jarang menyukai fanfic berbahasa Indonesia, tapi cerita ini benar-benar bagus. Semoga cepat di-update XD
Thanks for writing this awesome story XD